POTENSI DAN PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KAWASAN KARST GUA

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi dan. Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Karst Gua Gu...

0 downloads 176 Views 2MB Size
POTENSI DAN PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KAWASAN KARST GUA GUDAWANG

JOKO MIJIARTO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Karst Gua Gudawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013

Joko Mijiarto NIM E34090040

ABSTRAK JOKO MIJIARTO. Potensi dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Karst Gua Gudawang. Dibimbing oleh TUTUT SUNARMINTO dan RACHMAD HERMAWAN. Salah satu kawasan karst yang berada di daerah Bogor yaitu Kawasan Karst Gua Gudawang. Kawasan ini memiliki potensi jasa lingkungan gua yang pemanfaatannya belum maksimal. Hal tersebut terjadi dikarenakan belum adanya data mengenai jasa lingkungan yang dimiliki oleh pengelola.Kondisi tersebut membuat perlu adanya kegiatan identifikasi potensi dan pemanafatan oleh masyarakat. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2013 dengan pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara serta studi literatur. Hasil penelitian mendapatkan bahwa dari 10 gua yang diidentifikasi seluruhnya merupakan habitat fauna dengan ditemukannya 19 jenis fauna gua, berpotensi sebagai wisata karena setiap gua memiliki karakteristik yang berbeda, 8 gua berpotensi sebagai penyerap karbondioksida danberpotensi sebagai penyedia air. Seluruh potensi jasa lingkungan diatas, baru 3 gua yang dijadikan sebagai objek wisata dan 1 gua yang dijadikan sebagai sumber air. Kata kunci : identifikasi, kawasan karst, Gua Gudawang, pemanfaatan, potensi jasa lingkungan ABSTRACT JOKO MIJIARTO. Potential of Ecosystem Services and its Utilization in Gudawang Cave Karst Area. Supervised by TUTUT SUNARMINTO and RACHMAD HERMAWAN. Gudawang Cave Karst Area is one of the karst area that are located in Bogor. This karst area has the ecosystem service potential that aren’t maximally utilized. This happen because there's no information about what ecosystem service that owned by the manager. This condition leading to the need for identification ofecosystem service potential and its utilization by local community. Research was done at March to June 2013 through field observation, interview, and literature study. The result of this research indicated that from 10 identified cave all of them were natural habitat of wildlife as shown by 19 wildlife species that were discovered inside the cave. All of them were also potentialfor tourism because of the different characteristic in each caveidentified. As many as 8 from them are potential for carbon dioxide absorptionand water supply. Only 3 of all the identified cave that have beenmanaged as tourism object and only 1 of all the identified cave has been used as water supply for local community. Keywords : ecosystem service potential, utilization

Gudawang Cave, identification, karst area,

POTENSI DAN PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN KAWASAN KARST GUA GUDAWANG

JOKO MIJIARTO

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Judul Skripsi: Potensi dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Karst Gua Gudawang Nama : Joko Mijiarto : E34090040 NIM

Disetujui oleh

.

Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc F Pembimbing II

Diketahui oleh

MS

Tanggal Lulus:

[L4 AUG 2013

~

Judul Skripsi : Potensi dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Karst Gua Gudawang Nama : Joko Mijiarto NIM : E34090040

Disetujui oleh

Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi Pembimbing I

Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc F Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Potensi dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Karst Gua Gudawang berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Tutut Sunarminto, M.Si dan Bapak Dr. Ir.Rachmad Hermawan, M.Sc.F selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan selama penelitian berlangsung dan dalam penulisan skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, Bapak Hilmi, Bapak Husni, Bapak Edi, Bapak Jaja, Sahrul, Kujel, Romi, Dita, Safrina, Pipit, Umam, Reni, Intan, Bantista, Galang, Aan, Lala, Fanti yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak dan adikku tercinta, seluruh keluarga besar KSHE, HIMAKOVA, KPG, KPH dan anggrek hitam, serta sahabat-sahabat terbaik saya atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Joko Mijiarto

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Kerangka Pikir Penelitian

2

Lokasi dan Waktu

3

Alat dan Bahan

3

Jenis Data

3

Teknik Pengumpulan Data

4

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

6

Kawasan Karst Gua Gudawang

7

Pengelolaan Kawasan Karst Gua Gudawang

14

Potensi Jasa Lingkungan Kawasan Karst Gua Gudawang

14

Pemanfaatan Oleh Masyarakat

19

Analisis Potensi Pemanfaatan Kawasan Karst Gua Gudawang

20

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

DAFTAR TABEL

1 Jenis data dan metode yang digunakan 2 Perbandingan kondisi gua

4 15

DAFTAR GAMBAR

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Kerangka pikir penelitian Lokasi penelitian Ilustrasi metode forward Persebaran gua di kawasan karst Gua Gudawang Gua Simenteng Gua Simasigit Gua Sipahang Gua Siawul 1 Gua Siawul 2 Gua Sigaraan Gua Sibulan Gua Sipatahunan Gua Sinampol Gua Siparat Ornamen gua Jumlah jenis fauna tiap gua Jumlah fauna tiap gua Pemanfaatan gua oleh mayarakat Pengetahuan masyarakat tentang manfaat gua Manfaat ekonomi wisata

2 3 5 8 9 9 10 10 11 11 12 12 13 13 16 16 17 19 19 20

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem yang berfungsi sebagai habitat flora, fauna serta memberikan jasa lingkungan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hutan di Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna yang melimpah sehinga Indonesia dikenal dengan negara megabiodiversitas. Besarnya potensi hutan di Indonesia dikarenakan Indonesia memiliki 15 formasi hutan dan 90 tipe ekosistem yang dapat dibedakan berdasarkan tanah, iklim, ketinggian tempat, topografi, geologi dan curah hujan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke (Tuheteru & Mahfudz 2012). Salah satu tipe hutan tersebut adalah hutan yang berada di kawasan karst dengan persebaran utama di Papua, Sulawesi dan Maluku. Hutan yang berada di kawasan karst memiliki keunikan bila dibandingkan ekosistem lainnya. Hal ini dikarenakan kawasan karst bersifat kering dan gersang. Keunikan lain dari kawasan karst terletak pada adanya gua pada daerah karst yang membentuk iklim mikro yang berbeda dengan daerah di luarnya (PPLH 2007). Gua yang berada di kawasan karst memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung gua diantaranya adalah dikembangkannya gua sebagai salah satu obyek wisata. Beberapa gua yang telah dikembangkan sebagai obyek wisata, diantaranya Gua Gudawang di Bogor, Gua Pawon di Bandung dan Gua Jatijajar di Yogyakarta (PPLH 2007). Manfaat langsung gua selain sebagai obyek wisata, diantaranya adalah sebagai sumber pupuk (PPLH 2007) dan sumber air ketika kemarau (Haryono 2001). Manfaat tidak langsung gua diantaranya adalah sebagai penyerap karbondioksida (Sihombing 2011). Salah satu gua karst yang telah dimanfaatkan adalah kawasan karst Gua Gudawang yang berada di daerah Cigudeg, Bogor. Kawasan karst Gua Gudawang telah dijadikan sebagai obyek wisata serta sumber air. Pemanfaatan tersebut belum optimal apabila dibandingkan dengan jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan dari adanya gua di kawasan karst secara umum. Pemanfaatan yang belum optimal tersebut dikarenakan kurangnya data mengenai jasa lingkungan yang diberikan oleh kawasan karst Gua Gudawang. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya penelitian mengenai jasa lingkungan di kawasan karst Gua Gudawang dan pemanfaatannya oleh masyarakat. Data jasa lingkungan tersebut dapat dijadikan dasar dalam pemanfaatan Gua Gudawang agar pemanfaatannya dapat optimal dan kawasan tersebut tidak bernilai underestimate. Pemetaan pemanfaatan jasa lingkungan oleh masyarakat perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan yang sudah terjadi. Data tersebut dibutuhkan agar pengelolaan kawasan karst Gua Gudawang dapat optimal. Tujuan Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk: a. Mengidentifikasi potensi jasa lingkungan kawasan karst Gua Gudawang, b. Mengidentifikasi pemanfaatan Gua Gudawang oleh masyarakat sekitar, c. Menganalisis pemanfaatan jasa lingkungan Gua Gudawang.

2

Manfaat Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai data dasar potensi jasa lingkungan Gua Gudawang sehingga pemanfaatan kawasan karst Gua Gudawang dapat optimal, dasar kebijakan pengelolaan pengembangan kawasan karst Gua Gudawang, dan dapat dijadikan sebagai acuan pada proses mekanisme pembayaran jasa lingkungan.

METODE PENELITIAN Kerangka Pikir Penelitian Gua adalah lorong-lorong dibawah tanah yang terbentuk retakan-retakan akibat adanya pelarutan batu gamping (Samodra 2001 diacu dalam Mulyati 2007). Keberadaan gua memberikan manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung gua diantaranya sebagai wisata spiritual (Purnomo 2009), pengambilan guano sebagai pupuk (PPLH 2007), dan sumber air (Haryono 2001). Manfaat tidak langsung gua diantaranya sebagai penyerap karbondioksida (Sihombing 2011). Kenyataannya selama ini penilaian gua dibawah dari nilai yang seharusnya dan pemanfaataanya belum optimal. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor perspesi dan pengetahuan masyarakat itu sendiri. Terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap pemanfaatan jasa lingkungan gua dikarenakan kurangnya data mengenai potensi jasa lingkungan dari gua. Kondisi tersebut menyebabkan dibutuhkannya kegiatan identifikasi potensi jasa lingkungan gua dan pemetaan pemanfaatan oleh masyarakat (Gambar 1). Data tersebut dibutuhkan sehingga kegiatan pengelolaan kawasan dapat optimal dan kelestarian gua dapat terjaga. Hutan

Kawasan Karst Kelestarian Gua

Masyarakat

Persepsi

Pemetaan Pemanfaatan Analisis

Manfaat Langsung

Manfaat tidak langsung

Identifikasi dan inventarisasi Data Jasa Lingkungan

Pengelolaan

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Masyarakat

Persepsi Pemetaan Pemanfaatan

Analisis

3

Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kawasan Karst Gua Gudawang, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg (Gambar 2). Penelitian dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu pada bulan Maret sampai Juni 2013.

Gambar 2 Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pengambilan data yaitu kamera, alat tulis, GPS, jaring kelelawar, klinometer, meteran gulung, kompas, pinset dan kuesioner. Bahan yang digunakan yaitu alkohol 70% dan plastik spesimen. Obyek yang diteliti adalah gua-gua yang berada di kawasan karst Gua Gudawang. Jenis Data Jenis data yang akan diambil dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi enam kategori yaitu data kondisi umum lokasi penelitian, kondisi fisik gua, fauna gua, potensi jasa lingkungan, pengelolaan Kawasan Karst Gua Gudawang serta masyarakat (Tabel 1).

4

Tabel 1 Jenis data dan metode yang digunakan No Parameter Variabel Sumber 1 Kondisi Letak dan luas, sejarah a. Kantor umum dan status, iklim dan pengelola lokasi curah hujan, topografi b. Data penelitian dan ketinggian, Sekunder persebaran gua 2 Kondisi Panjang, lebar, tinggi Observasi fisik gua lorong, jenis dan letak Lapang ornamen gua, penampang lorong serta bentuk mulut gua, keberadaan air 3 Fauna gua Jenis, substrat, dan Observasi mintakat (zona) gua Lapang ditemukan fauna gua 4 Potensi jasa Potensi jasa lingkungan, a. Kantor lingkungan jasa lingkungan yang pengelola dimanfaatkan oleh b. Masyarakat masyarakat, data jasa c. Data lingkungan dan data Sekunder fauna gua yang telah d. Observasi diinventarisasi Lapang 5 Pengelolaan Tujuan pengelolaan, a. Kantor Gua program wisata, rencana pengelola Gudawang pengelolaan, media b. Data interpretasi yang telah Sekunder dibuat pengelola c. Observasi Lapang 6 Masyarakat Sosial, ekonomi dan a. Masyarakat budaya masyarakat, b. Data permasalahan dengan Sekunder pihak pengelola, fauna gua yang dijumpai, interaksi masyarakat, dan keterlibatan masyarakat terhadap kelestarian Gua Gudawang

Metode a. Wawancara b. Studi literatur

Pemetaan gua dengan metode Forward

Pengkoleksian langsung a. Kuesioner b. Studi literatur c. Pengamatan langsung d. Wawancara a. Pengamatan langsung b. Wawancara c. Studi literatur a. Kuesioner b. Studi Literatur

Teknik Pengumpulan Data Pemetaan Gua Pemetaan gua adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menggambarkan kondisi dalam gua, menampilkan arah, kemiringan, mengetahui panjang gua pada suatu medium (Laksamana 2005). Manfaat dari pemetaan gua adalah dihasilkannya peta gua yang berguna sebagai acuan bagi rencana pengembangan

5

gua. Metode yang digunakan dalam pengambilan data yaitu metode forward (Laksamana 2005). Ilustrasi metode forward dapat dilihat pada Gambar 3. Data yang diambil dalam pemetaan gua meliputi panjang gua, lebar dinding, tinggi atap gua dan keberadaan air. Pemetaan gua dilakukan dari mulut gua sampai ke lorong terakhir gua yang dapat dilalui. Metode ini setiap orang mempunyai peran dan tugas masing-masing. Pembagian peran tersebut yaitu berfungsi sebagai leader, pembaca alat, target, serta pencatat. Ilustrasi: Stasiun 1

Stasiun 2

a Keterangan:

b

Stasiun 2

a

a: Pembaca alat

Stasiun 3

b

b: Target : Arah alat dan pengukuran

Gambar 3 Ilustrasi metode forward Inventarisasi Fauna Gua Pengumpulan data fauna gua dilakukan dengan metode pengkoleksian langsung dengan mencari fauna di lantai, dinding dan atap gua. Fauna-fauna yang berukuran kecil diambil dengan menggunakan pinset. Penangkapan kelelawar yang sedang terbang ataupun bertengger di atap gua dilakukan dengan menggunakan jaring bertangkai. Fauna akuatik diambil dengan menggunakan jaring untuk ikan atau dengan menggunakan tangan untuk kepiting. Potensi Air Penentuan gua yang berpotensi sebagai sumber air ditentukan berdasarkan hasil observasi dilapang. Gua yang berpotensi sebagai sumber air adalah gua-gua yang memiliki aliran air bawah tanah maupun kolam di dalam gua. Data tersebut diambil bersamaan dengan pemetaan gua. Potensi Penyerap Karbondioksida Penentuan gua yang berpotensi sebagai penyerap karbondioksida ditentukan berdasarkan hasil observasi lapang. Gua yang berpotensi sebagai penyerap karbondioksida ditentukan berdasarkan ada tidaknya aliran sungai bawah tanah. Gua yang memiliki aliran sungai bawah tanah kemudian dikategorikan sebagai gua yang berpotensi sebagai penyerap karbondioksida karena termasuk gua aktif. Potensi Sebagai Objek Wisata Gua yang memiliki potensi sebagai objek wisata ditentukan berdasarkan hasil observasi lapang. Penentuan gua yang berpotensi sebagai objek wisata dilihat dari keberadaan ornamen gua, fauna gua serta karakteristik gua tersebut.

6

Wawancara Pengumpulan data pengelolaan dilakukan dengan wawancara terhadap pengelola kawasan karst Gua Gudawang. Wawancara dilakukan kepada pengelola baik yang berada di Gua Gudawang dan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor. Wawancara dilakukan dengan wawancara terstruktur. Wawancara terhadap pengelola dilakukan untuk mengetahui kondisi umum dan pengelolaan kawasan karst Gua Gudawang. Kuesioner Pengumpulan data mengenai pengetahuan dan pemanfaatan masyarakat terhadap jasa lingkungan Gua Gudawang dilakukan dengan penyebaran kuesioner berskala. Jumlah responden yang mengisi kuesioner adalah 30 orang yang dipilih dengan systematic random sampling. Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan data tambahan mengenai kawasan karst Gua Gudawang. Data tersebut dibutuhkan untuk mendukung ataupun melengkapi data yang telah dimiliki. Literatur yang digunakan dapat berasal dari dokumen perundang-undangan, skripsi, tesis, buku maupun jurnal. Analisis Data Pemetaan Gua Output dari kegiatan pemetaan gua adalah terbentuknya peta yang menggambarkan kondisi di dalam gua. Peta gua dibuat dengan bantuan software VCOM 3.2 dengan peta yang dihasilkan merupakan peta gua tampak atas. Jarak datar di dalam gua dihitung menggunakan rumus: Jarak datar = Cos klino mata x jarak lapang. Tinggi gua dihitung dengan menggunakan rumus: (tan klino atas x jarak datar) + tinggi. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan terhadap pengelolaan kawasan karst Gua Gudawang, masyarakat dan potensi jasa lingkungan. Data yang diperoleh kemudian diuraikan secara deskriptif. Data hasil kuesioner dianalisis dengan skala Linkert yang telah dimodifikasi dengan nilai 1-7. Skor 1 adalah sangat tidak setuju sampai dengan skor 7 yang artinya sangat setuju. Nilai persepsi merupakan nilai rata-rata dari tiap indikator.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan karst Gua Gudawang berada di Kampung Cipinang, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Secara geografis kawasan karst Gua Gudawang terletak antara 06º27’08.9” - 06º27,58.0” LS dan 106º30’18,4”106º 30’44.7” BT. Batas kawasan karst Gua Gudawang adalah sebagai berikut:

7

Utara : Kampung Cibangur Selatan : Gunung Rengganis Barat : Desa Tipar Timur : Gunung Binangkit dan Kampung Cimapang Kawasan karst Gua Gudawang merupakan daerah beriklim A dengan curah hujan rata-rata 2500-5000 mm/tahun. Suhu rata-rata kawasan ini adalah 28-29˚ C dengan suhu minimal 23˚C dan suhu maksimal adalah 33˚C. Ketinggian di daerah ini bervariasi antara 115-142 mdpl. Jumlah kepala keluarga di kampung Cipining ± 2000 KK dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah bertani, buruh pabrik, buruh kebun dan berdagang serta sebagai penambang batu gamping. Mayoritas pendidikan terakhir masyarakat adalah lulusan Sekolah Dasar. Kawasan Karst Gua Gudawang Nama Gudawang ada yang menyebut berasal dari kata “kuda lawang” yang artinya buntut atau ekor kuda yang dikepang ada pula yang menyebutnya “Gugudawang” yang artinya kosong. Pemberian nama “kuda lawang” dikarenakan berdasarkan sejarah, pada tahun 310 Hijriah kawasan ini sering dikunjungi petapa yang menggunakan kuda yang ekornya dikepang. Pengelola yang berada dilapang pada dasarnya tidak setuju dengan penamaan Gudawang yang berasal dari kata “kuda lawang” hal ini dikarenakan nama tersebut berasal dari para normal yang sering datang ke Gudawang. Kawasan karst Gua Gudawang yang telah dikembangkan menjadi daerah wisata memiliki luas 2,7 Ha. Kawasan ini merupakan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.20 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Barat serta berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.2 Tahun 2006 Tentang Kawasan Lindung. Penentuan kawasan karst Gua Gudawang sebagai Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan dikarenakan gua ini dipercaya memiliki hubungan yang erat dengan Prabu Siliwangi. Kawasan karst Gua Gudawang memiliki gua berjumlah 24 gua yang seluruhnya merupakan gua alami. Gua-gua tersebut menyebar pada beberapa daerah mulai dari daerah milik Pemerintah, masyarakat dan Perusahaan. Pada penelitian ini hanya dilakukan identifikasi pada 10 gua (Gambar 4) berdasarkan hasil rekomendasi pengelola. Rekomendasi tersebut diberikan sesuai dengan kondisi gua serta kondisi waktu penelitian yang sering terjadi hujan. Titik persebaran gua yang dilakukan identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 4 Persebaran gua di kawasan karst Gua Gudawang

8

9

Berikut ini adalah deskripsi singkat mengenai gua-gua yang diidentifikasi: 1.

Gua Simenteng Gua Simenteng merupakan satu dari tiga gua yang telah dikembangkan sebagai obyek wisata. Gua ini merupakan gua horizontal yang masih aktif. Mulut Gua Simenteng telah dimodifikasi dengan membentuk mulut gua ini menyerupai bentuk harimau pada tahun 1999 (Gambar 5a). Gua ini telah dibangun anak tangga berjumlah 15 dan telah diberi lampu penerangan yang berfungsi untuk mempermudah pengunjung yang masuk ke gua ini. Peta tampak atas gua dapat dilihat pada Gambar 5b. Pengunjung yang datang kegua ini percaya bahwa air yang mengalir di dalam gua ini berkhasiat membuat awet muda. Gua ini juga dahulu dijadikan sumber air bagi masyarakat.

a

b

Gambar 5 Gua Simenteng: (a) Mulut gua, (b) Peta tampak atas gua 2.

Gua Simasigit Gua Simasigit terletak tidak jauh dari Gua Simenteng. Sama seperti Gua Simenteng, mulut gua ini pun telah dimodifikasi berbentuk harimau (Gambar 6a) dan dibuatkan anak tangga. Gua ini dinamakan Simasigit karena masyarakat percaya bahwa kondisi di dalam gua ini menyerupai masjid. Gua ini merupakan gua horizontal. Peta tampak atas Gua Simasigit dapat dilihat pada Gambar 6b.

a

b

Gambar 6 Gua Simasigit: (a) Mulut gua, (b) Peta tampak atas gua

10

3.

Gua Sipahang Gua Sipahang merupakan gua yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata yang mulutnya tidak dilakukan pembangunan (Gambar 7a). Gua ini berada di luar lahan Pemerintah, dimana Pemerintah Kabupaten Bogor hanya membeli jalan setapak untuk menuju gua tersebut. Gua ini merupakan gua horizontal yang masih aktif serta adanya aliran sungai bawah tanah. Peta tampak atas gua dapat dilihat pada Gambar 7b. Gua ini sering dijadikan sebagai tempat bertapa ataupun mencari wangsit.

a

b

Gambar 7 Gua Sipahang: (a) Mulut gua, (b) Peta tampak atas gua 4.

Gua Siawul 1 Nama Gua Siawul ini berasal dari kata siawul yaitu manusia setengah gaib yang memiliki ukuran tubuh yang kecil dan hitam. Gua Siawul memiliki dua mulut gua dimana yaitu mulut horizontal dan mulut vertikal (Gambar 8a). Gua ini memiliki lorong yang yang panjang dan berkelok-kelok (Gambar 8b).

a

b

Gambar 8 Gua Siawul 1: (a) Mulut vertikal gua, (b) Peta tampak atas gua

11

5.

Gua Siawul 2 Gua ini dinamakan Gua Siawul 2 karena letaknya yang tidak jauh dari Gua Siawul 1. Gua Siawul 2 merupakan gua aktif yang memiliki tiga mulut gua, dimana dua mulut gua merupakan mulut horizontal (Gambar 9a) dan satu mulut merupakan mulut vertikal. Peta tampak atas gua dapat dilihat pada Gambar 9b.

a

b

Gambar 9 Gua Siawul 2: (a) Mulut horizontal gua, (b) Peta tampak atas gua 6.

Gua Sigaraan Gua Sigaraan berasal dari kata “sagara” yang artinya telaga. Penamaan ini disesuaikan dengan kondisi gua yang memiliki aliran air di dalamnya. Gua ini merupakan gua aktif yang memiliki tiga mulut gua. Mulut pertama merupakan mulut vertikal dan dua mulut lainnya merupakan mulut horizontal, dimana satu mulut gua telah dibuatkan anak tangga (Gambar 10a). Peta tampak atas gua dapat dilihat pada Gambar 10b. Gua ini ketika musim penghujan sering dijadikan sebagai tempat memancing warga.

a

b

Gambar 10 Gua Sigaraan: (a) Mulut gua, (b) Peta tampak atas gua

12

7.

Gua Sibulan Gua Sibulan merupakan gua fosil yang memiliki 2 mulut gua. Mulut pertama merupakan mulut vertikal (Gambar 11a) dan yang kedua merupakan mulut horizontal. Gua ini memiliki lorong yang relatif lurus dan tidak terlalu banyak lorong (Gambar 11b). Gua ini pernah dimanfaatkan sebagai sumber sarang walet.

a

b

Gambar 11 Gua Sibulan: (a) Mulut gua, (b) Peta tampak atas gua 8.

Gua Sipatahunan Gua Sipatahunan merupakan gua horizontal yang tidak aktif yang hanya memiliki satu mulut gua (Gambar 12a). Gua ini hanya merupakan ceruk atau ruangan besar. Peta tampak atas gua dapat dilihat pada Gambar 12b. Diujung gua ini terdapat kolam dengan kedalaman sekitar 2-3 meter.

a

b

Gambar 12 Gua Sipatahunan: (a) Mulut gua, (b) Peta tampak atas gua

13

9.

Gua Sinampol Gua Sinampol merupakan gua horizontal yang dialiri aliran sungai bawah tanah. Gua ini telah dimanfaatkan sebagai sumber air bagi sebuah perusahaan. Mulut gua Sinampol menyerupai bulan sabit (Gambar 13a). Gua ini tidak memiliki percabangan yang terlalu banyak (Gambar 13b). Disamping gua ini terdapat sebuah gua lain yang diberi nama Gua Sikembar.

a

b

Gambar 13 Gua Sinampol: (a) Mulut gua, (b) Peta tampak atas gua 13. Gua Siparat Siparat artinya adalah memiliki banyak mulut, hal ini sesuai dengan kondisi gua yang memiliki beberapa mulut gua dan yang bisa digunakan untuk keluar masuk berjumlah 4 mulut (Gambar 14a). Peta tampak atas gua dapat dilihat pada Gambar 14b. Gua ini dilalui aliran sungai yang berasal dari Gunung Rengganis.

a

b

Gambar 14 Gua Siparat: (a) Mulut gua, (b) Peta tampak atas gua

14

Selain gua-gua yang disebutkan di atas, terdapat pula gua-gua yang lain yang berada di sekitar kawasan. Gua-gua lainnya berukuran relatif kecil dan merupakan lorong air ketika hujan. Gua-gua tersebut, yaitu: Gua Silangir, Siparat 2, Siparat 3, Sicayur, Legok picung, Sikondang, Sikandang, Sigoong, Tembok, Sielong. Gua tembok merupakan gua horizontal yang di dalamnya tercium bau belerang. Gua ini dipercaya dahulu merupakan gua yang dijadikan sebagai benteng Belanda. Gua Sielong merupakan gua vertikal dengan tinggi kurang lebih 3 meter. Gua ini berada disekitar rumpun bambu. Gua ini hanya memiliki dua percabangan ke kiri dan ke kanan dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Pengelolaan Kawasan Karst Gua Gudawang Kawasan karst Gua Gudawang dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor dengan luas 2,7 ha. Kawasan ini telah dijadikan sebagai obyek wisata sejak tahun 1991 dengan pembuatan mulut gua menyerupai kepala harimau. Pembuatan kepala harimau tersebut dikarenakan ada mitos yang mengatakan bahwa gua-gua disana merupakan habitat harimau. Target pendapatan pertahun yang ditetapkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata adalah Rp.38.500.000,00. Target tersebut didapat terutama pada libur nasional seperti tahun baru dan Idul Fitri. Sarana dan prasarana yang tersedia yaitu areal parkir, kamar mandi berjumlah 6, mushalla, shelter, sarana bermain, tempat sampah, papan interpretasi serta alat keselamatan pengunjung seperti helm dan sepatu boot. Sarana-sarana tersebut disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan menjaga keselamatan pengunjung. Salah satu permasalahan pengelola adalah kurangnya sarana pendukung hal ini sesuai dengan pernyataan Purnomo (2009) yang menyatakan bahwa salah satu permasalahan pengembangan gua sebagai wisata adalah kurangnya fasilitas. Contoh yang terjadi di Gua Gudawang, diantaranya yaitu pemerintah telah menyediakan tali karmantel namun tidak dilengkapi dengan alat-alat pendukung untuk penggunaan tali tersebut, alat keselamatan berupa helm dan sepatu boot pun masih kurang. Pengelola yang berada di lapang terdiri dari 4 orang, 1 orang merupakan PNS, 1 orang merupakan pegawai honor daerah dan 2 orang merupakan pegawai honor kantor 2 orang. Khusus pengelola yang telah menjadi PNS disediakan rumah dinas yang berada didekat lokasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada pengunjung selama 24 jam. Kasus yang pernah terjadi di kawasan karst Gua Gudawang diantaranya adalah meninggalnya pengunjung berjumlah 2 orang di Gua Sipahang. Kecelakaan ini bisa terjadi karena pengunjung tidak izin terlebih dahulu. Kasus lain yang sering terjadi adalah pengunjung yang pingsan ataupun kesurupan. Potensi Jasa Lingkungan Kawasan Karst Gua Gudawang Potensi Gua Gudawang sebagai Obyek Wisata Kegiatan berwisata merupakan salah satu pilihan utama untuk mengisi waktu luang yang dimiliki oleh setiap orang. Wisata yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan yaitu wisata minat khusus. Wisata minat khusus adalah

15

kegiatan wisata yang didasarkan pada keinginaan wisatawan karena memiliki minat khusus dari obyek wisata tersebut atau kegiatan didaerah tersebut (Weiler & Hall 1992) seperti penelusuran gua (Fandeli 2002 diacu dalam Purnomo 2009). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Atmoko (2008) bahwa permintaan wisatawan untuk kegiatan ekowisata adalah 157.005 orang pertahun dengan jumlah orang yang berminat melakukan penelusuran gua adalah 414 orang pertahunnya. Kesepuluh gua yang telah diidentifikasi merupakan gua alami yang pada dasarnya dapat dikembangkan sebagai obyek wisata. Pengembangan kawasan karst Gua Gudawang sebagai tempat wisata didukung oleh pernyataan Sudarto (1999) diacu dalam Juwitasari (2009) yang menyatakan bahwa daya tarik obyek wisata 90% didominasi oleh daya tarik kondisi alam. Purnomo (2009) menyatakan bahwa pengunjung yang datang ke gua pada dasarnya menginginkan pengalaman yang berkualitas, menambah pengalaman serta mencari sesuatu yang baru. Gua Gudawang memiliki gua yang karakterisiknya berbeda maka akan memberikan pengalaman yang berbeda bagi pengunjung. Sepuluh gua yang telah diidentifikasi memiliki kondisi fisik (panjang gua, tinggi maupun lebar dinding) dan jumlah jenis fauna yang berbeda satu gua dengan gua yang lainnya (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Manessa (2008) diacu dalam Purnomo (2009) bahwa setiap gua memiliki karakteristik tersendiri. Tabel 2 Perbandingan kondisi gua Dinding (m) Tinggi (m) Panjang (m) Terlebar Tersempit Tertinggi Terpendek Simasigit 41,76 4,9 0,15 6,26 0,96 Simenteng 421,97 15,6 0,19 22,9 0,65 Sipahang 157,92 10,13 0,85 6,78 1,65 Siawul 1 130,61 5,98 0,37 8,23 0,87 Siawul 2 79,2 3,8 0,35 27,94 0,87 Sigaraan 55,56 4,33 0,48 5,3 0,91 Sibulan 53,63 3,89 0,35 4,52 0,91 Sipatahunan 13,19 7,8 3,8 3,05 1,33 Sinampol 127,39 3,04 0,48 4,38 1,06 Siparat 113,99 4,81 0,46 5,84 1,08 Nama Gua

Jenis Fauna 7 5 6 12 8 9 9 3 7 5

Perbedaan tersebut dapat menjadi daya tarik bagi pengunjung, hal ini sesuai dengan pernyataan Purnomo (2009) yang menyatakan bahwa daya tarik wisata gua karst terletak pada bentuk, jenis dan persebaran gua itu sendiri. Lebih lanjut Purnomo (2009) mengatakan bahwa pemandangan, panjang gua, lorong gua, sungai bawah tanah, pemandangan luar gua, citra dari gua tersebut merupakan trademark yang perlu dipertahankan. Daya tarik lain yang menjadi daya tarik gua-gua di Gudawang adalah berkembangnya mitos gua-gua yang ada serta adanya pembentukan ornamen gua (Gambar 15). Hal ini sesuai dengan pendapat MAPALA GEGAMA Fakultas Geografi UGM (2008) diacu dalam Purnomo (2009) yang menyatakan bahwa

16

daya tarik lain dari wisata gua adalah daya tarik fisik (speleoterm), pemandangan diluar serta daya tarik mistisnya.

Gambar 15 Ornamen gua Kawasan karst Gua Gudawang memiliki potensi yang bisa dikembangkan sebagai ODTW. Gua-gua yang berada dikawasan karst Gua Gudawang harus dilakukan penilaian lebih lanjut untuk menentukan gua mana yang memiliki potensi terbesar untuk dijadikan sebagai obyek wisata. Pemilihan dan penilaian terhadap keseluruh gua perlu dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian gua. Sebagai Habitat Fauna Gua Gudawang memiliki gua yang memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Hasil inventarisasi yang dilakukan pada 10 gua, fauna yang ditemukan pada setiap gua memiliki jumlah jenis yang berbeda (Gambar 16).

Gambar 16 Jumlah jenis fauna tiap gua Perbedaan tersebut dikarenakan setiap gua memiliki kondisi yang berbeda seperti adanya aliran air, lebar dinding, panjang gua, tinggi atap gua maupun suhu dan kelembaban. Gua Siawul 1 merupakan gua yang memiliki jumlah jenis fauna terbanyak jumlah 12 jenis yang berbeda. Hal ini dikarenakan gua ini memiliki aliran sungai bawah tanah di dalamnya serta kondisi gua yang relatif panjang. Gua

17

Jumlah Individu

Sipatahunan merupakan gua yang memiliki jumlah jenis fauna yang paling sedikit dikarenakan kondisi gua yang hanya berupa cerukan atau ruangan besar. Fauna yang dapat ditemukan disetiap gua adalah jangkrik (Gambar 17). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kamal et al. (2011) yang menyatakan bahwa kelompok Insekta yang paling banyak (baik jenis maupun jumlah) adalah jangkrik. Pendapat tersebut diperkuat oleh Rahmadi (2005) yang menyatakan bahwa Hexapoda/Insecta merupakan salah satu kelas dominan fauna gua setelah Crustacea dan Arachnida yakni sebesar 25 %.

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0

Jenis Fauna

Gambar 17 Jumlah fauna tiap gua Kelelawar yang didapat pada penelitian ini berjumlah 2 jenis yaitu Rhinolophus affinis dan Hipposideros larvatus. Kedua jenis kelelawar tersebut dapat ditemukan hidup dalam satu gua secara bersamaan ataupun terpisah. Jumlah kelelawar dalam setiap gua pun berbeda, hal tersebut dikarenakan setiap gua memiliki karakteristik yang berbeda. Wilkelman (1999) diacu dalam Wijayanti et al. (2010) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kelimpahan kelelawar adalah struktur fisik habitat, iklim mikrohabitat, ketersediaan pakan dan air, keamanan dari predator, kompetisi dan ketersediaan sarang. Sebagai Sumber Air Kawasan karst Gua Gudawang merupakan kawasan yang gersang dan kering, dimana salah satu permasalahan utama masyarakatnya adalah kekurangan air. Hal ini dikarenakan di daerah ini tidak bisa dibuat sumur karena akan membentur batu gamping disaat air sumur belum keluar. Gua Gudawang memiliki potensi sebagai sumber air bagi masyarakat ketika musim kering maupun penghujan. Saat musim kemarau sungai bawah tanah tidak pernah kering, hal ini disebabkan sungai bawah tanah diimbuh oleh air melalui imbuhan diffuse (Haryono 2001). Hasil inventarisasi yang dilakukan, dari 10 gua yang dilakukan inventarisasi 8 gua merupakan gua berair. Gua-gua tersebut yaitu Gua Simenteng, Sipahang, Sigaraan, Siawul 1, Siparat, Sipatahunan, Siawul 2 dan Gua Sinampol. Pemanfaatan potensi ini harus didukung pula oleh adanya data ketesediaan debit air. Sebagai contoh, Mac Donald dan Partners (1984) diacu dalam Haryono (2001) telah melakukan penghitungan debit air di gunung sewu dengan hasil:

18

Sungai Bribin 1500 l/s, Seropan 400, Baron 8000, Ngobaran 150, belasan sungai bawah tanah dibawah 100 l/s dan ratusan mata air dengan debit bervariasi. Kegiatan lain yang perlu dilakukan untuk memanfaatkan potensi air tersebut adalah penilaian kuaitas air sehingga akan ada pengelompokkan gua untuk pemanfatan air. Potensi air tersebut saat ini terancam dengan adanya penambangan batu yang dilakukan diatas Gua Simenteng. Penambangan batu tersebut bertujuan untuk meratakan daerah yang nantinya akan dibangun untuk rumah warga. Apabila hal tersebut dilakukan secara tidak tepat, dapat dipastikan akan mengurangi potensi simpanan air dan mempercepat waktu tunda perjalanan air yang pada akhirnya akan mengurangi kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas (Haryono 2001). Sebagai Penyerap Karbondioksida Gua memiliki peran penting sebagai penyerap karbondioksida melalui proses karstifikasi. Hasil inventarisasi yang dilakukan, dari kesepuluh gua diketahui bahwa delapan gua merupakan gua aktif. Gua aktif adalah gua yang memiliki aliran bawah tanah (KEPMEN ESDM 2000). Gua yang masih aktif berpotensi sebagai penyerap karbon karena proses karstifikasi masih berlangsung. Gua-gua tersebut yaitu Gua Simenteng, Sipahang, Sigaraan, Siawul 1, Siparat, Sipatahunan, Siawul 2 dan Gua Sinampol. Kawasan karst Gua Gudawang merupakan kawasan karst yang memiliki potensi yang besar dalam penyerapan karbondioksida. Hal ini dikarenakan kawasan karst Gua Gudawang memiliki curah hujan yang cukup besar (25005000 mm/tahun) untuk terjadinya proses karstifikasi. Karstifikasi hanya terjadi apabila kawasan batuan karbonat terletak pada wilayah dengan curah hujan lebih dari 250 mm/tahun, semakin besar curah hujan maka proses tersebut akan semakin intensif (Sihombing 2011). Kawasan Karst Gua Gudawang memiliki peranan penting bagi pengurangan karbondiosida di Indonesia. Hal ini dikarenakan hutan yang merupakan agen penyerap lain saat ini sudah semakin berkurang luasannya. Pengaruh pemanasan global pun saat ini mulai dialami oleh Indonesia diantaranya terlihat dari meningkatnya bencana seperti kekeringan, banjir, kebakaran hutan, tanah longsor, pengurangan keanekaragaman hayati, penurunan kualitas air, anomali iklim yang menyebabkan kemarau lebih panjang (Haeruman 2009). Dana yang digunakan mengurangi dampak perubahan iklim di Indonesia dibutuhkan sekitar 42 triliun pada APBN-P 2008 untuk memantapkan kandungan GRK di atmosfer pada tingkat 450-550 ppm karbondioksida ekuivalen dan kandungan karbon pada tingkat 350 ppm CO2 (Haeruman 2009). Pemanfaatan Gua Gudawang sebagai penyerap karbondioksida dapat dilakukan dengan sistem pembayaran jasa lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprayitno (2008) yang menyatakan bahwa salah satu jenis jasa yang dapat diterapkan dalam sistem pembayaran jasa lingkungan adalah penyerapan karbondioksida. Pembayaran jasa lingkungan perlu adanya dugaan serapan karbondioksida oleh Gua Gudawang. Contoh kawasan karst yang telah dihitung serapan karbondioksidanya adalah Gunung Sewu. Saat ini karst Gunung Sewu diduga menyerap karbondioksida sebesar 72.000 ton/tahun (Haryono et al. 2009).

19

Pemanfaatan Oleh Masyarakat

Nilai Persepsi

Kawasan Karst Gua Gudawang memiliki potensi jasa lingkungan yang cukup besar. Potensi tersebut belum seluruhnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kesejahteraannya. Jasa lingkungan yang paling dimanfaatkan oleh masyarakat adalah menjadikan Gua Gudawang sebagai tempat bermain ketika masih kecil bagi penduduk asli ataupun masyarakat pendatang ketika awal datang ke Desa Argapura. Pemanfaatan yang paling sedikit adalah manfaat Gua Gudawang sebagai penyerap karbondioksida (Gambar 18). 6

4,8

6 4 2 0

A

4 2,2

2,4

B

C

D

E

2,7

3,2

F

G

Jenis Pemanfaatan

Gambar 18 Pemanfaatan gua oleh masyarakat Keterangan :

A : sumber air, C : sarana budidaya, E : sumber pupuk, G : sarana pembelajaran.

B : penyerap karbondioksida, D : tempat berwisata, F : sumber batu gamping,

Nilai Persepsi

Pemanfaatan gua sebagai penyerap karbondioksida menjadi pemanfaatan yang paling sedikit diketahui oleh masyarakat. Pada dasarnya pemanfaatan gua sebagai penyerap karbondioksida merupakan pemanfaatan secara tidak langsung terhadap gua sehingga masyarakat tidak langsung mendapatkan manfaatnya. Sedikitnya persepsi pemanfaatan gua sebagai penyerap karbondioksida oleh masyarakat dipengaruhi oleh ketidaktahuan sebagian masyarakat bahwa gua dapat menyerap karbondioksida (Gambar 19). Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1993) yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang terhadap sesuatu akan mempengaruhi partisipasi dan niat positif terhadap sesuatu.

8

6,4

5,8

6

4

2,9

4

6

5,2

5

2 0 A

B

C

D

E

F

G

Pengetahuan Masyarakat tentang Manfaat Gua

Gambar 19 Pengetahuan masyarakat tentang manfaat gua Keterangan :

A : sumber air, B : penyerap karbondioksida, D : tempat berwisata, E : sumber pupuk, G : sarana pembelajaran

C : habitat fauna, F : tempat budidaya,

20

Analisis Potensi Pemanfaatan Potensi Kawasan Karst Gua Gudawang Potensi Sebagai Obyek Wisata Kawasan karst Gua Gudawang memiliki 24 gua alami yang tersebar pada beberapa lokasi. Potensi gua tersebut belum seluruhnya dimanfaatkan menjadi obyek wisata oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor maupun pihak lain. Gua yang telah dikembangkan sebagai obyek wisata baru 3 gua yaitu Gua Simasigit, Simenteng, dan Sipahang yang seluruhnya dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor sejak tahun 1991. Sejak dijadikan sebagai obyek wisata, pengunjung yang datang ke Gua Gudawang semakin menurun ditambah lagi saat ini telah dibukanya obyek wisata baru berupa water boom. Penurunan pengunjung yang datang ke Gua Gudawang dikarenakan karena pengunjung yang datang ke lokasi ini hanya untuk masuk ke dalam gua tanpa adanya kegiatan lain. Tidak adanya atraksi menyebabkan lama tinggal dan belanja pengunjung ditempat wisata menjadi rendah (Purnomo 2009). Penurunan jumlah kunjungan disebabkan kurangnya penjelasan maupun pencegahan pengamanan kepada pengunjung yang datang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gaol (2008) yang menyatakan jumlah kunjungan menurun yang disebabkan karena pengelolaan yang belum maksimal sehingga mengakibatkan ketidakpuasan pengunjung. Pengelolaan yang ada saat ini hanya sebatas pembayaran tiket tanpa adanya interpretasi mengenai Gua Gudawang ataupun pemakaian pengamanan kepada pengunjung. Permasalahan lain kawasan karst Gua Gudawang selain jumlah kunjungannya yang terus menurun tiap tahun adalah kegiatan wisata di kawasan karst Gua Gudawang belum memberikan manfaat khususnya manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar (Gambar 20). Hal tersebut dapat terlihat dari persepsi masyarakat yang menyatakan bahwa kegiatan wisata di Gua Gudawang tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian desa. Manfaat ekonomi adanya wisata di Gua Gudawang hanya dirasakan oleh masyarakat yang menjadi pengelola di lokasi tersebut. Beberapa orang mendapat manfaat ekonomi ketika hari besar seperti Idul Fitri dan Tahun Baru yang bertugas menjadi petugas parkir tambahan dan membuka warung.

Nilai Persepsi

4 4

3,6

3,8

B

C

4

3,6

4

3,4

3 2 1 0 A

D

E

F

G

Manfaat Ekonomi Wisata

Gambar 20 Manfaat ekonomi wisata Keterangan: A: Menambah lapangan pekerjaan masyarakat, B: Menambah penghasilan masyarakat, C: Harga barang dan jasa menjadi stabil, D: Meningkatkan permintan barang dan jasa, E: Sumber penghasilan tambahan, F: Keterjangkauan harga tanah G: Tumbuhnya perekonomian desa

21

Potensi Sebagai Sumber Air Pemanfaatan masyarakat berupa pengambilan air dari dalam gua saat ini sudah tidak dilakukan. Kedelapan gua yang memiliki air, hanya satu gua yang dimanfaatkan yaitu Gua Sinampol. Pada tahun 2013 masyarakat memenuhi kebutuhan airnya bersumber dari air gunung yang disalurkan melalui pipa ke rumah masing-masing. Pemanfaatan air gunung tersebut setiap KK diwajibkan membayar Rp.5.000,- setiap bulannya untuk membayar petugas yang berfungsi menjaga dan memperbaiki apabila ada kerusakan. Kondisi tersebut membuat air dari dalam gua sudah tidak dimanfaatkan. Potensi Sebagai Habitat Fauna Gua Gudawang memiliki 19 jenis fauna, dari fauna-fauna tersebut kelelawar merupakan fauna yang memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan. Kotoran kelelawar (guano) dapat dijadikan sebagai sumber pupuk bagi pertanian. Pemanfaatan guano oleh masyarakat saat ini sudah tidak dilakukan lagi. Hal ini dikarenakan sudah tidak ada lagi perusahaan yang meminta bahan baku. Masyarakat pun lebih memilih menggunakan pestisida buatan daripada memanfaatkan guano sebagai pupuk. Penggunaan pupuk buatan oleh masyarakat pada dasarnya kurang baik bagi keberlangsungan ekosistem gua. Penggunaan pestisida buatan dapat menyebabkan air di dalam gua tercemar apabila terjadi hujan. Hal ini disebabkan oleh sifat batuan karst yang mudah melarutkan air. Apabila hal tersebut terjadi, maka akan mempengaruhi fauna yang di dalam gua tersebut baik yang menjadikan air tersebut untuk minum maupun yang merupakan habitatnya. Permasalahan lain penggunaan pestisida buatan adalah membuat serangga yang menjadi pakan dari kelelawar pun akan mengandung senyawa tersebut. Kelelawar yang memakan serangga yang terkontaminasi pestisida tersebut maka kotorannya pun akan mengandung pestisida tersebut yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kehidupan fauna gua yang lainnya. Fauna lain yang pernah dimanfaatakan dari kawasan ini yaitu burung walet. Saat ini, pengambilan sarang walet sudah tidak dilakukan lagi oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan walet penghuni gua tidak ditemukan lagi. Hilangnya walet dari dalam gua dapat dikarenakan adanya pengambilan sarang yang berlebihan. Potensi Sebagai Penyerap Karbondioksida Potensi lain yang belum dimanfaatkan dari kawasan karst Gua Gudawang adalah potensi sebagai penyerap karbondioksida. Keberadaan Gua Gudawang sebagai penyerap karbondioksida pada dasarnya memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Besarnya potensi ini tidak terlepas pada isu global warming saat ini yang tidak hanya menjadi isu lokal tetapi telah menjadi isu internasional. Pemanfaatan ini harus didahului dengan diketahuinya nilai serapan karbondioksida dari kawasan karst Gua Gudawang yang nantinya dapat menjadi dasar dalam penerapan pembayaran jasa lingkungan.

22

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Gua yang diidentifikasi memiliki potensi yang berbeda-beda. Seluruh gua berpotensi sebagai obyek wisata karena setiap gua memiliki karakteristik yang berbeda. Seluruh gua berfungsi habitat fauna dengan ditemukannya 19 jenis fauna. Delapan gua berpotensi sebagai sumber air dengan adanya aliran sungai maupun berupa genangan. Delapan gua mempunyai potensi sebagai penyerap karbondioksida. 2. Jasa lingkungan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah sebagai tempat berwisata dan yang paling terkecil adalah sebagai penyerap karbondioksida. 3. Gua yang telah dimanfaatkan dari 10 gua yang telah diidentifikasi berjumlah 3. Ketiga gua tersebut hanya dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Gua lain belum dimanfaatkan karena ketiga yang telah dikembangkan pun belum memberikan manfaat ekonomi yang optimal. Saran 1. Pengembangan Gua Gudawang sebagai obyek wisata perlu didahului dengan penghitungan daya dukung terhadap gua yang akan dikembangkan, baik daya dukung ekologi maupun psikologi sehingga gua yang dikembangkan tetap terjaga kelestariannya. 2. Pemanfaatan fauna gua perlu didahului dengan identifikasi fauna gua yang dapat dimanfaatkan. 3. Pemanfaatan gua sebagai sumber air harus didahului dengan penghitungan kuantitas dan kualitas air yang tersedia sehingga adanya penggolongan pemanfaatan air. 4. Pemanfaatan Gua Gudawang sebagai penyerap karbondioksida harus didahului dengan penghitungan total serapan karbondioksida oleh kawasan karst Gua Gudawang. 5. Sosialisasi dan pembinaan terhadap masyarakat mengenai jasa lingkungan kawasan karst Gua Gudawang perlu dilakukan agar pemanfaatan oleh masyarakat dapat optimal.

DAFTAR PUSTAKA Atmoko WD. 2008. Studi prospek pengembangan ekowisata pada kawasan sekitar Karst Gombong Selatan dalam mendukung keberlanjutan wilayah [tugas akhir]. Semarang (ID): Universitas Dipenogoro. Gaol HL. 2008. Kajian potensi daya tarik wisata Gua Terawang dan Loko Wisata Hutan Jati, Cepu Kabupaten Blora dan kemungkinan pengembangannya. Jurnal Kepariwisataan Indonesia III (3). Haryono E. 2001. Nilai hidrologis bukit karst. Prosiding dalam Seminar Nasional Eko-Hidrolik. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

23

Haryono E, Adji TN, Widyastuti M, Trijuni S. 2009. Atmospheric carbon dioxide sequestration trough karst denudation process: preliminary estimation from Gunung Sewu Karst. Paper in International Seminar on Achieving resilience agriculture to climate change through the development of climate based management. Bogor: PERHIMPI. Heruman HJs. Perspektif kebijakan terkait perubahan iklim dan dampaknya terhadap ekonomi. Jurnal Ekonomi Lingkungan XIII (1). Hidayati S. 2011. Perubahan persepsi siswa sekolah dasar terhadap goa (analisis menggunakan draw-an-environment-test rubric) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Juwitasari A. 2009. Pengembangan cluster wisata alam Kabupaten Bogor menggunakan sistem informasi grafis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kamal M, Yustian I, Rahayu S. 2011. Keanekaragaman jenis arthropoda di Gua Putri dan Gua Selabe Kawasan Karst Padang Bindu, OKU Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains XIV (1). [KEPMEN ESDM] Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral. 2000. Pedoman Kawasan Karst. Jakarta (ID): Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Laksamana EE. 2005. Stasiun nol: teknik-teknik pemetaan dan survey hidrologi gua. Yogyakarta: Makmur Offset. Mulyati T. 2007. Kajian kondisi gua untuk pengembangan wisata minat khusus di Kawasan Karst Gudawang, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [PPLH] Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup. 2007. Mengenal gua. Mojokerto (ID): Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup. Purnomo C. 2009. Strategi pemasaran produk wisata minat khusus Goa Cerme, Imogiri, Bantul. Karisma III (2). Rahmadi C. 2005. Invertebrata gua: apa yang kita ketahui tentang mereka? Prosiding seminar nasional biospeleoogi dan ekosistem karst 2005. Yogyakarta. Sihombing BH. 2011. Dampak kerusakan ekosistem karst terhadap perubahan iklim Kalimantan Timur [tesis]. Samarinda (ID): Universitas Mulawarman. Suprayitno. 2008. Teknik Pembayaran Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Bogor (ID): Pusat Diklat Kehutanan Bogor. Tarigan U. 1993. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan reboisasi dan penghijauan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Studi Kasus di Kecamatan Tigapanah) [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Tuheteru FD, Mahfudz. 2012. Ekologi, manfaat dan rehabilitasi hutan pantai Indonesia. Manado (ID): Balai Penelitian Kehutanan Manado. Weiler B dan Hall CM. 1992. Special Interest Tourism. London: Belhaven Press. Wijayanti F, Solihin DD, Alikodra HAK, Maryanto I. 2010. Pengaruh fisik gua terhadap struktur komunitas kelelawar pada beberapa Gua Karst di Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Jurnal Biologi Lingkungan IV (2).

24

LAMPIRAN Lampiran 1 Data GPS Titik Penemuan Gua Nama Gua Sipahang Sinampol Siparat mulut 1 Siparat mulut 2 Siaul 2 Siaul 1 Simenteng Simasigit Sigaraan Sigaraan vertikal Sipatahunan Sibulan Sibulan vertikal

X 0667103 0666628 0667082 0667061 0666772 0666854 0667250 0667153 0666954 0666945 0667228 0666936 0666924

Y 9285520 9286144 9285106 9285110 9286343 9286407 9285841 9285832 9286663 9286663 9285976 9285791 9285769

25

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 12 Mei 1991 dari pasangan Sunarto dan Hodijah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh jenjang pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Cibinong pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009, penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti organisasi kemahasiswaan yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) sebagai Ketua Departemen Kewirausahaan (2009/2010), Kelompok Pemerhati Gua (KPG) sebagai ketua KPG (2011/2012) dan Kelompok Pemerhati Python (KPH) Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova). Bersama Himakova, penulis mengikuti kegiatan Eksplorasi Fauna, Flora, dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Sukawayana, Sukabumi (2012). Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Seblat (2011) dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (2012). Selain itu penulis pernah menjadi asisten pada mata kuliah Ekologi Satwaliar dan Silvikultur (2012). Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di CA & TWA Pangandaran dan Gunung Sawal pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2012, dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada tahun 2013. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian skripsi dengan judul Potensi dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Karst Gua Gudawang di bawah bimbingan Dr. Ir. Tutut Sunarminto, M.Si dan Dr. Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F.