BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 KAJIAN

Download PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) digunakan untuk berbagai tujuan tetapi yang terpenting adalah untuk mengu...

0 downloads 238 Views 289KB Size
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

Kajian Pustaka

2.1.1

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu

daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi (BPS, 2010). Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut, merupakan produk domestik daerah yang bersangkutan. Penghitungan produk domestik ini lebih dikenal dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan salah satu indikator makro yang dapat konstan masing-masing mempunyai interpretasi data yang berbeda (Kuncoro, 2004). Menurut Noviyani (2007) PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat

20

digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) digunakan untuk berbagai tujuan tetapi yang terpenting adalah untuk mengukur kinerja keseluruhan. Jumlah ini akan sama dengan jumlah nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa, serta ekspor netto. Untuk menghitung angkaangka PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, dan dijelaskan berikut ini: a.

Pendekatan produksi Dengan pendekatan Produksi (production approach) produk

nasional atau produk domestik bruto diperoleh dengan menjumlahkan nilai pasar dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian. PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Persamaan fungsi produksi pada pendekatan produksi adalah sebagai berikut: Y= f(K,L,t)..................................................................................(2.1) Dimana: K L t

= modal = tenaga kerja = teknologi

Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu: (1) pertanian, peternakan, 21

kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor. b.

Pendekatan pendapatan Pendekatan pendapatan (income approach) adalah suatu pendekatan

pendapatan

nasional

yang

diperoleh

dengan cara menjumlahkan

pendapatan dari berbagi dari faktor produksi yang menyumbang terhadap proses produksi. c.

Pendekatan pengeluaran Pendekatan pengeluaran adalah pendekatan pendapatan nasional

atau produk domestik regional bruto yang diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai pasar dari seluruh pemintaan akhir (final demand) atas output yang dihasilkan dalam perekonomian, diukur pada harga pasar yang berlaku. Dengan kata lain, produk nasional atau produk domestik regional bruto adalah penjumlahan nilai pasar dari permintaan sektor rumah tangga untuk barang-barang konsumsi dan jasa-jasa (C), permintaan sektor bisnis barang-barang investasi (I), pengeluaran pemerintah untuk barang-barang dan jasa-jasa (G), dan pengeluaran sektor luar negeri untuk kegiatan ekspor dan impor (X-M). Untuk Provinsi Bali menggunakan pendekatan produksi yang tercermin pada PDRB berdasarkan lapangan usaha dan menggunakan 22

pendekatan pengeluaran yang tercermin pada PDRB berdasarkan pengeluaran. Perhitungan output pada perekonomian dengan pendekatan pengeluaran dijelaskan dalam persamaan berikut: Y atau PDRB = C + I + G + NX................................................(2.3) Dimana: Y atau PDRB C I G NX

= Produk Domestik Regional Bruto = konsumsi = investasi = pengeluaran pemerintah = ekspor neto (ekspor dikurangi impor)

PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan stok, dan (5) ekspor neto, (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor). Secara konsep tiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena didalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto. Pada dasarnya, PDRB sama dengan PDB, perbedaannya hanya terletak pada ruang lingkupnya, yaitu PDB berlaku secara nasional sedangkan PDRB berlaku untuk daerah-daerah yang ada di negara tersebut. Selanjutnya, PDRB yang ada di daerah tersebut dijumlahkan sehingga menjadi PDB secara nasional (Hasan, 2009). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah 23

tertentu pada suatu perekonomian yang dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi maupun perubahan struktur ekonomi. 2.1.2 Investasi Menurut Sukirno (2010) investasi biasanya disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Kegiatan investasi dalam suatu perekonomian dapat mendorong naik turunnya tingkat perekonomian negara yang bersangkutan karena mampu meningkatkan produksi dan kesempatan kerja. Investasi merupakan pengeluaran perusahaan dan pemerintah secara keseluruhan untuk membeli barang-barang modal baik untuk mendirikan perusahaan baru maupun untuk memperluas usaha yang telah ada dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada biaya modal yang dikeluarkan untuk melakukan investasi. Istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Jenis-jenis investasi menurut Rosyidi (2011), yakni : 1.

Autonomous Investment (investasi otonom) adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, tetapi dapat bergeser ke atas atau kebawah karena adanya perubahan-perubahan faktor diluar pendapatan.

2.

Induced Investment (investasi terimbas) adalah investasi yang besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional. 24

3.

Public Investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah.

4.

Private Investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta dengan tujuan mencari profit sebesar-besarnya.

5.

Domestic Investment adalah penanaman modal yang berasal dari dalam negeri untuk di dalam negeri.

6.

Foreign Investment adalah penanaman modal yang berasal dari luar negeri masuk ke dalam negeri.

7.

Gross Investment (investasi bruto) adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika. Jadi investasi bruto itu mencakup segala jenis investasi.

8.

Net Investment (investasi neto) adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan.

Dari beberapa jenis investasi diatas, yang paling dominan terjadi di Provinsi Bali adalah private investment dan foreign investment mengingat Bali adalah daerah tujuan wisata internasional yang sangat berpotensi menarik investor lokal maupun asing untuk menginvestasikan modalnya di Bali. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah investasi antara lain sebagai berikut (Deliarnov, 1995) : 1. Inovasi dan Teknologi Adanya temuan-temun baru menyebabkan cara-cara berproduksi lama menjadi tidak efisien. Untuk itu perusahaan-perusahaan perlu menemukan investasi untuk membeli peralatan mesin-mesin yang canggih. Kondisi ini 25

juga terjadi di Bali, bahkan pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan dengan padat karya mulai tergantikan dengan mesin demi menekan biaya produksi perusahaan. 2. Tingkat Perekonomian Makin banyak aktivitas perekonomian makin besar pendapatan nasional dan makin banyak bagian pendapatan yang dapat ditabung, pada gilirannya akan diinvestasikan pada suatu usaha yang menguntungkan. Aktivitas yang paling dominan terjadi di Provinsi Bali terdapat pada sektor pariwisata. Sektor pariwisata dianggap paling banyak memberikan sumbangan dalam pendapatan daerah yang selanjutnya dialokasikan untuk mengembangkan wisata yang masih belum mendapatkan perhatian khusus. 3. Tingkat Keuntungan Perusahaan Makin besar tingkat keuntungan perusahaan membuat semakin banyak bagian laba yang dapat ditahan dan dapat digunakan untuk tujuan investasi. Kondisi ini sangat terlihat pada Kabupaten Badung terutama bagian selatan sangat terlihat

perkembangan

perusahaan

terutama

pada

hotel

yang terus

bermunculan di kabupaten ini. 4. Situasi Politik Jika situasi politik aman dan pemerintah banyak memberikan kemudahankemudahan bagi perusahaan, maka tingkat investasi akan tinggi. Salah satu kegiatan investasi yang dapat diketahui adalah penanaman modal, penanaman modal dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Sejauh ini kondisi politik di Provinsi Bali masih dapat dianggap aman dan tidak 26

mengganggu iklim investasi dan pemerintah juga membuka kesempatan bagi para investor untuk berinvestasi terutama pada sektor pariwisata. Berdasarkan faktor-faktor yang memperngaruhi investasi diatas, faktor yang memiliki peranan paling kuat di Provinsi Bali terdapat pada tingkat perekonomian.

Hal

tersebut

dikarenakan

semakin

banyaknya

aktivitas

perekonomian di Provinsi Bali khususnya pada sektor pariwisata yang menciptakan iklim investasi di Provinsi Bali semakin baik. Disimpulkan bahwa investasi adalah pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal baik untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian ataupun dalam rangka membuat perusahaan baru. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Dibutuhkan tenaga kerja yang lebih tinggi untuk menunjang keberhasilan kegiatan investasi tersebut. Sementara itu peranan PMTDB (investasi riil) di Provinsi Bali meski masih kalah dari konsumsi, namun memperlihatkan grafik yang terus menanjak. Pada tahun 2010 perannya baru mencapai 27,00 persen, kemudian terus meningkat hingga akhirnya mencapai 36,02 persen pada tahun 2013. Pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTB) didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang modal baru ataupun bekas dari luar negeri. Barang modal adalah peralatan yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya mempunyai umur pakai satu tahun atau lebih. PMTB dapat dibedakan 27

atas: a) pembentukan modal dalam bentuk bangunan/konstruksi; b) pembentukan modal dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan; c) pembentukan modal dalam bentuk alat angkutan; dan d) pembentukan modal untuk barang modal lainnya. Tabel 2.1 Distribusi Komponen PDRB Penggunaan Provinsi Bali Triwulan II-2012, Triwulan I-2012, dan Triwulan II-2012 (dalam persen) Komponen Penggunaan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Perubahan Inventori Diskrepansi Statistik Ekspor Impor Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012

Triwulan Triwulan I Triwulan II 2011 2012 II 2012 59.84 59.95 58.65 0.82 0.83 0.82 12.92 13.31 13.5 29.85 32.49 33.28 0.34 0.35 0.35 -6.13 -1.82 -0.51 102.42 106.90 107.13 100.06 112.01 113.20

Sedangkan pada tahun 2012 seperti yang terlihat pada Tabel 2.1, peningkatan investasi fisik seperti pembangunan jalan di atas perairan (JDP), perluasan bandara, dan pembuatan under pass simpang Dewa Ruci, turut mendongkrak PMTDB di triwulan kedua. PMTDB memberi kontribusi terhadap total PDRB sebesar 33,28 persen, meningkat dibanding kontribusi triwulan sebelumnya yang sebesar 32,49 persen. Ini mengindikasikan bahwa investasi riil di Bali terus meningkat setiap tahunnya. 1.1.3

Hubungan PDRB dengan Investasi Produk domestik regional bruto dapat didefinisikan sebagai jumlah nilai

tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh 28

seluruh unit ekonomi disuatu wilayah. Investasi merupakan suatu pengeluaran yang

dimaksudkan

untuk

meningkatkan

kemampuan

masyarakat

untuk

meningkatkan produksi. Jadi investasi merupakan pengeluaran yang akan menambah jumlah alat-alat produksi dalam masyarakat dimana pada akhirnya akan menambah pendapatan, sehingga PDRB meningkat. Investasi juga sebagai sarana dan motivasi dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi khususnya dalam upaya memperluas penggunaan tenaga kerja dalam meningkatkan produksi (output). Terdapat kaitan yang sangat erat antara investasi dengan PDRB dalam suatu daerah tertentu. Terdapat hubungan yang positif apabila PDRB naik, pengeluaran investasi juga akan naik. Begitu pula sebaliknya meningkatnya pendapatan suatu daerah PDRB mempunyai tendensi meningkatnya permintaan akan barang-barang dan jasa konsumsi, yang berarti akan memerlukan produksi barang-barang dan jasa konsumsi yang lebih banyak. Ini berarti memerlukan penambahan modal yang sudah ada dengan menambah proyek investasi. Dengan demikian, meningkatnya tingkat pendapatan mengakibatkan meningkatnya jumlah proyek investasi yang dilaksanakan oleh masyarakat (Todaro, 2000). Fungsi investasi dengan pendapatan menunjukkan kalau investasi dapat dipengaruhi oleh pendapatan. Fungsi investasi terhadap pendapatan ada dua macam yaitu fungsi investasi autonomous dan fungsi pendapatan terpengaruh. Fungsi investasi autonomous menyatakan bahwa apabila pendapatan akan naik, investasi yang terjadi adalah tetap atau dapat dikatakan bahwa investasi tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Berbeda dengan fungsi investasi terpengaruh, fungsi ini 29

menyatakan bahwa apabila pendapatan akan naik, investasi juga akan naik dan investasi turun apabila pendapatan turun (Sukirno, 2000). Prinsip akselerasi atau akselarator adalah merupakan suatu teori dalam analisa investasi yang pada hakikatnya mengatakan bahwa perubahan dalam tingkat investasi adalah sepenuhnya ditentukan oleh perubahan dalam tingkat pendapatan nasional atau regional. Teori di atas menjelaskan pengaruh PDRB terhadap investasi yaitu, apabila suatu daerah memiliki PDRB yang tinggi para investor akan lebih memilih berinvestasi di daerah tersebut dan sebaliknya semakin banyak investasi yang dilakukan maka jumlah barang dan jasa yang diproduksi suatu daerah akan semakin meningkat sehingga meningkatkan PDRB daerah tersebut. Teori akselerasi menyatakan bahwa pendapatan nasional yang semakin meningkat menunjukkan semakin memerlukan barang modal yang semakin banyak (Sukirno, 2000). Dengan demikian, investor perlu melakukan investasi yang lebih tinggi dan lebih banyak modal perlu dipinjam. 2.1.4 Upah Minimum Upah Minimum adalah suatu penerimaan bulanan minimum (terendah) sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Sebagaimana yang telah diatur dalam PP No. 8/1981 upah minimum

30

dapat ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional, maupun subsektoral, meskipun saat ini baru upah minimum regional yang dimiliki oleh setiap daerah. Dalam hal ini upah minimum adalah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Namun, dalam peraturan pemerintah yang diatur secara jelas hanya upah pokoknya saja dan tidak termasuk tunjangan, sehingga seringkali menimbulkan kontroversi bagi pengusaha dan pekerja. Tunjangan tetap sendiri adalah tunjangan yang diberikan secara tetap tanpa melihat tingkat kehadiran pekerja ataupun output, seperti misalnya tunjangan keluarga tetap dan tunjangan yang berdasar pada senioritas. Menurut Undang Undang No 13 tahun 2003 disebutkan bahwa upah minimum hanya ditujukan bagi pekerja dengan masa kerja 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) tahun. Dari definisi tersebut, terdapat dua unsur penting dari upah minimum (Sumarsono, 2003) yaitu adalah: 1. Upah permulaan adalah upah terendah yang harus diterima oleh buruh pada waktu pertama kali dia diterima bekerja. 2. Jumlah upah minimum haruslah dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh secara minimal, yaitu kebutuhan untuk sandang, pangan dan keperluan rumah tangga. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada unsur nomor dua. Upah yang ditetapkan harus memenuhi kriteria hidup layak bagi masyarakat agar masyarakat khususnya kalangan kurang mampu dapat mengangkat perekonomian keluarganya menjadi lebih baik dengan adanya penetapan upah minimum tersebut. 31

Upah minimum adalah upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun sub sektoral. Dalam hal ini, upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Upah minimum ditetapkan berdasarkan persetujuan dewan pengupahan yang terdiri dari pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja. Tujuan dari ditetapkannya upah minimum adalah untuk memenuhi standar hidup minimum sehingga dapat mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah (Tjiptoherijanto, 1990). Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam hal ini sebagai upah minimum jarang memenuhi syarat sebagai upah hidup di sebagian besar wilayah hukum dan tentu saja tantangan di daerah ini sangat tergantung pada konteks di mana mereka terjadi (ILO, 2012). Berdasarkan beberapa pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa upah minimum provinsi adalah upah terendah yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka memberikan kesempatan hidup layak bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk memenuhi standar hidupnya. Upah minimum juga bertujuan agar para pengusaha tidak semena-mena dengan memberikan upah terlalu rendah dalam memberikan upah kepada para pegawainya. Sedikitnya, ada enam indikator yang dipergunakan dalam menetapkan UMP di Provinsi Bali. Indikator itu meliputi KHL (Kehidupan Hidup Layak), tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi/produktifitas tenaga kerja, tingkat pengangguran/supply, demand tenaga kerja, dan kemampuan usaha kecil membayar upah serta kesesuaian dengan daerah sekitar juga menjadi pertimbangan penting dalam penentuan UMP. Sedangkan UMP daerah terdekat yang dijadikan pertimbangan adalah UMP Nusa Tenggara Barat dan UMK Banyuwangi. UMP itu nantinya disusul dengan 32

penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupatan/Kota atau UMSK yang berlaku pada sektor pariwisata, perdagangan dan jasa lainnya yang merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi Bali. UMSK diharapkan mampu mencerminkan perbedaan produktifitas tenaga kerja antar sektor dan pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota. Aturannya, UMSK harus sama dengan atau lebih tinggi dari UMK. 2.1.5

Hubungan Upah Minimum dengan Investasi Teori Keynes menyatakan bahwa adanya kenaikan tingkat upah dapat

mengakibatkan permintaan uang dengan motif transaksi atau motif spekulasi akan naik yang menyebabkan suku bunga juga akan naik. Oleh karena itu dapat disimpulkan, kenaikan upah akan menyebabkan kenaikan tingkat bunga dengan asumsi suplai uang tetap stabil (Stoiner dan Haque, 1994). Dalam ekonomi tertutup, investasi yang direncanakan (I) tergantung pada tingkat bunga (r). Tingkat bunga adalah biaya utang untuk mendanai proyekproyek investasi. Kenaikan dalam tingkat bunga karena adanya kenaikan upah akan mengurangi investasi yang direncanakan. Berdasarkan penjelasan tersebut, penetapan upah minimum berpengaruh negatif secara langsung terhadap investasi (Rakhmasari, 2006). Dengan naiknya tingkat upah akan meningkatkan tingkat konsumsi dari pekerja sehingga permintaan uang akan naik. Permintaan uang yang meningkat akan menaikkan tingkat suku bunga sehingga menyebabkan tingkat investasi akan turun. Sedangkan, jika dilihat dari pengusaha upah minimum merupakan biaya produksi bagi perusahaan. Dengan tingginya nilai upah minimum di suatu daerah 33

menyebabkan perusahaan-perusahaan yang akan melakukan investasi tidak tertarik untuk menanamkan modalnya dikarenakan biaya produksi mereka tinggi. Bahkan, dikawatirkan dengan tingginya nilai upah minimum akan mengakibatkan perusahaan-perusahaan yang sudah menanamkan modalnya melakukan relokasi modal keluar daerah. Berdasarkan pemaparan diatas dapat dikatakan terdapat pengaruh negatif secara langsung antara upah minimum provinsi terhadap investasi di Provinsi Bali. 2.1.6 Penyerapan Tenaga Kerja 2.1.6.1 Tenaga Kerja Mulyadi (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Tenaga kerja secara umum adalah penduduk yang siap bekerja. Definisi tenaga kerja memang berbeda-beda tapi sebenarnya memiliki inti yang sama yaitu penduduk yang dirinya sudah siap untuk bekerja. Definisi tenaga kerja menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah seluruh penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih yang potensial memproduksi barang dan jasa. Undang-undang No. 25 tahun 1997 menyebutkan definisi tenaga kerja yaitu setiap orang baik laki-laki maupun wanita yang sedang dalam dan atau melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

34

Pengertian tenaga kerja (TK) menurut UU No. 13 tahun 2003 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Angkatan kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja (tenaga kerja), yang sedang mencari pekerjaan, sekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga) meskipun sedang tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja (Prasetyo, 2010). Sedangkan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja berumur 15 tahun atau lebih yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya pekerjaan

yang

sementara

tidak

bekerja

tetapi

sedang

mencari

pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu tidak bekerja hanya sekolah, mengurus rumah tangga, dan mereka yang tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai pekerja, sementara tidak bekerja atau mencari kerja (Disnaker, 2006). Untuk menentukan angkatan kerja dibutuhkan informasi mengenai jumlah penduduk yang berusia antara 15-64 tahun, dan data jumlah penduduk yang berusia antara 15-64 tahun yang tidak ingin bekerja. Berdasarkan kedua jenis tersebut, penduduk berusia 1564 tahun merupakan angkatan kerja, sedangkan kelompok kedua yaitu penduduk usia 15-64 tahun yang tidak ingin bekerja dikatakan bukan angkatan kerja (Sukirno, 2004). Menurut Suprihanto (2002) perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk usia kerja dikatakan sebagai TPAK atau kependekan dari 35

tingkat partisipasi angkatan kerja, apabila makin banyak penduduk usia kerja dan makin besar TPAK-nya maka jumlah angkatan kerja juga makin besar. Indikator lain dalam ketenagakerjaan yang juga dipandang penting adalah mengenai status pekerjaan utama penduduk yang bekerja (BPS Provinsi Bali, 2014). Berdasarkan beberapa pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah jumlah penduduk usia kerja yang siap memasuki dunia kerja dan berpotensial menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam suatu negara. 2.1.6.2 Penyerapan Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian (Dwi, 2011). Permintaan tenaga kerja adalah hubungan antar tingkat upah (harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki untuk dipekerjakan dalam jangka waktu tertentu. Secara umum permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh: 1) Perubahan tingkat upah Dalam jangka pendek kenaikan upah diantisipasi perusahaan dengan mengurangi

produksinya.

Turunnya

target

produksi

mengakibatkan

bekurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan jumlah tenaga kerja karena turunnya skala produksi disebut dengan efek skala produksi. Dalam jangka panjang kenaikkan upah akan direspon perusahaan dengan penyesuaian

terhadap

input

yang

digunakan. Perusahaan akan

menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksinya dan 36

menggantikan tenaga kerja dengan barang-barang modal seperti mesin dan lain-lain. Kondisi ini terjadi bila tingkat upah naik dengan asumsi harga barang-barang modal lainnya tetap. Penurunan penggunaan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut efek substitusi tenaga kerja atau substitution effect (capital intensive). Kenaikan tingkat upah yang terjadi di Provinsi Bali juga memberikan dampak pengurangan skala produksi. Pada awalnya, beberapa pelaku usaha masih membayar upah dibawah upah minimum, namun karena berkurangnya target produksi lantas diikuti dengan jalan pengurangan tenaga kerja. 2) Perubahan permintaan hasil produksi oleh konsumen Apabila

permintaan

akan

hasil

produksi perusahaan

meningkat,

perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya. Harga barang modal turun apabila harga barang modal turun, menyebabkan biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini, perusahaan akan cenderung meningkatkan produksi karena permintaan hasil produksi bertambah besar, akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat pula. Dalam kondisi ini tidak terjadi peningkatan permintaan hasil produksi di Provinsi Bali, sehingga tidak diikuti dengan peningkatan permintaan tenaga kerja. Berdasarkan faktor yang memengaruhi permintaan tenaga kerja diatas, faktor yang paling dominan dirasakan di Provinsi Bali adalah tingkat upah. Hal 37

tersebut dikarenakan beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan upah yang sangat tinggi sehingga menuju tahun 2015, tingkat upah dipatok dengan persentase peningkatan yang sangat rendah yakni 5,5 persen. 2.1.7

Hubungan PDRB dengan Penyerapan Tenaga Kerja Secara umum, pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses penambahan

kemampuan suatu daerah untuk memproduksi barang dan jasa. Peningkatan produksi ini akan meningkatkan kebutuhan input tenaga kerja, sehingga akan memperluas penyerapan kesempatan kerja. Menurut Ruliansyah (2012), jumlah PDRB yang meningkat menggambarkan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan pertumbuhan jumlah proyek dan jumlah kebutuhan tenaga kerja, sehingga akan semakin banyak tenaga kerja yang terserap oleh pasar yang memberikan respon positif terhadap pertumbuhan ekonomi. PDRB adalah sejumlah nilai tambah produksi yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah atau regional tanpa memilih atas faktor produksi. Jadi, PDRB merupakan salah satu indikator makro ekonomi dimana dari total naik turunnya PDRB dapat diketahui pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan pendapatan perkapita suatu daerah. Naiknya pendapatan perkapita dalam hal ini bisa berarti naiknya jumlah serapan tenaga kerja. 2.1.8

Hubungan Upah Minimum dengan Penyerapan Tenaga Kerja Salah satu prediksi yang paling terkenal standar teori ekonomi bahwa

peningkatan dalam upah minimum akan menurunkan pekerja berupah rendah (Davin dan Alan, 2007). Kebijakan upah minimum didasari pada teori kekakuan 38

upah dimana upah tidak selalu bisa fleksibel atau tidak bisa melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya. Gambar 2.1 Kurva Kekakuan Upah Upah riil

Pengangguran

Penawaran TK

W1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

W0 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Permintaan TK TK

L1

L

Hal ini berarti nilai upah minimum selalu berada diatas keseimbangan pasar tenaga kerja, dan pengusaha harus menambah biaya produksinya guna mengikuti peraturan yang telah ditentukan. Upah tidak selalu bisa fleksibel, ketika diterapkan kebijakan mengenai upah minimum (sebesar W1) di atas tingkat keseimbangannya yang terjadi adalah kekakuan upah. Upah tidak akan bergerak menuju ke titik keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja di pasar tenaga kerja karena adanya batas oleh upah minimum itu sendiri. Upah tidak akan turun ke W0 akibat adanya kebijakan upah minimum sebesar W1. Karena itu, sektor usaha akan mengurangi jumlah pekerjanya menjadi L1 sehingga timbul pengangguran sebesar L dikurangi L1. Dalam hal ini, aspek upah menjadi penting, karena penghargaan (upah) akan menjadi efektif jika dihubungkan dengan kinerja secara nyata. Strategi upah yang efektif diharapkan dapat memberikan sumbangan pada terpeliharanya kelangsungan hidup satuan kerja, terwujudnya visi dan misi

39

dan untuk pencapaian sasaran kerja melalui produktivitas yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat pengangguran yang ada. Di sini pekerja yang kehilangan pekerjaannya berlindung di sektor informal dimana upah menyesuaikan untuk mengakomodasi pasokan. Dalam hal ini, kenaikan upah minimum memaksa beberapa pekerja ke pekerjaan di mana mereka mendapatkan di bawah apa yang mereka lakukan sebelumnya (Maloney dan Jairo, 2004). Semakin tinggi upah, semakin besar kemungkinan kerugian (Jensen, 2008). Pengaruh upah terhadap penyerapan tenaga kerja adalah tidak searah, artinya apabila terjadi kenaikan upah berpotensi untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang produktivitasnya rendah (Sulistiawati, 2012). Kenaikan upah minimum mengompres distribusi upah kemudian perusahaan menanggapi ini sebagai tenaga kerja yang lebih tinggi dari biaya sehingga mengurangi tenaga kerja, mengurangi keuntungan, atau menaikkan harga (Lemos, 2004). Ada peluang untuk investasi dan usaha sosial mengatasi pengangguran jangka panjang akan memainkan peran penting dalam portofolio ke depan (Petrick, 2013). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif secara langsung antara upah minimum provinsi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali. 2.1.9 Hubungan Investasi dengan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sukanto dan Karseno (2008) ada 3 hal yang dapat mengubah bentuk fungsi permintaan tenaga kerja, yaitu (1) perubahan harga relatif tenaga kerja, (2) perubahan teknologi, dan (3) perubahan permintaan akan hasil produksi. Seandainya harga tenaga kerja tetap, sedangkan harga faktor produksi naik, maka 40

upah minimum regional tenaga kerja menjadi lebih rendah, sehingga perusahaan memanfaatkan lebih banyak tenaga kerja sampai fungsi produk fisik tenaga kerja batas sama dengan produk batas faktor produksi yang lain. Perubahan teknologi biasanya akan memperkecil permintaan akan tenaga kerja. Teori Harrod Domar berpendapat bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi. Artinya dengan semakin besar kapasitas produksi akan membutuhkan tenaga kerja yang semakin besar pula. Dengan asumsi full employment. Ini karena investasi merupakan penambahan faktor-faktor produksi, yang mana salah satu dari faktor produksi adalah tenaga kerja. Dengan begitu, perekonomian secara keseluruhan dapat menyerap tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya, sehingga partisipasi angkatan kerja akan semakin meningkat pula (Mulyadi, 2003). Menurut Barry (2014) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa investasi secara parsial signifikan memengaruhi jumlah pengangguran yang berarti bahwa hubungan antara investasi penanaman modal dalam negeri dengan jumlah pengangguran bersifat negatif, yaitu ketika investasi mengalami kenaikan akan menurunkan jumlah pengangguran. Dengan asumsi nilai konstanta sama dengan nol dan variabel bebas lainnya dianggap tetap (caterisparibus). Artinya, jika investasi mengalami peningkatan juga akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang terserap dengan adanya proyek-proyek investasi. Pengangguran dapat dikurangi apabila perusahaan menginvestasiakan modalnya untuk memperluas perusahaan. Dengan menambah luas ukuran perusahaan, jumlah pekerja yang sudah dipekerjakan oleh perusahaan akan 41

kurang. Dalam melakukan proses produksi, perusahaan yang baru saja menambah luas ukuran perusahaannya akan memerlukan tambahan tenaga kerja untuk dipekerjakan, dengan demikian permintaan tenaga kerja akan meningkat dan juga dapat mengurangi pengangguran (Mahayana, 2014). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan terdapat pengaruh positif secara langsung antara investasi dengan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali. 2.2

Pembahasan Penelitian Sebelumnya Pengkajian atas hasil – hasil penelitian sebelumnya akan sangat membantu

peneliti – peneliti lainnya dalam menelaah masalah yang akan dibahas dengan berbagai pendekatan spesifik. Selain itu, dengan mempelajari hasil – hasil penelitian terdahulu akan memberikan pemahaman komprehensif mengenai posisi peneliti. Oleh karena itu, di bagian berikut akan diterangkan beberapa hasil penelitian terdahulu. 1.

Mahayana (2014), berjudul “Pengaruh Upah Minimum dan Investasi pada Permintaan Tenaga Kerja di Provinsi Bali”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh upah minimum dan investasi di Provinsi Bali terhadap permintaan tenaga kerja secara simultan dan parsial. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa upah minimum secara parsial berpengaruh negatif pada permintaan tenaga kerja di Provinsi Bali tahun 1993-2012 dan investasi secara parsial berpengaruh positif pada permintaan tenaga kerja di Provinsi Bali tahun 1993-2012.

42

2.

Taufik (2012) berjudul, “Pengaruh Investasi dan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Timur”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh investasi dan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi serta penyerapan tenaga kerja Provinsi Kalimantan Timur. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur. Hasil analisis sub struktural yang pertama mendapatkan hasil bahwa variabel investasi dan ekspor berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kemudian untuk analisis sub struktural kedua didapatkan hasil bahwa variabel investasi, ekspor, melalui pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.

3.

Sirait (2013), berjudul “Analisis Beberapa Faktor yang Berpengaruh Terhadap Jumlah Pengangguran Kabupaten/Kota di Provinsi Bali”. Penelitian

ini

bertujuan

untuk

menganalisis

faktor-faktor

yang

berpengaruh terhadap pengangguran per kabupaten/kota di Provinsi Bali secara simultan dan parsial. Adapun faktor-faktor yang telah ditentukan peneliti adalah pertumbuhan ekonomi, upah minimum dan tingkat pendidikan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa secara simultan pertumbuhan ekonomi, upah minimum regional, dan tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali. Kemudian secara parsial pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan, upah minimum kabupaten 43

berpengaruh negatif signifikan sedangkan tingkat pendidikan negatif tidak nyata terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2.3

Hipotesis Berdasarkan pokok permasalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian dan

kajian-kajian teori yang relevan, maka diajukan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1.

Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Investasi di Provinsi Bali.

2.

Upah Minimum Provinsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Investasi di Provinsi Bali.

3.

Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali.

4.

Upah Minimum Provinsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali.

5.

Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali.

6.

Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja melalui Investasi di Provinsi Bali.

7.

Upah Minimum Provinsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja melalui Investasi di Provinsi Bali.

44