modul dewa89s ep adri kall

EKONOMI POLITIK KELEMBAGAAN BARU I. PENDAHULUAN A. Kelemahan Pendekatan Ekonomi Murni Ilmu ekonomi politik kelembagaan b...

0 downloads 175 Views 898KB Size
EKONOMI POLITIK KELEMBAGAAN BARU I. PENDAHULUAN A. Kelemahan Pendekatan Ekonomi Murni Ilmu ekonomi politik kelembagaan berangkat dari falsafah dasar ekonomi kelangkaan dan pilihan. Menurut ekonomi murni, semua masalah ekonomi dapat diselesaikan oleh pasar. Setiap upaya untuk mengatasi masalah dan tujuan ekonomi akan menimbulkan trade-off di antara berbagai alternatif. Pada kenyataannya, apa dan bagaimana pilihan diambil, tidak bisa diselesaikan hanya oleh mekanisme pasar, karena terkait dengan lembaga-lembaga dan sistem politik yang dianut. Kelemahan ekonomi murni yang paling mendasar ialah motivasi aktor ekonomi diasumsikan cateris paribus. Semua hal yang berasal dari bidang "nonekonomi" (sosial, politik, keagamaan) dianggap telah terberi apa adanya. Padahal faktor nonekonomi ikut menentukan bagaimana kegiatan ekonomi dilakukan. Maka pakar sosial-politik tidak setuju dengan teori dan konsep yang dikembangkan kaum Klasik dan Neoklasik, dan mengembangkan paradigma lain yaitu ekonomi politik kelembagaan.

B.

Perbedaan

Antara

Ekonomi

Murni

dan

Ekonomi

Politik

Kelembagaan Perbedaan prinsipil antara ekonomi murni dengan ekonomi politik kelembagaan

ialah

bahwa

ekonomi

murni,

terutama

Neoklasik,

menganggap ekonomi sebagai cabang ilmu tersendiri. Sedang aliran kelembagaan

memanfaatkan

hampir

semua

ilmu

sosial

dalam

membahas dan menganalisis masalah-masalah ekonomi. Ekonomi murni, terutama dari aliran ekonomi positif, hanya membahas ekonomi pasar (market economy) yang hanya peduli tentang "what is". Ekonomi politik kelembagaan mengamati peristiwa "apa" saja yang telah terjadi, serta berusaha menjelaskan "mengapa" dan "bagaimana" peristiwa ekonomi "seharusnya" terjadi. Ekonom murni

1

enggan membahas masalah yang terkait dengan kelembagaan dan sistem ekonomi politik karena dianggap sering emosional dan kurang menggunakan rasio. Ekonomi politik kelembagaan menganggapnya sebagai fenomena yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Pada ekonomi murni, yang dianggap mampu mengubah seperangkat pilihan adalah perubahan harga dan pendapatan. Dalam ekonomi politik

kelembagaan

justru

perubahan

aransemen

kelembagaan

dianggap mampu mengubah seperangkat pilihan individu. Maka ekonomi politik kelembagaan lebih banyak membahas sekumpulan aturan main bagi berbagai pihak yang terlibat. Ekonomi

murni

terlalu

bersifat

materialistik,

sedangkan

pendekatan kelembagaan lebih bersifat idealistis. Pendekatan ekonomi murni lebih banyak mengobservasi komoditas dan harga-harga, sedangkan pendekatan kelembagaan lebih terfokus pada biaya transaksi

dan

kebijakan

publik.

Pendekatan

ekonomi

murni

mengasumsikan tujuan individu sebagai kepentingan pribadi, sedang aliran kelembagaan beranggapan bahwa selain kepentingan pribadi harus juga diperhatikan kepentingan masyarakat.

II. PERLUNYA MENGEMBANGKAN EKONOMI POLITIK KELEMBAGAAN Ekonomi politik kelembagaan merupakan salah satu bentuk pemecahan masalah ekonomi maupun politik. Sebab sebagian besar persoalan ekonomi maupun politik justru berada di luar domain ekonomi dan politik itu sendiri, yaitu kelembagaan yang mengatur proses perekonomian maupun proses politik. Studi tentang kelembagaan menjadi penting dalam ilmu ekonomi politik karena fungsinya sebagai mesin sosial sangat mendasar. Dalam hal ini, institusi merupakan tulang punggung dari sistem ekonomi politik. Kelemahan dan kekuatan ekonomi dan politik suatu masyarakat dapat dilihat langsung dari kelemahan institusi ekonomi dan politik yang mendasarinya. (Rachbini, 2001).

2

III. TOKOH-TOKOH EKONOMI POLITIK KELEMBAGAAN Analisis institusional muncul pada akhir abad ke-19. Pada periode ini, banyak sistem-sistem kelembagaan berubah terutama dengan terciptanya konstitusi-konstitusi demokratis yang lebih formal. Hampir semua negara di Eropa mulai menjadikan hukum sebagai instrumen baik bagi pemegang kekuasaan maupun bagi warga negara sebagai alat untuk berlindung dari kekuasaan negara (Bogason, 2000). Bapak Ekonomi Politik Kelembagaan, Thorstein Veblen, melihat kelembagaan sebagai norma-norma yang membentuk perilaku masyarakat dalam bertindak, baik dalam perilaku mengonsumsi maupun berproduksi. Pendekatan kelembagaan juga dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Max Weber, Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal yang membahas peran wirausahawan dalam industrialisasi dan pembangunan. Sedangkan tokoh-tokoh seperti John R. Commons, Ronald Coase, Douglas North, dan Williamson lebih terfokus pada peran hukum dalam sistem ekonomi politik.

A. Veblen (Peran Nilai-nilai dan Norma-norma) Pakar-pakar yang paling awal mengkritik pendekatan ekonomi Klasik di antaranya oleh Edmund Burke (mewakili "The Conservative Perspective” ) dan Karl Marx (mewakili "The Radical Perspective"). Ajaran Marx dikembangkan lebih lanjut oleh Thorstein Veblen (1857-1929), Menurut Veblen, teori-teori Klasik dan Neoklasik sama-sama memiliki

bias,

terlalu

menyederhanakan

fenomena-fenomena

ekonomi, dan mengabaikan peran aspek nonekonomi seperti kelembagaan dan lingkungan. Padahal perilaku masyarakat bisa berubah, disesuaikan dengan lingkungan dan keadaan. Bagi Veblen, keadaan dan lingkungan inilah yang disebut "institusi". Institusi yang tidak hanya dalam pengertian fisik, tetapi lebih meliputi nilai, norma, budaya, yang sudah melekat dan mendarah daging dalam masyarakat.

3

Dalam teori ekonomi Liberal Klasik dan Neoklasik, orang bertindak rasional dalam mengonsumsi. Menurut Veblen, perilaku konsumsi masyarakat makin beralih ke perilaku konsumsi yang tidak wajar. Veblen menilai bahwa perilaku ini lebih didorong oleh emosional. Ini berarti bertentangan dengan asumsi rasional Klasik maupun Neoklasik. Veblen mengkritik pilar utama teori ekonomi Neoklasik, terutama hukum permintaan Marshallian yang mengatakan bahwa konsumsi lebih ditentukan oleh harga. Menurut Veblen, ada sekelompok orang yang tidak rasional, yang justru lebih tertarik membeli suatu barang karena harganya mahal. Veblen juga menyatakan bahwa kecenderungan ekonomi pada keseimbangan itu tidak ada, sebab perekonomian selalu berubah. Selain perilaku konsumsi, Veblen (1923), juga membahas perilaku pengusaha dalam mencari laba. Dulu investasi masuk ke sektor riil, sekarang investasi masuk lewat pasar modal dengan pola "production for profit". Walau mereka tidak terlibat dalam kegiatan produksi, tapi mereka memperoleh laba paling besar. Investasi lewat pasar modal seperti ini, dikategorikan Veblen sebagai "absentee ownership". Kalau diperhatikan, pandangan Veblen tentang pemerintah tak jauh berbeda dengan pandangan Adam Smith. Bagi Veblen, pemerintah ebih banyak bertindak sebagai pengganggu ketimbang penyelesai masalah. Veblen yakin bahwa teori-teori yang dikembangkan oleh pakarpakar ekonomi Neoklasik memiliki banyak kelemahan, sebab dalam analisisnya mereka mengabaikan kelembagaan.

B. Weber, Schumpeter, dan Myrdal (Peran Wirausahawan) Pakar kelembagaan yang memiliki akar disiplin ilmu sosial diantaranya adalah Max Weber, Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal. Mereka banyak membahas peran wirausahawan. Tidak dapat disangkal bahwa aktor utama industrialisi adalah wirausahawan (entrepreneurs). Dalam

kajian

ekonomi

politik

kelembagaan,

variabel

dan

parameter ekonomi hanya merupakan hasil dari tindakan-tindakan

4

sejumlah aktor yang berada di belakang suatu peristiwa ekonomi. Sebagai contoh, bagi Max Weber proses industrialisasi yang muncul di sejumlah negara Eropa Barat bukan sekedar hasil akhir dari serentetan penanaman modal di sektor-sektor ekonomi tetapi lebih merupakan kulminasi dari munculnya golongan masyarakat "kapitalis". Bagi Weber yang terpenting bukan variabel penanaman modal, melainkan aktor yang menggerakkan kegiatan investasi, yaitu wirausahawan, serta situasi sosial politik yang memungkinkan munculnya peluang bagi aktor tersebut.

C. Commons, Coase, dan North (Peran Hukum) Tentang peran institusi hukum dalam pembangunan antara lain dibahas oleh para pakar seperti John R. Commons, Ronald Coase, dan Douglass North. Ekonomi pasar tidak tercipta dengan sendirinya. Ekonomi pasar perlu prasyarat tegaknya suatu institusi yang dapat mengatur pola interaksi beberapa aktor dalam suatu arena transaksi yang disepakati bersama. Tanpa kehadiran institusi, biaya transaksi menjadi tinggi. Selain itu, pelaku ekonomi akan menghadapi risiko penipuan, pemerasan, ancaman fisik, dan bentuk-bentuk ketidakpastian lainnya. Commons (1961) adalah orang pertama yang memperkenalkan istilah "working rules”yang mengaitkan kelembagaan dengan aspek legalistik. Perhatian terhadap ekonomi politik kelembagaan makin meluas sewaktu Ronald Coase (1991), mengembangkan metodologi biaya transaksi dan hak kepemilikan dalam struktur kelembagaan dan proses kerja sebuah perekonomian. Pendekatan kelembagaan semakin populer sewaktu Douglas North dan Robert Fogel menerima hadiah nobel ekonomi pada tahun 1993. North menolak anggapan Klasik bahwa pasar adalah satusatunya penggerak roda ekonomi, sebab peran institusi (ekonomi maupun politik) tidak kalah penting dalam pembangunan. North & Thomas (1973) menyatakan bahwa institusi berperan dalam mengatur bagaimana unit ekonomi melakukan kerja sama atau berkompetisi satu

5

sama lainnya.

Kelembagaan adalah aturan dan norma dalam

masyarakat yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana tugas dan kewajiban yang harus dilakukan atau tidak dilakukan. North berbeda pandangan pandangan dengan

Veblen. Oleh

Veblen institusi diartikan sebagai norma-norma, nilai-nilai, tradisi, dan budaya, bagi North institusi adalah peraturan perundang-undangan berikut sifat-sifat memaksa (enforcement). North menganalogikan institusi sebagai aturan permainan, sedangkan organisasi adalah sebagai tempat bermain bagi sekumpulan orang. Dalam perekonomian, pasar hanya dapat bekerja dengan efektif bila ditopang oleh institusi yang tepat. Adanya institusi yang baik akan dapat menyelesaikan masalah koordinasi dan produksi, sebab terkait dengan motivasi para aktor, lingkungan, dan kemampuan pemain dalam 'menjinakkan' lingkungan. Institusi selain sebagai aturan permainan, juga merupakan fondasi utama sistem modern. Dengan demikian, untuk mengatasi berbagai masalah yang ada, institusi inilah yang pertama-tama harus dibangun, direkayasa, direkonstruksi, dikembangkan, dijaga kebekerjaannya, serta ditegakkan aturan mainnya oleh berbagai pihak terkait. Menurut North (1994), ada dua unsur perilaku manusia yang sangat penting dalam pemodelan institusi, yaitu (1) motivasi dan (2) upaya "menjinakkan" lingkungan. Kedua unsur tersebut terutama sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah koordinasi dan produksi. I V.EKONOMIKELEMBAGAAN“BARU” Buchholz (1990) membedakan dua aliran ekonomi kelembagaan. Pertama, ekonomi kelembagaan lama (old institutional economics) yang lebih

banyak

mengkritik

pendekatan

Neoklasik.

Kedua,

ekonomi

kelembagaan baru (new institutional economics) yang justru memperkaya pendekatan Neoklasik. Ekonomi kelembagaan baru menggunakan pendekatan ekonomi Marshallian seperti analisis biaya marjinal dan keuntungan marjinal dalam suatu aturan atau undang-undang.

6

Besarnya pengaruh ekonomi terhadap hukum dapat dilihat dari banyaknya jurnal-jurnal hukum dan penilaian sidang dipenuhi dengan diskusi-diskusi

tentang

Sekurang-kurangnya

keuntungan ada

4

marjinal

bidang

dan

hukum

biaya

marjinal.

yang

sudah

"ditransformasikan" oleh para ekonom, yaitu (1) hukum tentang kelalaian (negligence law), (2) hukum kriminal (criminal law), (3) hukum kepemilikan (property law), dan (4) hukum tentang keuangan perusahaan (corporate finance).

A. Hukum tentang Kelalaian Misalnya seseorang jatuh karena menginjak kulit pisang di sebuah toserba, ia dapat menuntut ganti rugi pada manajer toserba atas dasar kelalaian. Dengan berdalih bahwa "sebuah toserba tidak seharusnya membiarkan kulit pisang berserakan sehingga mengakibatkan kecelakaan pada orang lain", Bagaimana kalau orang tersebut terpeleset kulit pisang di hutan? Apakah juga mungkin untuk menuntut Menteri Kehutanan? Untuk itu harus dikaji terlebih dahulu biaya marjinal dan keuntungan marjinalnya. Menurut Buchhols (1990), tahun 1947 jaksa Learned Hand menetapkan sebuah analisis hukum tentang kelalaian dengan mengidentifikasi 3 faktor kunci sebagai berikut: •Kemungkinan terjadinya kecelakaan (the probability of injury, P) •Akibat atau kerugian karena kecelakaan (the extend of injury or loss, L) •Biaya untuk menghindari terjadinya kecelakaan (cost of preventing the accident, C) Secara matematis seseorang atau suatu lembaga dapat dituntut berdasarkan undang-undang tindak kelalaian jika: P X L > C Di toserba, probabilitas seseorang tergelincir karena menginjak kulit pisang yang terserak di lantai (P) tinggi, katakanlah 20 persen. Dampak kerugian jika tergelincir di toserba karena menginjak kulit pisang (L) cukup besar, katakanlah RplO juta. Dengan demikian, P X L = 20% X RplO juta = Rp2 juta. Berapa kira-kira biaya yang diperlukan untuk

7

menghindari terjadinya kecelakaan (C) di toserba? Katakanlah perlu menggaji seorang karyawan dengan upah Rp l juta sebulan, plus biaya untuk membeli alat penjepit sampah dan peralatan lain sekitar Karena dalam kasus ini P X L = Rp 2 juta lebih besar dari C = Rp l,l juta, maka manajer toserba dapat dituntut dandi kat egor i kansebagai“ t el ahlalai” . Untuk kasus orang terpijak kulit pisang di hutan? Kita tahu hutan itu sangat luas. Kalaupun ada kulit pisang terserak di hutan, maka probabilitas orang celaka karena menginjak kulit pisang tersebut sangat kecil, katakanlah 1 persen. Kalau dampak kerugian sama, yaitu Rp lO juta, maka P X L = 1 % X RplO juta = RplOO.OOO. Sedangkan ongkos yang harus dikeluarkan Departemen Kehutanan untuk mencegah orang kecelakaan di hutan lebih besar, katakanlah Rp 5 juta. Karena P X L < C, maka dalam kasus seperti ini Departemen Kehutanan tidak bisa dituntut berdasar hukum tentang kelalaian. Melalui contoh yang cukup sederhana di atas kita bisa memperlihatkan

bagaimana

konsep-konsep

yang

biasanya

digunakan oleh ahli-ahli ekonomi (seperti konsep keuntungan marjinal dan biaya marjinal) dapat membantu seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara akibat suatu tindak kelalaian.

B. Hukum Kriminal Ekonom seperti Gary Becker juga ikut mengaplikasikan konsepkonsep ekonomi Marshallian ke hukum tentang keluarga (family law) dan criminal law. Dari segi ekonomi terdapat keuntungan dan kerugian dalam melakukan suatu tindak kejahatan. Apa jenis hukuman yang dapat membuat orang jera untuk melakukan suatu tindak kriminal? Dua variabel yang dianggap paling penting oleh ekonom sesuai model Becker adalah: (1) besarnya denda yang harus dibayar dan (2) beratnya hukuman. Ekonom yang mengamati penanganan kejahatan narkoba di Amerika Serikat, mencela kebijakan pemerintah federal AS yang terlalu terfokus pada penanganan dari sisi penawaran, tetapi kurang efektif

8

dalam penanganan dari sisi permintaan. Dari segi penawaran, pemerintah federal telah berusaha mengurangi pasokan narkoba dengan menghancurkan ladang-ladang tanaman dan menyegel perbatasanperbatasan AS dengan negara-negara tetangga. Akibatnya, kalau sisi penawaran yang harus dibenahi, terlalu banyak ladang yang harus dimonitor dan dibakar. Kedua, nilai kokain di kota-kota Amerika lebih besar dari nilai impornya. Ketiga, permintaan terhadap narkoba umumnya bersifat inelastis. Karena pemberantasan dari sisi penawaran terbukti kurang efektif, maka para ekonom lebih menganjurkan pemberantasan narkoba dari sisi permintaan. Beri hukuman seberat-beratnya bagi pengguna narkoba, terlebih lagi bagi pengedar dan pemasok. Apakah pemberian hukuman cambuk atau hukuman gantung seperti yang diterapkan oleh Malaysia tidak terlalu kejam? Atau melanggar HAM? Sekarang — kembali kita gunakan konsep ekonomi — bandingkan berapa orang yang jadi korban dan berapa jiwa yang terselamatkan akibat keputusan yang dinilai kejam tersebut.

C. Hukum Kepemilikan Kepemilikan (property) yang dimaksudkan Douglas North (1984), meliputi kekayaan fisik maupun kekayaan yang sifatnya tidak nyata (seperti ide-ide, puisi, formula, dan sebagainya). Menurut Alchian (1993), ada tiga elemen utama hak kepemilikan: •

hak eksklusif untuk memilih penggunaan dari suatu sumber daya,



hak untuk menerima jasa-jasa atau keuntungan dari sumber daya



hak untuk menukarkan sumber daya yang dimiliki sesuai persyaratan yang disepakati. Coase (1960) menunjukkan bahwa suatu hak kepemilikan bukan

untuk menentukan "siapa" atau "bagaimana" sumber daya tersebut digunakan. Misalnya dalam kasus gangguan. Katakanlah penyanyi Frank Sinatra yang memiliki sebuah kelab malamnya bertetangga dengan

9

Simon. Jika Frank Sinantra melantunkan nada keras, tidur Simon terganggu. Dengan mengatakan bahwa ia berhak tidur pulas di malam hari, Simon bisa memerkarakan Sinatra ke pengadilan. Namun Sinatra bisa pula mengklaim bahwa ia juga berhak mencari nafkah dengan menyanyi di kelab malamnya sendiri. Teorema Coase menjelaskan bahwa sekali suatu hak kepemilikan didefinisikan, sumber daya tersebut akan digunakan pada penggunaan yang nilainya paling tinggi. Waktu hakim memutuskan Simon berhak tidur nyenyak tanpa diganggu hingar bingar kelab malam, Sinatra masih bisa bernyanyi dengan "membeli" hak tidur Simon dengan menyogoknya untuk tidak memerkarakan Sinatra atau pindah ke tempat lain. Jika Sinatra menyogok lebih rendah, Simon akan menolak, dan seandainya Simon meminta lebih maka Sinatra pasti keberatan. Teorema Coase sudah lama digunakan untuk mengatasi masalah sehubungan dengan eksternalitas seperti pencemaran lingkungan. Dengan menerapkan Teorema Coase, biaya transaksi bisa lebih rendah, sebab orang-orang yang terlibat dalam suatu perkara bisa menyelesaikan masalah di antara mereka sendiri tanpa harus membawa kasus tersebut ke pengadilan, yang seperti Anda tahu biayanya sangat tinggi, dan penyelesaiannya membutuhkan waktu yang cukup lama.

D. Hukum tentang Keuangan Perusahaan Selain di ketiga bidang yang sudah diuraikan di atas, masih banyak penerapan konsep-konsep ekonomi dalam bidang hukum, salah satunya dalam bidang keuangan perusahaan. Akan tetapi, karena subjek ini bersifat sangat mikro dan tidak banyak bersentuhan dengan ekonomi politik, maka tidak dibahas di sini.

10

EKONOMI POLITIK KELEMBAGAAN Tiga Lapisan Kelembagaan

Mata Kuliah : Ekonomi Politik dan Kebijakan Pembangunan Dosen: Dr. Ir. Adri Said, MSc.

Kelompok II: 1. Dedy AS. 2. Nasruddin 3. Mutijo

P080 320 7504 P080 320 7509 P080 320 7517

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2007

EKONOMI POLITIK KELEMBAGAAN I. Pendahuluan Kelemahan Pendekatan Ekonomi Murni Pendekatan ekonomi murni adalah adanya kelangkaan dan pilihan. Model pendekatan ini tidak mempertimbangkan faktor motivasi yang ada dibelakang aktor yang terkait dalam proses atau peristiwa tertentu. Motivasi diasumsikan cateris paribus, dan semua faktor di luar bidang ilmu ekonomi dianggap telah given. Dengan penjelasan yang terlalu menyederhanakan persoalan, sehingga konsep-konsep ilmu ekonomi politik yang dikembangkan oleh kaum Klasik dan Neo Klasik mengabaikan faktor-faktor lain yang sebenarnya ikut menentukan bagaimana kegiatan ekonomi itu dilakukan. Dari kelemahan model pendekatan yang dikembangkan oleh Klasik dan Neoklasik tersebut mendorong pakar-pakar sosial

politik untuk

mengembangkan paradigma lain yang disebut pendekatan ekonomi politik kelembagaan.

Perbedaan Ekonomi Murni dengan Ekonomi Politik Kelembagaan Ekonomi Murni  Particular, ilmu ekonomi sebagai cabang ilmu tersendiriyang tidak perlu bekolaborasi dengan disiplin ilmu sosial lainnya.  Sbagai ekonomi positif yang hanya melakukan pendekatan empirikal dalam membahas selukbeluk ekonomi pasar.  Sebagai sains kebijakan, bahwa untuk seperangkat pilihan adalah dengan perubahan harga dan

Ekonomi Poltik Kelembagaan  Holism, secara komprehensif memanfaatkan seluruh ilmu sosial dalam membahas dan membahas masalah-maslah ekonomi  Sebagai ekonomi normetif yang mengkaitkan faktor lain dalam menjelaskan fenomena ekonomi yang seharusnya terjadi  Kegiatan bersama yang mampu mengubah kelembagaan akan mengubah juga pilihan individu.

pendapatan.  Pendekatan yang dilakukan lebih materialistik

(aturan main)  Pendekatan yang dilakukan lebih bersifat idialistis.

Ekonomi politik kelembagaan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk pemecahan masalah politik dan masalah ekonomi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar persoalan ekonomi maupun persoalan politik justru berada di luar domain ekonomi dan politik itu sendiri, yaitu dalam kelembagaan yang mengatur proses kerja suatu perekonomian maupun proses-proses politik.

2. Tokoh-tokoh Ekonomi Kelembagaan

2.1. Veblen (Peran Nilai dan Norma-norma) Bapak Ekonomi Politik Kelembagaan adalah Thostein Veblen (18571929), yang menjelaskan bahwa kelembagaan sebagai norma-norma yang membentuk perilaku masyarakat dalam bertindak, baik dalam perilaku konsumsi maupun produksi. Kritik yang diberikan oleh Veblen terhadap teori ekonomi Klasik dan Neoklasik adalah bahwa ketika orang yang seharusnya bertindak rasional dalam mengkonsumsi, dengan memilih alternatif terbaik untuk mamaksimisasi utilitas, maka Veblen dalam The Theory Of Leisure Class

(1899),

menggambarkan

bahwa

masyarakat

Amerika

yang

materialistis, cenderung melakukan perilaku konsumsi yang tidak wajar (conspicius consumption). Menurut Veblen bahwa keseimbangan ekonomi adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi. Veblen dalam bukunya Absentee Ownership and Business Enterprise (1923), yang membahas perilaku pengusaha dalam mencari laba. Dijelaskan oleh Veblen bahwa dulu laba diperoleh dengan kerja keras, akan tetapi saat ini banyak diperoleh lewat trik-t r i kl i ci k.Dul ui nves t asimasukke“ production

for use” ,kesek t orr i i ls ekar angi nvest as imasukkepasarmodaldenganpol a “ production for profit” . Production for profit inilah yang disebut oleh Veblen sebagai Absentee Ownership, dengan perilaku yang licik dalam upaya memperoleh laba yang sebesar-besarnya dengan menjadi predator yang mematikan lawan. Sifat licik t er s ebutdi t unj ukandengan“ enganmengi kut iat ur anper mai nan”mel ai nkan l ebi hpadausahaunt uk“ memper mai nkanper at ur an” .Beber apacont ohkasus yang diberikan oleh Veblen adalah, pengusaha jalur kereta api di Amerika Serikat tahun 30-an, George Soros dengan Quantum Fund-nya yang melululantahkan pasar modal negara-negara Asia Timur. Yang menarik dari Thostein Veblen (1857-1929), adalah bahwa ajaran yang diusungnya adalah ajaran Karl Marx, yang percaya pada dorongan kr eat i fdam i nst i ng “ workmanship” ,t et apimenghi ndar ianal i si s per j uangan klas Marx, sebab menurut Veblen kapitalis bukanlah musuh dan buruh bukanlah pahlawan. Veblen mengklasifikasi peran pebisnis/manajer sebagai orang jahat, dan para insinyur adalah orang baik. Sebagai pengkritik dari para ekonom Klasik, namun demikian Veblen mempunyai pendapat yang sama dengan pendapat Adam Smith, bahwa orang-orang pemerintah lebih banyak bertindak sebagai pengganggu ketimbang penyelesai masalah.

2.2. Weber. Schumter, dan Myrdal (Peran Wirausahawan) Analisis kelembagaan tidak hanya tidak hanya berakar dari disiplin ilmu ekonomi dan politik, tetapi juga dari Ilmu sosial, pakar-pakar kelembagaan yang memiliki disiplin ilmu sosial adalah Max Weber, Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal. Kajian para pakar ini adalah membahas peran wirausahawan dalam proses industrialisasi dan modernisasi. Menurut mereka bahwa tindakan manusia (termasuk tindakan ekonomi) bukan semata-mata hasil proses kalkulasi dari individu-individu otonom dan terjadi

ruang hampa, melainkan berlansung dalam jaringan relasi sosial dan institusional. Peran wirausahawan dalam menggelindingkan modernisasi, dari berbagai aktivitas ekonomi yang berubah, dihubungkan dengan lembagalembaga ekonomi, sistem ekonomi, nilai-nilai dan norma-norma berbagai peristiwa ekonomi yang tidak terlepas dari sistem politik dan struktur sosial/kultur budaya masyarakat. Kajian ekonomi politik kelembagaan, variabel/parameter ekonomi hanya merupakan hasil dari tindakan-tindakan sejumlah aktor yang berada dibelakang suatu peristiwa ekonomi. Ilustrasi yang dicontohkan oleh Max Weber adalah proses industrialisai yang terjadi di Eropa Barat lebih merupakan kulminasi munculnya golongan kapitalis dengan Protestan ethics-nya, sehingga menurut Weber bukan variabel

penanam

modalnya

yang

penting

melainkan

aktor

yang

menggerakan kegiatan investasi tersebut yang didukung oleh situasi umum sosial politik yang memungkinkan munculnya peluang bagi aktor tersebut.

2.3. Commons, Coase dan North (Peran Hukum) Sistem ekonomi politik tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai dan norma-norma serta wirausaha, tetapi juga oleh hukum yang membingkai sistem ekonomi politik itu sendiri. Peran hukum dalam pembangunan dibahas oleh para pakar seperti John R. Commons, Ronald Coase dan Douglas North. Menurut pakar kelembagaan, ekonomi pasar tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi harus ada institusi yang mengatur pola interaksi beberapa aktor

dalam

suatu

arena

transaksi

Mengatur/menentukan dan atau mewarnai

yang

disepakati

bersama.

suatu transaksi, sekaligus

mengatur kelompok atau agen ekonomi untuk mewujudkan kontrol kolektif dari suatu transaksi diperlukan aturan main.

Adalah John R. Commons yang memperkenalkan istilah Working Rules yang mengaitkan kelembagan dengan aspek legalistik, sedangkan Ronald Coase mengembangkan metodologi biaya transaksi dan hak kepemilikan dalam

struktur

kelembagaan dan proses

kerja sebuah

perusahaan. Kelembagaan menurut Douglas North adalah aturan-aturan dan norma-norma yang tercipta dalam masyarakat yang menentukan boleh dan tidak boleh dilakukan serta tugas dan kewajiban yang harus dilakukan atau tidak dilakukan. Penekanan dari North adalah memberlakukan institusi sebagai peluang sekaligus sebagai kendala eksternal bagi agen-agen ekonomi. Artinya adalah institusi membatasi (enforcement/aturan dengan sifat memaksa) agen-agen ekonomi dalam memaksimumkan usahanya di samping faktor pembatas lain yaitu sumber daya, teknologi dan preferensipreferensi. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kelembagaan mengurangi unsur ketidakpastian dalam dalam ekonomi dan bisnis?. North menjelaskan bahwa institusi yang baik dapat menyelesaikan masalah koordinasi dan produksi yang terkait dengan motivasi para aktor, lingkungan, dan kemampuan pemain dalam menjinakkan lingkungan. Institusi tersebut juga harus

dibangun,

direkayasa,

direkonstruksi,

dikembangkan,

dijaga

kebekerjaannya, serta ditegakkan aturan mainnya oleh berbagai pihak terkait.

3. Tiga Lapisan Kelembagaan Merujuk pada American Heritage Dictionary, yang dimaksud dengan kelembagaan atau institusi adalah: "...a

custom, practice, relationship, or

behavioral pattern of importance in the life of community or society". Salah satu pembatasan tentang kelembagaan, minimal ada tiga lapisan kelembagaan yang terkait dengan ekonomi politik, yaitu (1) kelembagaan

sebagai norma-norma dan konvensi, (2) kelembagaan sebagai aturan main, dan (3) kelembagaan sebagai hubungan kepemilikan.

3.1. Kelembagaan sebagai Norma-norma dan Konvensi Menurut Bogason (2000), definisi yang paling umum tentang institusi sebagai norma-norma dan konvensi adalah yang dilihat dari sudut pandang sosiolog seperti yang diberikan oleh Gohler dan Bruns (1988): "Institutions are patterns of recurrent acts structured in a manner conditioning the behavior within the institutions, shaping a particular value or set of values and projecting value(s) in the social system in terms of attitudes or acts'. Norma dan konvensi umumnya bersifat informal, ditegakkan oleh keluarga, masyarakat, adat, dan sebagainya. Hampir semua aktivitas manusia memerlukan konvensi-konvensi pengaturan yang memfasilitasi proses-proses sosial, dan begitu juga dalam setiap pembentukan masyarakat diperlukan seperangkat norma-norma tingkah laku untuk membatasi tindakan-tindakan yang diperbolehkan. Jika aturan diikuti, proses-proses sosial bisa berjalan baik, dan sebaliknya. Terdapat hubungan yang sangat erat antara norma-norma dengan nilainilai, yaitu norma-norma diturunkan dari nilai-nilai dan dapat dijustifikasi atas basis nilai-nilai. Sebagaimana dijelaskan Bogason (2000): "Norms are derived from values and can be justified on the basis of values… ". Contoh normanorma banyak sekali, antara lain: menghargai orang yang lebih tua, budaya antre, tidak merokok di ruang ber-AC, dan sebagainya. Norma-norma terkait dengan nilai-nilai yang dianut suatu kelompok, sedangkan konvensi hanya berlaku di suatu lingkungan masyarakat tertentu. Ini berarti bahwa konvensi yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat bisa saja berbeda dengan konvensi yang dianut kelompok atau masyarakat lain. Yang paling diutamakan dari konvensi adalah aspek keteraturan dan keterprediksiannya, seperti yang disampaikan Bromley (1989), "A convention is

a regularity in human behavior that brings order and predictability to human relationships". Dalam bukunya Convention, Lewis (1986) menjelaskan sebagai berikut: "suatu keteraturan R dalam perilaku suatu populasi P ketika mereka adalah agen dalam suatu situasi kumat S adalah suatu konvensi jika dan hanya jika benar, dan diketahui secara umum di P bahwa, dalam beberapa kejadian dari S yang merupakan anggota dari P: ( 1) setiap orang menyesuaikan diri ke R; ( 2) setiap orang mengharapkan setiap orang yang lain menyesuaikan ke R; ( 3) setiap orang menyukai untuk menyesuaikan ke R dengan syarat yang lainnya juga melakukan, karena S adalah suatu masalah koordinasi dan seragam menyesuaikan ke R merupakan suatu keseimbangan koordinasi di S". Sebagai contoh, di Amerika Serikat orang mengendarai mobil di sisi sebelah kanan jalan, sedangkan di Inggris dan di Indonesia kebiasaan yang dianut adalah mengendarai mobil di sisi sebelah kiri. Perbedaan soal kiri atau kanan ini tidak menjadi masalah asal orang konsisten dan konvensi tersebut dipatuhi dengan konsisten. Schotter (1981), mendefinisikan institusi sosial sebagai: "a regularity in social behavior that is agreed to by all members of society, specifies behavior in specific recurrent situations, and is either self-policed or policed by some external authority". Untuk memaksakan aturan yang ditetapkan, institusi sosial memerlukan otoritas eksternal (misal negara). Norma-norma dan konvensi mudah disebutkan, tetapi praktiknya sulit dioperasionalkan. Contoh-nya, bagaimana mengoperasionalkan resiprositas dan solidaritas.; Menurut Hegner (1986), "Reciprocity means that the giver expects to receive something in return sooner or later'. Secara sederhana, resiprositas diartikan "ada ubi ada talas".

3.2. Kelembagaan sebagai Aturan Main Dalam hal ini, kelembagaan dilihat sebagai aturan main yang memberi naungan dan sanksi terhadap individu-individu dan kelompok kelompok dalam menentukan pilihannya. Pemaknaan seperti ini sesuai dengan pendapat John R Commons (1934) yang mendefinisikan kelembagaan sebagai: "...collective action in restraint, libera tion, and expansion of individual action". Selanjutnya, Bogason (2000) menyatakan bahwa ada tiga level aturan, yaitu (1) level aksi, (2) level aksi kolektif, dan (3) level konstitusi. Pada level aksi, aturan secara langsung mempengaruhi aksi nyata. Pada level aksi kolektif, kita mendefinisikan aturan untuk aksi pada masa-masa yang akan datang, atau disebut kebijakan. Terakhir, pada level konstitusi kita mendiskusikan prinsip-prinsip bagi pengambilan keputusan kolektif masa yang akan datang, seperti prinsip-prinsip demokrasi. Bogason juga mengemukakan beberapa ciri-ciri umum institusi, antara lain: (1) adanya sebuah struktur yang didasarkan pada interaksi di antara para aktor, (2) adanya pemahaman bersama tentang nilai-nilai, dan (3) adanya

tekanan

untuk

berperilaku

sesuai

dengan

yang

telah

disepakati/ditetapkan. Manusia di mana saja memiliki sifat baik dan buruk. Kalau ia berbuat baik, tidak ada masalah. Akan tetapi, kalau ia berbuat buruk, tentu akan berdampak (negatif) terhadap orang lain. Karena manusia tidak selalu berbuat baik, diperlukan aturan untuk membatasi perilaku orang dalam bertindak.

Sebagaimana

dikemukakan Bogason (2000):

"Individual

is

perceived as fallible, prone to shirking, wanting to defect from promises by cheating, and hence the actors need constant reminders of what proper conduct is supposed to be like within the institutional setting. If they do not adjust their behavior accordingly, sanctions will apply'.

Dalam pemahaman seperti dikemukakan di atas, institusi didefinisikan oleh Kiser & Ostrom (1982) sebagai: "set of rules valid for (well-) defined aspects of human life, structuring information and deliniating scope and time for action. Institusi sebagai seperangkat aturan yang membatasi pilihan aktor individu. Aturan-aturan menentukan apakah suatu tindakan diperbolehkan (permitted), diperlukan (required), atau dilarang (prohibited). Menurut Burns & Flam (1987), aturan-aturan menentukan "siapa" yang boleh melakukan suatu tindakan, "mengapa" (untuk tujuan "apa") bertindak, "bagaimana" keputusan diambil, "apa alat" yang tersedia, "kapan" suatu aktivitas terjadi, dan "di mana"? Sebagai aturan main, institusi biasanya lebih formal (ditegakkan oleh aparat pemerintah) dan bersifat tertulis msekipun ada juga kelembagaan yang tidak ditulis secara formal. Yang paling dibutuhkan hanya seperangkat istilah yang membatasi sebuah struktur bagi interaksi manusia, dan pemahaman bersama tentang alat-alat untuk menyelesaikan konflik di dalam struktur tersebut (Bromley, 1989). Pada masa Orde Baru, institusi yang digunakan campur aduk. Negara seharusnya berperan sebagai wasit, dan swasta sebagai pemain. Kesalahan rezim Orde baru adalah peran wasit dan pemain tidak jelas, di mana wasit sering bertindak sebagai pemain. Institusi kepresidenan bertindak sebagai "Penguasa" yang mengatur segala-galanya, dan fungsi "check and balance" tidak bekerja dan parlemen hanya sekedar menjadi stempel karet. Pada era Abdurrahman Wahid dan Megawati, perbaikan institusi tidak terjadi (Rachbini, 2001).

3.3. Kelembagaan sebagai Pengatur Hubungan Kepemilikan Lapis ketiga kelembagaan adalah sebagai pengatur hubungan kepemilikan. Sebagai pengatur hubungan kepemilikan, kelembagaan dianggap sebagai aransemen sosial yang mengatur: (1) individu atau kelompok pemilik, (2)

objek nilai bagi pemilik dan orang lain, serta (3) orang dan pihak lain yang terlibat dalam suatu kepemilikan. Dalam konsep sebagai pengatur hubungan kepemilikan, terdapat tiga orang yang mendefinisikan, yaitu: -

Schmid (1972): "Institutions are set of ordered relationships among people which define their rights, exposure to the rights of others, priveleges, and responsibilities".

-

Mathews perangkat

(1986) mendefinisikan kepemilikan

dan

institusi

sebagai

perangkat-

kewajiban-kewajiban

yang

mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat. -

Alchian (1993), ada tiga elemen utama hak kepemilikan, yaitu: (1) hak eksklusif untuk memilih penggunaan dari suatu sumber daya, (2) hak untuk menerima jasa-jasa atau manfaat dari sumber daya yang dimiliki, dan (3) hak untuk menukarkan sumber daya yang dimiliki sesuai persyaratan yang disepakati.

Daftar Pustaka Deliarnov. 2006. “ Ekonomi Politik: Mencakup Berbagai Teori dan Konsep yang Komprehensip” .Er l angga. Jakarta. Rachbi ni ,D. J.2006.“ EkonomiPol i t i kdanTeor iPi l i hanPubl i k ” .Ghal i a Indonesia. Bogor.

Formatted: Left: 3,49 cm

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN............................................................................

1

A. Latar Belakang .....................................................................................

1

B. Kelemahan Pendekatan Ekonomi Murni ..................................................

3

C. Perbedaan Ekonomi Murni dengan Ekonomi Politik Kelembagaan...

3

D. Perlunya Mengembangkan Ekonomi Politik Kelembagaan................

4

E. Tokoh-tokoh Ekonomi Politik Kelembagaan.............................................

5

BAB II. KEPEMILIKAN DAN EFISIENSI EKONOMI......................................

7

A. Jenis-jenis Kepemilikan..........................................................................

7

B. Kelemahan Pemilikan Melalui Warisan.................................................

8

C. Kaitan Kepemilikan dengan Efisiensi.....................................................

8

D. Tragedy of the Commons......................................................................

9

Formatted: Line spacing: 1.5 lines, Tabs: 13,65 cm, Left,Leader: … + 14,6 cm, Right + Not at 13,33 cm + 13,97 cm Formatted: Indent: Left: 0 cm, Line spacing: 1.5 lines, Tabs: 13,65 cm, Left,Leader: … + 14,6 cm, Right + Not at 13,33 cm + 13,97 cm

Formatted: Line spacing: 1.5 lines, Tabs: 13,65 cm, Left,Leader: … + 14,6 cm, Right + Not at 13,33 cm + 13,97 cm Formatted: Indent: Left: 0 cm, Line spacing: 1.5 lines, Tabs: 13,65 cm, Left,Leader: … + 14,6 cm, Right + Not at 13,33 cm + 13,97 cm

Deleted: BAB I. PENDAHULUAN 2¶ A. Latar Belakang 2¶ B. Kelemahan Pendekatan Ekonomi Murni 6¶ C. Perbedaan Ekonomi Murni dengan Ekonomi Politik Kelembagaan 6¶ D. Perlunya Mengembangkan Ekonomi Politik Kelembagaan 8¶ E. Tokoh-tokoh Ekonomi Politik Kelembagaan 8¶ BAB II. KEPEMILIKAN DAN EFISIENSI EKONOMI 10¶ A. Jenis-jenis Kepemilikan 10¶ B. Kelemahan Pemilikan Melalui Warisan 11¶ C. Kaitan Kepemilikan dengan Efisiensi 11¶ D. Tragedy of the Commons 13¶

Formatted: Right: 0,63 cm

1

Formatted: Right: 0,63 cm

2

Formatted: Section start: New page

BAB I. PENDAHULUAN Formatted: English (U.S.) Formatted: Right: 0 cm, Tabs: Not at 16,51 cm

A. Latar Belakang Seperti

halnya

ilmu

ekonomi

murni,

ilmu

ekonomi

politik

Deleted: Pembahasan

kelembagaan (institutional political economic) juga berangkat dari falsafah

Formatted: Font color: Auto, Swedish (Sweden), Character scale: 100%

dasar ekonomi: kelangkaan dan pilihan. Adanya kelangkaan sumber daya

Formatted: Swedish (Sweden)

dan keinginan manusia yang tidak terbatas, maka memaksa pelaku-pelaku ekonomi melakukan pilihan. Ekonomi Politik Kelembagaan digunakan untuk menjelaskan terjadinya krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia pada akhir era Orde Baru. Pada masa tersebut, persoalan ekonomi dijelaskan hanya menggunakan faktor ekonomi secara parsial, seperti teori ekonomi makro dan

mekanisme

kelembagaan,

dan

pasar.

Sedangkan

aspek

aspek-aspek

nonekonomi

lainnya

ekonomi

sama

sekali

politik, tidak

diperhitungkan. Sudut pandang kajian ini jelas sangat tidak memadai. Kebijakan ekonomi kemudian

menjadi

hampa

kelembagaan

yang

sekaligus

merupakan titik paling lemah dari sistem yang terbangun, yang menyebabkan sistem ekonomi menjadi rapuh. Dalam kondisi sekarang ini, para ilmuwan mengkaji sudut pandang kelembagaan secara intensif dikarenakan peranan kelembagaan dalam tatanan yang modern bersifat sangat sentral. Baik dan buru knya sistem ekonomi

dan politik sangat tergantung dari peranan serta fungsi

kelembagaan yang membingkainya (Rachbini, 2001). Oleh karena itu, teori dasar tentang ekonomi politik merupakan alternatif yang dapat diajukan sebagai basis untuk memberikan penjelasan pada krisis multidimensi yang ditandai oleh kelemahan dan kerusakan fungsi-fungsi kelembagaan di berbagai bidang kehidupan. Jadi, inti persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia sebelum krisis adalah kelemahan fungsi institusi atau bahkan kesalahan implementasi dari kelembagaan yang ada. Sedangkan pada masa setelah krisis, perso alan

1

Formatted: Swedish (Sweden) Deleted: diawali dengan kajian Formatted: Font color: Auto, English (U.S.), Character scale: 100%, Not Expanded by / Condensed by Formatted: Font color: Auto, English (U.S.), Character scale: 100%, Not Expanded by / Condensed by Deleted: ¶ Deleted: Dari kacamata kesisteman, lahirnya reformasi bukan karena kehebatan kaum reformis, tetapi karena sistem dan tatanan yang ada sudah rusak (decay.). Orde Baru sebagai sistem dan tatanan pemerintahan, tidak dapat lagi menahan prosesnya menjadi busuk karena basis kelembagaan yang lemah dan menyimpang dari normanorma keadilan, keterbukaan, dan demokrasi.. Yang menonjol sekali tidak lain adalah aspek pertumbuhannya, tetapi dimensi keadilan dan strukturnya sangat keropos. Oleh karena itu, pemicu krisis nilai tukar langsung menyebar ke dalam seluruh elemen sistem yang rapuh tersebut yang kemudian muncul sebagai krisis multidimensi. Distorsi tersebut telah menjadi beban sejarah yang kemudian meledak menjadi krisis besar dalam bidang ekonomi dan politik yang awalnya dipicu oleh krisis kurs. Krisis ini tidak hanya terjadi pada bidang ekonomi, melainkan juga pada bidang sosial politik yang inheren berjangkit pada masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi korupsi juga nomor wahid. Pejabatpejabat negara terporosok ke dalam perburuan rente ekonomi bersamasama swasta sehingga terjadi korupsi dua sisi, pada birokrasi dan swasta terjadi dalam skala yang massif. Hal ini berarti bahwa basis ... [1] teori-teori rasional dalam bidang Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Font color: Auto, Character scale: 100% Formatted: Right: 0,63 cm

mendasar yang juga dihadapi tidak lain adalah kerusakan dan berhentinya fungsi-fungsi kelembagaan di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Dari sudut pandang ekonomi kelembagaan, maka akar masalah dari krisis yang terjadi dapat dilihat secara jelas. Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung cepat, tetapi tidak didukung oleh institusi yang modern dan kuat mengakibatkan tergelincir ke dalam krisis sosial politik yang akut. Secara teoretis, kelembagaan dalam hal ini institusi merupakan urat nadi dari suatu sistem atau tatanan sosial politik atau ekonomi. Institusi di sini diartikan sebagai aturan main (rule of the game) dan bisa diartikan lebih luas sebagai organisasi. Aturan main sebagai pelengkap mutlak dari institusi pasar yang diperlukan dalam kehidupan kolektif. Selama

suatu

bangsa

tidak

dapat

membangun

sistem

kelembagaannya, maka selama itu pula akan terus terperangkap ke dalam krisis. Persoalan institusi adalah faktor yang fundamental dalam kehidupan sosial politik maupun ekonomi. Sistem yang modern memerlukan institusi yang modern pula sehingga fungsi sistem dapat berjalan, dapat memecahkan persoalan persoalan yang ada. Sebagai ilustrasi Rachbini (2006) memaparkan bahwa persoalan

Deleted: Kesenjangan ekonomi menambah krisis dan kecemburuan sosial yang parah. Insitusi pengambilan keputusan yang terindividualisasikan menyebabkan sistem tidak transparan dan penuh penyimpangan. Persoalan di Amerika Latin juga terjebak ke dalam krisis institusi di mana usaha demokratisasi sistem tidak berhasil karena bertabrakan dengan institusi usang yang justru dipakai untuk mendukung sistem ekonomi dan politiknya. Formatted: Font color: Auto, English (U.S.), Character scale: 100%, Not Expanded by / Condensed by Deleted: Secara teoretis, institusi merupakan urat nadi dari suatu sistem atau tatanan sosial politik atau ekonomi. Persoalan pembangunan institusi masih merupakan unsur paling lemah di dalam pemerintahan selama tiga puluh tahun terakhir ini. Budaya politik dan karakter individu berpengaruh besar terhadap institusi sehingga aturan main yang seharusnya, menjadi sulit terwujud. Kelemahan dalam kelembagaan...ini[2] menyebabkan sistem menjadi lemah Formatted: Highlight Formatted: Font color: Auto, English (U.S.), Character scale: 100%, Not Expanded by / Condensed by Deleted: Institusi di sini diartikan sebagai aturan main (rule of the game) dari sistem yang berjalan. Deleted: m

paling mendasar dalam era Orde Baru (Soeharto) adalah campur aduk

Formatted: Font color: Auto, English (U.S.), Character scale: 100%

institusi negara dan swasta yang saling mengotori satu sama lain. Jabatan

Deleted: P

publik, perusahaan, dan yayasan yang dicampur-aduk satu sama lain

Formatted: Font color: Auto, Character scale: 100%, Not Expanded by / Condensed by

mengakibatkan pemegang kekuasaan dan orang-orang yang menjadi pemburu rente ekonomi di sekitarnya menjadi pemenang dan mengambil segala kesempatan dan potensi keuntungan ekonomi maupun sosial secara tidak adil. Contoh paling gamblang dari kerusakan institusional dalam bidang ekonomi politik, antara lain Subordinasi Bank Indonesia (objek KKN), Proteksi Chandra Asri, Keppres tentang Mobnas, Institusi Bulog,

Formatted: Font color: Auto, English (U.S.), Character scale: 100%, Not Expanded by / Condensed by Deleted: (Rachbini, 2006) Deleted: Teori ekonomi kelembagaan baru (new institutional economic) hadir sebagai mazhab ... [3] teori baru karena berbeda dengan Formatted: Font: (Default) Arial, 12 pt, English (U.S.) Formatted: Font color: Auto, Character scale: 100%, Not Expanded by / Condensed by

BPPC (pemasaran cengkeh dan jeruk), dan sebagainya.

Formatted: Swedish (Sweden), Condensed by 0,25 pt Formatted: Right: 0,63 cm

2

B. Kelemahan Pendekatan Ekonomi Murni Dalam

analisis

ekonomi

murni,

semua

masalah

ekonomi

diselesaikan oleh pasar. Upaya untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi dan untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi akan menimbulkan trade-off di antara berbagai alternatif yang ada. Ini berarti bahwa yang timbul kemudian tidak hanya kompetisi, tetapi juga konflik. Sebab, apa pun pilihan yang diambil pasti ada yang diuntungkan dan dirugikan. Model analisis ekonomi murni tidak mempersoalkan motivasi yang ada di belakang aktor yang terkait dalam proses atau peristiwa tertentu.

Deleted: Seperti halnya ilmu ekonomi murni, ilmu ekonomi politik kelembagaan (institutional political economic) juga berangkat dari falsafah dasar ekonomi: kelangkaan dan pilihan. Adanya kelangkaan sumber daya dan keinginan manusia yang tidak terbatas, maka memaksa pelaku-pelaku ekonomi melakukan pilihan. Formatted: Indent: First line: 1,27 cm, Right: 0 cm, Tabs: Not at 16,51 cm Formatted: Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt Deleted: ini

Motivasi diasumsikan cateris paribus, dan ekonom tak mau terlibat dalam analisis tentang motivasi sang aktor. Semua hal yang berasal dari bidang "nonekonomi" (sosial, politik, keagamaan) dianggap telah terberi apa adanya. Dengan cara ini, mereka beranggapan error bisa ditekan. Penjelasan ekonom murni tersebut di atas jelas terlalu menyederhanakan persoalan,

sebab

dalam

kenyataan

faktor-faktor

nonekonomi

ikut

menentukan apa dan bagaimana kegiatan ekonomi dilakukan. Formatted: Font: 4 pt

C. Perbedaan Ekonomi Murni dengan Ekonomi Politik Kelembagaan Ekonomi murni terutama Neoklasik, menganggap ekonomi sebagai cabang ilmu tersendiri dan tidak perlu berkolaborasi dengan disiplin ilmuilmu sosial lain dalam membahas persoalan-persoalan ekonomi, sedang

Formatted: Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt Formatted: Indent: First line: 1,27 cm, Right: 0 cm, Space Before: 0 pt, Pattern: Clear

aliran kelembagaan memanfaatkan hampir semua ilmu sosial dalam membahas dan menganalisis masalah-masalah ekonomi. Jelasnya, pendekatan Klasik lebih bersifat sebagian (particular), sedang pendekatan kelembagaan lebih bersifat komprehensif (holism). Ekonomi murni, terutama dari aliran ekonomi positif, hanya

Formatted: Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

membahas seluk beluk ekonomi pasar (market economy) dengan pendekatan empirikal yang hanya peduli tentang "what is". Di sisi lain, ekonomi politik kelembagaan tidak hanya mengamati peristiwa-peristiwa "apa" saja yang telah terjadi, tetapi juga berusaha menjelaskan "mengapa" dan "bagaimana" peristiwa-peristiwa ekonomi "seharusnya" terjadi. Ekonom Formatted: Right: 0,63 cm

3

murni tidak membahas masalah-masalah yang terkait dengan kelembagaan dan sistem ekonomi politik karena pembahasan yang menyangkut ekonomi normatif tersebut sering emosional, membawa unsur ideologi, terkait dengan nilai-nilai dan norma-norma serta kurang menggunakan rasio. Sebaliknya, pakar-pakar ekonomi politik kelembagaan tidak memperlakukan hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor nonekonomi sebagai sesuatu yang "telah terberi (given)" seperti yang diasumsikan kaum Klasik, melainkan menganggapnya sebagai fenomena yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam pandangan ekonom murni, ilmu ekonomi sebagai sains

Formatted: Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

kebijakan (policy science) senantiasa dihadapkan pada pengambilan keputusan yang terbaik dalam suatu keadaan tertentu. Dalam pendekatan ekonomi murni, yang dianggap mampu mengubah seperangkat pilihan adalah perubahan harga dan pendapatan. Di sisi lain, dalam ekonomi politik

kelembagaan

kegiatan

bersama

yang

mampu

mengubah

aransemen kelembagaan juga dianggap akan mampu mengubah seperangkat pilihan individu. Sesuai cara pandang seperti ini maka ekonomi politik kelembagaan lebih banyak membahas sekumpulan aturan main bagi berbagai pihak yang terlibat. Perbedaan yang lain, antara lain: pendekatan ekonomi murni terlalu

Formatted: Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

bersifat materialistik, sedangkan pendekatan kelembagaan lebih bersifat idealistis; pendekatan ekonomi

murni lebih banyak

mengobservasi

komoditas dan harga-harga, sedangkan pendekatan kelembagaan lebih terfokus pada biaya transaksi dan kebijakan publik; pendekatan ekonomi murni mengasumsikan tujuan individu sebagai kepentingan pribadi, sedang aliran kelembagaan memperhatikan kepentingan pribadi maupun masyarakat luas. Formatted: Font: 4 pt

D. Perlunya Mengembangkan Ekonomi Politik Kelembagaan Ekonomi politik kelembagaan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk pemecahan masalah-masalah ekonomi maupun politik. Pandangan

Formatted: Indent: First line: 1,27 cm, Right: 0 cm, Space Before: 0 pt, Pattern: Clear Formatted: Right: 0,63 cm

4

ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar persoalan ekonomi

Formatted: Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

maupun politik justru berada di luar domain ekonomi dan politik itu sendiri, yaitu

dalam

kelembagaan

yang

mengatur

proses

kerja

suatu

perekonomian maupun proses-proses politik. Studi tentang kelembagaan menempati posisi penting dalam ilmu ekonomi politik karena fungsinya sebagai mesin sosial sangat mendasar.

Formatted: Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

Dikatakan demikian, sebab dalam konteks ekonomi politik, institusi merupakan tulang punggung dari sistem ekonomi politik. Kelemahan dan kekuatan ekonomi dan politik suatu masyarakat dapat dilihat langsung dari kelemahan institusi ekonomi dan politik yang mendasarinya. Oleh karena itu, kita perlu mengembangkan ekonomi politik kelembagaan, sebab baik buruknya

sistem

ekonomi

dan

politik

sangat

tergantung

pada

kelembagaan yang membingkainya (Rachbini, 2001). Formatted: Font: 4 pt

E. Tokoh-tokoh Ekonomi Politik Kelembagaan Pendukung aliran kelembagaan sangat banyak. Dari sekian banyak pendukung tersebut yang dianggap sebagai "Bapak Ekonomi Politik Kelembagaan" adalah kelembagaan

sebagai

Formatted: Indent: First line: 1,27 cm, Right: 0 cm, Space Before: 0 pt, Pattern: Clear

Thorstein Veblen. la lebih melihat

norma-norma

yang

membentuk

perilaku

masyarakat dalam bertindak, baik dalam perilaku mengonsumsi maupun berproduksi. Hal ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan Veblen (1926) tentang kelembagaan, yaitu sebagai: "..settled habits of thought

Formatted: English (U.S.) Deleted: m Formatted: English (U.S.)

common to the generality of men'. Dari

perspektif

sosiologi,

pendekatan

kelembagaan

juga

Formatted: Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Max Weber, Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal. Ketiga tokoh ini lebih tertarik membahas peran wirausahawan dalam industrialisasi dan pembangunan. Topik tentang peran wirausahawan ini tidak dibahas sama sekali dalam perspektif ekonomi politik Liberalisme, baik Liberalisme Klasik maupun Neoklasik. Selain mengkaji peran norma-norma dalam perekonomian dan peran wirausaha dalam industrialisasi, tokoh-tokoh seperti John R.

Formatted: Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

Commons, Ronald Coase, Douglas North, dan Williamson lebih terfokus

Formatted: Right: 0,63 cm

5

pada peran hukum dalam sistem ekonomi politik. Bagi Commons, kelembagaan adalah: "collective action in restraint, liberation, and expansion of individual action', sedang bagi North (1994) kelembagaan diartikan sebagai "humanly devised constraints that shape human interaction". Deleted:

Page Break

Formatted: Right: 0,63 cm

6

BAB II. KEPEMILIKAN DAN EFISIENSI EKONOMI

Pendefinisian, pengalokasian, dan perlindungan tentang hak kepemilikan adalah salah satu isu yang paling rumit yang harus dipecahkan oleh setiap masyarakat. Dalam proses pendefinisian hak-hak kepemilikan, sistem ekonomi harus membuat dua keputusan yang saling terkait. Pertama, untuk memutuskan

Formatted: Font: (Default) Arial, 11 pt, Swedish (Sweden) Formatted: Indent: First line: 1,27 cm, Right: 0 cm, Space Before: 0 pt, Pattern: Clear Formatted: Font: (Default) Arial, 11 pt

distribusi kekayaan: siapa yang semestinya berhak memiliki sumber-sumber ekonomi. Kedua, merujuk pada fungsi alokatif hak-hak kepemilikan, yang memberikan insentif pada pembuat keputusan di dalam sistem ekonomi (Dahlman, 1979). Semua itu terkait dengan efisiensi ekonomi. Formatted: Font: 4 pt

A. Jenis-jenis Kepemilikan Bromley (1989) mencatat empat jenis kepemilikan, yaitu (1) milik negara, (2) milik bersama, (3) milik privat, dan (4) bukan milik siapa siapa. Dari keempat jenis kepemilikan tersebut, hanya kepemilikan oleh privat yang bisa dikonsumsi secara eksklusif dan bisa ditransfer pada

Formatted: Justified, Right: 0,02 cm, Space Before: 0 pt Formatted: Indent: First line: 1,27 cm, Right: 0 cm, Space Before: 0 pt, Pattern: Clear Formatted: Swedish (Sweden), Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

orang lain. Sedangkan sumber daya milik negara dan mi lik bersama, tidak bisa dieksklusifkan pengonsumsiannya pada orang-orang tertentu saja. Milik negara umumnya diperoleh karena kekuasaan. Kalau negara mengatakan bahwa sumber daya (tanah, hutan, laut, sungai, danau maupun segala barang tambang yang ada di p erut bumi) merupakan Deleted: Pemilikan oleh negara sangat kentara dalam sistem ekonomi komando atau komunis.

milik negara, maka jadilah semuanya milik negara. Pengonsumsian barang milik negara umumnya bersifat non-

Deleted:

excludable, yang tidak bisa dikonsumsi secara ek sklusif oleh orang-orang atau pihak-pihak tertentu saja, melainkan dapat dipetik manfaatnya oleh semua warga negara. Barang milik bersama adalah kekayaan milik sekelompok orang yang diwariskan secara turun -temurun, seperti tanah ulayat,

hutan,

perikanan

su ngai/danau,

atau

padang

untuk

menggembalakan ternak milik desa/komunitas. Yang berhak menikmati kekayaan milik bersama terbatas pada anggota kelompok komunitas saja, sedang yang bukan anggota kelompok tidak diperkenankan memetik

Formatted: Swedish (Sweden), Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

manfaat dari kekayaan milik bersama tersebut. Seperti halnya kekayaan Formatted: Right: 0,63 cm

7

milik negara, kekayaan milik bersama juga tidak bisa dieksklusifkan pengonsumsiannya hanya pada orang tertentu saja. Barang bukan milik siapa-siapa adalah sumber daya yang jumlahnya melimpah, dan pengkonsumsian

oleh

seseorang

atau

sekelompok

orang

tidak

menyebabkan berkurangnya manfaat barang tersebut bagi orang lain. B. Kelemahan Pemilikan Melalui Warisan Sebagian besar kekayaan bersama pada awalnya diperoleh melalui kelaziman "siapa yang lebih dulu dia yang berhak" (first occupancy) dan melalui warisan dari nenek moyang. Pemberian hak atas kelaziman first occupancy berlaku mulai dari antrean berobat ke puskesmas atau membeli tiket kereta api hingga pemilikan lahan dan dalam beberapa kasus bahkan

Deleted: Contohnya udara. Siapa pun boleh mengkonsumsi udara sesukanya, sebab berapa pun udara yang dikonsumsinya tidak menyebabkan berkurangnya udara untuk dikonsumsi oleh orang lain. Formatted: Font: 4 pt Formatted: Level 2, Right: 0,02 cm, Space Before: 0 pt Formatted: Indent: First line: 1,27 cm, Right: 0 cm, Pattern: Clear Formatted: Swedish (Sweden), Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

berlaku untuk hak atas daerah jajahan. Kalau Anda datang paling dulu di tempat antrean membeli tiket kereta api maka Anda yang paling berhak dilayani terlebih dahulu. Siapa yang pertama melihat sarang lebah, dia yang paling berhak mengambil madunya. Begitu juga pelaut Portugis yang pertama mendarat di pantai Amerika Selatan yang sekarang disebut Brasil merasa paling berhak atas tanah jajahan tersebut. Argumentasi bagi hak kepemilikan tersebut lemah atas dasar siapa

Formatted: Condensed by 0,15 pt

yang lebih dulu dia yang berhak, karena tidak menjelaskan seberapa besar akuan yang dapat dimiliki secara eksklusif. Misalnya untuk pelaut Portugis yang pertama mendarat di benua Amerika Selatan, berapa luas tanah yang berhak ditempati atau dimilikinya? Hanya di sekitar pantai tempat ia mendarat saja, atau "sejauh mata memandang", atau keseluruhan benua Amerika Selatan? Deleted: ¶

C. Kaitan Kepemilikan dengan Efisiensi Ada kaitan yang sangat kuat antara jenis kepemilikan dengan efisiensi. Menurut Richard Posner (1977), ada tiga kriteria sistem hak-hak kepemilikan yang efisien: (1) universalitas, (2) eksklusivitas, dan (3) dapat

Formatted: Indent: First line: 1,27 cm, Right: 0 cm, Pattern: Clear Formatted: Swedish (Sweden), Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

ditransfer. Yang perlu diatur kepemilikannya adalah barang privat. Barangbarang yang dimiliki secara privat bisa dikonsumsi secara eksklusif dan Formatted: Right: 0,63 cm

8

selain itu dapat pula ditransfer pada orang lain. Kriteria dapat ditransfer sangat erat kaitannya dengan efisiensi, sebab kalau suatu barang yang dimiliki tidak dapat ditransfer, kita tidak mungkin memindahkan sumber daya yang kurang produktif ke yang lebih produktif melalui pertukaran sukarela di

pasar.

Hak-hak

kepemilikan

sebagaimana

dijelaskan

di

atas

mengindikasikan bahwa pasar hanya dapat bekerja secara efisien jika agen-agen yang terdorong memaksimumkan kekayaan bebas melakukan respons terhadap insentif privat untuk mengelola aset-aset yang berharga menurut ke-pentingan pribadinya. Menurut kaum Neoklasik, peran pemerintah diperlukan karena pasar

tidak

bisa

menyelesaikan

semua

masalah

ekonomi

Deleted: Dengan demikian, sesuai pandangan ini, atomisasi aransemen kepemilikan akan mengarahkan kita pada efisiensi ekonomi.

lewat

mekanisme pasar. Dengan adanya intervensi pemerintah diharapkan perekonomian bisa berjalan lebih efisien. Namun ini hanyalah harapan. Dalam praktik bisa dijumpai hal yang sebaliknya. Sehubungan dengan hal ini, Douglas North justru mencatat ada dua alasan mengapa penguasa cenderung menghasilkan hak-hak kepemilikan yang tidak efisien (dalam pengertian tidak meningkatkan output). Pertama, karena adanya kendala kompetitif pada penguasa itu sendiri untuk menegakkan ha hak kepemilikan yang efisien. Sudah bukan rahasia bahwa pada umumnya penguasa cenderung enggan menyerang konstituen yang kuat dan memiliki hubungan dekat dengan penguasa lain yai lebih memiliki kekuasaan. Kedua, walau hak kepemilikan yang efisien mungkin dapat meningkatkan

pendapatan

masyarakat,

di

sisi

lain

dapat

pula

mengakibatkan tidak meningkatkan penerimaan negara. Sebagaimana

Deleted: Sehubungan dengan hal ini, pajak sulit atau tidak bisa ditingkatkan karena tingginya biaya yang diperlukan untuk memonitor, pengukuran dan untuk mengumpulkan penerimaan pajak tersebut. Kalau hal seperti ini terjadi, institusi yang tidak efisien adalah aturan itu sendiri. Formatted: Swedish (Sweden), Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt Formatted: Swedish (Sweden), Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt Formatted: English (U.S.)

ditulis North (1994), "Political entrepreneurs would like economic growth, but

Formatted: Font: 4 pt

constraints seldom make such choices feasible".

Formatted: Justified, Right: 0,05 cm, Space Before: 0 pt

D. Tragedy of the Commons

Formatted: Font: Italic, Finnish, Condensed by 0,45 pt

Menurut Garret Hardin (1968), masyarakat rasional yang dalam setiap

tindakannya

selalu

dilandaskan

pada

kepentingan

pribadi

Formatted: Font: Italic Formatted: Font: 12 pt, Font color: Black, Swedish (Sweden)

cenderung akan mengeksploitasi sumber daya milik bersama secara

Formatted: Indent: Left: 0 cm, First line: 1,27 cm

membabi buta, yang pada gilirannya akan mengancam keberlangsungan

Formatted: Right: 0,63 cm

9

Formatted: Swedish (Sweden)

hidup bersama. Adanya kecenderungan untuk mengeksploitasi sumber daya milik bersama secara membabi buta pertama kali dikemukakan oleh Garret Hardin dalam sebuah artikel yang sangat berpengaruh, The Tragedy of the Commons (1993). Yang lebih parah lagi, barang milik bersama cenderung dieksploitasi tanpa memperhatikan manfaat pada generasi yang akan datang. Sebagaimana dikemukakan oleh Bogason (2000), "Users overuse the resource and thus remove their very basis for making' a living” . Untuk mengantisipasi pengurasan sumber daya milik bersama, perlu menciptakan sebuah institusi untuk aksi kolektif yang dapat mengatur penggunaan sumber daya milik bersama sehingga tidak terkuras habis (Ostrom, 1990). Caranya : (1) penduduk lokal bekerja sama untuk kepentingan bersama tanpa paksaan dari pihak luar, (2) mengubah sistem aturan dalam institusi yang ada untuk pemamfaatan sumberdaya milik besama, (3) mengubah status kepemilikan barang-barang milik bersama

tersebut dengan memberikan hak pengolahan pada orang-

orang atau pihak-pihak tertentu. Institusi yang dimaksud bisa berbentuk norma, konvensi atau hukum; dimana norma dan konvensi dipakai jika

Formatted: Font: 12 pt, Font color: Black, Swedish (Sweden) Deleted: Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa dasar kepemilikan untuk barang-barang milik bersama lemah, sebab barang milik bersama yang diperoleh dari warisan turuntemurun dipertanyakan keabsahannya karena batasan-batasan akuannya kurang jelas. Formatted: Swedish (Sweden), Not Expanded by / Condensed by Formatted: Indent: First line: 1,27 cm, Right: 0 cm, Space Before: 0 pt, Pattern: Clear Deleted: “ Deleted: Adanya kecenderungan untuk mengeksploitasi sumber daya milik bersama secara membabi buta pertama kali dikemukakan oleh Garret Hardin dalam sebuah artikel yang sangat berpengaruh, The Tragedy of the Commons (1993). Menurut Hardin, masyarakat rasional yang dalam setiap tindakannya selalu dilandaskan pada kepentingan pribadi cenderung akan mengeksploitasi sumber daya milik bersama secara membabi-buta, yang pada gilirannya akan mengancam kelangsungan kehidupan bersama. Misalnya nelayan cenderung menangkap ikan yang berukuran besar dan kecil tanpa memperhitungkan manfaat dan ketersediaannya untuk generasi yang akan datang. ¶ ... [4]

jumlah orang (pemilik sumber daya) relatif sedikit, sedangkan jika jumlah

Formatted: Indent: Left: 0 cm, First line: 1,27 cm

orang yang banyak dan wilayah yang luas maka perlu hukum disertai

Formatted: Character scale: 103%, Condensed by 0,35 pt

sangksi yang tegas; serta perlu ada pengawasan.

Formatted: English (U.S.) Formatted: Font: 12 pt

Pandangan senada disampaikan oleh Bogason (2000), di mana

Formatted: Font: 12 pt, Font color: Black, English (U.S.), Condensed by 0,15 pt

untuk mencegah terjadinya "tragedy of the commons', langkah terbaik

Formatted: Font: 12 pt

yang bisa dilakukan pemerintah ialah memberikan hak pada institusi untuk

Deleted: Menurut Ostrom dalam Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective ... [5] (1990), ada alternatif yang Formatted: Indonesian

menetapkan aturan, juga untuk memonitor aturan-aturan dengan efisien, serta memberikan sanksi bagi pelanggar. (Hardin, 1993).

Formatted: Indent: First line: 1,27 cm, Right: 0 cm, Space Before: 0 pt, Pattern: Clear Deleted: Karena perilaku membabibuta cenderung merugikan, perlu aturan yang lebih tegas dan mengikat. ... [6] Formatted: Right: 0,63 cm

10

Daftar Pustaka

Bogason, P. 2000. Public Policy and Local Governance in Postmodern Society. Chetelham. Bromley, D.W. 1989. Economic Interest and Institutions. New York: Basil Blackwell. Dahlman, C.J. 1979. The Problem of Externality. Journal of Law and Economics (22): hal 141-62. Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hardin, G. 1993. "The Tragedy of The Commons", dalam Henderson (1993). North, D. 1990. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. Cambridge: Cambridge University Press. Rachbini, D.J. 2001. Ekonomi Politik Kelembagaan: Mencari Jawaban Krisis Ekonomi dan Politik, dalam Bisnis & Ekonomi Politik, Vol 4(3):1123.

Deleted:

Rachbini, D.J. 2006. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik.Mencari Jawaban Krisis Ekonomi dan Politik, dalam Bisnis & Ekonomi Politik, Vol 4(3):11-23.

Formatted: Swedish (Sweden)

Deleted: Bromley, D.W. 1989. Economic Interest and Institutions. New York: Basil Blackwell¶ ———— 1993. "Institutional Economics", dalam American Economic Review (21): 648-657.¶ Hardin, G. 1993. "The Tragedy of The Commons", dalam Henderson (1993).¶ North, D. 1990. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. Cambridge: Cambridge University Press.¶ Rachbini, D.J. 2001. Ekonomi Politik Kelembagaan: Mencari Jawaban Krisis Ekonomi dan Politik, dalam Bisnis & Ekonomi Politik, Vol 4(3):1123.¶ Rachbini, D.J. 2006. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik.Mencari Jawaban Krisis Ekonomi dan Politik, dalam Bisnis & Ekonomi Politik, Vol 4(3):11-23.¶ Formatted: Swedish (Sweden) Formatted: Font: 12 pt

Formatted: Right: 0,63 cm

11

Page 1: [1] Deleted

ari

9/23/2007 8:57 PM

Dari kacamata kesisteman, lahirnya reformasi bukan karena kehebatan kaum reformis, tetapi karena sistem dan tatanan yang ada sud ah rusak (decay.). Orde Baru sebagai sistem dan tatanan pemerintahan, tidak dapat lagi menahan prosesnya menjadi busuk karena basis kelembagaan yang lemah dan menyimpang dari norma-norma keadilan, keterbukaan, dan demokrasi.. Yang menonjol sekali tidak lain adalah aspek pertumbuhannya, tetapi dimensi keadilan dan strukturnya sangat keropos. Oleh karena itu, pemicu krisis nilai tukar langsung menyebar ke dalam seluruh elemen sistem yang rapuh tersebut yang kemudian muncul sebagai krisis multidimensi. Distorsi tersebut telah menjadi beban sejarah yang kemudian meledak menjadi krisis besar dalam bidang ekonomi dan politik yang awalnya dipicu oleh krisis kurs. Krisis ini tidak hanya terjadi pada bidang ekonomi, melainkan juga pada bidang sosial politik yang inheren berjangkit pada masa pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi korupsi juga nomor wahid. Pejabat-pejabat negara terporosok ke dalam perburuan rente ekonomi bersama-sama swasta sehingga terjadi korupsi dua sisi, pada birokrasi dan swasta terjadi dalam skala yang massif. Hal ini berarti bahwa basis teori-teori rasional dalam bidang ekonomi tidak cukup untuk dapat menjelaskan krisis yang terjadi saat itu. Oleh karena itu, rancangan pembangunan ekonomi tidak bisa dipandang sebelah mata hanya dengan rasionalisasi dan justifikasi indikator-indikator ekonomi saja. Arogansi teknokrat dalam kebijakannya selama

ini

tidak

bisa

lagi diteruskan dengan semata-mata hanya

menyerahkan krisis ini kepada pasar, tetapi juga penting kehadiran institusi negara pada saat pasar lemah dan distortif. Page 2: [2] Deleted

ari

9/23/2007 9:03 PM

Secara teoretis, institusi merupakan urat nadi dari suatu sistem atau tatanan sosial politik atau ekonomi. Persoalan pembangunan institusi masih merupakan unsur paling lemah di dalam pemerintahan selama tiga puluh tahun terakhir ini. Budaya politik dan karakter individu berpengaruh besar terhadap institusi sehingga aturan main yang seharusnya, menjadi sulit terwujud. Kelemahan dalam kelembagaan ini menyebabkan sistem menjadi lemah dan tidak cukup kuat menahan gejolak ekonomi dan politik. Penyakit kelemahan institusi ini berjangkit

terus dari rezim ke rezim sehingga sistem ekonomi politik yang kuat tidak dapat diwujudkan dengan baik. Page 2: [3] Deleted

ari

9/23/2007 9:09 PM

Teori ekonomi kelembagaan baru (new institutional economic) hadir sebagai mazhab teori baru karena berbeda dengan ekonomi kelembagaan lama, yang dikembangkan oleh Veblen dan John Commons. Dasar dari pengembangan mazhab ini tetap pada teori institusi lama, tetapi penjelasan terhadap institusi yang ada, berfungsi dan bekerja didasarkan pada kerangka pemikiran teori ekonomi neoklasik dengan beberapa asumsi dan memasukkan institusi sebagai tambahan keterbatasan. Ekonomi kelembagaan baru merupakan perpaduan dari pemikiran ekonomi kelembagaan lama (old institutionalist school) dan pemikiran ekonomi neoklasik. Kelembagaan merupakan bagian tidak terpisahkan dari kegiatan ekonomi karena eksistensi aturan formal dan informal ada dan hidup di dalam organisasi ekonomi. Ekonomi kelembagaan baru mencakup berbagai teori penting, utamanya teori pilihan publik dan ekonomi politik yang mentrans-formasikan teori ekonomi ke dalam sistem politik atau pengambilan keputusan bukan pasar Teori pilihan publik telah berhasil membuat kerangka dasar untuk melihat perilaku politik dari aktor-aktor di dalam sistem politik yang bertindak rasional dengan kepentingannya sesuai peran yang dimainkannya Menurut Aoki (2001), institusi memiliki tiga unsur penting, yang saling terkait satu sama lain meliputi : 1. Aturan main (rules of the game) 2. Pelaku (players of the game) 3. Strategi keseimbangan dalam permainan (equilibrium strategies of the game) Aturan main merupakan unsur paling penting di dalam institusi karena semua ada di dalam kerangka kesepakatan bersama di mana tindakan dan perilaku harus sesuai dengan aturan main tersebut. Unsur kedua adalah pelaku yang terlibat dan berpartisipasi di dalam kerangka institusi tersebut, baik di dalam masyarakat maupun

organisasi. Yang tidak kalah pentingnya adalah strategi keseimbangan dalam permainan karena institusi datang untuk mengatur kebersamaan dalam keseimbangan yang teratur.

Page 10: [4] Deleted

ari

9/23/2007 9:29 PM

Adanya kecenderungan untuk mengeksploitasi sumber daya milik bersama secara membabi buta pertama kali dikemukakan oleh Garret Hardin dalam sebuah artikel yang sangat berpengaruh, The Tragedy of the Commons (1993). Menurut Hardin, masyarakat rasional yang dalam setiap tindakannya selalu dilandaskan pada kepentingan pribadi cenderung akan mengeksploitasi sumber daya milik bersama secara membabi-buta, yang pada gilirannya akan mengancam kelangsungan kehidupan bersama. Misalnya nelayan cenderung menangkap ikan yang berukuran besar dan kecil tanpa memperhitungkan manfaat dan ketersediaannya untuk generasi yang akan datang. Pada tahun 1974, masyarakat Amerika untuk pertama kalinya menyaksikan ilustrasi "tragedy of the commons" dalam bentuk foto-foto satelit permukaan bumi yang memperlihatkan bintik-bintik hitam yang tidak teratur pada sebuah areal seluas 390 mil persegi. Dari investigasi pada ground level, terungkap bahwa di areal yang berpagar banyak terdapat rumput, sedangkan di areal yang tidak berpagar permukaan bumi kering kerontang. Mengapa demikian? Ternyata areal yang berpagar adalah areal pelepasan ternak milik privat, terdiri dari lima bagian yang dipakai dengan pola bergilir. Waktu rumput di lokasi pertama habis ternak dipindahkan ke lokasi kedua, ketiga, dan seterusnya. Dengan pola bergilir ternak bisa dapat rumput sepanjang tahun. Page 10: [5] Deleted

ari

9/23/2007 9:31 PM

Menurut Ostrom dalam Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective Action (1990), ada alternatif yang dapat ditempuh, antara lain dengan berupaya menciptakan sebuah institusi untuk aksi kolektif yang dapat mengatur penggunaan atau pemanfaatan sumber daya milik bersama sehingga tidak terkuras habis. Sehubungan dengan hal ini penduduk lokal bisa bekerja sama untuk kepentingan bersama tanpa unsur paksaan dari pihak luar. Cara lain

yang dapat ditempuh ialah dengan mengubah sistem aturan dalam institusi yang ada untuk mengatur pemanfaatan sumber daya milik bersama, seperti menutup akses pada orang luar (atau orang baru) untuk ikut meng-eksploitasi sumber daya tersebut. tur pemanfaatan sumber daya milik bersama oleh penduduk lokal, terkait dengan "permintaan" dan "penawaran". Page 10: [6] Deleted

ari

9/23/2007 9:26 PM

Karena perilaku membabi-buta cenderung merugikan, perlu aturan yang lebih tegas dan mengikat. Lebih jelas, jika jumlah yang akan diatur semakin banyak, sedangkan tenaga pengatur terbatas, perlu hukum disertai sanksi yang tegas. Mengingat rumitnya persoalan dalam penegakan institusi dan pengawasan ini, maka perlu mengubah status kepemilikan barang-barang milik bersama tersebut dengan memberikan hak pengelolaan pada orang-orang atau pihak-pihak tertentu. Tanpa ada hak pengelolaan, maka tidak ada insentif untuk meningkatkan efisiensi dan pembelajaran

EKONOMI POLITIK KELEMBAGAAN

KELEMAHAN PENDEKATAN EKONOMI MURNI Ilmu Ekonomi Politik Kelembagaan berangkat dari falsafah dasar ekonomi: kelangkaan dan pilihan (sama seperti ilmu ekonomi murni). Adanya kelangkaan sumber daya disatu pihak dan keinginan manusia yang tidak terbatas di pihak lain memaksa pelaku-pelaku ekonomi melakukan pilihan, dan apapun pilihan yang diambil pasti ada yang diuntungkan dan dirugikan. Apa dan bagaimana pilihan diambil, tidak bisa diselesaikan dengan mekanisme pasar, sebab terkait dengan lembaga-lembaga dan sistem politik yang dianut. Yang menentukan hubungan antara mereka yang memiliki kekutan politik dengan yang kurang atau tidak memiliki kekuatan, dan menentukan hubungan antara penguasa dengan masyarakat. Jadi selain membentuk hubungan kekuasaan, sistem politik menentukan adanya nilainilai dan norma-norma dalam menentukan kegiatan ekonomi dalam masyarakat. Kelembagaan berfungsi sebagai aransemen berdasarkan konsensus atau pola tingkah laku dan norma yang disepakati bersama atau sebagai konvensi yakni sebagai aturan dan pemberian hak dengan tegas memberi naungan dan sanksi terhadap individu-individu atau kelompokkelompok dalam menentukan pilihannya. Kelemahan ekonomi murni adalah tidak memberikan motivasi yang ada di belakang aktor yang terkait dalam proses atau peristiwa tertentu. Motivasi diasumsikan sebagai cateris paribus, dan ekonom tidak mau terlibat dalam analisis tentang motivasi tersebut. Semua hal nonekonomi dianggap telah terberi, dan error bisa ditekan. Padahal faktor-faktor non-ekonomi ikut menentukan apa dan bagaimana kegiatan ekonomi dilakukan. Hal ini menghantarkan pakar sosial politik tidak setuju dengan teori-teori dan konsep-konsep ekonomi politik yang dikembangkan kaum Klasik dan Neo klasik dan mengembangkan paradigma baru yakni ekonomi politik kelembagaan.

Perbedan Ekonomi Murni dan Ekonomi Politik Kelembagaan adalah sebagai berikut: 1

1. Ekonomi Murni terutama Neoklasik menganggap ekonomi sebagai cabang ilmu tersendiri dan tidak perlu berkolaborasi dengan disiplin ilmu-ilmu sosial

dalam

membahas

(bersifatsebagian/particular),

sedang

persoalan-persoalan Ekonomi

Politik

ekonomi Kelembagaan

memanfaatkan hampir semua ilmu sosial bersifat komprehensif/holism) 2. Ekonomi Murni (aliran ekonomi positif) hanya membahas seluk-beluk ekonomi pasar dengan pendekatan empirikal yang hanya peduli tentang ” apa” ,sedangEkonomiPol i t i kKel embagaanmenj el askanapay angt er j adi , mengapa dan bagaimana peristiwa-peristiwa ekonomi seharusnya terjadi 3. Ekonomi Murni tidak mau mau terlibat dalam masalah-masalah yang terkait dengan kelembagaan dan sistem ekonomi karena pembahasan menyangkut ekonomi normatif sering emosional dan tidak rasional, sedang Ekonomi Politik Kelembagaan tidak memperlakukan hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor nonekonomi sebagai sesuatu yang terberi (given) melainkan menganggapnya sebagai fenomena yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat 4. Ekonomi Murni memandang ilmu ekonomi sebagai sains kebijakan yang dihadapkan pada pengambilan keputusan dan yang dianggap mampu mengubah seperangkat pilihan adalah perubahan harga dan pendapatan, sedang dalam Ekonomi Politik Kelembagaan kegiatan bersama yang mampu mengubah aransemen kelembagaan dan seperangkat pilihan individu (lebih banyak membahas sekumpulan aturan main bagi brbagai pihak yang terlibat 5. Pendekatan Ekonomi Murni

terlalu bersifat materialistik lebih banyak

mengobservasi komoditas dan harga-harga, sedangkan pendekatan kelembagaan lebih bersifat idealistis yang terfokus pada biaya transaksi dan kebijakan publik 6. Ekonomi Murni mengasumsikan tujuan individu sebagai kepentingan pribadi, sedang aliran kelembagaan beranggapan selain kepentingan pribadi juga harus memperhatikan kepentingan orang lain (masyarakat luas) Perlunya Mengembangkan Ekonomi Politik Kelembagaan adalah sebagai berikut:

2

1. Ekonomi Politik Kelembagaan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk pemecahan masalah ekonomi maupun politik, karena sebagian besar persoalan ekonomi maupun politik berada diluar domain ekonomi dan politik itu sendiri, yaitu dalam kelembagaan yang mengatur proses kerja suatu perekonomian maupun proses-proses politik 2. Kelembagaan menempati posisi penting dalam ilmu ekonomi politik karena fungsinya sebagai mesin sosial sangat mendasar dan institusi merupakan tulang punggung dari sistem ekonomi politik, baik buruknya sistem ekonomi politik sangat tergantung pada kelembagaan yang membingkainya (Rachbini, 2001).

TOKOH-TOKOH EKONOMI POLITIK KELEMBAGAAN Dapat dibedakan atas beberapa aliran: 1. Aliran yang lebih melihat kelembagaan sebagai norma-norma yang membentuk perilaku masyarakat dalam bertindak mengonsumsi maupun berproduksi. Tokoh dalam aliran ini adalah  THORSTEIN VEBLEN (1926) yang dianggap sebagai Bapak Ekonomi Politik Kelembagaan Mendefinisikan institusi sebagai keadaan dan lingkungan yang mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku ekonomi masyarakat. Institusi tidak diartikan dalam pengertian fisik tetapi pada nilai, norma, kebiasaan, budaya yang sudah melekat dalam masyarakat sehingga mudah diprediksi, lebih stabil dan dapat diaplikasikan pada situasi berulang. Hal ini diketahuinya pada perubahan perilaku masyarakat Amerika dalam mengkonsumsi dan berproduksi yang semakin beralih dari yang sebelumnya wajar mengarah pada perilaku yang tidak wajar yang disebutnya sebagai conspicuous consumption. Hal ini sangat tampak pada golongan orang kaya baru (nouve riche) yang sangat materialistis dengan menganggap uang adalah segala-galanya. Veblen lebih lanjut menguraikan beberapa hal sebagai berikut: 1. mengkritik

pilar

utama

ekonomi

Neoklasik

terutama

hukum

permintaan Marshallin yang mengatakan bahwa konsumsi lebih ditentukan oleh harga, makin rendah harga masin banyak orang yang 3

mengkonsusmi. Ternyata terdapat perubahan perilaku mengkonsumsi sekelompok orang yang tidak rasional, yang justru tertarik membeli sesuatu barang karena harganya mahal 2. menyerang asumsi kaum Marginalis tentang kecenderungan ekonomi pada

keseimbangan

sebenarnya

adalah

tidak

ada,

sebab

perekonomian selalu berubah, keseimbangan hanyalah mimpi para ekonom Neoklasik 3. perilaku pengusaha dalam mencari laba dahulu adalah dengan kerja keras dan investasi masuk dengan pola Production for use namun sekarang berubah lewat trik-trik licik dan investasi masuk lewat pasar modal dengan pola produktion for profit 4. orang-orang yang bermain di pasar modal pada umumnya tidak terlibat aktif dalam kegiatan produksi bahkan mungkin tidak paham dengan selukbeluk proses produksi, namun justru memperoleh laba paling besar dan ini dikategorilan sebagai pengusaha absentee ownership. Dimana pengusaha ini tak segan-segan menjadi pengusaha predator yang mematikan lawan, dan pada umunya enggan mengikuti aturan permainan melainkan menjadi mempermainkan peraturan 5. Kapitalis bukanlah musuh dan buruh bukanlah pahlawan, yang berperan sebagai orang jahat adalah pebisnis atau manajer, sedang orang baik adalah para insinyur, yang terdorong untuk menciptakan, memperbaiki

dan

menghasilkan

sedangkan

pebisnis

tidaklah

memperhatikan hal ini 6. Orang-orang pemerintah banyak bertindak sebagai pengganggu ketimbang menyelesaikan masalah (pandangan yang sama dengan Adam Smith) Dari kejadian-kejadian di atas Veblen menganjurkan agar para ekonom untuk bertukar pendapat dan bekerja sama dengan pakarpakar soaial (sosiolog, antropolog dan psikolog)

2. Aliran yang menitikberatkan peran wirausahawan dalam industrialisasi dan pembangunan. Tokohnya adalah:  MAX WEBER 4

 JOSEPH SCHUMPEN  GUNNAR MYDAL Para tokoh ini membahas wirausahawan merupakan tokoh utama dalam industrialisasi

dan

modernisasi.

Dalam

kajian

ekonomi

politik

kelembagaan , variabel dan parameter ekonomi hanya merupakan hasil dari tindakan-tindakan sejumlah aktor yang berada di belakang suatu peristiwa

ekonomi

Yang

menggerakan

kegiatan

investasi

yaitu

wirausahawan, serta didukung oleh situasi umum sosial politik yang memungkinkan munculnya peluang aktor tersebut. Selanjutnya menurut Weber,jiwa wirausaha ini tidaklah dimiliki oleh semua kelompok masyarakat melainkan tercipta dalam masyarakat tertentu saja yakni Eropa Barat,dan Amerika Utara dan terutama pada kelompok Protestan sedangkan masyarakat lainnya jiwa wirausahanya sangat kurang. Dan pernyataan ini mendapatkan kritik keras dari pakar pembangunan di Negara-Negara Timur. 3.

Aliran yang memfokuskan pada peran hukum dalam sistem ekonomi politik Tokohnya adalah  JOHN R.COMMONS  RONALD COASE  DOUGLAS NORTH  WILLIAMSON Menurut para tokoh tersebut bahwa ekonomi pasar tidak tercipta dengan sendirinya, karena memerlukan adanya prasyarat tegaknya suatu institusi yang dapat mengatur pola interaksi beberapa aktor dalam suatu arena transaksi yang disepakati bersama. Kelembagaan dari sisi hukum menentukan dan atau mewarisi transaksi terutama melalui aturan main yang berlaku, sekaligus mengatur kelompok atau agen ekonomi untuk mewujudkan kontrol kolektif terhadap transaksi. Tanpa kehadiran institusi, biaya transaski menjadi tinggi, dan pelaku ekonomi akan menghadapi resiko penipuan, pemerasan, ancaman fisik, dan bentukbentuk ketidakpastian lainnya.

5

Yang mengkaitkan kelembagaan dengan aspek legalsitik untuk pertama kalinya adalah JOHN R.COMMONS (1961) yang memberi istilah dengan Working Rules. Kemudian dikembangkan oleh RONALD COASE (menerima nobel tahun 1991) yang mengembangkan metodologi biaya transaksi dan hak kepemilikian dalam struktur kelembagaan dan proses kerja sebuah perekonomian, dan juga intens membahas peran hukum yang terkait dengan hak-hak kepemilikan. Selanjutnya

DOUGLAS

NORTH

(menerima

nobel

tahun

1993)

menyimpulkan kelembagaan adalah aturan-aturan dan norma-norma yang tercipta dalam masyarakat yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana tugas dan kewajiban yang harus dilakukan atau tidak dilakukan . Institusi dianalogkan sebagai aturan permainan, sedangkan organisasi adalah tempat bermain bagi sekumpulan orang. Pasar hanya dapat bekerja dengan efektif bila ditopang oleh institusi yang tepat, dan adanya institusi akan mengurangi unsur ketidakpastian. Ada dua unsur prilaku manusia yang sangat penting dalam permodelan institusi yaitu: 1. Motivasi, Motivasi lebih dari sekedar pemenuhan kepentingan pribadi dan berusaha

memaksimumkan

kesejahteraan

sebagaimana

yang

disinyalir kaum Neoklasik, manusia tidak semta-mata digerakkan oleh motif keuntungan pribadi, tetapi didorong oleh prinsip altruisme (mementingkan kepentingan orang lain)

2. upaya menjinakkan lingkungan sehiggga kita dapat dengan lebih mudah menghubungkan pilihan-pilihan dengan hasil Sedang upaya menjinakkan lingkungan terkait dengan kegiatan menghubungkan pilihan dengan hasil, kelembagaan berperan menderivasikan persepsi subjektif dari realita menjadi pilihan

INSTITUSI DAN PEREKONOMIAN Dalam

sebuah

sisitem

perekonomian

yang

didasarkan

pada

kepentingan pribadi, mekanisme harga dan pasar bebas, seharusnya 6

dipahami dengan hal-hal terkait dengan hak kepemilikan dan penggunaan kekayaan. Dalam ekonomi liberal (klasik maupun Neoklasik) tidak ada pembahasan tentang hal tersebut. Kalaupun ada hak kepemilikan dan penggunaan kekayaan tersebut diperlakukan sebagai suatu konstanta yang tidak aktif berfungsi menjelaskan kegiatan alokatif. Para pakar ekonomi murni menganggap bahwa hukum dan aturan tentang hak kepemilikan dan penggunaan kekayaan sebagai suatu hal yang penting, tetapi semua itu di luar struktur ekonomi, selain sebagai variable eksogen yang terletak di luar model dan juga dalam analisis diasumsikan tidak berubah dalam jangka panjang. Seiring semakin populernya paradigma ekonomi politik kelembagaan, maka perhatian ekonomi terhadap peran dan fungsi kelembagaan sudah semakin meningkat.

Peran kelembagaan menurut Ekonom Peran kelembagaan menurut Ekonom Caporaso dan Levine (1993) membedakan atas dua kelompok aliran yakni: 1. Aliran Institusi sejarah -

Institusi dilihat dari sisi struktur, dimana perilaku individu dipengaruhi oleh konteks yang lebih luas (ekonomi, sosial dan politik)

-

Institusi berperan sebagai variable eksogen yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar model

-

Mempelajari kelembagaan untuk memahami signifikasi institusi bagi perilaku alokatif yang diperoleh dengan mengeksplorasi

perbedaan

insentif dari institusi-institusi yang berbeda -

Untuk itu para ekonom ada yang melakukan penelitian empiris seperti Douglas North (1981-1984), Margareth Levi (1988), Mancur Olson (1965, 1982), dan Robert Bates (1981, 1982, 1988) dan juga ada yang melakukan tugas analistis seperti William Riker, Norman Schofield serta Shepsle dan Weingast

2. Aliran institusi rasional -

Menekankan pada peran agen

7

-

Institusi berperan sebagai variable endogen, dimana perilaku lebih ditentukan oleh motivasi dan kemampuan aktor untuk berbuat yang relative lebih independent dari struktur

-

Institusi sebagai variable endogen berusaha mengangkat staus teoritis dari istitusi dengan mengesernya ke sisi sebelah kiri persamaan eksplanatori

-

Institusi berubaha menjadi objek pilihan, menjadi argumen dalam fungsi-fungsi utilitas danb menjadi outpu yang akan dijelaskan

-

Upaya tersebut terlihat dari karya-karya North dan Thomas (1973), North (1978, 1981, 1984), Levi (1988), Basu, Jones dan Schilicht (1984)

Upaya menjadikan institusi sebagai variable endogen berbeda antara ekonomi politik Marxian dengan ekonomi politik kelembagaan, yakni: -

ekonomi politik Marxian: motor perubahan institusi dalam tensi dialektik

antara

kekuatan-kekuatan

produksi

dan

hubungan-

hubungan produksi; -

ekonomi politik kelembagaan

lebih fokus pada institusi-institusi

sebagai respons organisasional, prosedural, dan aturan-aturan terhadap ekonomisasi dalam biaya transaksi dan dalam upaya memperoleh keuntungan dari inovasi dalam aktivitas produksi dan pertukaran.

Kelembagaan dan Pasar Menurut Caporaso dan Levine (1993), ada tiga bentuk kaitan antara institusi dengan pasar, yakni: 1. Pasar sebagai institusi -

Pasar adalah tempat bertemunya calon pembeli dan calon penjual

-

Pasar sebagai hasil dari sekian transaksi

-

Pasar sebagai metafora untuk sekian banyak persetujuan pertukaran. Apa objek yang dipertukarkan, bagaimana kondisi pertukaran yang disetujui, dan apa yang dapat dilakukan pihak-pihak yang bertransaksi semuanya diatur dalam kontrak

2. institusi biasanya membatasi ruanglingkup pertukaran pasar 8

-

karena alasan moral beberapa objek tidak dapat dipertukarkan atau diperjualbelikan misalnya pelarangan menjual anak yang mungkin dari sisi ekonomi menguntungkan namun dari sisi moral tidak

-

pelarangan

berbagai

macam

pertukaran

tertentu

jelas

akan

mempengaruhi alokasi pasar yang berakibat pasar terkekang dan potensi keuntungan dari perdagangan menjadi hilang 3. institusi- institusi politik biasa dimanfaatkan untuk mengubah insentif yang mendasari pertukaran pasar -

Terkadang aturan-aturan politik hanya sebagai saluran aktivitas ekonomi belaka dari suatu sektor ekonomi ke yang lainnya

-

Ada tindakan politik yang berdampak posisitf bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat tetapi ada pula yang justru berdampak negatif bagi perekonomian, misalnya regulasi menyebabkan industri beroperasi dalam biaya tinggi

-

Perekonomian yang sehat memerlukan landasan hukum yang sehat, yang memberikan struktur terprediksi dimana aktivitas pertukaran terjadi, berlangsung, dan berkembang, baik perekonomian yang diorganisisr pemerintah maupun swasta

-

Ketika pasar gagal pemerintah berperan penting, namun pemerintah juga bisa mengalami kegagalan (sifatnya nonpasar)

9

LATAR BELAKANG

Kelemahan Pendekatan Ekonomi Murni Ilmu ekonomi politik kelembagaan (institutional political economic) berangkat dari falsafah dasar ekonomi, yakni kelangkaan dan pilihan. Sistem politik menentukan hubungan kekuasaan dalam masyarakat, norma/nilai menentukan berbagai kegiatan ekonomi yang harus dilakukan dan kelembagaan sebagai aturan dan pemberian hak memberi naungan dan sanksi terhadap individu/kelompok dalam menentukan pilihannya. Kelemahan ekonomi murni yang dikembangkan kaum Klasik dan Neoklasik adalah karena model ini tidak mempersoalkan adanya motivasi dari pelaku kegiatan ekonomi, motivasi dianggap cateris paribus dan semua y ang si f at ny a” nonekonomi ”adal ah ” given” , sehingga mereka beranggapan error akan bisa ditekan. Karena ditemukan berbagai kelemahan dalam konsep-konsep ekonomi politik yang dikembangkan kaum Klasik dan Neoklasik, banyak pakar sosial-politik mengembangkan paradigma baru yang dikenal dengan ekonomi politik kelembagaan.

Perbedaan Ekonomi Murni dengan Ekonomi Politik Kelembagaan

Pembahasan persoalan ekonomi Cara pandang terhadap peristiwa ekonomi (ekonomi pasar) Anggapan terhadap faktor nonekonomi

Ekonomi Murni Menganggap ekonomi sebagai cabang ilmu tersendiri, tidak perlu berkolaborasi dengan ilmuilmu sosial lainnya, bersifat sebagian (particular)

Ekonomi Kelembagaan Memanfaatkan hampir semua ilmu sosial, pembahasan dilengkapi analisis, bersifat komprehensif (holism) Menjelaskan, menganalisa memberi solusi

dan

- Terberi/given - Cenderung bersifat emosional-kurang rasional

Fenomena yang tumbuh berkembang di masyarakat

dan

Sekedar mengamati

Faktor yang mampu mengubah seperangkat pilihan individu Pendekatan

- Perubahan harga - Pendapatan

Faktor yang dapat mengubah aransemen kelembagaan

Bersifat materialistik

Fokus

Komoditas dan harga-harga

Asumsi

Mengasumsikan tujuan individu sebagai kepentingan pribadi

Bersifat idealistis Biaya transaksi dan kebijakan publik Selain kepentingan pribadi harus juga memperhatikan kepentingan orang lain/masyarakat

1

Perlunya Mengembangkan Ekonomi Politik Kelembagaan Ekonomi politik kelembagaan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk pemecahan masalah ekonomi dan politik karena sebagian besar sumber masalah ekonomi dan politik berada diluar domain ekonomi dan politik itu sendiri, yaitu dalam kelembagaan yang mengatur proses kerja suatu perekonomian maupun proses politik. Dalam konteks ekonomi politik, institusi merupakan tulang punggung dari sistem ekonomi politik karena baik buruknya sistem sangat tergantung pada kelembagaan yang membingkainya (Rachbini, 2001).

Tokoh-Tokoh Ekonomi Politik Kelembagaan Analisis institusional berakar pada disiplin ilmu ekonomi, sosiologi dan politik. Analisis institusional muncul akhir abad ke-19. Pada saat itu banyak sitem-sistem kelembagaan berubah terutama dengan terciptanya konstitusi-konstitusi demokratis yang lebih formal. Di negara-negara Eropa, hukum dijadikan instrumen untuk pemegang kekuasaan dan warga negara untuk melindungi diri mereka dari kekuasaan negara (Bogason, 2000). Tokoh-tokoh yang mendukung aliran ekonomi politik kelembagaan antara lain : 1. Thorstein Veblen,1857-1929 (Peran Nilai-nilai dan Norma-norma) Vebl endi kenalsebagai‘ BapakEkonomiPol i t i kKel embagaan’ ,dia mengembangkan ajaran Karl Marx. Veblen menyatakan bahwa keadaan dan

lingkungan

sangat

berpengaruh

terhadap

perilaku

ekonomi

masyarakat. Perilaku masyarakat bisa berubah menyesuaikan lingkungan dan keadaan. Keadaan dan lingkungan ini oleh Veblen disebut dengan ‘ i nst i t usi ’ ,y ai t u nilai, norma, kebiasaan, budaya yang melekat dan mendarah daging di masyarakat. Hal ini bisa dilihat dalam kegiatan ekonomi, misalnya perubahan perilaku masyarakat Amerika Serikat (AS) dalam mengkonsumsi dan berproduksi, dimana ada yang wajar dan ada juga yang melebihi batas kewajaran.

2

Dalam buku ‘ The Theor y of Lei sur e Cl ass’(1899), Veblen menjelaskan kehidupan masyarakat AS yang materialistis, suka pamer keberhasilan, menganggap

barang uang

mewah

adalah

dan

bersenang-senang.

segala-galanya.

Perilaku

Mereka

conspicuous

consumption ini menurut Veblen didorong oleh sikap emosional. Hal ini bertentangan dengan asumsi teori ekonomi liberal Klasik dan Neoklasik yaitu orang bertindak rasional dalam mengkonsumsi. Dari kasus ini, Veblen mengemukakan bahwa ada sekelompok orang yang tidak rasional dengan membeli barang yang harganya mahal. Ini merupakan kritik terhadap teori ekonomi Neoklasik, khususnya hukum Marshallian yang mengatakan bahwa konsumsi ditentukan oleh harga. Selain konsumsi, Veblen juga membahas perilaku pengusaha dalam mencari laba, seperti ditulisnya dalam ‘ Absent ee Owneshi p and Busi ness Ent er pr i se’(1923). Buku itu menjelaskan bahwa dulu laba diperoleh dengan kerja keras, namun sekarang diperoleh melalui trik-trik licik. Dul ui nv est asimasukke‘ production for use’ ,kesekt orr i i l ,namun sekarang masuk lewatpasarmodaldenganpol a‘ production for profit’ . Untuk memperoleh laba yang besar, pengusaha tidak segan menjadi predator bagi yang lain. Mereka t i dakmengi kut i‘ at ur anper mai nan’t et api mer ek abi as a‘ memper mai nk anper at ur an’ . Veblen percaya pada dorongankr eat i fdani nst i ng’ workmanship’ , meskipun sudah memudar karena conspicuous consumption dan conspicuous

leisure

telah

menjangkiti

masyarakat.

Veblen

tidak

menganggap kapitalis sebagai musuh dan buruh bukan pahlawan sebagaimana analisis perjuangan Karl Marx. Baginya, yang berperan sebagai‘ or ang j ahat ’adal ah pebi sni s/ manaj erdan ‘ or ang bai k’adal ah para insinyur, karena dalam dunia modern hanya insinyur yang terdorong untuk menciptakan, memperbaiki, dan menghasilkan. Veblen memandangi sinis terhadap masyarakat yang angkuh dan pebisnis yang menghalalkan segala cara untuk mendapat laba yang besar. Pandangan Veblen tentang peran pemerintah dituangkan dalam 3

buku ‘ The Theory of Business Enterprise’( 1904) .Vebl en memandang pemerintah sebagai pihak yang lebih banyak bertindak sebagai ‘ pengganggu’ket i mbang‘ peny el esai ’masal ah. Untuk memperbaiki teori-teori ekonomi, Veblen menganjurkan para ekonom untuk bertukar pendapat dan bekerjasama dengan pakar sosial, sosiolog, antropolog dan psikolog. 2. Max Weber, Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal (Peran Wirausahawan) Ketiga tokoh ini membahas peran wirausahawan dalam proses industrialisasi. Menurut mereka, tindakan manusia (termasuk tindakan ekonomi) bukan semata-mata hasil proses kalkulasi individu-individu yang otonom dan terjadi di ruang hampa, melainkan berlangsung dalam jaringan-jaringan relasi sosial dan institusional. Mereka bekerjasama dengan sosiolog, antropolog atau ahli politik untuk dapat menerangkan hubungan antara lembaga ekonomi, sistem ekonomi, nilai-nilai dan norma-norma dengan berbagai peristiwa ekonomi yang tidak terlepas dari sistem politik, struktur sosial atau kultur budaya masyarakat. Tokoh-tokoh ini juga mempelajari peran negara dalam proses pembangunan ekonomi jangka panjang, sistem ekonomi yang melibatkan ideologi, masalah keterbelakangan ekonomi negara berkembang, serta berusaha

memahami dan menjelaskan struktur dibelakang berbagai

aktivitas ekonomi atau kegiatan perusahaan. Variabel dan parameter ekonomi hanya merupakan hasil dan tindakan-tindakan sejumlah aktor dibelakang suatu peristiwa ekonomi. Weber mengemukakan contoh proses industrialisasi di Eropa Barat bukan sekedar hasil penanaman modal di sektor-sektor ekonomi saja, tetapi merupakan kulminasi dari munc ul ny agol ongan‘ k api t al i s’ . 3. John R.Commons, Ronald Coase, Douglas North dan Williamson (Peran Hukum) Tokoh-tokoh ini membahas sistem ekonomi politik dari sudut hukum yang membingkai sistem ekonomi politik tersebut. Kelembagaan dari sisi hukum menentukan dan/atau mewarnai transaksi, terutama

4

melalui aturan main yang berlaku, sekaligus juga mengatur kelompok atau agen ekonomi untuk mewujudkan kontrol terhadap transaksi. Tanpa kehadiran institusi, biaya transaksi menjadi tinggi, pelaku ekonomi menghadapi resiko penipuan, pemerasan, ancaman fisik dan bentukbentuk ketidakpastian. Commons merupakan orang pertama yang memperkenalkan ‘ working rules’y angmengaitkan kelembagaan dengan aspek legalistik, sedangkan Coase intens membahas peran hukum yang terkait dengan hak-hak kepemilikan. North menolak anggapan bahwa pasar adalah satu-satunya penggerak roda ekonomi sebab peran institusi (ekonomi maupun politik) juga tidak kalah pentingnya di dalam pembangunan. Aturan-aturan dan norma-norma dalam masyarakat menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana tugas dan kewajiban yang harus dilakukan atau tidak dilakukan. Pelaku ekonomi boleh saja memaksimumkan sesuatu, namun upaya-upaya agen-agen ekonomi tersebut tidak hanya dibatasi oleh sumberdaya, teknologi dan preferensi-preferensi, tetapi juga oleh institusi-institusi yang ada dan berlaku di masyarakat. Pandangan North ini berbeda dengan Veblen. Veblen mengartikan institusi sebagai normanorma, nilai-nilai, tradisi dan budaya, sedangkan North mengartikannya sebagai peraturan perundang-undangan berikut sifat-sifat memaksa dari peraturan-peraturan

tersebut

serta

norma-norma

perilaku

yang

membentuk interaksi antara manusia secara berulang-ulang. Institusi yang baik akan dapat menyelesaikan masalah koordinasi dan produksi yang terkait dengan motivasi para aktor, lingkungan dan kemampuan pemain dalam menjinakkan lingkungan Institusi

selain

dipandang

sebagi

aturan

permainan,

juga

merupakan fondasi utama sistem modern. Baik dan buruknya sistem ekonomi

dan

politik

sangat

ditentukan

oleh

peran

dan

fungsi

kelembagaan yang membingkainya. Menurut North (1994), unsur perilaku manusia dalam permodelan institusi adalah motivasi dan upaya 5

‘ menj i nakkan’ l i ngkungan. Motivasi

manusia

lebih

dari

sekedar

pemenuhan kepentingan pribadi dan memaksimumkan kesejahteraan, tetapi ada nilai-nilai lain sesuai prinsip altruisme. Upaya menjinakkan lingkungan, terkait dengan kegiatan menghubungkan pilihan dengan hasil, dan disini kelembagaan berperan menderivasikan persepsi subjektif dari realita menjadi pilihan.

KELEMBAGAAN DAN TRANSAKSI Ada dua jenis transaksi dalam masyarakat, yaitu transaksi komoditas dan transaksi kelembagaan/institusional (Bromley, 1989). Transaksi komoditas terkait dengan pembelian dan penjualan barangbarang dan jasa-jasa, sedangkan transaksi kelembagaan terkait dengan keteraturan, struktur, stabilitas dan keterprediksian dari proses pasar yang teratur lewat komoditas bergerak. Didalamnya ada transaksitransaksi atas aturan-aturan main (transaksi-transaksi institusional).

Peran Penting Transaksi Institusional Transaksi institusional adalah status struktur institusi yang mendefinisikan perekonomian sebagai sebuah perangkat hubunganhubungan yang tertata. Transaksi institusional penting karena transaksitransaksi kelembagaan menentukan struktur aransemen kelembagaan tertentu, yang membatasi domain transaksi-transaksi komoditas. Bromley (1989) memandang bahwa kegagalan dalam memahami domain transaksi-transaksi kelembagaan akan membawa pada kesimpulan yang keliru

tentang

domain

transaksi-transaksi

kelembagaan,

terutama

terhadap kesimpulan tentang eksistensi dan signifikansi normatif dari efisiensi ekonomi. Institusi menentukan domain pilihan aktor-aktor ekonomi,

menentukan

hubungan

diantara

individu-individu

dan

menentukan siapa yang boleh melakukan apa terhadap siapa. Institusi juga merupakan inti dari pilihan-pilihan dan perilaku-perilaku.

6

Aransemen kelembagaan menentukan batas hingga mana individu dan kelompok bebas mengambil keputusan. Selain itu, aransemen kelembagaan

juga

individu

kelompok.

dan

menentukan

perangkat-perangkat

Semua

aransemen

pilihan-pilihan

kelembagaan

dalam

perekonomian pasar terkait dengan norma-norma, konvensi-konvensi, kebiasaan-kebiasaan, praktik-praktik, hukum-hukum dan aturan-aturan yang menentukan perangkat-perangkat pilihan. Transaksi kelembagaan berfungsi mendistribusikan keuntungan ekonomi dan merelokasikan kesempatan-kesempatan ekonomi. Ini berbeda dengan transaksi kelembagaan tradisional yang berupaya meningkatkan efisiensi ekonomi dan mendistribusikan pendapatan.

Teori Biaya Transaksi Teori biaya transaksi pertama kali dikembangkan oleh Ronald Coase dalam The Nature of the Firm (1937) dan dikembangkan lebih lanjut dalam The Problem of Social Cost (1960). Teori ini dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan model keseimbangan umum yang dikembangkan oleh Walrasian, yang mengemukakan bahwa pertukaran hanya memerlukan sejumlah biaya yang cocok untuk komoditas tertentu. Ekonom

Neoklasik

mengembangkan

teori

pertukaran

dan

perdagangan, namun mereka mengabaikan biaya-biaya dalam proses pertukaran itu sendiri. Dalam teori-teori ekonomi tradisional, biaya produksi hanya mencakup biaya-biaya atas tanah, SDM, dan kapital yang terlibat dalam mentransformasikan atribut-atribut fisik dari suatu barang atau jasa, dan mengabaikan biaya-biaya tanah, SDM, dan kapital yang terpakai dalam menentukan dan memberlakukan hak-hak kepemilikan atas barang-barang yang disebut biaya transaksi. Jika kita paham bahwa biaya total adalah penjumlahan biaya transformasi dengan biaya-biaya transaksi, ini berarti bahwa kita perlu melakukan

modifikasi

terhadap

teori-teori

ekonomi

dengan

mengonstruksikan sebuah kerangka analisis baru dalam teori ekonomi 7

mikro. Coase mengemukakan bahwa dalam aktifitas ekonomi, ada dua jenis biaya yang dapat diidentifikasikan, yaitu biaya-biaya yang terkait dengan produksi dan distribusi fisik, serta biaya-biaya yang diperlukan untuk pertukaran/transaksi. Ini mengandung pengertian bahwa, biaya total ditentukan oleh penjumlahan biaya produksi dan biaya transaksi yang ditentukan oleh pengaturan dari institusional yang ada. Hal ini kemudian dikembangkan oleh Arroz, J.R. Commons, Oliver E. Williamson dan Douglas North. Arrow mendefinisikan biaya transaksi sebagai biaya-biaya untuk menjalankan sistem ekonomi, sedangkan meneurut Commons, biaya-biaya transaksi terdiri dari biaya-biaya untuk memperoleh informasi, koordinasi dan penegakan. Lebih lanjut dia mengemukakan tiga jenis transaksi, yaitu : 1) bargaining transaction, dimana kepemilikan dipindahtangankan dengan sukarela oleh kedua pihak yang memiliki kekuatan yang sama secara legal, 2) managerial transaction, dimana kekayaan tercipta melalui perintah atasan yang secara hukum lebih kuat, dan 3) rationing transaction, dimana beban dan manfaat dari proses penciptaan kekayaan dibagi menurut kebijakan atasan yang berwenang. Williamson (1985) mendefinisikan biaya transaksi sebagai biaya memanfaatkan pasar (market transaction cost) dan biaya menggunakan hak untuk memberi perintah dalam perusahaan (managerial transaction cost), yang timbul karena adanya biaya transfer, memperoleh dan mempertahankan

hak

kepemilikan.

Teori

biaya

transaksi

juga

dikembangkan oleh Kirchner dan Picot (1987). Mereka menjelaskan komponen-komponen umum biaya transaksi mencakup : 1) biaya untuk mencari informasi, 2) biaya pembuatan kontrak (negosiasi dan formulasi kontrak), 3) biaya monitoring (pengecekan kualitas, kuantiítas, harga, ketepatan waktu pengiriman, keamanan), dan 4) biaya adaptasi selama pelaksanaan kesepakatan. Definisi-definisi lain dikemukanan oleh: 1) North, yang menyatakan bahwa biaya transaksi adalah biaya yang timbul untuk mendefiniskan 8

barang dan jasa serta untuk memaksakan pertukaran, 2) Furubotn dan Richter (1977) yang mendefiniskan biaya transaksi sebagai biaya untuk menciptakan,

memanfaatkan,

mengubah

dan

mempertahankan

kelembagaan, 3) Benham dan Benham (2000) mendefinisikannya sebagai biaya yang timbul ketika individu melakukan pertukaran kepemilikan terhadap aset ekonomi dan mempertahankan hak ekslusif, dan 4) Milgrom dan Roberts (1994) mengemukakan bahwa biaya transaksi mencakup semua kerugian yang ditimbulkan oleh keputusan, rencana-rencana, pengaturan-pengaturan atau persetujuan-persetujuan yang yang tidak efisien, respon terhadap perubahan kondisi yang tidak efisien dan penegakan persetujuan-persetujuan yang tidak sempurna.

Biaya Transaksi dan Informasi Asismetris Kaum Klasik mengemukakan bahwa mekanisme pasar merupakan alat alokasi yang lengkap dan sempurna bagi produsen dan konsumen untuk mencapai tujuan masing-masing. Ini dilandasi asumsi bahwa komoditas homogen, jumlah pembeli dan penjual banyak, pertukaran terjadi secara instan dan seketika, dan informasi atas komoditas dan nilai tukarnya sempurna. persaingan

Mereka melupakan satu hal yaitu bahwa pasar

sempurna

tidak

tercipta

dengan

sendirinya,

tetapi

memerlukan prasyarat tegaknya suatu institusi yang mengatur pola interaksi beberapa aktor dalam arena transaksi yang disepakati. Selain

menentukan

transaksi,

kelembagaan

sekaligus

juga

mengatur kelompok atau agen ekonomi untuk mewujudkan kontrol kolektif terhadap transaksi. Kelembagaan yang efisien dapat menurunkan biaya transaksi secara signifikan. Jika masyarakat mempunyai informasi yang sempurna, rasional 100% dan berperilaku jujur dan tidak oportunistik, pertukaran melalui mekanisme pasar adalah yang paling efisien. Namun kenyataan didunia nyata tidak demikian. Informasi yang dimiliki jauh dari sempurna, tidak semua orang rasional 100% dan banyak orang yang curang dan 9

oportunistik. Informasi sering bersifat asimetris diantara pihak-pihak yang melakukan transaksi. Pihak yang memiliki informasi dapat mengekploitasi pemilikan atas informasinya untuk mengejar kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Dalam bisnis, perusahaan besar dapat memiliki informasi lebih lewat research and development, sedang dalam politik, birokrat dan aparatlah yang mempunyai informasi lebih. Adanya adverse selection dan moral hazard mengakibatkan penambahan biaya untuk rekrutmen, negosiasi, monitorin, enforcement dan insentif untuk melakukan pengawasan sendiri. Karena beberapa hal yang mengganjal dalam mekanisme pasar seperti informasi yang tidak sempurna, rasionalitas yang terbatas dan perilaku oportunistik pelaku ekonomi, maka mekanisme pasar belum mencukupi untuk dijadikan sebagai alat alokasi.

Ringkasan ini disarikan dari : 1. Deliarnov. 2005. Ekonomi Politik. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2. Rachbini, Didik. J. 2006. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik. Ghalia Indonesia. Bogor.

...o0o...

10

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................1 B. Ekonomi Politik Kelembagaan...............................................2 C. Perbedaan Ekonomi Murni dengan Ekonomi Politik Kelembagaan..........................................................................2 D. Tokoh-tokoh Ekonomi Politik Kelembagaan........................................3 BAB II EKONOMI POLITIK KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK A. Hakikat Barang dan asa.........................................................5 B. Hierarki Kebijakan Publik.............................................................5 C. Upaya "Menjinakkan" Lingkungan..............................................6 D. Peran Masyarakat Madani.............................................................9 BAB III. KESIMPULAN............................................................................10 DAFTAR PUSTAKA

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya paham ekonomi politik kelembagaan disebabkan oleh berbagai permasalahan ekonomi yang tidak dapat dijelaskan menurut pemahaman ekonomi politik klasik maupun ekonomi politik neoklasik. Ekonomi politik klasik, sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith (1776) memandang bahwa masalah ekonomi hanya dapat diselesaikan dengan mekanisme pasar, dimana keseimbangan penawaran (supply) dan permintaan (demand) akan terwujud melalui pasar persaingan sempurna, informasi sempurna dan hal ini digerakkan oleh tangan tidak kentara (invisible hand). Peran pemerintah tidak diperlukan sama sekali karena akan menyebabkan perekonomian mengalami distorsi dan inefesiensi. Sedangkan paham ekonomi politik neoklasik (Alfred Marshall Dkk) mempunyai pandangan berbeda dengan ekonomi politik klasik, yakni mengasumsikan terjadinya persaingan yang tidak sempurna dalam pasar, sehingga terjadi kompetensi, monopoli dan oligopoli. Peran Pemerintah sangat diperlukan untuk menyelesaikan faktor eksternalitas dan barang publik, cara yang ditempuh pemerintah adalah menetapkan pajak, subsidi dan penggunaan hak kepemilikan. Ekonomi politik Klasik maupun Neoklasik dibangun oleh ilmu ekonomi murni tanpa berkolaborasi dengan ilmu-ilmu lain (ilmu sosial, politik, keagamaan dan lainnya ) sehingga

tidak mempertimbangkan

unsur“ motivasi”dar iakt or -aktor ekonomi. Pada kenyataannya dalam masyarakat ada lembaga-lembaga dan sistem politik yang dianut dan menentukan hubungan antara yang memiliki kekuatan politik dengan yang kurang atau tidak memiliki kekuatan serta menentukan hubungan antara penguasa dan masyarakat. Di sinilah kelembagaan sebagai aransmen berdasarkan konsensus atau pola tingkah laku dan norma yang disepakati bersama berperan memberi naungan/sangsi terhadap individu-individu atau kelompok-kelompok dalam menentukan pilihannya.

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

1

B. Ekonomi Politik Kelembagaan Ekonomi politik kelembagaan adalah suatu pandangan yang menghendaki adanya tatanan atau aturan main (rule of the game) dalam ekonomi. Institusi atau tatanan diartikan sebagai aturan main dan bisa diartikan lebih luas sebagai organisasi. Ekonomi politik kelembagaan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk pemecahan masalah-masalah ekonomi maupun politik. Pandangan ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar persoalan ekonomi maupun politik justru berada di luar domain ekonomi dan politik itu sendiri, yaitu

dalam

kelembagaan

yang

mengatur

proses

kerja

suatu

perekonomian maupun proses-proses politik. Studi tentang kelembagaan menempati posisi penting dalam ilmu ekonomi politik karena fungsinya sebagai mesin sosial sangat mendasar. Kelemahan dan kekuatan ekonomi dan politik suatu masyarakat dapat dilihat langsung dari kelemahan institusi ekonomi dan politik yang mendasarinya. Oleh karena itu, kita perlu mengembangkan ekonomi politik kelembagaan, sebab baik buruknya sistem ekonomi dan politik sangat tergantung pada kelembagaan yang membingkainya. Studi kasus terjadinya krisis intistusi di Amerika Latin dan Indonesia yang berdampak pada krisis ekonomi menjadi bukti pentingnya kelembagaan yang kuat dalam sistem perekonomian. C. Perbedaan Ekonomi Murni dengan Ekonomi Politik Kelembagaan No.

Ekonomi Murni

1.

sebagai cabang ilmu tersendiri dan tidak perlu ilmu sosial lain dalam membahas ekonomi hanya membahas perekonomian dengan pendekatan empirikal tentang "apa" yang terjadi pasar (what is?). sebagai sains kebijakan pengambilan keputusan terbaik, hanya dipengaruhi oleh perubahan harga dan pendapatan

2.

3.

Tugas

Ekpol Kelembagaan memanfaatkan hampir semua ilmu sosial dalam menganalisis masalah-masalah ekonomi Menj el as kan ” apa” ," mengapa" dan "bagaimana" peristiwaperistiwa ekonomi "seharusnya" terjadi aransemen kelembagaan dapat mengubah keputusan pilihan individu dalam kebijakan

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

2

No.

Ekonomi Murni

Ekpol Kelembagaan

4. 5.

bersifat materialistik mengobservasi komoditas dan harga-harga mengasumsikan tujuan individu sebagai kepentingan pribadi

bersifat idealistis terfokus pada biaya transaksi dan kebijakan publik selain kepentingan pribadi juga kepentingan masyarakat

6.

D. Tokoh-tokoh Ekonomi Politik Kelembagaan 1. Thorstein Veblen (Peran Nilai-nilai dan Norma-norma) Menurut Veblen, aspek nonekonomi seperti kelembagaan dan lingkungan, berpengaruh sangat besar terhadap perilaku ekonomi masyarakat. Adapun perilaku masyarakat bisa berubah, disesuaikan dengan lingkungan dan keadaan, hal inilah yang disebut "institusi” . Institusi

yang

dimaksudkan

telah

tersangkut

pada

nilai,

norma,

kebiasaan, budaya, yang sudah melekat dan mendarah daging dalam masyarakat. 2. Weber, Schumpeter, dan Myrdal (peran Wirausahawan) Max Weber, Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal membahas peran wirausahawan (entrepreneurs) dalam proses industrialisasi dan merupakan aktor utama. Tindakan manusia bukan semata-mata hasil proses kalkulasi individu-individu yang otonom dan terjadi ruang hampa, melainkan berlangsung dalam jaringan-jaringan relasi sosial dan institusional. Lebih jauh, mereka juga mempelajari hal-hal sehubungan deng peran negara dalam proses pembangunan ekonomi jangka panjang; sistem-sistem ekonomi yang melibatkan ideologi; serta masalah keterbelakangan ekonomi di negara-negara sedang berkembang. 3. Commons, Coase, dan North (Peran Hukum) Sistem ekonomi politik tidak hanya ditentukan oleh nilai -nilai dan norma-norma serta wirausaha, tetapi juga oleh hukum yang membingkai sistem ekonomi politik itu sendiri.

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

3

Commons (1961) adalah orang pertama yang memperkenalkan istilah "working rules' yang mengaitkan kelembagaan dengan aspek legalistik. Dengan menjelaskan bahwa “ i ndi v i du har usatau tidak harus melakukan apa yang mereka lakukan tanpa dipengaruhi individu-individu lain, apa yang dikerjakan merupakan dorongan dari kekuatan bersama (kewajiban) dan mereka tidak dapat mengharapkan kekuatan bersama untuk mengerjakan kepentingannya Ronald Coase (1991) mengembangkan metodologi biaya transaksi dan hak kepemilikan dalam struktur kelembagaan dan proses kerja sebuah perekonomian. Coase juga cukup intens membahas peran hukum, terutama yang terkait dengan hak-hak kepemilikan. North (1973) berpendapat kelembagaan adalah aturan-aturan dan norma-norma yang tercipta dalam masyarakat yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana tugas dan kewajiban yang harus dilakukan atau tidak dilakukan. Munurut North institusi adalah peraturan perundang-undangan berikut sifat-sifat memaksa (enforcement) dari peraturan-peraturan tersebut serta norma-norma perilaku yang membentuk interaksi antara manusia secara berulang -ulang. Institusi sebagai aturan permainan, sedangkan organisasi adalah sebagai tempat bermain bagi sekumpulan orang. Dalam sebuah permainan, setiap pemain mempunyai

tujuan

yang

sama,

yaitu

bagaimana

memenangkan

permainan. Akan tetapi, dalam upaya memenangkan permainan tersebut ada rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar dan ada aturan aturan yang harus diikuti. Pasar hanya dapat bekerja dengan efektif bila ditopang oleh institusi yang tepat, dan adanya institusi pada gilirannya akan mengurangi unsur ketidakpastian.

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

4

BAB II EKONOMI POLITIK KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Perekonomian tidak bisa hanya diserahkan pada mekanisme pasar, tapi diperlukan adanya campur tangan pemerintah. Campur tangan pemerintah diperlukan jika mekanisme pasar tidak bekerja dengan sempurna, dan mengatasi eskternalitas serta untuk pengadaan barangbarang publik. Adapun berbagai keputusan yang menyangkut kebijakan publik dilaksanakan oleh pemerintah sesuai institusi ekonomi dan politik yang ada. Kelembagaan didekati dengan format dan pola hubungan antara swasta, masyarakat, organisasi buruh, partai politik, pemerintah, lembaga konsumen, dan sebagainya. Kelembagaan terkait erat dengan kebijakan publik, mulai dari proses perancangan, perumusan, sistem organisasi, dan implementasi kebijakan publik. Kebijakan publik sendiri terkait dengan transaksi institusional yang mendefinisikan kembali domain pilihan keputusan. Dalam hal ini, ada empat jenis transaksi institusional yang menentukan domain pilihan keputusan pelaku-pelaku ekonomi. Yang pertama, terkait dengan hal-hal institusi akan meningkatkan efisiensi produktif ekonomi. Kedua, terkait dengan distribusi pendapatan secara sengaja dit ingkatkan, apa pun alasannya. Ketiga, terkait dengan relokasi kesempatan ekonomi, dan keempat, terkait dengan redistribusi keuntungan ekonomi. Dua transaksi institusional terakhir merupakan hal-hal baru, yang mencerminkan aspek dominan kebijakan publik. E. Hakikat Barang dan Jasa Hakikat barang dan jasa yang hendak dianalisis, apakah bersifat privat atau publik, perlu diketahui karakteristik barang dan jasa yang dilihat dari sifat ekskludibilitas dan rivalitas. Ekskludibilitas bisa dilih at dari kemampuan penyedia barang dan jasa untuk mengeluarkan mereka yang

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

5

tidak membayar dalam mengkonsumsi barang jasa tersebut. Jika ekskludibilitas tinggi, maka mekanisme pasar dapat beke rja dengan baik, tetapi jika ekskludibilitas rendah, maka mekanisme tidak akan berfungsi sehingga diperlukan campur tangan pemerintah. Di sisi lain, rivalitas dilihat dari kondisi apakah jika ada seseorang meng konsumsi suatu barang maka ketersediaan barang jasa tersebut untuk dikonsumsi orang lain menjadi berkurang. Rivalitas tinggi untuk kon sumsi individual, dan rivalitas rendah untuk konsumsi bersama menjadi mungkin. Mekanisme koordinasi dan penyediaan barang dan jasa harus disesuaikan dengan tingkat ekskludibilitas dan rivalitas barang dan jasa itu sendiri. Jika ekskludibilitas tinggi maka koordinasi dan penyediaan barang dan jasa tersebut cukup diatur oleh pasar, tidak per lu campur tangan pemerintah. Sebaliknya jika tingkat ekskludibilit as rendah, perlu diatur melalui kegiatan kolektif atau diatur oleh pemerintah. Dengan kegiatan kolektif koordinasi dan penyediaan dilakukan oleh sekelompok orang dengan kesamaan kepentingan ya ng bersifat many on many; dilakukan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama.

Tabel 2.1 Taksomoni Barang dan Jasa Ekskludibiltas Revalitas Tinggi Rendah

Tinggi

Rendah

Barang Privat

Barang Milik Bersama

Barang Tol

Barang Publik

F. Hierarki Kebijakan Publik Dalam model hierarki kebijakan publik, digunakan preposisi bahwa perubahan aransemen kelembagaan sangat berhubungan dengan hakikat, model, dan analisis kebijakan publik. Dalam model hierarki kebijakan publik ini ada tiga lapisan kelembagaan, yaitu (1) pada level konstitusi, (2) level pemerintah, dan (3) level operasional. Selain itu ada tiga tingkatan kebijakan publik, yaitu (1) tingkatan kebijakan, (2) tingkatan organisasi

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

6

(institusi, aturan main), dan (3) tingkatan implementasi (untuk evaluasi, umpan balik).

Tingkat Politis Aransemen Kelembagaan Tingkat Organisasi Aransemen Kelembagaan Bentuk dan Pola Hierarki Hasil Akhir (Outcome) Evaluasi (Aransement) Gambar 1. Model Hierarki Kebijakan Publik

Dalam suatu perekonomian, banyak orang dan organisasi yang terlibat dengan motivasi yang beragam. Jenis dan klasifikasinya sebagai berikut: (1) sektor swasta, umumnya bergerak dalam kegiatan komersial dan beroperasi dengan tujuan mencari keuntungan. (2) sektor pemerintah (publik), biasanya bergerak dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya memberikan pelayanan dan menjalankan aturan main (3) organisasi masyarakat, umumnya bergerak dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya bukan untuk mengejar keuntungan, tetapi memperjuangkan ideologi atau nilai.

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

7

Organisasi masyarakat

Sektor Swasta Asosiasi Kadin Serikat Koperasi

Perusahaan Perseroan CV Pers. keluarga

BUMN BUMD Perjan Perum

LSM Ormas Kelompok Tani Himp.Profesi

Unversitas Yayasan

Lembaga negara Departemen Dinas-dinas

Sektor Publik Gambar 2. Jenis Klasifikasi Organisasi

G. Upaya "Menjinakkan" Lingkungan Dalam analisis ekonomi politik kelembagaan sering dikaji apa saja keputusan atau kebijakan yang dapat memperbaiki suatu hasil dan apa pula aturan main yang mampu memberi naungan dan sanksi terhadap tingkah laku masing-masing pihak yang terlibat dalam suatu aktivitas ekonomi. Ada beberapa pilihan yang bisa diambil untuk memperbaiki kinerja dan hasil suatu sistem (perekonomian), antara lain: (1) mengubah kodrat/ tingkah laku manusia sehingga tindakannya lebih terkontrol, (2) mengubah hakikat barang/jasa, dan (3) mengubah aturan main. Menurut Weber (1978), negara memiliki hak monopoli untuk menggunakan legitimasi kekuasaan dalam suatu wilayah tertentu. Monopoli untuk menggunakan legitimasi kekuasaan penting karena perannya dalam mengorganisasi semua hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

8

Negara adalah simbol pemegang kekuasaan. Otoritas terjelma dalam bentuk kekuasaan. Dengan kekuasaan yang ada di tangan, orang bisa melakukan

apa

saja,

termasuk

menggunakan

kekuasan

untuk

kepentingan diri sendiri dan kelompok. Yang diharapkan ialah bahwa kekuasan digunakan untuk menegakkan keadilan (seperti dalam model invisible hand) atau penegak kontrak (model helping hand). H. Peran Masyarakat Madani Kehadiran masyarakat madani (civil society) yang menghendaki harmoni

dan

keberadaban

sangat

diharapkan

guna

memperbaiki

kelembagaan yang tidak efisien dan biaya transaksi yang tinggi. Masyarakat madani seyogyanya didukung oleh individu-individu LSM, dan

orang-orang

pemikir

dari

kalangan

perguruan

tinggi.

Agar

memperoleh kekuatan yang efektif, sebaiknya masyarakat madani tergabung dalam suatu partai politik; pressure group; kelompok kepentingan; dai minimal berperan dalam pendidikan politik. Melihat perilaku pengusaha dan penguasa yang ada di tanah air akhir-akhir ini, tampaknya harapan pada masyarakat madani untuk dapat memperbaiki pasar ekonomi dan pasar politik jad lebih tinggi. Perannya yang paling diharapkan adalah sebagai kekuatan penyeimbang yang dapat menuntun pada keputusan dan kebijakan yang dampaknya dirasakan secara berkeadilan oleh selurul lapisan masyarakat, bukan oleh segelintir pengusaha dan elit politik saja.

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

9

BAB III KESIMPULAN

1. Paham ekonomi politik kelembagaan muncul disebabkan oleh berbagai berbagai permasalahan ekonomi yang semakin kompleks. 2. Ekonomi

politik

kelembagaan

adalah

suatu

pandangan

yang

menghendaki adanya tatanan atau aturan main (rule of the game) dalam ekonomi. 3. Ekonomi politik kelembagaan memanfaatkan hampir semua ilmu sosial dalam menganalisis masalah-masalah ekonomi. 4. Tokoh-tokoh Ekonomi Politik Kelembagaan, diantaranya Thorstein Veblen membahas tentang peran nilai-nilai dan norma-norma, Weber, Schumpeter, dan Myrdal membahas peran wirausahawan sebagai aktor industrilisasi, Commons, Coase, dan North membahas peran hukum dalam kelembagaan 5. Kelembagaan terkait erat dengan kebijakan publik, mulai dari proses perancangan, perumusan, sistem organisasi, dan implementasi kebijakan publik. 6. Mekanisme koordinasi dan penyediaan barang dan jasa harus disesuaikan dengan tingkat ekskludibilitas dan rivalitas barang dan jasa itu sendiri. 7. Model hierarki kebijakan publik terdiri atas tiga lapisan kelembagaan, yaitu (1) pada level konstitusi, (2) level pemerintah, dan (3) level operasional. 8. Upaya-upaya

mengubah lingkungan ;(1) mengubah tingkah laku

manusia sehingga tindakannya lebih terkontrol; (2) mengubah hakikat barang/jasa ;(3) mengubah aturan main. 9. Kehadiran masyarakat madani (civil society) yang menghendaki harmoni dan keberadaban sangat diharapkan guna memperbaiki kelembagaan yang tidak efisien dan biaya transaksi yang tinggi.

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik

10

DAFTAR PUSTAKA 1. Del i ar nof ,MSc,Dr s,2006,“ EkonomiPol i t i k” ,Er l anggaPr ess 2. Didik J.Rachbini, Prof, , Dr, 2006,” EkonomiPol i t i k dan Kebi j akan Publ i k” ,Ghal i aI ndones i a

Tugas

Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik