PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN

Download PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN. SUMBER DAYA W:LAYAH PES:SiR D‖ ... Sumberdaya ini telah bany...

0 downloads 248 Views 4MB Size
たm潔

"た

merinた 力Daa“ hめ /am

2夕

″ あraa7… …….r54rmardjo″ 。 ′ ク ノ

PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA W:LAYAH PES:SiR D‖ NDONES:A LOCAL GOVERNMENT SUPPORT ON COASTAL RESOURCES MANAGEMENTIN INDONES:A oleh/by : Sumardiono Peneliti Muda'Bidang Geografi / Studi\Mlayah dan Kepala Pokjabfung Balai Pendidikan dan Latihan - Bakosurtanal Jl. Raya Jakarta - Bogor KM 46 Cibinong Bogor

ABSTRAK

Sumberdaya witayah peslsrT merupakan

aset besar bagi

pembangunan nasional.

Sumberdaya ini telah banyak mengalami perubahan sebagai akibat aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup yang selalu bertambah, seperti untuk pemukiman dan peftanian. Hal tersebut dapat mengakibatkan rusaknya ekoslstem pantai, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya. Bila hal ini dibiarkan berlanjut akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan akhirnya akan mengganggu keseimbangan lingkungan.

ABSTRACT Coastal resources are a big assef of national development. These resources have been altered as a resu/f of human activities in fulfilling there lives, for instance as seff/ements and agriculture. These activities can result in degradation of coastal ecosystem, environmental damage, etc. lf the condition of the coastal area is not preserved, this can hqve a negative impact to the environment and can disturb the equilibrium of the environment

I.

PENDAHULUAN

l.{.

Latar Belakang.

daratan, mengakibatkan manusia cenderung menuju ke wilayah pantai, sebagai nelayan, petani tambak

dan pemanfaatan lahan pantai untuk menopang

lndonesia merupakan negara maritim

kehidupan. Dampak kegiatan tersebut

yang luas, memiliki 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km. Luas perairan sekitar 5,8 juta km2 meliputi 0,3 km2 laut teritorial, 2,8 juta km2 laut nusantara dan 2] juta km2 berupa

lama-lama menyebabkan ekosistem pantai

perairan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE). Semenjak jaman dahulu wilayah pesisir

merupakan daerah pertemuan para pedagang-pedagang. Kondisi ini

mengalami gangguan seperti hilangnya hutan pantai, penimbunan wilayah pantai, pencemaran berbagai limbah.

Untuk menjaga kelestarian wilayah pesisir diperlukan penelitian yang terpadu seperti monitoring, pengelolaan, pemetaan

ruang wilayah pesisir agar

berfungsi

mendorong terbentuknya kota-kota pantai

sebagai mana mestinya.

karena pengaruh aktifitas manusia pada kawasan pantai atau pesisir. Pertumbuhan

1.2.

dan perkembangan kota pantai ini didukung oleh aktifitas pada sosial ekonomi didaerah hinterland-nya juga pengaruh aktifitas pada

memberikan masukan kepada

kawasan pantai itu sendiri.

Pertambahan penduduk yang terus meningkat dan keterbatasan lahan di

Tujuan.

Penulisan

ini bertujuan

untuk para perencana dan pengambil keputusan agar berPeran sebagaimana mestinya dalam mendukung kelestarian lingkungan.

fungsi wilayah dapat

83

GLOBe, Vol. I No. 2, Desember t999 : 83 _ 87

I!. BATASAN WILAYAH PESISIR.

terkandung dalam pasal 33 UUD 1945 akan

Satu batasan wilayah pesisir yang dapat

menampung semua kebutuhan yang beragam memang sulit. Kebutuhan

beragam yang dimaksud antara lain pesisir merupakan sumber ekonomi atau pangan yang produktif, sebagai media komunikasi,

tempat rekreasi, dan sumber

berbagai

mineral

itu

pemanfaatan sumberdaya wilayah [esisir

harus. didukung oleh penatian ruang wilayah pesisir, agar pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di dalamnya

tetap dapat memperhatikan daya dukung wilayah dan kelestarian lingkungan demi

terus terlaksananya

pembangunan

khususnya wilayah pesisir.

Mengingat berbagai .beragam

kebutuhan yang seperti tersebut di atas, maka wilayah pesisir dapat diartikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut, ke

arah darat meliputi bagian daratan (baik kering maupun terendam air) yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat , laut - seperti pasang surut, angin laut, perembesan air

asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir

mencakup bagian

lebih mudah terwujud. Disamping

laut yang

masrh

dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi OLn atiran air tawar (Sugiarto. dkk, 1976).

Wilayah pesisir atau zone

pantai

merupakan daerah yang sangat potensial

III. PERMASALAHAN.

Berbagai permasalahan yang timbul dewasa ini dalam pengelolaan wilayah pesisir antara lain sebagai berikut

:

3.1 Penurunan Kualitas Witayah pesisir.

Adanya peningkatan

kegiatan

pembangunan yang tidak terkendali dan

kurangnya koordinasi, telah menimbulkan

berbagai dampak negatif kelestarian wilayah pesisir,

terhadap misalnya

pembuangan limbah industri yang dafat mencemari lingkungan dan menggangu

dan menarik karena merupikan tempat

alam hayati wilayah perairan pesisir.

penduduk banyak bermukim di wilayah ini

maupun di daerah pesisir, ekosistem pesisir dan laut dapat dengan cepat menimbulkan penurunan mutu wilayah pesisir.

pertemuan antara darat dan laut. Ekosistem wilayah pesisir yang kaya sumberdaya alam, banyak membawa manfaat ekonomi penduduk, maka sejak zaman dahulu

atau dekat sungai-sungai besar.

Untuk

mendukung kehidupan ekonomi, penduduk

pada umumnya memanfaatkan

wilayah

alam secara terus menerus

hingga

pesisir dengan cara mengambil kekayian

terjadilah degradasi yang serius. Cira pengambilan kekayaan semberdaya alam yang berlebihan di wilayah pesisir ini bertentangan dengan tujuan pembangunan.

Usaha pemanfaatan wilayah

pesisir selalu berjalan dengan serasi, tetapi ada yang

yang beranekaragam ini tidak

saling memencilkan (mutuaily exclisiviy saling bersaing. Untuk menghindari 9"n benturan antara berbagai kepentingan, maka pemanfaatan wilayah pesisir hirus direncanakan secara menyeluruh dan terpadu, dengan berlandaskan prinsip_ prinsip ekonomi, ekologi, konservasi, dan Hankamnas. Apabila prinsip-prinsip ini

dipegang teguh, maka cita-cita yang

B4

Dampak kegiatan manusia baik di darat

Data tentang pencemaran belum tersedia untuk tiap wilayah pesisir di

lndonesia. Akan tetapi dapat diperkirakan bahwa pencemaran telah terjadi di perairan pesisir yang padat penduduknya, kegiatan industri, pertanian intensif serta kualitas pelayanan seperti di Teluk Jakarta, Semarang, Surabaya, Lhoksumawe dan Balikpapan sudah memprihatinkan (Rokhmin Dakuri dkk, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh BATAN tahun 1979 - 1gl\, menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Hg di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 0,005 0,035 ppm, kemudian tahun lggzmenunjukkan antara 0,005

- 0,029

ppm

(LON LlPl, 1983). Sementara baku mutu lingkungan dalam Kepmen-KLH Nomor : 0211988 adalah sebesar 0,003 ppm.

Peronon Pemerinlah Daerah dolom Pengelolaan..........,.. ( Sumardiono)

terhadap lingkungan dan harus memiliki kriteria (1) tidak mencemari lingkungan sekitarnya, (2) tidak

Dengan demikian Teluk Jakarta sudah tercemar logam berat Hg.

menggangu secara legalitas maupun secara estetika, (3) terhindar dari bahaya banjir. Semua jenis limbah industri terutama yang bersifat toksil

3.2. Pengaturan Wilayah Pesisir. Sejauh ini departemen atau lembaga terkait khusus yang mengatur dan

bertanggung jawab dalam pengelolaan wilayah pesisir di lndonesia belum bekerja optimal. Dalam menunaikan tugasnya departemen dan instansi terkait sangat berkepentingan dengan urusan wilayah

pesisir. Selama ini ada 9 lembaga koordinasi dan 10 lembaga teknis yang kegiatannya berhubungan dengan

dilarang dibuang di sungai, estuaria, perairan pantai maupun daerah lepas

pantai tanpa melalui

Proses

pengelolaan terlebih dahulu.

b.

Pembuangan limbah Padat Yang

memenuhi syarat adalah dengan jalan (1) pembuangan secara terbuka (open

pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.

dlsposa/ dumping), (2) Penimbunan tanah (sanitary landfilt), (3) kompos

Lembaga koordinator, Xan6r Menteri Negara Lingkungan hidup bertanggung jawab atas kebijaksanaan pengelolaan

(composting),

lingkungan hidup wilayah pesisir dan lautan. Bakosurtanal bertanggung jawab dalam hal pemetaan dan inventarisasi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. alam Bappeda, mengkoordinasikan seluruh perencanaan pembanguan regional dan sektoral swasta di daerah.

di

di tingkat implementasi

dan (4)

Pembakaran

(incinerator).

c.

Pembuangan limbah cair (servage) yang berasal dari Pemukiman atau

rumah tangga, umumnya bercamPur dengan limbah industri dan limpasan air hujan. Dengan cara pengelolaan

limbah, lokasi pembuangan dan boleh pendistribusian tidak gangguan terhadaP menimbulkan

atau

daerah vital. Jadi sistem pembuangan

lembaga sektoral contohnya adalah Departemen Kehutanan dan Perkebunan bertanggung jawab pengelolaan hutan

harus dilakukan dengan baik untuk

Sedang

mangrove. Departemen Perdagangan dan Perindustrian bertanggung jawab mengatur berbagai pengembangan industri di wilayah pesisir dan lautan termasuk dalam hal penanganan limbah industri. Kondisi seperti ini menunjukkan adanya tumpang tindih kewenangan antar instansi. IV. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH.

Di muka telah diutarakan berbagai masalah yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir. Oleh karena itu perlu diusahakan agar wilayah pesisir tidak bertambah buruk lagi. Cara-cara yang dapat ditempuh antara lain seperti contoh berikut :

4.1

Segi Penurunan Kualitas Wilayah Pesisir.

a.

Pengendalian buangan limbah industri

karena diatur sedemikian rupa sehingga relatif kecil pengaruhnya

meminimalkan pengaruh negatif terhadap daerah sekitarnya (wilayah pantai).

4.2 Segi Pengaturan Wilayah Pesisir.

Dalam permasalahan

Pengaturan

wilayah antara departemen dan lembaga

atau instansi terkait perlu diadakan koordinasi yang sebaik-baiknya demi

terlaksananya pengelolaan terpadu pada wilayah pesisir atau pantai dengan baik. Demi terlaksananya pengelolaan terpadu dengan baik, perlu dijelaskan mengenai (1)

sasaran yang hendak dicaPai,

(2)

pembagian tugas dan wewenang yang jelas dan (3) batas-batas ruang kerja.

Bila perlu dibentuk suatu badan (otorita) yang khusus untuk keperluan pengelolaan

secara terpadu berdasarkan

undang-

undang yang juga mengatur sasaran tata kerja dan segala sesuatu yang diperlukan

untuk

terselenggaranya

pengelolaan

85

ue6uap lereptp ueun6uequlad

Llelelul

98

uebunl6url ueuelsalal eJeLltlauaul qemeI 6un66ueyeq uep e{uqeIeltr'a tp BlpasJe}

'senl n16aq 6uel utlueut e;e6au te6eqes

'qeloeg uetleluuoue6 6ue1ua1 '6661 unqel ZZ 'oN 6uepun-6uepun ulelep

6uer( leuorseu er(epreqruns e1ola6uau bueuaruuaq qeJae6 'O t ;esed ue6uep rensas '666f unLlel zz 'oN nn uellenlallp ueOuep rdegeg 'rselluasuolep le1tsraq Lltqel

uerser6alutDuad (q) LleJaep tsuelod nele qe{epr'a ueeurquled '(e) : uebuap ue}lellaq le6ues lnel uep ttstsed qefieltnn eAeplaquns

ueelolaOued

nl!

eualel

qelg

er(uurnurn eped ltstsad qe{e1tr'n uee1ole6ue6

rnlerp 6ueI qladas ue6ueuervrel

ue6uBp

uelre4oq euelnlal 'LleJeep 1e16untp leroUas ue1el6a1 uellseulplool6ued Luelep 6u[ued utleul Lle]ee6

LleluuauJad ueueled e/u\qeq selal !pel

nele uenelndel ele6eu tebeqes etsauopul le6ur6ueur 'qepnul qellppll .ttstsad qeAeltn ueegopaOued

ueleueslelaui Intun '1eut1do

6uel eun6 er(ep:aq uelnfue1e4eq erecas nduteu re6e ue6un>16ut1

'lnel uerre:ad uep :tsgsad qeAeltrur tuletpueut

'ueun 6uequad uelet6e>l-uelet6a>l

ue)buequ:ryedueu snJeq ueelolabuad uep ueleelueued nll euoJel qalo Jre uep rurnq uep uerbeq ;e6eqas

'.rrsrsed qeAelrrvr ulalstsolo >lesnlau ledep 6uer( uelerbal tDue:n6uau uep tseane6uau 'ueJeuacuad ueqe6ecuad eped qele6ueuu 6ueA uer6o.td-uet6ord uep ueeuesle[lqe)

edrueq ledep lnqesral

eded61

qolo uelqeqostp 6uer( euemJal ltstsad ualsrsolo uelesnled ueqe6acued eqesn lrelral 6ue1 (q) uep ue6unl6ut; ueOuap

uer:e1se;ad

uep

ueleeJueuled dtsuud

-drsurrd uep elod eped uelsepuepeq 6ueI qeAeprvr ueun6uequuad (e) : lpadas Eutluad

6ueI leq enp tlndtleu qer(eltnn 6un1np uebunput;tad ue6uap uellelJoq 6ue,( qele;u'n ueeutquad 1n>1buer(uatu

elep

6ueI qeJae6 Lleluuauad

ueueJsd 'uelnel

uep :rsrsad Uep 6unlue6lel eluutnun leleler{seur uednprqa>1 euBullp 'ltstsod qelelrrvr ueDunput;:ed uep ueleelueued

ueOuap uellteltp ellq uelnluouau le6ues LleJeep qeluuauad ueled lnqasrel 6uepun-6uepun uellesepJaB

'6661 unLlel zz'oN nn 0t lesed rlunq eueutte6eqas ueeutqtlod uep ueelolaDuad eqesn uelep:esaq 6ue{ ueled relundruaut qeJaeg Lleluuatuad'er(uqervref 6un66uel rpeluaut 6uel tse>1o; tp nele qenaef 6un66ueg rpeluau 6ueI ltstsad qeleltna ueelolaOued uelep L,leloe6 qeluuouad epedel ueesen1el uaqueul 666t ray{ uelnq uelEuepunrp qelal 6ue,i 6661 unL1el ZZ oN 0uepun-6uepuq elutpeg

lnel ueue:ad uep ttstsed uese/v\ey

'q

6ue[ ertusnsnql 1eI1et ueelalqefese>1 ue11e16uruauJ Inlun qn66uns-qn66uns etolalrp uep elellp 'elulteq-lteqes uellee;ueurp npad lnel ue:teled

el rp e6n[ uep ltslsed qeAeltm eperaq 6ueI uele er(eplequng 'e

uesel

lp

.

: e/v\|.{eq

uelleueue6uaru 916L Onn ,, lt1egatdle1ut,,

r6es !.rep nelullp ellg 'etsauopul lelerer(seu urelep r66u[ ounfunfrp

6uer( lellu uep seze-seze Eunpue6uau euas srleualsrs eJeces unsnslal 6ue{ unlnq qeprel-qeprey ueledn:aur snErleles uep r66un 6ue{ r>ltetatq 6uelua[

rlnpnpuaul

Inlun

lul

;esed

unlnq

eJBcaS

,,1eI1e: ueJnuleutal eAureseq-reseqas ueleunOredtp

uep erebau qalo rsenlrp 6unpue4ral 6ueI uele

er(utleleptp ueer(e1e1

uep Jre '!ung ,; : trtunqraq 6ue[ g 1e{e eurelniel gg lesed 916t Onn uelsepuellaq snreLl Jrsrsad qer(eprvr r.ue1e er(eprequrns ueelogaDued ueeuesle[tqe1 uesepuel 'r!s!sad qelel;6 uee;o;e6ue6 ,'g .HVU:IVO

NVHVINIUShI3d NVU3d'A

'qeJoeo qeluuauod 6ueuerne6 L'9 'uebuepun

-6uepunrad uernlaed ue6uep tensos

'1er{ueq le,ua Inlun }eeJueru el equau uep uorsue JlUaJa 6ue[ npedtal

t8 - €8 :

6661

nquasao'z'oN I 'loA'99o79

Peronan Pemerintoh Daerah dalom Pengelolaon............. ( Sumardiono)

dilaut dan

(c)

pesisir menjadi tanggung jawab

Pembinaan masyarakat

pantai.

Pemerintah Daerah.

Mengingat ketiga hal

tersebut merupakan kewenangan daerah, maka peranan daerah dalam pengelolaan pesisir

5.

dan laut sangat strategis. Oleh karena itu harus diupayakan perwujudan kewenangan

Kepala Daerah selaku pembangunan

di

daerah,

koordinator berdasarkan

Monitoring terhadap wilayah pantai oleh Pemerintah Daerah serta instansi terkait dilakukan secara terus menerus, untuk membuat solusi akhir dalam pengelolaan wilayah pesisir.

undang-undang yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA.

Anonim. 1992. Undang-undang No. 24

VI. KESIMPULAN DAN SARAN.

1. Pengelolaan dan

Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. pemanfaatan pesisir harus

sumberdaya wilayah didukung oleh tersedianya tata ruang

wilayah pesisir agar pemanfaatan sumberdaya yang terkandung di dalamnya tetap dapat dijaga dengan memperhatikan daya dukung serta

pelestarian lingkungan, kerawanan lingkungan, kesesuaian lahan serta

prioritas kebutuhan

Sekretariat Negara. Jakarta.

Anonim. 1995. Pokok-pokok Pemikiran Tentang Pengaturan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pantai. Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Jakarta

Anonim. 1999. Undang-undang No.

22 Pemerintah Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta.

Tahun 1999 tentang

setempat

berdasarkan data masukan dari survei dan pemetaan.

2.

Dahuri,

perikanan, pariwisata bahari serta pemukiman masyarakat pesisir dan desa pantai).

3.

Penerapan teknologi dalam rangka

pengelolaan dan

pemanfaatan

sumberdaya wilayah pesisir harus benar-benar memenuhi tuntutan sifat,

situasi dan potensi al?m

pesisir. Demikian pula penyiapan tenaga ahli perlu disesuaikan dengan sifat, situasi,

kondisi dan potensi alam setempat serta teknologi yang akan digunakan.

4.

Dengan Undang-undang No. 22 Tahun

1999 tentang Pemerintah Daerah,

maka segala pelaksanaan konsekuensi pengelolaan

dan

R dkk, 1996 :

Pengelolaan

Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut secara Terpadu, PT Pradnya Paramita,

Prioritas penggunaan wilayah pesisir harus bertitik tolak dari sektor-sektor yang memang memerlukan wilayah pesisir (seperti perhubungan laut,

Jakarta 1996.

Tamin,

'

F. 1996 :

Pengembangan

Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut. Lokakarya Nasional Sumberdaya Wilayah Pesisir. dan Laut Terpadu, Jakarta 11- 12 Januari 1996. Ditjen Bangda, Jakarta.

Kusumaatmadja, M. 1996 : Peranan Daerah dalam lmplementasi Wawasan

Nusantara untuk

Pembangunan Nasional Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu Jakarta 11 - 12 Januari 1996. Kelautan

Lokakarya

Soegiarto dkk, 1976 : Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir, Lembaga Oceanologi Nasional, Jakarta 1 976.

wilayah

87

I