EVALUASI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN SENSUS PAJAK

Download pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun. 2012. KAJIAN LITERATUR. Administrasi dan Administrasi Pajak. Dalam sej...

1 downloads 320 Views 584KB Size
EVALUASI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN SENSUS PAJAK NASIONAL TAHUN 2012 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TAMANSARI DUA Chairil Anwar Pohan & Shri Hardiningsih Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia [email protected] Abstract. Tax as one of the instruments used by the government to fill the state revenue and have an important role for the course of the economy. In fact, the expectations of the tax revenue is so large has not been matched with the compliance of the community in paying taxes. Directorate General of Taxation has been making a strategic move to increase the number of taxpayers and increase the amount of tax revenue that is by implementing a program of the National Tax Census. The purpose of the study is to determine the effectiveness of the implementation of the National Tax Census 2012 on Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua and to know the obstacles that occur as well as the efforts made in the effective implementation of the National Tax Census 2012 on Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua. This study is based on interviews and data on the implementation of the National Tax Census 2012 on Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua. The phenomenon of problems found in this study are still few taxpayers who submit returns period to the Tax Office, especially businessmen, and many taxpayers are not cooperative and communicative in meeting their tax obligations properly. The number of companies in Indonesia are as many as there are at least 22.3 million 12.9 million companies that have the potential to pay taxes, but apparently the company that submitted the Annual Tax Return of Corporate Tax in April 2011 only 466 thousand companies. Study shows that the success achieved by Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua in the implementation of the National Tax Census for 2012 based on data from the monitoring results of the implementation of the National Tax Census of 2012 there were less effective results in achieving the target filling Form Census (FIS). Based on these recommendations can be given as a corrective or remedial measures, given the level of achievement of the FIS charging less effective it is expected that Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua socialization may increase with more intensive communication to census respondents. Keywords: National Tax Census, Effectiveness, Compliance Abstrak. Pajak sebagai salah satu instrumen yang digunakan pemerintah guna mengisi penerimaan negara dan memiliki peran yang penting bagi jalannya perekonomian. Pada kenyataannya harapan akan penerimaan pajak yang begitu besar belum diimbangi dengan kepatuhan dari masyarakat dalam membayar pajak. Direktorat Jenderal Pajak membuat langkah strategis guna meningkatkan jumlah pembayar pajak sekaligus meningkatkan jumlah penerimaan pajak yakni dengan melaksanakan program Sensus Pajak Nasional. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua dan untuk mengetahui kendala yang terjadi serta upaya yang dilakukan dalam mengefektifkan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua. Penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan data hasil pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua. Fenomena masalah yang ditemukan dalam penelitian ini adalah masih sedikit wajib pajak yang menyampaikan SPT Masa ke Kantor Pelayanan Pajak terutama para pengusaha, dan masih banyak wajib pajak yang tidak kooperatif dan komunikatif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik. Jumlah perusahaan di Indonesia adalah sebanyak 22,3 juta yang setidaknya ada 12,9 juta perusahaan yang berpotensi untuk membayar pajak, namun ternyata perusahaan yang menyerahkan Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan pada April 2011 hanya 466 ribu perusahaan. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan yang diraih Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 berdasarkan data monitoring hasil pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 terdapat

hasil yang kurang efektif dalam pencapaian target pengisian Formulir Isian Sensus (FIS). Berdasarkan hal tersebut rekomendasi yang dapat diberikan sebagai koreksi atau langkah perbaikan, mengingat tingkat pencapaian target pengisian FIS yang kurang efektif maka diharapkan agar Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua dapat meningkatkan sosialisasi dengan komunikasi yang lebih intensif kepada responden sensus. Kata Kunci: Sensus Pajak Nasional, Efektivitas, Kepatuhan Pajak sebagai salah satu instrumen yang digunakan pemerintah guna mengisi penerimaan negara dan memiliki peran yang penting bagi berjalannya perekonomian. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia telah menempatkan sektor perpajakan sebagai salah satu perwujudan Negara dalam rangka menciptakan keadilan, keserasian, dan keselarasan dalam proses pembangunan. Ketika pemerintah akan melaksanakan pembangunan tentu dibutuhkan dana yang salah satunya berasal dari sektor pajak. Pajak merupakan kontribusi wajib yang harus dibayar oleh seluruh Wajib Pajak tanpa mendapat imbalan secara langsung yang akan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Setiap tahun, Wajib Pajak diwajibkan untuk menghitung dan melaporkan besarnya pajak yang harus dibayar melalui sarana atau formulir yang disebut Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan). Sedangkan sarana untuk menyetor pajak ke Bank atau Kantor Pos digunakan formulir yang disebut Surat Setoran Pajak (SSP). Pada kenyataannya harapan akan penerimaan pajak yang begitu besar belum diimbangi dengan kesadaran dari masyarakat dalam membayar pajak. Seperti diketahui saat ini sedikit sekali Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) ke Kantor Pelayanan Pajak. Dalam buku Sensus Pajak Nasional siapa takut..? karangan Thomas Sumarsan (2012: 2) dipaparkan bahwa berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), jumlah perusahaan di Indonesia adalah sebanyak 22,3 juta yang setidaknya ada 12,9 juta perusahaan yang berpotensi untuk membayar pajak, namun ternyata perusahaan yang menyerahkan Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan pada April 2011 lalu hanya 466 ribu perusahaan, artinya rasio penyampaian SPT PPh Tahunan Badan terhadap badan usaha yang berada di Indonesia

adalah sebesar 2,09 % atau rasio penyampaian SPT Tahunan PPh Badan terhadap kelompok badan usaha yang berpotensi membayar pajak adalah 3,61 %. Sedangkan dari 240 juta penduduk Indonesia, menurut Biro Pusat Statistik terdapat 110 juta pekerja. Dari 110 juta orang tersebut diasumsikan bahwa yang mempunyai penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah sekitar 50 juta orang, ternyata yang membayar pajak baru 8,5 juta pekerja. Artinya, rasio SPT Tahunan PPh Orang Pribadi terhadap total kelompok pekerja aktif adalah sebesar 7,73 % atau rasio SPT Tahunan PPh Orang Pribadi terhadap kelompok pekerja yang diasumsikan memiliki penghasilan di atas PTKP adalah sebesar 17 %. Menyadari masih sedikitnya wajib pajak yang menyampaikan SPT Masa ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berpenghasilan di atas PTKP terutama pengusaha oleh karena itu pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pada akhir Tahun 2011 Direktorat Jenderal Pajak menerapkan langkahlangkah strategis salah satunya dengan melaksanakan program Sensus Pajak Nasional yang terencana dan terukur. Sensus Pajak nasional dianggap sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan jumlah pembayar pajak sekaligus meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Dengan meluncurkan Sensus Pajak Nasional tahun 2012, Otoritas Pajak Indonesia (Direktorat Jenderal Pajak) telah meningkatkan upaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang merupakan bagian dari upaya bersama untuk memperluas basis wajib pajak di Indonesia dan mengurangi penggelapan pajak, dengan memprioritaskan pusat ekonomi, kawasan bisnis, gedung bertingkat tinggi, dan kompleks perumahan. Sensus dilakukan oleh petugas pajak bersama dengan pihak masyarakat, secara pribadi mengunjungi wajib pajak untuk mengumpulkan data perpajakan,

termasuk informasi wajib pajak pribadi, nomor rekening pelanggan listrik, jumlah anggota keluarga, tanggal terakhir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi diajukan, tingkat pendapatan tahunan, dan jumlah karyawan, termasuk driver pribadi dan pembantu rumah tangga. Sensus dilakukan di seluruh Indonesia sampai dengan Desember 2012. (The Forum for expatriate Management http://totallyexpat.com/news/indonesialaunches-national-tax-census). Pedoman teknis untuk Pajak Sensus Nasional mengkategorikan hasil sensus sebagai berikut: Kategori kondisi Responden: (a) Petugas pajak bertemu dengan responden dan responden setuju untuk memberikan tanggapan terhadap pertanyaan petugas dan menandatangani Formulir Sensus. (b) Petugas pajak bertemu dengan responden, tetapi responden menolak untuk memberikan tanggapan terhadap pertanyaan petugas dan menolak untuk menandatangani Formulir Sensus. (c) Petugas pajak gagal untuk bertemu dengan responden, namun berhasil bertemu dengan pihak lain yang berkaitan dengan responden. Roda pembangunan nasional dapat terus bergerak dan perekonomian negara dapat terus tumbuh karena adanya penerimaan negara. Semakin besar penerimaan negara tentu akan semakin banyak fasilitas publik yang dapat disediakan pemerintah. Penerimaan negara dapat ditingkatkan jika ada perluasan basis pajak. Perluasan basis pajak tersebut dapat diwujudkan jika terdapat data yang akurat mengenai potensi pajak. Itulah mengapa SPN sangat diperlukan agar keadilan dan kesejahteraan rakyat terwujud melalui pengunaan uang pajak. Sensus Pajak Nasional tujuan dasarnya adalah untuk pemutakhiran data sehingga penerimaan negara dari sektor pajak dapat dikembangkan secara terukur dan optimal. Sensus rencananya akan dilakukan secara bertahap selama 2011-2014. Target dari Sensus Pajak Nasional ini yakni 5 juta badan usaha diharapkan akan tersensus. Tahun 2011, sensus diselenggarakan di 229 wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Pelaksanannya adalah petugas di setiap Kantor Pelayanan Pajak. Tahun 2011, sensus difokuskan di sentra-sentra bisnis dan perdagangan di setiap wilayah kerja

masing-masing KPP. Sedangkan Tahun 2012, pelaksanaan sensus difokuskan pada daerah pemukiman untuk mendata wajib pajak terdaftar maupun belum terdaftar dalam hal penerimaan penghasilan kena pajak orang pribadi. Sensus Pajak pada hakikatnya untuk menegakkan keadilan. Sungguh tidak adil apabila ada sebagian masyarakat yang telah membayar pajak tetapi masih banyak lagi yang belum membayar pajak. Masyarakat haruslah memiliki rasa bangga ketika memenuhi kewajibannya membayar pajak. Setiap program yang dilaksanakan pemerintah akan menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat, sekalipun dibuat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut juga terjadi pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012. Pelaksanaan Sensus ini diterapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011. Tujuan semula dari program ini adalah guna mencari data dari Wajib Pajak secara langsung ke lapangan sehingga dengan data tersebut diharapkan dapat memperluas basis pemajakan dengan cara mendongkrak jumlah Wajib Pajak baik orang pribadi atau badan. Fenomena masalah yang terjadi dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional adalah di era reformasi perpajakan saat ini masih banyak wajib pajak yang tidak kooperatif dan komunikatif dalam hal memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik yang tentu saja hal ini berimplikasi terhadap penerimaan negara yang berasal dari sektor pajak. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui tingkat efektivitas pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua. (2) Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua dalam mengefektifkan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012. KAJIAN LITERATUR Administrasi dan Administrasi Pajak Dalam sejarah menunjukkan bahwa bangsa Romawi telah melahirkan ilmu administrasi

yang dibudayakan oleh bangsa Eropa Barat (Eropa Kontinental). Administrasi yang diterapkan di Indonesia adalah hasil adopsi bangsa Belanda yang menjadi salah satu bangsa Eropa Barat. Beberapa negara memiliki istilah administrasi, misalnya menurut bahasa Italia menggunakan kata administrazione, bahasa Inggeris menggunakan kata administration, dan bahasa Belanda menggunakan kata administratie. Terminologi administrasi berdasarkan etimologis (asal kata) bersumber berasal dari bahasa latin, yaitu Ad + ministrare yang secara operasional berarti melayani, membantu atau memenuhi, yang dalam bahasa Inggris disebut Administration artinya to serve, yaitu melayani dengan sebaik-baiknya. Pengertian administrasi dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu: Pengertian administrasi dalam arti sempit: (a) Soewarno Handayaningrat (1996: 2), dalam bukunya Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Pengertian administrasi dalam arti sempit mengandung maksud suatu kegiatan yang meliputi catat-mencatat, suratmenyurat, pembukuan ringan, ketik mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. (b) Administrasi berasal dari bahasa Belanda, Administratie yang merupakan pengertian Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor (catatmencatat, mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam bahasa Inggris disebut: Clerical works (FX.Soedjadi, 1989). (c) Menurut Nawawi et al. (1994: 25), “Administrasi adalah kegiatan pekerjaan tulis menulis, catat mencatat, menggandakan, menyimpan dan mengirim segala jenis warkat (records) yang berhubungan dengan kegiatankegiatan untuk mewujudkan tugas pokok suatu organisasi”. (d) Menurut Siagian (2001: 267), “Pengertian administrasi dalam arti sempit biasanya hanya dikaitkan dengan kegiatankegiatan ketatausahaan yang mencakup korespondensi, kesekretariatan, penyusunan laporan dan kearsipan.” Dari definisi tersebut, penulis menyimpulkan administrasi dalam arti sempit merupakan kegiatan ketatausahaan yang meliputi kegiatan catat-mencatat, suratmenyurat, pembukuan ringan dan pengarsipan surat serta hal-hal lainnya yang dimaksudkan

untuk menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan, yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan tugas pokok suatu organisasi. Di kalangan para cendekiawan disadari bahwa pengertian administrasi yang sesungguhnya jauh lebih luas dari hal-hal yang telah diuraikan di atas, seperti dikemukakan di bawah ini: (1) Menurut Leonard D (Maringan Marsy Simbolon, 2004: 14), administrasi secara luas adalah “Suatu proses pada umumnya terdapat pada tiap usaha kelompokkelompok baik pemerintah maupun swasta, sipil maupun militer, dan ukuran besar maupun kecil dan sebagainya.” (2) Pengertian Administrasi dalam arti luas menurut Sugiyono (2005: 22), yaitu “Administrasi adalah Proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.” (3) Menurut The Liang Gie (1980: 9), “Administrasi secara luas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam suatu kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.” Administrasi secara luas dapat disimpulkan, pada dasarnya semua mengandung unsur pokok yang sama, yaitu adanya kegiatan tertentu, adanya manusia yang melakukan kerja sama serta mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. (4) Pengertian administrasi dalam arti yang luas dikemukakan oleh Siagian (2001: 267), yakni: “Administrasi berarti keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang didasarkan pada rasionalitas tertentu oleh dua orang atau lebih dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggunakan sarana dan prasarana tertentu pula.” Berdasarkan pendapat kalangan ahli-ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa administrasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerja sama antara dua orang atau lebih dalam suatu organisasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pengertian administrasi dalam arti yang luas identik dengan pengertian manajemen, meskipun ada beberapa pakar administrasi yang berpendapat bahwa pengertian administrasi

lebih luas dari manajemen. Dalam hubungan ini jelaslah bahwa kegiatan administrasi memiliki keterkaitan dengan kegiatan sensus. Sensus membuat administrasi kependudukan itu menjadi lebih tertib, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Presiden Boediono yang mengemukakan "Ini tugas kita bersama yang muaranya adalah suatu administrasi manusia kependudukan yang lebih tertib” (http://news.detik.com/ read/2010/05/03/ 010121/1349715/10/wapres-sensus-untuk administrasi-kependudukan-yang-lebih-tertib). Secara implisit pelaksanaan sensus menjadi sarana kontrol bagi pemerintah untuk melakukan kontrol terhadap objek yang diteliti/disensus. Teori yang mendasari implementasi sensus ini adalah fungsi manajemen yang disebut Perencanaan (Planning) dan Pengawasan (Controlling). Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tak akan dapat berjalan (sumber: Wikipedia). Perencanaan adalah penentuan awal dari arah kegiatan (cource of action). Pengawasan/pengendalian adalah proses yang sangat vital melalui pimpinan yang menjamin bahwa aktivitas yang aktual sesuai dengan aktivitas yang telah direncanakan (Stoner/Wenkel, 1986: 242). Pengawasan di bidang perpajakan menyangkut berbagai materi pengawasan yang meliputi data fiskal atau pemeriksaan fiskal, pemeriksaan lapangan terhadap wajib pajak oleh pemeriksa pajak, pemeriksaan terhadap pembayarannya, pemeriksaan penerimaan pajak dan wajib pajaknya sendiri. Pemeriksaan fiskal merupakan pemeriksaan terhadap data wajib pajak untuk keperluan atau kepentingan penentuan besarnya pajak yang terutang. Pemeriksaan lapangan merupakan pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh pemeriksa di tempat usaha wajib pajak atau di tempat lain yang diduga ada kaitannya dengan usaha wajib pajak. Termasuk dalam ruang lingkup pemeriksaan ini adalah kewenangankewenangan pemeriksaan dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya. Sedangkan pemeriksaan pembayaran mencakup pemeriksaan terhadap cara-cara pembayaran yang dilakukan wajib pajak agar pembayaran tersebut merupakan

pembayaran yang sah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan penerimaan pajak meliputi penatausahaan penerimaan dari sektor pajak supaya penerimaan tersebut yang sudah menjadi penerimaan negara dapat benarbenar masuk ke kas negara sebagai penerimaan anggaran. Sedangkan pemeriksaan terhadap wajib pajak adalah pemeriksaan yang ditujukan kepada wajib pajak yang berindikasi tidak melaksanakan kewajiban perpajakan sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan (Soemitro, 1992: 79). Sensus dan Sensus Pajak Pengertian Sensus (a) Menurut Sullivan, Arthur dan Steven M. Sheffrin (2003: 334) “A census is the procedure of systematically acquiring and recording information about the members of a given population. It is a regularly occurring and official count of a particular population.” (b) Menurut Eckler A. Ross dalam Encyclopedia Americana (1977: 168), Census in general terms, a count or tally of population, lands, or other items. The term derives from the Latin consere (to assess). Official national censuses are carried out and financed by governments to provide nations with statistical profile of their people, includingtheir demographic, economic, and social characteristics. Censuses of population, housing, agriculture, business and industry, government, and the like supply the essensials for good national administration and development, and extend the statistical base for studying and solving man’s current and future problems. (c) Sensus (di Roma kuno) adalah pendaftaran warga dan harta mereka, untuk tujuan perpajakan (http:// dictionary. reference.com/browse/census). (d) Menurut Christopher Pass dan Ptyan Lowes (1988: 74), Sensus adalah suatu survei yang menyeluruh terhadap rumah tangga atau perusahaan yang dilakukan dengan jumlah waktu yang tetap dalam rangka mendapatkan informasi sosial dan ekonomi. Sensus Pajak Nasional Definisi Sensus Pajak Nasional (SPN) SPN adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka

memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. (http://www.pajak.go.id/content/sensus-pajaknasional). Menurut Sumarsan (2012: 1), “Sensus Pajak Nasional adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak, pencapaian target penerimaan perpajakan dan pengamanan penerimaan negara dengan mendatangi subjek pajak diseluruh Indonesia, yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan bekerja sama dengan pihak lain.” Metode Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional tersebut dilakukan secara: (1) Serentak, maksudnya dilakukan secara serentak oleh Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia. (2) Berbasis wilayah dengan skala prioritas, kawasan pusat bisnis atau kawasan ekonomi, gedung-gedung bisnis yang tinggi dan kompleks perumahan. (3) Langsung ke lokasi, lokasi subjek pajak adalah domisili, tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat kedudukan dan subjek pajak. (4) Seluruh subjek pajak (Orang Pribadi dan Badan) dan objek pajak dalam wilayah Indonesia. Tujuan Sensus Pajak Nasional Adapun tujuan Sensus Pajak Nasional adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (http://www.pajak.go.id/content/sensus-pajaknasional) Manfaat Sensus Pajak Nasional Menurut Sumarsan (2012: 3) manfaat dari Sensus Pajak Nasional adalah sebagai berikut: (1) Dengan adanya sensus, wajib pajak akan diingatkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) baik untuk Orang Pribadi atau Badan. Jadi, sensus akan meningkatkan penerimaan pajak. (2) Masing-masing Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan update dan melengkapi profil wajib pajak. (3) Merupakan bagian dari upaya untuk menegakkan keadilan sesuai dengan

fakta bahwa yang masih belum membayar pajak pada saat ini masih banyak, sedangkan masyarakat yang berpendapatan kecil sudah banyak membayar pajak. (4) Meningkatkan peran serta masyarakat Indonesia dalam hal ini Wajib Pajak dalam mendukung kelangsungan pembangunan melalui pembayaran sehingga bangga menjadi warga negara. (5) Melakukan program ekstensifikasi, yaitu dengan menjaring wajib pajak yang belum terdaftar (belum memiliki NPWP) dan objek pajak yang belum dipajaki. (6) Melakukan program intensifikasi yaitu dengan mengoptimalkan pengenaan pajak atas wajib pajak atau objek pajak yang belum sepenuhnya mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Berdasarkan uraian di atas, maka Sensus Pajak Nasional berfungsi untuk meningkatkan penerimaan pajak, memutakhirkan data wajib pajak, menegakkan keadilan dan meningkatkan peran wajib pajak dalam mendukung kelangsungan pembangunan. SPN dilaksanakan dengan tujuan untuk: Perluasan basis pajak, Peningkatan penerimaan pajak, Peningkatan jumlah penerimaan SPT Tahunan PPh, Pemutakhiran data WP. Dalam SPN dilakukan: Pendataan Pemilikan NPWP, Konsultasi Perpajakan, Sosialisasi Hak dan Kewajiban Wajib Pajak, Pengawasan Kepatuhan Kewajiban Wajib Pajak. Oleh karena itu diharapkan masyarakat dapat mendukung program SPN ini, dengan berpartisipasi menyampaikan data dan informasi melalui pengisian Formulir Isian Sensus (FIS). Setiap orang pribadi dan badan usaha yang disensus wajib memberikan keterangan yang benar. Teori Efektivitas Dari Wikipedia bahasa Indonesia Ensiklopedia bebas: “Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah

Tabel 3.1. Klasifikasi Pengukuran Efektivitas Persentase

Kriteria

> 80 50 - 80 < 50

Sangat Efektif Kurang Efektif Tidak Efektif

Sumber: Mohamad Mahsun (2006 : 228)

ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif. Efektivitas pada dasarnya berasal dari kata “efek” dan digunakan dalam istilah ini sebagai hubungan sebab akibat. Efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab dari variabel lain. Efektivitas berarti bahwa tujuan yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karena adanya proses kegiatan. Berikut beberapa pengertian efektivitas dari beberapa para ahli: Efektivitas menurut Keban (Harbani Pasolong, 2012: 51), “... suatu organisasi dapat dikatakan efektif kalau tujuan organisasi atau nilai-nilai sebagaimana yang ditetapkan dalam visi tercapai. Nilai-nilai yang telah disepakati bersama antara para stakeholder dari organisasi yang bersangkutan.” Menurut Mahsun (2006: 179), efektivitas merupakan pencapaian tujuan sehingga tidak dapat dilepaskan dari keterikatan antara pencapaian tujuan dan output yang dihasilkan. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, efektif adalah “Kegiatan yang memberikan hasil yang memuaskan dengan memanfaatkan waktu dan cara dengan sebaik-baiknya”. Dengan demikian “efektivitas” pada dasarnya menunjukkan kepada suatu ukuran perolehan yang memiliki kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan, sebagaimana telah terlebih dahulu ditetapkan. Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah hal yang bersangkut paut dengan keberhasilan, manfaat dan seberapa target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai dari suatu perlakuan yang diterapkan kepada subjek penelitian. Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran dicapai. Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan.

Metode yang terakhir adalah contextual analysis, yakni suatu metode analisis yang tidak terlepas dari konteks fenomena yang sedang diteliti. Sensus Pajak Nasional dapat dikatakan efektif apabila sasaran yang dituju sesuai dengan yang diharapkan. Dari situlah akan terlihat seberapa efektif pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Untuk menganalisis tingkat efektivitas pelaksanaan Sensus Pajak Nasional pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Taman Sari Dua, maka digunakan rumus sebagai berikut: Efektivitas Palaksanaan SPN=

x 100 %

Sumber: Seksi Ekstensifikasi KPP Pratama Tamansari Dua

Untuk mengukur efektivitas pelaksanaannya, maka dengan ini penulis mengunakan indikator berupa pengukuran tingkat efektivitas pelaksanaan Sensus Pajak Nasional sebagai berikut: (lihat tabel 3.1) Dari tabel 3.1 di atas menunjukkan bahwa apabila persentase yang dicapai lebih dari 80 persen berarti sangat efektif, dan apabila persentase kurang dari 50 persen berarti tidak efektif. PEMBAHASAN Efektivitas Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 Pada KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua. Dari hasil penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua mengenai analisis efektivitas pelaksanaan Sensus Pajak Nasional pada Tahun 2012 sebagaimana diamanahkan dalam pidato Presiden pada 16 Agustus 2011 dalam penyampaian Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, untuk

menggali potensi perpajakan dalam rangka perluasan basis pajak dan guna mengamankan penerimaan negara dan pencapaian target penerimaan perpajakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pemerintah mencanangkan kegiatan Sensus Pajak Nasional hal ini diperkuat dengan adanya dasar hukum kegiatan program tersebut sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, yakni tertuang dalam: (1) Peraturan Menteri Keuangan-149/PMK.03/2011 tentang Sensus Pajak Nasional Tahun; (2) Peraturan Dirjen Pajak No. Per-30/PJ/2011 tentang Pedoman Teknis Sensus Pajak Nasional dan (3) Peraturan Dirjen Pajak No. Per-09/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Sensus Pajak (telah dicabut dan digantikan dengan Per30/PJ/2011). (4) Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-76/PJ/2011 tentang Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Sensus Pajak Nasional dilaksanakan dengan beberapa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut antara lain untuk memperluas basis pajak, meningkatkan penerimaan pajak, meningkatkan jumlah penerimaan SPT Tahunan, SPT Tahunan PPh dan pemutakhiran data Wajib Pajak. Dalam Sensus Pajak Nasional dilakukan beberapa kegiatan yang di antaranya adalah pendataan pemilikan NPWP, konsultasi perpajakan, sosialisasi hak dan kewajiban Wajib Pajak. Pelaksanaan SPN dalam tahun 2012 terdiri atas tiga kegiatan pokok, yaitu: a. Kegiatan Persiapan terdiri atas pembentukan tim SPN, penyusunan rencana kerja yang disetujui oleh Kepala Kanwil DJP, penyediaan data, serta koordinasi internal dan eksternal; b. Kegiatan Pelaksanaan terdiri atas kegiatan pencacahan, pelaporan, dan asistensi; c. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi. Sebagai perbandingan dengan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional dalam tahun 2013 terdiri atas empat kegiatan pokok, yaitu: a. Kegiatan Persiapan terdiri atas pembentukan tim Sensus Pajak Nasional, penyusunan rencana kerja yang disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, penyediaan data, serta koordinasi internal dan eksternal; b. Kegiatan Pelaksanaan terdiri atas kegiatan pencacahan, pelaporan, dan asistensi; c. Kegiatan Pemanfaatan Data Hasil Sensus; d. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi. (SE44/PJ/2013)

Sensus Pajak Nasional dalam tahun 2012 dilakukan kepada Orang Pribadi dan Badan Usaha yang berada di daerah sentra bisnis, high rise building dan kawasan pemukiman. Sasaran Sensus Pajak Nasional adalah pihak yang belum memiliki NPWP untuk kemudian diberikan NPWP, belum membayar pajak, belum menyampaikan SPT, memiliki utang pajak dan belum optimal membayar pajak. Sebagai perbandingan dalam melakukan pemilihan lokasi Sensus Pajak Nasional dalam tahun 2013 dapat menggunakan peta blok dan mapping wilayah dengan urutan skala prioritas sebagai berikut: a. sentra ekonomi/ kawasan bisnis; b. kawasan perumahan mewah; c. kawasan potensial lainnya (perkebunan kelapa sawit, pertambangan batu bara, perikanan). Dengan Skala prioritas adalah pilihan pertama pelaksanaan Sensus Pajak Nasional berupa sentra ekonomi atau kawasan bisnis. Apabila sentra ekonomi atau kawasan bisnis telah selesai disensus, dapat dilanjutkan ke prioritas lainnya, seperti kawasan perumahan mewah, dan kawasan potensial lainnya.(SE-44/PJ/2013) Beberapa istilah yang digunakan dalam Sensus Pajak Nasional: (1) Responden. Orang Pribadi dan/atau Badan yang telah menjadi Wajib Pajak ataupun belum, yang memiliki dan/atau tempat tinggal yang dijadikan sasaran/target Sensus Pajak Nasional. (2) Pihak yang memiliki hubungan dengan responden Orang Pribadi. Pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan dengan responden dan berada dilokasi objek sensus pada saat petugas sensus melakukan pencacahan. (3) Lokasi Subjek Pajak. Domisili, tempat tinggal, atau tempat kedudukan dari subjek pajak. (4) Cluster. Daerah kerja dari petugas pencacah Sensus Pajak Nasional. Daerah kerja tersebut adalah suatu kawasan yang memiliki keseragaman penggunaan/peruntukan (sentra ekonomi, high rise building, perumahan) yang menjadi target Sensus Pajak Nasional (SPN). Adapun beberapa dokumen yang digunakan dalam untuk melakukan SPN terkait keperluan pelaksanaan SPN adalah sebagai berikut: 1. Surat Pemberitahuan Sensus 2. Formulir Isian Sensus (FIS), yakni formulir yang memuat data-data detil tentang Subyek Sensus, Lokasi Sensus, dan Kondisi Subyek

Gambar 1: Mekanisme Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Sensus. Dokumen FIS dibedakan antara FIS Orang Pribadi dan FIS Badan. Sensus Pajak Nasional merupakan proses pendataan langsung ke lapangan dilakukan oleh petugas di tingkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Setiap petugas sensus yang turun ke lokasi sensus tidak hanya melakukan pendataan saja tetapi juga melakukan penyuluhan dan himbauan terkait pelaksanaan kewajiban perpajakan. Sehingga diharapkan Sensus Pajak Nasional dapat menjadi suatu penghubung langsung antara masyarakat atau Wajib Pajak dengan aparatur pajak khususnya petugas sensus pajak. Berikut mekanisme pelaksanaan Sensus Pajak Nasional di lokasi yakni: (1) Petugas berdasarkan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional (SPN) melakukan koordinasi lapangan dengan pihak ketiga (Pemerintah Daerah, Ketua RT, Ketua RW, pengelola/manajemen gedung perkantoran, perumahan/ apartemen, perhimpunan, dan tokoh masyarakat). (2) Selanjutnya petugas SPN menemui responden dengan didampingi oleh petugas yang berasal dari lingkungan lokasi sensus. (3) Petugas SPN kemudian menunjukkan surat tugas dan identitas. (4) Petugas SPN memberikan penjelasan kepada responden terkait dengan SPN. (5) Untuk pengisian FIS, Petugas SPN

melakukan hal-hal sebagai berikut: Meminta kesediaan responden untuk membantu memberikan data dalam pengisian FIS oleh petugas SPN; Menyampaikan surat imbauan umum pelaksanaan kewajiban perpajakan (dalam amplop tertutup). (6) Setelah selesai mengisi FIS berdasarkan data yang disampaikan oleh responden, petugas SPN mengecek kelengkapan pengisian FIS dan responden diminta untuk menandatangani FIS. (7) Selanjutnya Petugas SPN akan menempelkan stiker sensus di tempat yang mudah dilihat. Berikut ini Gambar mekanisme pelaksanaan Sensus Pajak Nasional dilapangan: (lihat Gambar 1) Berikut tahapan pelaksanaan SPN: (1) Petugas berdasarkan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional (SPN) melakukan koordinasi lapangan dengan pihak ketiga (Pemerintah Daerah, Ketua RW, Ketua RT, pengelola/manajemen gedung perkantoran, perumahan/apartemen, perhimpunan, dan tokoh masyarakat). (2) Selanjutnya petugas SPN menemui responden dengan didampingi oleh petugas yang berasal dari lingkungan lokasi sensus. (3) Petugas SPN kemudian menunjukkan surat tugas dan identitas. (4) Petugas SPN memberikan

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Prtama Jakarta Tamansari Dua Tahun

Kuantitas Wajib Pajak Badan

OP

Total

2008

5.103

10.957

16.060

2009

5.213

15.179

2010

5.377

2011 2012

Rasio Penambahan

Efektivitas

20.392

4.332

26,97

16.928

22.305

1.913

9,38

5.566

17.964

23.530

1.225

5,49

5.707

18.903

24.610

1.080

4,59

Sumber : Seksi Ekstensifikasi Data yang Diolah Penulis.

penjelasan kepada responden terkait dengan SPN. (5) Untuk pengisian FIS, Petugas SPN melakukan hal-hal sebagai berikut: (a) Meminta kesediaan responden untuk membantu memberikan data dalam pengisian FIS oleh petugas SPN, (b) Menyampaikan surat imbauan umum pelaksanaan kewajiban perpajakan (dalam amplop tertutup). (6) Setelah selesai mengisi FIS berdasarkan data yang disampaikan oleh responden, petugas SPN mengecek kelengkapan pengisian FIS dan responden diminta untuk menandatangani FIS. (7) Selanjutnya Petugas SPN akan menempelkan stiker sensus di tempat yang mudah dilihat. Sumber : (http://www.pajak.go.id/content/sensus-pajaknasional)

Berikut ini adalah data sekunder hasil penelitian pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua berdasarkan Daftar Kesimpulan Hasil Sensus (DKHS) mengenai perkembangan jumlah Wajib Pajak terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua baik sebelum dilaksanakan Sensus Pajak Nasional maupun setelah dilaksanakan Sensus Pajak Nasional. (lihat tabel 1) Berdasarkan tabel 1 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Jika dilihat dari total kuantitas Wajib Pajak, maka terlihat penambahan kuantitas Wajib Pajak dari Tahun 2008 sampai dengan 2012, namun jika dilihat kuantitas penambahan Wajib Pajak dari Tahun 2008 sampai 2012, maka terlihat bahwa penambahan Wajib Pajak

per tahunnya tidak selalu meningkat dari tahuntahun sebelumnya. Pada Tahun 2010 penambahan Wajib Pajak baru 1.913 lebih rendah penambahannya jika dibandingkan dengan Tahun 2009 yakni 4.332 Wajib Pajak Baru. Sedangkan penambahan Wajib Pajak mulai di Tahun 2011 yakni 1.225 Wajib Pajak Baru dan setelah pelaksanaan Sensus Tahap I di Tahun 2011 yang terjadi adalah penambahan Wajib Pajak baru di Tahun 2012 hanya sebanyak 1.080 lebih mengalami penurunan dari Tahun 2011 setelah pelaksanaan Sensus Tahap I dilakukan. Pada Tahun 2009 rasio peningkatan kuantitas Wajib Pajak 26,97 % jika dibandingkan dengan Tahun 2008. Pada Tahun 2010 mengalami penurunan peningkatan kuantitas Wajib Pajak baru 9,38 % jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada Tahun 2011 rasio peningkatan kuantitas Wajib Pajak 5,49 % jika dibandingkan dengan rasio peningkatan di Tahun 2010. Pada Tahun 2012 terjadi penurunan peningkatan Wajib Pajak terdaftar yakni 4,59 % jika dibandingkan dengan Tahun 2011. Berikut data jumlah penambahan wajib pajak dari Tahun 2008-2012 berdasarkan grafik peningkatannya. (lihat gambar 2) Berdasarkan grafik data (gambar 2) dapat dilihat lebih jelas perbedaan tingkat penambahan Wajib Pajak dan peningkatan rasio kuantitas Wajib Pajak dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012.

2012 2011 Penambahan 2010

OP

2009

Badan

2008 -

5.000

10.000

15.000

20.000

Sumber : Seksi Ekstensifikasi Data yang Diolah Penulis

Gambar 2. Penambahan Jumlah Wajib Pajak pada KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua Tahun 2008-2012 Tabel 2. Target dan Realisasi Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua Tahun

Target

2011 2012

4.400FIS 8.000FIS

Proses Monitoring Perekaman Validasi 2.447 FIS 2.447FIS 10.088FIS 10.087FIS

Realisasi 2.447FIS 10.087FIS

Rasio Efektivitas 55,61% 126,09%

Sumber : Seksi Ekstensifikasi Data yang Diolah penulis.

(lihat tabel 2) Berdasarkan tabel 4.3 Target dan Realisasi Sensus Pajak Nasional di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua. Pada Tahun 2011 target Sensus Pajak Nasional adalah 4.400 FIS, namun realisasinya setelah melalui tahapan perekaman dan validasi data hanya terkumpul 2.447 FIS. Sedangkan di Tahun 2012 target Sensus Pajak Nasional adalah 8.000 Formulir Isian Sensus (FIS) namun realisasinya setelah melalui tahap perekaman dan validasi data hanya terkumpul 10.087 Formulir Isian Sensus. Untuk menghitung efektivitas pelaksanaan Sensus Pajak Nasional maka dilakukan pengukuran dengan membandingkan antara realisasi dengan target pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Pada Tahun 2011, rasio efektivitas Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional adalah 55.61 %, sedangkan pada Tahun 2012 rasio efektivitasnya adalah 126.09 %. Menurut klasifikasi tingkat pengukuran efektivitas, maka pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2011 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua pada termasuk kategori tidak efektif, sedangkan untuk Pelaksanaan Sensus

Pajak Nasional Tahun 2012 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua dikategorikan sangat efektif bahkan over target. Adapun data yang diperoleh berdasarkan Daftar Kesimpulan Hasil Sensus dari hasil penelitian pelaksanaan Sensus Pajak Nasional di lapangan sebagai berikut: (lihat tabel 3) Berdasarkan tabel 3 monitoring pelaksanaan sensus pajak nasional dalam tahapan pencacahan sesuai dengan kondisi responden yang ditemui dilapangan adalah sebagai berikut: Berdasarkan data tersebut maka diketahui beberapa kategori hasil pelaksanaan sensus pajak nasional dilapangan. Menurut PER 30/PJ/2011 penjelasan untuk setiap kategori adalah: (1) Kategori 1, Responden dapat ditemui di lokasi sensus dan bersedia menjawab dan menandatangi FIS. (2) Kategori 2, Responden dapat ditemui di lokasi sensus, akan tetapi tidak bersedia menjawab dan menandatangani FIS. (3) Kategori 3, Responden tidak berada di tempat saat pencacahan akan tetapi ada pihak yang memiliki hubungan dengan responden. (4)

Table 3. Monitoring Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua Tahun 2012 No 1 2 3 4

Wilayah Sensus Krukut Keagungan Glodok Pinangsia JUMLAH

1 2.612 2.336 981 828 6.757

Kategori FIS 2 3 4 135 250 338 67 1.473 314 96 802 123 36 472 298 334 2.997 1.073

Jumlah 3.335 4.190 2.002 1.634 11.161

Sumber : Seksi Ekstensifikasi Data yang Diolah penulis.

Tabel 4. Rincian Hasil Pelaksanaan SPN Kategori FIS Yang Diperhitungkan No

Nama Kelurahan

1

Kategori FIS % 2 %

3

%

Jumlah 1-3

1

Krukut

2.612

26%

135

1%

250

2%

2.997

2

Keagungan

2.336

23%

67

1%

1.473

15%

3.876

3

Glodok

981

10%

96

1%

802

8%

1.879

4

Pinangsia

828

8%

36

0%

472

5%

1.336

6.757

67%

334

3%

2.997

30%

10.088

JUMLAH

Sumber data: Seksi ekstensifikasi diolah peneliti.

Ketegori 4, Objek sensus tidak/belum berpenghuni. Dalam hal kategori 3, FIS yang dititipkan melalui pihak ketiga, hingga kegiatan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 berakhir Formulir Isian Sensus (FIS) tersebut masih berada di tangan responden. Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua yang hanya memiliki satu kecamatan sebagai wilayah kerja, yakni Kecamatan Tamansari yang mencakup empat Kelurahan di antaranya Kelurahan Krukut, Keagungan, Glodok dan Pinangsia. Berdasarkan kegiatan Sensus Pajak Nasional di lapangan diperoleh hasil yakni, jumlah perolehan pengisian FIS pada kegiatan sensus pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua untuk kategori 1, responden yang bersedia untuk disensus dan menandatangani Formulir Isian Sensus sebanyak 6757 FIS, kategori 2 responden yang menolak untuk disensus sebanyak 334 FIS, kategori 3 responden yang tidak dapat ditemui dilokasi sensus akan tetapi ada pihak yang

memiliki hubungan dengan responden seperti saudara atau pekerja rumah tangga sebanyak 2997 FIS dan kategori 4, objek pajak tidak/belum berpenghuni sebanyak 1073 FIS. Sedangkan yang menjadi dasar perhitungan tingkat keberhasilan pelaksanaan sensus pajak nasional oleh Direktorat Jenderal Pajak hanya kategori 1, kategori 2, dan kategori 3. Berikut adalah rincian hasil perolehan kategori FIS berserta persentasi kefektivitasannya untuk setiap kategori yang diakui sebagai dasar perhitungan tingkat keberhasilan pelaksanaan sensus oleh Direktorat Jenderal Pajak. (lihat tabel 4) Berdasarkan tabel 4 Rincian hasil pelaksanaan Sensus Pajak Nasional dalam perolehan kategori FIS yang menjadi dasar perhitungan tingkat keberhasilan dari pelaksanaan Sensus Pajak Nasional pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua menurut DJP, diketahui bahwa perolehan FIS kategori 1 sebanyak 6757 FIS dengan tingkat persentase sebanyak 67 %,

perolehan kategori 2 sebanyak 334 FIS dengan tingkat persentase 3 % dan perolehan kategori 3 sebanyak 2997 FIS dengan tingkat persentase 30 % Berdasarkan penjelasan tersebut maka responden yang tidak kooperatif dan komunikatif dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua yakni, jumlah perolehan FIS Kategori 2, responden menolak untuk disensus sebanyak 334 FIS dengan tingkat persentase 3% dan perolehan FIS Kateogori 3, dimana FIS dititipkan kepada pihak ketiga sebanyak 2.997 FIS dengan tingkat persentase 30 % berarti jumlah responden yang tidak kooperatif dan komunikatif persentasenya sebanyak 33 %. Sedangkan responden yang bersikap koopertif dan komunikatif dalam pelaksanaan sensus diketahui berdasarkan perolehan Kategori 1, yakni responden yang bersedia untuk di sensus sebanyak 6.757 FIS dengan tingkat persentase hanya 67 %. Kendala yang Dihadapi dan Upaya yang Dilakukan dalam Mengefektivitaskan Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua. Kendala yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Pada saat suatu program direalisasikan tentunya tidak selancar seperti yang diharapkan. Terdapat beberapa kendala pada saat program tersebut dilaksanakan dilapangan sehingga diperlukan suatu analisis terhadap kendala-kendala tersebut. Pentingnya analisis atas kendala di lapangan agar kendala tersebut tidak menjadi penghambat dalam pelaksanaan program selanjutnya dikemudian hari. Pada saat pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua terdapat berbagai permasalahan yang timbul, kendala-kendala tersebut antara lain: Keterbatasan Waktu Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional pada awalnya lima bulan, yakni dari 28 Mei 2012 hingga 31 Oktober 2012. Pada perjalanannya program ini selesai pada 30 November 2012 atau mundur satu bulan dari yang dijadwal yang sudah ditentukan. Sehingga pelaksanaan Sensus

Pajak Nasional dilakukan selama enam bulan. Waktu lima bulan pelaksanaan dirasa masih kurang, hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Pantja Edi Noegroho sebagai Kepala Seksi Ekstensifikasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua, berikut kutipannya : “Jadi waktu itu kita memulai pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 kegiatan di lapangan pada 28 Mei 2012, berarti kan anggaplah sudah memasuki awal Juni 2012. Selain itu dalam target waktu pelaksanaan Sensus Pajak Nasional juga bertepatan dengan memasuki bulan Ramadhan dan hari raya Idul fitri, bukan maksud menjadikan hal tersebut sebagai alasan keterbatasan waktu tetapi dalam pelaksanaan di lapangan tidak menutup kemungkinan hal tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi fisik para petugas sensus di lapangan. Terkait hal tersebut target waktu 5 bulan yang telah direncanakan mundur 1 bulan menjadi 6 bulan”. (Wawancara dengan Bapak Pantja Edi Noegroho, tgl 8/11/2013) Waktu pelaksanaan yang singkat semakin dipersulit lagi oleh kurang mendukungnya kondisi dilokasi sensus pajak. Di beberapa lokasi sensus di Kecamatan Tamansari Dua terdapat beberapa responden sensus yang menghambat pelaksanaan Sensus Pajak Nasional sehingga hal tersebut dapat membuat waktu pelaksanaan menjadi terasa lama. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kusmiati sebagai Petugas Pelaksanaan Sensus Non Pegawai Negeri (outsourcing) KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua menjelaskan mengenai keadaan di lapangan yang menghambat waktu pelaksanaan sensus, berikut kutipannya: “Kalau masalah waktunya ya...itulah susahnya kegiatan sensus ini mbak...waktu praktik pelaksanaan di lapangan itu dilakukan pada saat jam kerja. Nah...lokasi sensus kita itukan daerah pemukiman di tempat mayoritas penghuninya pekerja jadi sulit untuk ditemui. Ketika yang didatangi tidak ada dilokasi mau nggak mau kita harus bolak-balik kesitu. Sesuai dengan peraturan sensus dan juga yang telah dijelaskan waktu training kalau yakni kalau pertemuan pertama tidak ketemu maka saya coba bikin janji, kalau dalam pertemuan yang kedua nggak ketemu juga saya bikin janji yang kedua kalinya. Kalau nggak ketemu-ketemu

juga ya mau nggak mau saya harus lewatin mbak...itu bisa jadi menghambat kinerja saya dalam pencapaian target kalau saya fokus di situ doang, dan data yang lainnya nanti gak kekejar kita kan juga punya target waktu penyelesaian mbak”. (Wawancara dengan Kusmiati, tgl 17/11/2013) Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan petugas pelaksana Sensus Pajak Nasional KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua data yang terkait mengenai keterbatasan waktu pelaksanaan peneliti melihat bahwa waktu pelaksanaan yang dilakukan selama lima bulan yang bertepatan dengan bulan Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri dirasa masih kurang ditambah kurang mendukungnya keadaan dilokasi dapat menjadi penghambat dalam efektivitas pelaksaaan Sensus Pajak Nasional. Responden Sulit Temui Responden Sensus Pajak Nasional sebagai pemilik dan/atau yang bertempat tinggal dilokasi dijadikan sasaran Sensus Pajak Nasional. Hal tersebut dikarenakan bila responden sensus sulit ditemui maka hal tersebut akan menjadi kendala dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Pantja Edi Noegroho mengenai kendala yang timbul di lapangan pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional, berikut kutipannya: “Saat berhadapan dengan responden, kendalanya ya, seperti halnya dalam pelaksanaan penyuluhan dan sosialisasi di kelurahan ataupun apartemen, responden yang datang tidak sesuai dengan jumlah data responden yang telah diundang. Atau saat kegiatan pemukiman penduduk reponden saat ditemui tidak ada ditempat atau saat bertemu tidak mau ditanya-tanya. Alasan mereka beragam salah satunya kesibukan mereka sebagai pekerja kantor dan pebisnis dan bagi mereka waktu sedetik adalah uang yang berharga.” (Wawancara dengan Bapak Pantja Edi Noegroho, 8/11/2013) Pada pelaksanaanya petugas sensus pajak KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua juga menemui kendala serupa di lapangan. Karena responden sensus tidak ada dilokasi sensus ataupun responden sensus sulit ditemui dilokasi sensus. Sebagaimana diungkapkan oleh Kusmiati sebagai petugas sensus pajak non

pegawai negeri sipil (outsourcing) di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua, berikut kutipannya: “Kendalanya itu Yahh..waktu saya pas sensus di dua lokasi sekaligus yakni waktu di cluster perumahan dan pasar itu sulitnya bukan main mbak...kalau dari bayangan saya perumahan itu mudah karena di sana selain ada pihak keamanan pastinya nanti saya bisa bertemu dengan ibu-ibu perumahan yang lagi kumpul di depan rumah semacam ibu-ibu rumpi hehe..tetapi kenyataannya nihil sulitnya bukan main, saat saya datang ke lokasi uiiiihh...pintu gerbangnya mbak..tingginya bukan main ada kali 3 meter tertutup lagi ditambah rata-rata mereka punya penjaga rumahnya itu guk..guk.. dan juga pembantu rumah tangga mbak...uiihh...capek teriaknya, gak ada yang dengar apalagi buka pintu. Tetapi yang lebih parahnya itu di lokasi cluster pasar lebih sulit bukan main lagi mbak...karena jam 8 pagi saat kita datang itu para pedagang itu sudah pulang dan menutup lapak dagangan mereka semua, alhasil kita harus membagi dan mengatur waktunya untuk bisa bertemu dengan mereka yah berusaha datang lebih pagi lagi berharap dan mereka mau meluangkan waktunya untuk kita intervieu. Nah kalau udah kaya gitu kita akalin dengan menitipkan Formulirnya kita beri mereka penjelasan cara pengisian dan mengenai kegiatan sensus ini mbak agar mereka bisa mengisinya di waktu luang mereka yah..tentunya dengan waktu yang kita tentukan mbak untuk pengambilan kembali Formulir tersebut.” (Wawancara dengan Kusmiati, Tanggal 17/11/2013) Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan petugas pelaksana Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua, dapat terlihat bahwa masih banyak dari responden yang sulit ditemui di lokasi sensus. Akibat dari sulitnya responden sensus untuk ditemui tersebut dapat menghambat jalannya pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Resistensi dari Masyarakat Resistensi yang timbul di dalam masyarakat dapat menghambat pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Dengan timbulnya resistensi tersebut membuat responden dari sensus pajak terpengaruh dan tidak jarang beberapa responden menjadi sulit untuk

disensus bahkan hingga menolak untuk disensus. Timbulnya resistensi tersebut disebabkan oleh banyaknya pemberitaan mengenai kasus penggelapan pajak oleh petugas pajak. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Pantja Edi Noegroho terkait dengan timbulnya resistensi dari masyarakat dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional, berikut ini adalah kutipannya: “Nah..itu juga salah satu kendala yang dihadapi, pandangan mereka terhadap institusi ini yang negatif terjadi karena kesalahan segelintir aparat pajak hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman mereka mengenai masalah yag terjadi dalam masalah pajak tersebut padahal prosesnya tidak seperti yang mereka pikirkan. Maka dari itu untuk memulihkan keadaan tersebut DJP melaksanakan program Sensus Pajak Nasional ini selain dengan tujuan awalnya juga untuk menjalin komunikasi yang lebih intensif antara responden sensus dengan aparatur pajak atau petugas sensus sehingga perbedaan pandangan dan cara penilaian akan dapat dimengerti”. (Wawancara dengan Bapak Pantja Edi Noegroho, Tanggal 8/11/2013). Kendala dalam hal tersebut juga dialami oleh petugas sensus di lapangan saat menemui responden. Sebagaimana diungkapkan oleh Kusmiati sebagai petugas sensus pajak nonpegawai negeri sipil (outsourcing) di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua, berikut kutipannya: “Yah itu juga termasuk kendalanya mbak...ketika ada wajib pajak yang orangnya kritis atau kaya gimana gitu....mereka dengar kata pajak kebanyakan komentarnya langsung miring, ada yang nimpalin segala macam tudingan miring. Bahkan ada yang nggak mau disensus karena kasus-kasus para aparatur pajak dan ada juga saat kita datang ke lokasi dengan atribut pakaian SPN mereka bahkan langsung berburuk sangka terhadap kita. Yaa... walau bagaimana pun kita mencoba menjelaskan pada mereka sebisa kita mengenai pajak itu apa, sensus pajak itu apa dan tujuan sensus itu apa?...Itu semua kembali pada pribadinya masing-masing sih mbak...kadang ada yang mengerti tetapi ada juga yang tidak.”. (Wawancara dengan Kusmiati, Tanggal 17/11/2013).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan petugas pelaksana Sensus Pajak Nasional KPP Pratama Jakarata Tamansari Dua dapat dilihat bahwa timbulnya resistensi dari masyarakat akibat dari stigma buruk terhadap aparatur pajak dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan Sensus di lapangan. Kesadaran Responden Kurang Kurangnya kesadaran responden terhadap kewajiban perpajakannya merupakan salah satu faktor kendala keberhasilan suatu program. Hal ini seperti diungkapkan oleh Bapak Pantja Edi Noegroho mengenai kendala yang timbul di lapangan pada pelaksanaan Sensus Pajak Nasional, berikut kutipannya: “Kesadaran responden terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakannya dianggap masih kurang karena masih banyak di antara mereka yang tidak peduli terhadap pajak, mengenai administrasi perpajakannya mengenai kewajiban perpajakannya dalam hal menghitung, menyetor dan melaporkan SPT Masanya, saat mereka bekerja di perusahaan maka perusahaan tersebut yang akan melaksanakan kewajiban perpajakan mereka, namun saat mereka sudah tidak bekerja mereka tidak melakukan kewajiban perpajakannya karena mereka beralasan tidak mengetahui bagaimana cara pelaksanaan administrasi perpajakannya dan karena ini pelayanan instansi pemerintah mereka beranggapan akan rumit prosesnya terhadap administrasi pajak itu sendiri hal tersebut menimbulkan ketidakingintahuan mereka mengenai segala hal yang berhubungan dengan administrasi dan kewajiban perpajakannya.” (Wawancara dengan Bapak Pantja Edi Noegroho, Tanggal 8/11/2013). Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pelaksana Sensus Pajak Nasional KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua dapat dilihat bahwa timbulnya resistensi dari masyarakat akibat dari stigma buruk terhadap aparatur pajak dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Upaya yang Dilakukan dalam Mengefektifkan Pelaksanaan Sensus Adapun upaya yang dilakukan dalam mengefektifkan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

Pembentukan Tim Dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua membuat pembentukan tim pelaksanaan sensus yang melibatkan pihak luar bertujuan guna memaksimalkan kegiatan pelaksanaan di lapangan. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Pantja Edi Noegroho sebagai Ketua Seksi Ekstensifikasi, sebagai berikut: “Dalam mengefektifkan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional ini ada beberapa hal yag dilakukan salah satunya pembentukan Tim Sensus yang solid. Hal tersebut telah sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan dan Peraturan Perpajakan tentang pembentukan tim, termasuk perekrutan petugas, yakni mengenai tenaga tambahan dari luar Ditjen pajak dimaksudkan agar petugas di lapangan lebih banyak sehingga pelaksanaan di lapangan pun menjadi lebih maksimal dengan target dan waktu yang terbatas.” (Wawancara dengan Bapak Pantja Edi Noegroho, Tanggal 8/11/2013). Dengan demikian dalam pelaksanaan sensus pajak nasional tidak cukup hanya dengan jumlah petugas yang memadai tetapi juga para petugas sensus tersebut juga harus memiliki beberapa keterampilan yang diperlukan dalam pelaksanaan sensus di lapangan. Salah satunya bimbingan teknis kepada petugas lapangan, sebagaimana diungkapkan oleh Kusmiati sebagai petugas sensus pajak nonpegawai negeri (outsourcing) berikut kutipannya: “Tentunya mbak... pada waktu pembukaan pelaksanaan sensus di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua waktu itu pertama saya diberikan training yakni penjelasan mengenai kegiatan sensus, mengenai pendataan, pembagian lokasi sensus, dan terutama mengenai pelaksanaan di lapangan pelatihan sosialisasi, dan dalam training tersebut kita dibekali bagaimana cara menghadapi situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan dalam menghadapi responden yang beraneka sifatnya jadi secara tidak langsung sebelum turun ke lapangan kita sudah ada bayangan bilamana bertemu dengan responden yang seperti dijelaskan dalam training.” (Wawancara dengan Kusmiati, Tanggal 8/11/2013). Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pelaksana Sensus Pajak Nasional KPP

Pratama Jakarta Tamansari Dua yang diperoleh peneliti terkait pembentukan tim dan bimbingan teknis kepada petugas di lapangan, peneliti melihat bahwa dalam pembentukan tim sensus KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku dan untuk memaksimalkan kegiatan di lapangan maka KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua menggunakan tenaga tambahan dari luar lingkungan Ditjen Pajak. Sedangkan dalam hal pemberian training. yakni mengenai bimbingan teknis kepada petugas lapangan guna menambah kualitas dan keterampilan petugas sensus di lapangan dalam mengahadapi responden. Komunikasi Persyaratan pertama agar kegiatan pelaksanaan sensus pajak nasional berjalan dengan efektif adalah perlunya komunikasi terkait dengan kegiatan yang dijalankan. Komunikasi yang dilakukan baik itu antarpetugas sensus dengan masyarakat mutlak diperlukan. Dengan komunikasi diharapkan dapat membantu kejelasan pencapaian tujuan dari kegiatan sensus pajak itu sendiri. KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua yang wilayah kerjanya mencakup satu kecamatan dengan menaungi empat kelurahan melakukan komunikasi kemasyarakat Tamansari terkait program Sensus Pajak Nasional melalui berbagai cara di antaranya mencakup sosialisasi di lokasi dan koordinasi dengan pihak terkait seperti instansi masyarakat dan pengelola gedung/pertokoan. Sebagaimana diungkapkan oleh Kasi Ekstensifikasi KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua yakni Bapak Panjta Edi Noegroho mengenai sosialisasi dan koordinasi yang dilakukan KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua terkait program Sensus Pajak Nasional Tahun 2012: “... pertama ada sosisalisasi tentunya dan ada koordinasi. Sosialisasi kita dengan pihak kecamatan dan kelurahan dengan mengundang warga masyarakatnya untuk datang keacara sosialisasi yang diadakan di kelurahan masingmasing terutama diwakili oleh instansi masyarakat terkait yakni seperti RT/RW, petua masyarakat, karang taruna dan pengelola gedung/pertokoan. Sedangkan dalam pelaksanaan sensus di lapangan petugas melakukan koordinasi dengan pihak terkait

tersebut guna melancarkan komunikasi dengan responden.” (Wawancara dengan Bapak Pantja Edi Noegroho, Tanggal 8/11/2013). Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pelaksana Sensus Pajak Nasional KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua data yang diperoleh, peneliti melihat bahwa KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua telah berupaya melakukan proses komunikasi terkait Sensus Pajak Nasional. Baik komunikasi antar petugas sensus maupun dengan masyarakat dalam rangka sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan program Sensus Pajak Nasional yang telah dilakukan dengan baik. Pengawasan dan Evaluasi Pelaksanaan di Lapangan Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional berjalan efektif diperlukan pengawasan dan evaluasi dalam hasil pekerjaannya. Sebagaimana Kasie Ekstensifikasi KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua mengenai pengawasan dan evaluasi dalam pelaksanaan sensus pajak nasional di lapangan : “Dalam hal pengawasan dan evaluasi pelaksanaan sensus di lapangan, kami melakukan pengawasan dengan cara dalam setiap petugas sensus nonpegawai negeri sipil (outsourcing) didampingi oleh petugas sensus dari pegawai KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua. Sedangkan setiap seminggu sekali kami melakukan evaluasi terhadap hasil kegiatan sensus di lapangan. Pada saat itu kita berbagi semua masalah hasil sensus dan kendala yang terjadi di lapangan dalam berhadapan dengan responden dalam satu meja.” (Wawancara dengan Bapak Pantja Edi Noegroho, Tanggal 8/11/2013). Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti melihat bahwa pengawasan dan evaluasi yang dilakukan KPP Pratama Tamansari Dua menuntut adanya kerja sama banyak pihak, sehingga masalah yang timbul dapat dibahas dan dicari jalan keluarnya. Dan pengawasan yang dilakukan dapat menjamin keefektifan pelaksanaan kegiatan program Sensus Pajak Nasional. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

deskriptif, yakni suatu metode yang digunakan untuk menemukan pengetahuan terhadap subjek penelitian pada suatu saat tertentu. Penelitian kualitatif deskriptif berusaha mendeskripsikan seluruh gejala atau keadaan apa adanya pada saat penelitian dilakukan. (Mukhtar, 2013:10-11). Pendekatan kualitatif menerapkan paradigma naturalistik yang tujuannya adalah memahami secara mendalam makna yang terkandung dan kategori-kategori atau entitas-entitas yang terkait dengan isu konsep penelitian, pada hakikatnya mutual simultaneous shaping “saling memperkuat”. Penelitian naturalistik adalah penelitian deskriptif yang mengungkap realitas secara alamiah apa adanya, sekalipun demikian dia tetap saja memberikan makna di balik peristiwa alamiah yang ditunjukkan subjek. Prinsip penelitian ini menekankan perilaku sosial dan makna di balik tindakan sosial (Mukhtar, 2013:36). Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan tenik wawancara dengan informan. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat pelaksanaan penelitian dilaksanakan. Dalam penulisan ini, lokasi penelitian yang telah ditentukan adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua, Jakarta Barat. Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua meliputi kecamatan yang membawahi 4 kelurahan yaitu: (1) Kelurahan Glodok; (2) Kelurahan Pinangsia; (3) Kelurahan Krukut; (4) Kelurahan Keagungan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan berikut: 1) Hasil pelaksanaan Sensus Pajak Nasional diketahui responden yang bersikap kooperatif dan komunikatif dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 berdasarkan hasil perolehan kategori 1, yakni responden bersedia di Sensus sebanyak 6.757 FIS dengan tingkat persentase hanya 67 % dari keseluruhan hasil perolehan target dan realisasi Sensus Pajak Nasional di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua yakni sebesar 10.087 FIS dengan

persentase 126.09 % dengan kata lain pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Tahun 2012 termasuk kategori kurang efekif dalam hal pencapaian tujuan pelaksanaan Sensus. 2) Berikut kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan dalam megefektivitaskan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua: a) Kendala yang dihadapi: (1) Keterbatasan waktu, (2) Responden sulit ditemui, (3) Resistensi dari masyarakat, (4) Kesadaran masyarakat kurang. b) Upaya yang dilakukan: (1) Pembentukan Tim, (2) Komunikasi (Sosialisasi dan koordinasi), (3) Pengawasan dan evaluasi pekerjaan dilapangan. Saran Sensus Pajak Nasional merupakan program pemerintah yang bersifat berkelanjutan. Supaya Sensus Pajak Nasional dapat berjalan secara optimal di masa mendatang, peneliti memberikan saran sebagai berikut: (1) Diperlukan komunikasi yang lebih optimal oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua sebagai pelaksana untuk melakukan sosialisasi dan koordinasi yang lebih intensif dengan waktu yang luas kepada masyakarat/Wajib Pajak/Responden Sensus berupa imbauan dan penyuluhan mengenai kewajiban perpajakan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. (2) Mengenai kendala yang terjadi diperlukan penegakan hukum yang tegas dengan memberikan sanksi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Sehingga permasalahan terkait sulitnya responden untuk ditemui akan sedikit terselesaikan dengan pemberian sanksi tersebut. Diperlukan kesadaran masyarakat dalam pencapaian tujuan Sensus Pajak Nasional guna meningkatkan penerimaan negara yang berasal dari sektor pajak yang berimplikasi terhadap kesejahteraan hidup masyarakat yang lebih baik lagi. (3) fektivitas dari kegiatan ekstensifikasi disarankan agar pelaksanaan Sensus dilakukan di lokasi pertokoan/mall serta perumahan mewah/elit dan berdasarkan Daftar Kesimpulan Hasil Sensus (DKHS) yang diperoleh digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan kegiatan intensifikasi perpajakan. Sehingga tujuan dari pelaksanaan Sensus dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA Buku : Dye, Thomas R. 2002. Understanding Public Policy, 10th edition. New Jersey: Prentice Hall. Eckler, Ross A. 1977. Census (The Encyclopedia Americana International Edition.Volume 6, hlm.168) New York, USA: Americana Corporation. Mahsun, Mohammad. 2006. Pengukuran Tingkat Kinerja. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Makmur. 2011. Efektivitas Kelembagaan Pengawasan. Refika Aditama.

Kebijakan Bandung:

Mukhtar. 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi (GP Press Group). Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan. Edisi Tiga. Jakarta: Granit. Pasolong, Harbani. 2012. Metode Penelitian Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta. Pass, Christopher dan Ptyan Lowes.1988. Dictionary of Economics, Second Edition: Harper Collins Publishing Ltd.(diterjemahkan oleh Tumpal Rumapea dan Posman Haloho). Jakarta: Penerbit Erlangga. Resmi, Siti. 2012. Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi Enam. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. 2012. Panduan Lengkap Tata Cara Perpajakan di Indonesia. Jakarta: Visi Media. Mukhtar. 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi (GP Press Group). Stoner, James A.F. dan Charles Wankel.1986. Management, Third Edition. (diterjemahkan oleh Wilhelmus dan Heru Sutejo). Jakarta: Intermedia. Sumarsan, Thomas. 2012. Sensus Pajak Nasional Siapa Takut? Jakarta: Indeks Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.

Widyaningsih, Aristanti. 2011. Hukum Pajak Perpajakan: dengan Pendekatan Mind Map. Bandung: Alfabeta. Wikipedia bebas

bahasa

Indonesia

Ensiklopedia

Artikel/ Website: Mekanisme Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional, November 10, 2013 : http://www.pajak.go.id Peraturan Perundang-undangan Perpajakan: Republik Indonesia. PMK-149/PMK.03/2011 tentang Sensus Pajak Nasional. Republik Indonesia. Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-20/PJ/2012 tentang Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Karya Akademis: Kunprihantoyo, Nuraziz. 2013. Skripsi. Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Pelaporan SPT Tahunan di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua Jakarta

Barat. Jakarta: STIAMI Konsentrasi Adm. Perpajakan Syamwil. 2010. Analisis Ekstensifikasi dan Intensifikasi Objek Pajak Hiburan dalam Upaya Meningkatkan Penerimaan Pajak Daerah pada Suku Dinas Pelayanan Pajak II Kota Adminisrasi Jakarta Pusat. Jakarta: STIAMI Konsentrasi Adm. Perpajakan. Kurniawan, Dimas Agung. 2012. Analisis Implementasi Sensus Pajak Nasional Tahap I pada KPP Pratama Depok. Depok: FISIP UI Nasucha, Chaizi. 2003. Pengaruh Reformasi Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Disertasi S3 Ilmu Sosial Universitas Pajajaran. OECD. 2000. OECD Tax Policy Studies. Tax Burdens Alternative Measures. France. Purnomo, Hadi. 2004. Reformasi Administrasi Perpajakan Dalam Heru Subiyanto dan Singgih Riphat(Ed.) Kebijakan Fiskal, Pemikiran, Konsep dan Implementasi. Editor: Jakarta: Kompas