BAB II KAJIAN PUSTAKA

Download Ekstraksi adalah proses pemisahan kandungan kimia yang dapat larut dari bahan yang ... menggunakan corong pisah...

14 downloads 417 Views 242KB Size
     

BAB II KAJIAN PUSTAKA

   

2.1   Special Boiling Point  

Special Boiling Point (SBP) terdiri dari campuran senyawa hidrokarbon  

parafinik, naftenik dan sedikit aromatik. Pelarut ini berasal dari feedstock naphtha yang  kemudian dihidrogenasi untuk menjenuhkan hidrokarbon olefin dan aromatik yang terkandung didalamnya dan mempunyai range titik didih sekitar  

 

30-170 °C. Kandungan olefin dan aromatik tidak diijinkan karena selain berbahaya untuk kesehatan, senyawa-senyawa tersebut juga dapat merusak sealseal yang terbuat dari karet sehingga mengganggu dalam penggunaannya. SBP-1 merupakan pelarut hidrokarbon yang diproduksi oleh PERTAMINA Kilang UP I Brandan, yang dikenal sebagai Solvena. Sedangkan SBP-2 merupakan pelarut yang diproduksi di Kilang UP III Plaju. SBP-2 ini merupakan produk yang dihasilkan dari unit Stabilizer C/A/B dengan umpan yaitu SR Tops (produk feedstock naphtha dari unit CD-IV). Sehingga SBP-2 merupakan fraksi minyak bumi yang diketahui secara kualitatif teridiri dari campuran senyawa hidrokarbon parafinik, naftenik dan sedikit aromatik. Pelarut hidrokarbon ini berupa cairan jernih, stabil, mudah menguap, mudah terbakar, dan tidak korosif. Mempunyai range titik didih sekitar 55-120 °C. Adapun kengunaan dari SBP-2 ini diantaranya adalah sebagai berikut : a)

Pelarut dalam proses pembuatan cat, varnish, dan tinta cetak.

b)

Komponen dalam preparasi larutan untuk ban, karet, dan perekat/industri lem.

c)

Pelarut dalam industri farmasi, kosmetik, dan industri makanan.

d)

Pembersih di industri

e)

Pembuatan/produksi thinner grade tinggi.

f)

Pembersih pada industri meubel/rotan. (Riyanto, 2010)

 

4

5

       

2.2

Ekstraksi  

Ekstraksi adalah proses pemisahan kandungan kimia yang dapat larut dari

bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. (Hamdani, 2012)  

Bahan yang dapat diekstraksi dalam bentuk padatan atau cairan. Ekstraksi

 

juga dapat memisahkan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen.

 

Proses pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan kelarutan dari komponenkomponen dalam campuran. (Sukma,2012)    

Untuk skala laboratorium, ekstraksi dapat dilakukan secara batch dengan

menggunakan  

corong

pisah

untuk

ekstraksi

cair-cair,

secara

kontinyu

menggunakan sokhlet untuk padat- cair dengan prinsip satu fase dapat berulangulang dikontakkan dengan fase yang lain. Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilaksanakan dalam jumlah tahap yang banyak. Setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah konsentrasi larutan ekstrak makin lama makin rendah, dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan menjadi besar, sehingga untuk mendapatkan pelarut kembali biayanya menjadi mahal.(Sukma, 2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya adalah sebagai berikut : 1)

Jenis Pelarut Jenis pelarut yang digunakan akan menentukan selektifitas dan daya

melarutkan (power solvent). Pelarut yang digunakan sebaiknya yang mudah untuk diperoleh kembali (recovery). Berbagai pelarut mempunyai kemampuan mengekstraksi yang berbeda terhadap jenis umpan, oleh karena itu jenis umpan menentukan pula dalam pemilihan suatu pelarut yang sesuai. Secara umum pelarut untuk ekstraksi harus mempunyai sifatsifat sebagai berikut:

 

a)

Mempunyai daya larut besar terhadap minyak yang akan diekstraksi

b)

Tidak bersifat racun

c)

Tidak bersifat korosif

d)

Tidak mudah membeku pada suhu rendah

Laporan Tugas Akhir di R&D PT. Pertamina (Persero)

6

       

e)

Harganya murah dan mudah diperoleh

f)

Tidak mudah rusak dalam penyimpanannya atau pekerjaannya  

2)   Waktu Pengadukan Dengan adanya pengadukan diffusifitas akan bertambah besar dan

   

perpindahan material dari permukaan partikel ke dalam larutan akan semakin bertambah cepat selain itu dengan adanya pengadukkan akan mencegah terjadinya  

pengendapan.    

3)

Suhu Ekstraksi Pada umumnya semakin tinggi suhu proses ekstraksi akan memperbesar

diffusifitas sehingga perpindahan material dari permukaan partikel ke dalam larutan bertambah cepat dan jumlahnya semakin banyak.

2.2.1 Ekstraksi Cair-Cair Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin. Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit). Agar terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi tetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk). (Rahayu, 2009)

 

Laporan Tugas Akhir di R&D PT. Pertamina (Persero)

7

     

Ekstraksi cair-cair didasarkan ada hukum distribusi yang dikemukakan oleh

 

Nerst (1891). Nerst menyatakan bahwa jika suatu zat dimasukkan kedalam suatu  

pelarut A dan B yang tidak saling bercampur, maka zat itu akan didistribusikan   diantara dua pelarut A dan B dengan perbandingan tetap. Jika pada temperature    

dan tekanan tetap serta tidak terjadi interaksi kimia antara zat terlarut dengan pelarut selain proses pelarutan. (Nuryanti, 2010) Menurut Hukum distribusi Nernst :  

Jika [X1] adalah kosentrasi zat terlarut dalam fase 1 dan [X2] adalah kosentrasi   zat terlarut dalam fase 2, maka pada kesetimbangan, X1, X2 didapat ;  

KD = Dimana ; KD = Koefisien partisi. (Svehla, 1990). Setelah mendapatkan koefisien partisi, dapat dilakukan perhitungan nilai faktor ekstraksi dari ekstraksi dengan persamaan sebagai berikut : E= Dimana :

E= faktor ekstraksi L= volume pelarut H= volume umpan K= koefisien partisi

(Rohman, 2012) Ada tiga faktor penting yang berpengaruh dalam peningkatan karakteristik hasil dalam ekstraksi cair-cair yaitu : 1)

Perbandingan pelarut-umpan (S/F). Kenaikan jumlah pelarut (S/F) yang digunakan akan meningkatan hasil

ekstraksi tetapi harus ditentukan titik (S/F) yang minimum agar proses ekstraksi menjadi lebih ekonomis. 2)

Waktu ekstraksi. Ekstraksi yang efisien adalah maksimumnya pengambilan solut dengan

waktu ekstraksi yang lebih cepat.

 

Laporan Tugas Akhir di R&D PT. Pertamina (Persero)

8

       

3)

Kecepatan pengadukan. Untuk ekstraksi yang efisien maka pengadukan yang baik adalah yang  

memberikan hasil ekstraksi maksimum dengan kecepatan pengadukan minimum,   sehingga konsumsi energi menjadi minimum. (Sukma, 2012)    

2.2.2 Ekstraksi Satu Tahap   Proses ekstraksi paling sederhana yaitu sebuah kontak satu tingkat antara

umpan   dan pelarut. Umpan dan pelarut dicampur kemudian dipisahkan dalam dua  

face seimbang. Sejumlah umpan dan sejumlah massa pelarut dengan komposisi perbandingan tertentu dimasukkan dalam alat kontak pemisah sehingga membentuk campuran heterogen. Setelah kesetimbangan tercapai, campuran segera dipisahkan menjadi phase ekstrak dan rafinat masing-masing dengan komposisi tertentu. (Saputro, 2012) Untuk menghitung fraksi yang terekstraksi (P) dari ekstraksi satu tahap, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : P= Dimana :

P = fraksi yang terekstraksi E = faktor ekstraksi

(Rohman, 2012)

2.2.3 Ekstraksi Banyak Tahap Komposisi dan masing-masing phase yang membentuk keseimbangan besarnya tetap selama keadaan sistem tidak berubah. Komposisi ini merupakan komposisi maksimal yang dapat dicapai pada satu tahap keseimbangan. Untuk mendapatkan hasil pemisahan dengan komposisi tertentu, maka keadaan sistem (suhu dan tekanan) harus diubah hingga dicapai keseimbangan baru. Namun demikian perubahan komposisi itupun terbatas, karenanya perlu dilakukan kontak ulang (bertingkat) hingga diperoleh komposisi sesuai yang diinginkan. (Saputro, 2012)

 

Laporan Tugas Akhir di R&D PT. Pertamina (Persero)

9

     

Untuk menghitung fraksi yang terekstraksi (P) dari ekstraksi satu tahap,

 

dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :  

P = E(En -1) / (En+1 -1)

  Dimana :

E = faktor ekstraksi

   

P = fraksi yang terekstraksi

(Rohman, 2012)  

2.3  

 

Benzena Benzena adalah senyawa organik dengan rumus kimia C6H6. Molekul

Benzena terdiri dari 6 atom karbon yang bergabung dalam sebuah cincin dengan 1 atom hidrogen terikat pada masing-masing atom karbon. Benzena secara alami terdapat pada crude oil dan salah satu bahan baku industri petrokimia. Benzena berupa cairan tidak berwarna, mudah terbakar dan memiliki bau yang khas. Senyawa ini memiliki sifat azeotrop dengan air. (Azeotrop itu, yakni campuran yang tersuling pada susunan konstan, terdiri dari 91% Benzena 9% H2O dan mendidih pada 69,4oC). Senyawa yang larut dalam benzena mudah dikeringkan dengan menyuling azeotrop itu. (Fessenden, 1982) Sifat – sifat fisis Benzena :

 

Berat molekul

: 78,11

Titik didih

: 80,10 ºC

Density pada 25 ºC

: 873,70 Kg/m3

Tekanan uap pada 26,76 ºC

: 13.330 kPa

Viskositas pada 20 ºC

: 0,646 cp

Tegangan permukaan pada 25 ºC

: 28,180 dyne / cm

Temperature Kritis

: 298,45 ºC

Tekanan kritis

: 48,600 atm

Flash Point

: -11,10 ºC

Panas peleburan

: 9,874 Kj/Kg mol

Panas penguapan pada 80,10 ºC

: 33,847 Kj/gr mol

Kelarutan dalam air 25 ºC

: 0,05 gr/ 100 gr Benzena

Laporan Tugas Akhir di R&D PT. Pertamina (Persero)

10

       

Refrective indeks

: 1,498 Sifat Gas Dan Zat Cair,Edisi 3, R.C Reld

          Gambar 2.1 Struktur Benzena

   

2.4

Dietilen glikol Dietilen glikol (HO-CH2-CH2-O-CH2-CH2-OH) merupakan senyawa yang

tidak berwarna, hampir tidak berbau, dan higroskopis dengan titik didih 244245oC. Dietilen glikol dapat bercampur dengan air, alkohol, eter, aseton, etilen glikol dan tidak dapat bercampur dengan karbon tetraklorida, Benzena dan toluene. (Merck, 1999) Dietilen glikol mamiliki sifat toksik serupa dengan etilen glikol, dapat berakibat fatal bila tertelan namun tidak beracun bila terpapar memalui saluran lain. Bila terkena mata atau kulit, dapat mengakibatkan iritasi. Larutan ini berupa cairan manis yang dapat digunakan sebagai anti beku, tapi lebih sering digunakan dalam industri pemurnian minyak bumi sebagai ekstraktor pelarut. Dalam keadaan murni, DEG memiliki titik beku sekitar -10 C. Untuk campuran dari DEG 40% dengan 60% air memiliki titik beku -18 C. Sedangkan campuran 50:50 titik beku sebesar -28 C. (Barash, 2000)

Gambar 2.2 Struktur Dietilen glikol

 

Laporan Tugas Akhir di R&D PT. Pertamina (Persero)

11

       

2.5

Kromatografi Gas  

Kromatografi gas merupakan suatu metode pemisahan dan pengukuran yang

didasarkan pada perbedaan distribusi komponen-komponen dalam sampel diantara  

dua fasa dengan menggunakan gas sebagai fasa gerak dan zat padat atau zat cair  

sebagai fasa diam. (Nurkomarasari, 2010)

 

Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang dapat menghasilkan identifikasi kualitatif. Metode ini dapat digunakan untuk pemisahan dan deteksi   senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas  

anorganik dalam suatu campuran.  

Prinsip kromatografi gas yaitu gas bertekanan dialirkan ke dalam kolom yang berisi fasa diam, kemudian cuplikan diinjeksikan ke dalam aliran gas dan ikut terbawa oleh gas ke dalam kolom. Di dalam kolom akan terjadi proses pemisahan cuplikan menjadi komponen-komponen penyusunnya. Komponenkomponen tersebut satu per satu akan keluar kolom dan mencapai detektor yang diletakkan di ujung akhir kolom. Hasil pendeteksian direkam oleh rekorder dan dikenal sebagai kromatogram. Jumlah peak pada kromatogram menyatakan jumlah komponen yang terdapat dalam cuplikan dan kuantitas suatu komponen ditentukan berdasarkan luas peaknya. (Anih, 2010) Peralatan kromatografi gas terdiri atas 4 bagian : a)

Gas Pembawa Gas pembawa berperan sebagai fase gerak dan membawa komponen-

komponen sampel melalui kolom menuju detektor. Partisi tunggal atau persamaan penyerapan zat-zat dari komponen-komponen menentukan kecepatan dimana mereka bergerak melalui sistem. Pemilihan gas pembawa yang tepat sangatlah penting, karena mempengaruhi proses pemisahan dalam kolom dan kinerja dari detektor. b)

Sistem Injektor Suatu sampel mungkin akan berwujud suatu gas (digunakan suatu katup

sampel gas) atau berwujud cair yang akan dianalisis melalui kromatograf. Penginjeksian sampel ke dalam kromatograf biasanya akan lewat suatu penyekat, dimana penyekat ini adalah suatu penghalang yang dapat menutup sendiri setelah

 

Laporan Tugas Akhir di R&D PT. Pertamina (Persero)

12

       

sampel diinjeksikan. Dapat menutupnya sendiri penyekat ini tergantung pada suhu, fleksibilitas karet silikon, ketajaman jarum “syringe” dan posisi injektor.  

Sistem injeksi otomatis yang yang berulangkali menginjeksi melalui lubang yang   membuat daya pakai penyekat berumur lebih panjang daripada metode sama    

injeksi manual yang menimbulkan aliran mekanik yang lama-kelamaan akan rusak. Suatu tempat penyekat biasanya dilengkapi suatu jarum yang dapat mengurangi kerusakan mekanik. c)

 

Kolom Kromatografi dan Oven

  Kolom merupakan suatu bagian yang terpenting dari instrumen kromatografi  

gas. Kolom terdiri atas media fase diam, yang nantinya akan berpengaruh pada pemisahan

komponen-komponen

dalam

campuran.

Suatu

paket

kolom

mengandung partikel-partikel padat yang berukuran sama, yang secara umum terbungkus dalam kolom. d)

Detektor Hasil pemisahan di dalam kolom harus “dilihat” dan dicatat. Semua

senyawa terdapat dalam keadaan sangat encer di dalam gas pembawa. Kemudian kurang dari satu detik suatu puncak tajam melalui detektor, sedangkan puncak terakhir dapat muncul setelah satu jam pemisahan dan akan muncul sebagai suatu pita lebar di atas garis dasar. Karena itu, detektor harus tidak memberikan tanggapan terhadap cuplikan yang terdapat dalam jumlah kecil.

2.5.1 Detailed Hydrocarbon Analyzer (ASTM D6729-04) Detailed Hydrocarbon Analyzer merupakan metoda analisis digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa serta menentukan gugus hidrokarbon komposisi jenis massal (Parafin, Olefin, Naftalena dan Aromatik), bensin dan bahan bakar lainnya dari C1 sampai n-C13 berbagai hidrokarbon. DHA memberikan informasi komposisi rinci tentang individu molekul dan unsur komponen dalam bahan baku hidrokarbon, produk antara dan produk olahan. DHA dilengkapi dengan: sebuah autosampler, inlet, kolom kapiler Dimethylsilicone yang dilapisi sebuah Flame Ionization Detector (sehingga analit

 

Laporan Tugas Akhir di R&D PT. Pertamina (Persero)

13

       

diuji berdasarkan pada indeks retensi). Standar pembanding yang digunakan pada metoda ini ada 2 yaitu standar paraffin (C1-C10) dan RFA (mix hydrocarbon).  

Hasil analisa DHA dapat ditunjukkan dalam satuan % Berat, % Volume, % Mole.   (Riyanto, 2010)          

 

Laporan Tugas Akhir di R&D PT. Pertamina (Persero)