PAJAK UNTUK PENINGKATAN PERBAIKAN LINGKUNGAN

Download 22 Okt 2010 ... hidup global juga terkung- kung dalam skema geopolitik kapitalisme. Harus ada ke- ingin an kuat...

0 downloads 187 Views 554KB Size
Opini | 21

JUMAT, 22 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Pajak untuk Peningkatan Perbaikan Lingkungan Oleh Anny Sulaswatty dan Biantika Kusuma Wardhani Biro Hukum dan Humas Kementerian Riset dan Teknologi

P

 PARTISIPASI OPINI

Kirimkan ke email: [email protected] atau [email protected] atau fax: (021) 5812105 (Maksimal 7.100 karakter tanpa spasi. Sertakan nama. alamat lengkap, nomor telepon dan foto kopi KTP).

AJAK lingkungan (green tax) adalah salah satu langkah konkret pemerintah dalam merespons isu kerusakan lingkungan. Konsep pajak, seperti yang diketahui oleh banyak pihak, memiliki empat fungsi utama, yaitu fungsi budgeting, (mengumpulkan dana dari masyarakat untuk kegiatan bernegara), fungsi regulatory (fungsi bagi memerintah untuk mencapai tujuan tertentu), fungsi stabilitas (terkait tujuan pemerintah untuk menstabilkan harga dalam kondisi tertentu, misalnya, saat inflasi, dan lainnya), dan fungsi pemerataan pendapatan (pajak digunakan sebagai sarana peningkatan kesempatan kerja yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat). Terdapat dua wacana umum mengenai konsep pajak lingkungan, yaitu konsep penerapan pajak lingkungan dan pemberian kredit pajak. Dengan pajak lingkungan, artinya setiap perusahaan yang memperparah kondisi lingkungan akan dikenakan pungutan wajib (the polluter pays principle). Konsep ini tentu saja menuai banyak kontroversi terutama dari kalangan pengusaha. Apalagi perhitungan pajak yang dikenakan berasal dari jumlah biaya produksi. Hal ini akan menjadi pos pengeluaran baru di samping biaya-biaya lingkungan seperti biaya pemeriksaan amdal yang telah diterapkan sebelumnya. Efeknya, biaya produksi akan naik, keuntungan menurun, dan efek multiplier lainnya. Pemberian kredit pajak (tax credit) atau bisa juga disebut Green Incentive

belum dibahas lebih lanjut dalam RUU. Namun secara logika, dengan diberikannya kredit pajak pada orangorang yang mengonsumsi barangbarang ramah lingkungan akan membentuk suatu komunitas masyarakat konsumen hijau yang rela mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk membeli barang-barang ramah lingkungan. Contohnya saja di Inggris, 81% masyarakatnya hanya bersedia membeli produk yang aman lingkungan, sedangkan 75% konsumen di Australia bersedia membayar lebih mahal produk-produk sejenis. Di Amerika Serikat, kesadaran masyarakat terhadap jumlah pembayaran pajak sudah tinggi. Maka pemberian kredit pajak dan penambahan deductible expense sangatlah efektif. Contohnya jika ada pengusaha yang membeli mobil hibrida atau kendaraan yang memakai tenaga listrik, diberikan kredit pajak lebih, misalnya 30% dari harga mobil dengan batasan maksimal pengurangan 10 juta. Selain itu, untuk mobil tersebut diberikan amortisasi penuh. Demikian juga pengguna solar cell akan diberi amortisasi penuh, dan dipercepat agar dapat menambah deductible expense yang ada. Bagi konsumen AC nonCFC diberikan pengurangan pajak sebesar 10% dari harga AC, dan sebagainya. Dalam penggunaan SPT pajak pun, di AS dipakai e-SPT untuk mengurangi kapasitas penggunaan kertas. Masih banyak bentuk penambahan deductible expense yang menguntungkan bagi para pengguna barang ramah lingkungan. Namun, hal ini akan

masih mengedepankan fungsi ‘pencarian’ uang. Sementara itu, pemilihan langkah untuk mengatasi kerusakan lingkungan juga terkait dengan political will dari pemerintah itu sendiri. Sejatinya caracara mengatasi krisis lingkungan hidup global juga terkungkung dalam skema geopolitik kapitalisme. Harus ada keinginan kuat dari pemerintah untuk terus melakukan caracara perbaikan lingkungan. Apabila pajak lingkungan b e n a r- b e n a r d i t e r a p k a n , sebaiknya pemerintah pusat atau daerah dapat memberlakukan green tax atau pajak lingkungan, sebagai salah satu sumber pendanaan untuk kegiatan rehabilitasi hutan lindung dan konservasi. Hal tersebut bisa meningkatkan harga hasil hutan sehingga mengurangi dampak negatif terhadap eksploitasi besar-besaran terhadap hutan sehingga alokasi pendapatan negara dari pajak lingkungan memang dikomitmenkan sebagai langkah pengumpulan dana untuk perbaikan lingkungan. Saat ini, pajak lingkungan hanya dimunculkan sampai menjadi RUU Pajak dan Retribusi Daerah. Akhirnya batal menjadi UU karena banyaknya penolakan yang muncul dari kalangan pengusaha. Asumsi lain tentang penolakan pajak lingkungan adalah akan terjadi salah kaprah mePATA AREADI ngenai penerapannya. Akhirmasyarakat untuk mengakomodasi nya sama artinya dengan memperbofungsi pembiayaan negara sehingga lehkan pengusaha merusak lingkungperan strategis lain belum dapat di- an dengan cukup melakukan pembaselenggarakan dengan optimal karena yaran pajak kepada negara. Yang

diberlakukan adalah adanya retribusi izin gangguan yang juga melengkapi ketentuan tentang lingkungan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Retribusi izin gangguan akan melengkapi pungutan yang telah lebih dahulu ditarik pemda terkait lingkungan. Batalnya diterapkan pajak lingkungan di Indonesia karena ada berbagai masalah. Terdapat beberapa permasalahan seperti ada kekhawatiran dalam praktiknya nanti akan terjadi kesulitan untuk membedakan apakah green tax ini dimaksudkan untuk tujuan budgetary atau regulatory. Dalam pelaksanaannya pun berpotensi munculnya overlapping, pengusaha yang selama ini sudah dikenakan berbagai jenis pajak akan dikenakan pajak baru. Sebenarnya, masih ada opsi lain dalam usaha perbaikan alam, dari sisi pajak. Hal itu dapat dimulai dengan peningkatan kepekaan masyarakat dalam hal pembayaran pajak. Dengan begitu, ketika nantinya pajak akan dijadikan instrumen pelestarian lingkungan, maka dapat dilakukan secara optimal. Adanya penyeimbangan dalam pemberlakuan green tax dan green incentive, tanpa adanya keselarasan dalam implementasinya, maka dalam jangka lima tahun ke depan, bukan tidak mungkin tingkat kerusakan lingkungan di Indonesia akan meningkat pesat. Pelibatan berbagai aspek dalam pengambilan kebijakan juga penting untuk diperhatikan. Dengan mengabaikan aspek ekonomi maupun politik dalam rencana aksi pelestarian lingkungan adalah bukan jalan keluar. Harus ada rencana komprehensif dan langkah yang implementatif dalam rangka menyelamatkan lingkungan dari kerusakan.

tuang dalam UU No 40 Tahun 2004, memilih social state model dengan mengakomodasi prinsip-prinsip welfare state model. Dalam sistem ini, negara bukan hanya regulator, melainkan juga penyelenggara jaminan sosial, yang akan disalurkan lewat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, seluruh warga negara Indonesia nantinya (sekitar 2030) akan memiliki seluruh program jaminan sosial; sejak dia lahir sampai meninggal. Pembiayaan program bisa melalui pajak, iuran/kontribusi dalam bentuk asuransi sosial dan bahkan komersial, atau tabungan. Sebagai langkah awal pelaksanaan UU No 40/2004 tentang SJSN diperlukan badan penyelenggara (BPJS). Saat ini telah ada RUU Inisiatif DPR dan Instruksi Presiden No 1/2010 untuk pembentukannya. Kita masih harus menunggu pembahasannya di DPR. Menurut Sulastomo, meskipun program jaminan sosial bertujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat, telah terbukti dampaknya sangat besar bagi bidang ekonomi. Sebab setiap program jaminan sosial sebenarnya adalah sebuah mekanisme mobilisasi dana masyarakat, khususnya yang berjangka panjang seperti program jaminan pensiun dan program jaminan hari tua. Akumulasi dana kedua program itu memiliki nilai investasi luar biasa besar.

melenggang dengan agendanya tanpa kontrol. Maka oposisi menjadi keniscayaan dalam negara demokrasi, untuk mencegah terjadinya kekuasaan totaliter. Dalam sistem ini, pemilih bebas menentukan pilihan politiknya. Maka salah satu tugas dan kewajiban partai politik adalah memberikan pendidikan politik kepada pemilih; juga menyebarkan informasi tentang berbagai problem nasional. Tokoh-tokoh yang mereka unggulkan, garis besar sikap partai dan solusi-solusi yang ditawarkan dipaparkan dalam platform partai. Ini yang seharusnya beredar luas jauh sebelum saat-saat pemilihan umum. Mengenai persoalan ekonomi, Brighten Institute Bogor tahun 2003 menerbitkan buku Susilo Bambang Yudoyono berjudul Revitalisasi Ekonomi Indonesia. Paparan untuk menanggapi problem ekonomi dalam masa reformasi memberikan gambaran pemikiran SBY tentang persoalan politikekonomi kita, yang kira-kira menjawab pertanyaan ‘Mengapa ekonomi Indonesia gagal?’ Dalam bab terakhir buku tersebut ada pernyataan SBY, “Keyakinan bahwa untuk mencapai kemakmuran bersama yang berkeadilan sebagai suatu keniscayaan, mengharuskan lahirnya suatu kesadaran kolektif bahwa pemikiran, kerja, kemauan, semangat, dan kehendak rakyat untuk keluar dari krisis dan untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik sebagai suatu keharusan, sebagai suatu nilai, dan sekaligus sebagai suatu state of mind. Revitalisasi Ekonomi Indonesia bisa dianggap platform politik-ekonomi SBY di masa lalu yang bisa menjadi referensi untuk masa kini.

mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak, dan sulit untuk Indonesia mengurangkan pendapatan pajaknya. Pasalnya, fungsi pajak yang paling dominan adalah fungsi anggaran. Peran pajak masih sebatas pada fungsi pengumpulan dana dari

Platform menuju 2014

M

DOK-PRIBADI

Oleh

Toeti Adhitama Anggota Dewan Redaksi Media Group

INGGU ini, dua partai politik besar menyelenggarakan perhelatan. Partai Demokrat merayakan HUT ke-9. Partai Golkar menyelenggarakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) mengawal HUT ke-46. Kibaran bendera kedua partai di sepan jang jalan-jalan raya Jakarta memberi suasana mulainya jenjang panjang menuju pesta demokrasi. Berbagai pemanasan dan maraknya wacana politik akan mencapai puncaknya kira-kira 1.000 hari sejak sekarang. Spirit itu sudah mulai terasa. Apa yang dipikirkan rakyat banyak? Apakah mereka peduli dan ingin berpartisipasi? Dari penduduk usia kerja sekitar 165 juta orang, lebih dari separuh (85 juta) berpendidikan SD. Yang berpendidikan sekolah mene ngah sekitar 70 juta orang, berpendidikan tinggi kurang dari 10 juta. Artinya, umumnya konstituen berpendidikan rendah-menengah. Mereka tidak berpikir muluk-muluk, lebih-lebih karena pendidikan politik oleh partai-partai politik memang kurang memadai. Sebenarnya pemilih perlu tahu bukan hanya cara mencoblos dan menghapalkan gambar partai. Terpenting, mereka perlu tahu apakah partai-partai politik bisa membantu mengatasi problem penghidupan mereka; bisa mengangkat mereka dari kesengsaraan dan rasa ketidakpastian. Pemilih yang terdidik ingin mengetahui agenda partai yang garis besarnya diharapkan dipaparkan dalam platform. Dapat dipastikan money politics masih akan merajalela di seputar pemilihan umum, karena sebagian besar pemilih menghendaki jawaban instan. Berapa yang miskin di antara

Pendiri: Drs. H. Teuku Yousli Syah MSi (Alm) Direktur Utama: Rahni Lowhur-Schad Direktur Pemberitaan: Saur M. Hutabarat Dewan Redaksi Media Group: Elman Saragih (Ketua), Ana Widjaya, Andy F.Noya, Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Djafar H. Assegaff, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Saur M. Hutabarat, Sugeng Suparwoto, Suryopratomo, Toeti Adhitama Redaktur Senior: Elman Saragih, Laurens Tato, Saur M. Hutabarat Kepala Divisi Pemberitaan: Usman Kansong Deputi Kepala Divisi Pemberitaan: Kleden Suban Kepala Divisi Artistik, Foto & Produksi: Syahmedi Dean Kepala Divisi Content Enrichment: Gaudensius Suhardi Sekretaris Redaksi: Teguh Nirwahjudi Asisten Kepala Divisi Pemberitaan: Abdul Kohar, Ade Alawi, Haryo Prasetyo, Ono Sarwono, Rosmery C.Sihombing Asisten Kepala Divisi Foto: Hariyanto

mereka ini? Jumlah penduduk miskin tahun ini mencapai 13% lebih, atau sekitar 32 juta orang. Itu menurut tolok ukur kita. Tetapi kalau penghasilan kurang dari $2 sehari sudah dianggap miskin, jumlah kaum miskin kita mencapai lebih 120 juta orang, atau sekitar separo jumlah penduduk. Bandingkan dengan jumlah kaum miskin di Amerika Serikat; pengangguran sekitar 10%. Dengan tolok ukur penghasilan kurang $2 sehari, yang miskin mencapai 14,3% (Newsweek, 21 Oktober 2010), atau sekitar 41 juta, dari penduduk 293 juta lebih. Bahwa di negara adidaya yang dianggap paling maju dan paling kaya di dunia masih terdapat lebih dari 40 juta penduduk miskin, tentu ada yang keliru dalam cara manusia membagi kekayaannya. Sistemnya yang salah, atau manusia memang serakah. Ketimpangan seperti ini ada di seluruh dunia. Berbagai aliran politik, teori dan sistem telah dicobakan. Masih tetap sia-sia. Berbuat baik Newsweek terbitan minggu lalu menurunkan tulisan menarik tentang usaha David Beckmann, ekonom dan mantan pejabat Bank Dunia, yang berpendapat bahwa kelaparan dan kemiskinan di dunia mungkin bisa diatasi dengan politik dan kebijakan yang benar. Pendeta Protestan Lutheran itu dalam suatu pertemuan di Press Club Nasional Amerika mengatakan, “If you want to get close to God, you’ve got to do right by the poor.” Ajaran demikian terdapat pula dalam Islam dan agama lain. Dengan caranya sendiri, David Beckmann berkampanye untuk menghapuskan kesengsaraan kaum miskin di Amerika dan dunia. Sikap ini dapat

Redaktur: Agus Mulyawan, Agus Wahyu Kristianto, Cri Qanon Ria Dewi, Eko Rahmawanto, Eko Suprihatno, Fitriana Siregar, Gantyo Koespradono, Hapsoro Poetro, Henri Salomo Siagian, Ida Farida, Jaka Budisantosa, Lintang Rowe, Mathias S. Brahmana, Mochamad Anwar Surachman, Sadyo Kristiarto, Santhy M. Sibarani, Soelistijono Staf Redaksi: Adam Dwi Putra, Agung Wibowo, Ahmad Maulana, Ahmad Punto, Andreas Timothy, Anton Kustedja, Aries Wijaksena, Asep Toha, Basuki Eka Purnama, Bintang Krisanti, Clara Rondonuwu, Cornelius Eko, David Tobing, Denny Parsaulian, Deri Dahuri, Dian Palupi, Dinny Mutiah, Dwi Tupani Gunarwati, Edwin Tirani, Edy Asrina Putra, Emir Chairullah, Eni Kartinah, Eri Anugrah, Fardiansah Noor, Gino F. Hadi, Handi Andrian, Heni Rahayu, Heru Prihmantoro, Heryadi, Hillarius U. Gani, Iis Zatnika, Intan Juita, Irana Shalindra, Irvan Sihombing, Jajang Sumantri, Jerome Eugene, Jonggi Pangihutan M., K. Wisnu Broto, Kennorton Hutasoit, M. Soleh, Maya Puspitasari, Mirza Andreas, Mohamad Irfan, Muhamad Fauzi, Raja Suhud V.H.M, Ramdani, Ratna Nuraini, Rina Garmina, Rommy Pujianto, Selamat Saragih, Sica Harum, Sidik Pramono, Siswantini Suryandari, Sitria Hamid, Sugeng Sumariyadi, Sulaiman Basri, Sumaryanto, Susanto, Syarief Oebaidillah, Thalati Yani, Tutus Subronto, Wendy Mehari, Windy Dyah Indriantari, Zubaedah Hanum

diteladani siapa pun, termasuk partai politik. Sekarang memang sudah banyak ormas Indonesia yang menunjukkan kepedulian sosial. Tetapi alangkah eloknya bila platform partai politik mulai diisi dengan agenda yang menunjukkan kepedulian pada kaum miskin, di samping agenda solusi untuk masalah-masalah yang saat ini membangkitkan ketidakpuasan: ekonomi, politik, legislatif, birokrasi, mafia hukum, pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial. Mengenai jaminan sosial, Dr Sulas-

Revitalisasi Ekonomi Indonesia bisa dianggap platform politik-ekonomi SBY di masa lalu yang bisa menjadi referensi untuk masa kini.” tomo, Mph, mantan Ketua Sistem Jaminan Sosial Nasional, dalam diskusi di kantor Nasional Demokrat minggu lalu, mempertanyakan mengapa soal jaminan sosial tidak pernah menjadi isu kampanye politik kita? Padahal di banyak negara lain, termasuk Amerika, soal itu menjadi isu kampanye yang hangat karena mereka menyadari jaminan sosial berpengaruh besar bagi kesejahteraan rakyat. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial memang harus sesuai dengan sistem ekonomi dan politik negara yang bersangkutan. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kita, yang ter-

Biro Redaksi: Eriez M. Rizal (Bandung); Kisar Rajagukguk (Depok); Firman Saragih (Karawang); Yusuf Riaman (NTB); Baharman (Palembang); Parulian Manulang (Padang); Haryanto (Semarang); Widjajadi (Solo); Faishol Taselan (Surabaya) MICOM Asisten Kepala Divisi: Tjahyo Utomo, Victor J.P. Nababan Redaktur: Agus Triwibowo, Asnawi Khaddaf, Patna Budi Utami, Widhoroso Staf: Abadi Surono, Abdul Salam, Alfani T. Witjaksono, Charles Silaban, M. Syaifullah, Nurtjahyadi, Panji Arimurti, Prita Daneswari, Rani Nuraini, Ricky Julian, Widjokongko, Wisnu Arto Subari. PUBLISHING Asisten Kepala Divisi: Jessica Huwae Staf: Adeste Adipriyanti, Regina Panontongan CONTENT ENRICHMENT Asisten Kepala Divisi: Yohanes S. Widada Periset: Heru Prasetyo (Redaktur), Desi Yasmini S, Radi Negara Bahasa: Dony Tjiptonugroho (Redaktur), Adang Iskandar, Mahmudi, Ni Nyoman Dwi Astarini, Riko Alfonso, Suprianto

Pendidikan politik dan ekonomi Mengenai politik, sistem demokrasi memungkinkan dua atau lebih partai politik saling bersaing. Ada pihak yang menang, ada yang menjadi oposisi. Tanpa oposisi, yang berkuasa bisa

ARTISTIK Redaktur: Diana Kusnati, Gatot Purnomo, Marjuki, Prayogi, Ruddy Pata Areadi Staf Redaksi: Ali Firdaus, Ananto Prabowo, Andi Nursandi, Annette Natalia, Bayu Wicaksono, Budi Haryanto, Budi Setyo Widodo, Dharma Soleh, Donatus Ola Pereda, Endang Mawardi, Gugun Permana, Hari Syahriar, Haryadi, Marionsandez G, M. Rusli, Muhamad Nasir, Muhamad Yunus, Nana Sutisna, Novi Hernando, Nurkania Ismono, Permana, Tutik Sunarsih, Warta Santosi, Winston King Manajer Produksi: Bambang Sumarsono Deputi Manajer Produksi: Asnan Direktur Pengembangan Bisnis: Alexander Stefanus Kepala Divisi Marketing Communication: Fitriana Saiful Bachri Asisten Kepala Divisi Iklan: Gustaf Bernhard R Asisten Kepala Divisi Marketing Support & Publishing: Andreas Sujiyono Asisten Kepala Divisi Sirkulasi-Distribusi: Tweki Triardianto Perwakilan Bandung: Aji Sukaryo (022) 4210500; Medan: A Masduki Kadiro (061) 4514945; Padang: Yondri (0751) 811464; Pekanbaru: Ferry Mustanto (0761) 856647; Surabaya: Tri Febrianto (031) 5667359; Bogor: Arief Ibnu (0251) 8349985, Denpasar: Pieter Sahertian (0361) 239210, Lampung: Muharis (0721) 773888; Semarang: Desijhon (024) 7461524; Yogyakarta: Andi

Yudhanto (0274) 7497289; Palembang: Andi Hendriansyah (0711)317526, Telepon/Fax Layanan Pembaca: (021) 5821303, Telepon/ Fax Iklan: (021) 5812107, 5812113, Telepon Sirkulasi: (021) 5812095, Telepon Distribusi: (021) 5812077, Telepon Percetakan: (021) 5812086, Harga Langganan: Rp67.000 per bulan (Jabodetabek), di luar P. Jawa + ongkos kirim, No. Reke-ning Bank: a.n. PT Citra Media Nusa Purnama Bank Mandiri - Cab. Taman Kebon Jeruk: 117-009-500-9098; BCA - Cab. Sudirman: 035-306-5014, Diterbitkan oleh: PT Citra Media Nusa Purnama, Jakarta, Alamat Redaksi/Tata Usaha/Iklan/Sirkulasi: Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat - 11520, Telepon: (021) 5812088 (Hunting), Fax: (021) 5812102, 5812105 (Redaksi) e-mail: [email protected], Percetakan: Media Indonesia, Jakarta, ISSN: 0215-4935, Website: www.mediaindonesia.com, DALAM MELAKSANAKAN TUGAS JURNALISTIK, WARTAWAN MEDIA INDONESIA DILENGKAPI KARTU PERS DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA ATAU MEMINTA IMBALAN DENGAN ALASAN APA PUN