daftar isi - Portal Garuda

Pembelajaran Konvensional terhadap Hasil Belajar Kompetensi Tune Up ..... pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda mengenai...

15 downloads 505 Views 2MB Size
Perbedaan Penerapan Strategi Pembelajaran Troubleshooting dan Strategi Pembelajaran Konvensional terhadap Hasil Belajar Kompetensi Tune Up Motor Bensin Siswa Kelas III Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif SMK Pekerjaan Umum Malang Achmad Rachmandar

Abstract: The purpose of this research to know Difference of learning tune up gasoline engine competencies between student using strategy learning of troubleshooting and conventional study. This research design is quasi experimental, with device of post-test design group control with only. Subject this research all class student 3 MO-1 and 3 MO-2 SMK Pekerjaan Umum Malang as free Variable responder in this research is strategy learning of troubleshooting (X1) and study of conventional (X2) and also result of learning tune up gasoline engine competencies (Y) as component variable. Analysis data utilized by research there are t-test which is previous to be conducted by examination conditions of analysis, covering test of normally and of homogenity. As for result of from this research indicate that the understanding of student performance and knowledge using strategy study of troubleshooting: 18 (45,00%) student have ability very good, 22 (55,00%) student have ability of goodness, and average is understanding of knowledge of student 81,63. Result of student performance analysis: 11 (27,50%) student ability are good, 27 (67,50%) student ability of goodness, 2 (5,00%) student ability enough, and average 80,04. While understanding of student performance and knowledge using conventional study: 1 (2,50 %) student ability are good, 19 (47,50%) student ability of goodness, 20 (50,00%) student ability enough, and average understand student of knowledge 67,50. Result of student analysis performance: 24 (60,00%) student ability of goodness, 16 (40,00%) student ability enough, and average 71,00. Pursuant to result of analysis of t-test obtained t = 6,136, significance 0,000 (< 0,05), concluded that difference which is significance between student using strategy of conventional study and troubleshooting study. Keyword: strategy learning of troubleshooting, result of learning tune up competencies. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan (Frederik dan Gustafson, 1986). Selanjutnya Kemp (1985) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien.

1

Untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran troubleshooting

diperlukan

metode pembelajaran, dimana metode pembelajaran digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Strategi pembelajaran troubleshooting adalah aktivitas pembelajaran yang mempergunakan spesifikasi dari pemahaman pengetahuan dan keterampilan serta penerapan dari pengetahuan dan keterampilan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang disyaratkan. Strategi pembelajaran troubleshooting yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Ellen, 1985). Menurut Barrows (1982), strategi pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa pemecahan masalah dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. Dengan demikian, pemecahan masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar siswa dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direflesikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Nurhadi, 2004). Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Menurut Finch dan Crunkilton (1984) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan Keberhasilan pencapaian kinerja siswa pada kompetensi tune up motor bensin sehingga siswa kompeten terhadap kompetensi tune up motor bensin ditentukan berdasarkan jumlah dan intensitas kinerja yang dilakukan. Semakin banyak praktek semakin banyak pula permasalahan-permasalahan dalam menganalisa kerusakan pada kendaraan tersebut. Troubleshooting sangat perlu sebelum melaksanakan perbaikan dan pemeriksaan suatu kendaraan. Pembelajaran troubleshooting adalah proses menemukan sumber/letak gangguan dan kerusakan. Kemampuan troubleshooting atau kemampuan servis 2

adalah kemampuan yang berkaitan dengan bagaimana cara mendiagnosis gangguan dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut Leighbody dan Kidd (1996) menyatakan dalam mendiagnosis gangguan dengan

efektif,

seorang

mekanik

tidak

hanya

sekedar

mengandalkan

pengalamannya, tetapi harus menguasai pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut. Siswa sebagai calon juru teknisi otomotif harus memiliki kemampuan pemecahan masalah secara sistematis, sehingga mampu menemukan sumber letak kerusakan atau gangguan dan punya kapabilitas bagaimana cara mendiagnosis gangguan, serta apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Menurut Gagne (1985) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam troubleshooting adalah banyaknya pengetahuan prasyarat yang dikuasai, yakni kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip yang pernah dipelajari yang relevan dengan masalah yang dipecahkan. Suatu masalah dapat dipecahkan jika ada pengetahuan yang berupa kaidah atau prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu, suatu masalah tidak mungkin dipecahkan dengan pengetahuan yang kosong, tetapi lebih disebabkan karena memiliki pengetahuan yang luas tentang masalah yang dipecahkan. Disamping itu, Mulyasa (2004) menyatakan dengan strategi pembelajaran troubleshooting menjadi ”student centered”. Salah satu prinsip belajar dalam ilmu psikologi tentang belajar, menyatakan bahwa semakin banyak keterlibatan siswa dalam kegiatan belajarnya, maka kesempatan baginya untuk mengalami proses belajar itu. Dengan begitu hasilnyapun akan dapat mencapai maksimal. Menurut Kemp (1985) strategi pembelajaran troubleshooting juga dapat membentuk ”self concept” dan apabila ”self concept” itu baik, maka secara psikologis akan terbentuk rasa aman, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, berkeinginan untuk selalu mengambil dan mengeksiorasi kesempatankesempatan yang ada, lebih kreatif dan umumnya bermental sehat. Dengan strategi pembelajaran troubleshooting ini, tingkat pengharapan juga akan bertambah. Bagian dari ”self concept” siswa adalah tingkat pengharapaanya, yaitu siswa mempunyai ide tertentu tentang bagaimana dapat menyelesaikan tugas dengan cara sendiri. Melalui strategi pembelajaran 3

troubleshooting, siswa akan memperoleh pengalaman yang sukses untuk menyelidiki sesuatu masalah dan memecahkannya. Keunggulan siswa yang lebih banyak menguasai pengetahuan menurut Greeno (1978), terletak pada proses untuk menemukan prinsip-prinsip yang relevan adalah lebih mudah dan lebih cepat. Siswa yang lebih cepat menemukan prinsip-prinsip yang relevan diperlukan strategi pembelajaran troubleshooting untuk melakukan kinerja siswa dalam kompetensi tune up motor bensin. Adapun strategi pembelajaran troubleshooting meliputi: 1. Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) Strategi pembelajaran troubleshooting yang dikemas secara moduler, diharapkan

siswa

akan

memperoleh

pengalaman

belajar

yang

dapat

mengembangkan potensinya masing-masing secara tuntas (mastery) kompetensikompetensi yang sedang dipelajarinya, tanpa harus dibebani oleh hal-hal yang terkait dengan penguasaan kompetensi tersebut. Bahkan secara konseptual, kurikulum ini dirancang untuk dapat dilaksanakan dalam bentuk bekerja langsung melalui proses produksi sebagai wahana pembelajaran (Badan Pengembangan dan Penelitian Pendidikan dan Kebudayaan, 2003) Menurut Bloom (1971) secara esensial, pendekatan mastery learning merupakan strategi pembelajaran yang dirancang untuk mengantarkan siswa ketingkat penguasaan secara khusus. Di samping itu, memberikan perhatian dan mengatur perbedaan siswa secara individu dengan menambah teknik feedbackcorrective secara khusus untuk pembelajaran troubleshooting dan menyediakan penambahan waktu belajar bagi siswa yang membutuhkan. Hal yang sama dikemukakan Winkel (1987) bahwa pendekatan belajar tuntas (mastery learning) merupakan suatu pola pengajaran terstruktur yang bertujuan untuk

mengadaptasikan kepada

kelompok siswa

yang besar

(pembelajaran konvensional) sedemikian rupa sehingga diberikan perhatian secukupnya pada perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara siswa, khususnya menyangkut laju kemajuan/kecepatan dalam belajar. Fredrick (1980) berpendapat bahwa hasil belajar sebagian besar yang tertuang di dalam kurikulum sekolah dapat diselesaikan atau dituntaskan oleh semua siswa jika setiap siswa diberikan waktu yang mereka butuhkan. Waktu

4

yang dibutuhkan siswa untuk mempelajari tugas-tugas yang diberikan oleh sekolah dipandang sebagai fungsi yang meliputi banyak aspek dari tugas-tugas yaitu sikap belajar sebelumnya, kemampuan untuk memahami materi pelajaran, ketekunan

dalam

mengerjakan/menyelesaikan

tugas-tugas,

dan

kualitas

pengajaran yang diterima siswa. 2. Presentasi Kinerja Siswa Presentasi kinerja siswa diperlukan pemahaman pengetahuan untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan menemukan langkah-langkah perbaikan dalam menganalisa dan memecahkan masalah sebelum siswa melakukan kinerja praktek. Tujuannya adalah melatih siswa mengembangkan kemampuan menganalisa kerusakan (troubleshooting) serta cara berfikir kritis dan analitis. Menurut Solso (1991), presentasi kinerja siswa merupakan strategi yang mendorong siswa untuk mencari penyelesaian masalah di dunia nyata. Pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses berpikir yang arahnya menuju pada penyelesaian sehingga proses pemecahan masalah selalu melibatkan aktivitas berpikir. Aktivitas-aktivitas berpikir dalam pemecahan masalah, menurut Bruner (1973) diawali dari pemahaman masalah. Berpijak dari hasil pemahaman masalah, aktivitas selanjutnya adalah mencoba menghubungkan hasil pemahaman masalah dengan kemampuan pengetahuan yang ada dalam memori. Aktivitas berpikir pada tahap ini adalah menemukan pengetahuan yang relevan yang ada dalam memori dan mencoba menerapkannya ke dalam masalah yang dipecahkan. Keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah tergantung dari kemampuannya dalam menemukan pengetahuannya sehingga terbentuk pengetahuan baru yang relevan. Presentasi kinerja siswa merupakan strategi pembelajaran yang dilakukan guru sebelum melakukan kinerja atau praktek tune up motor bensin yang difokuskan pada konsep-konsep materi kinerja yang dipraktekan. Sebelum menyajikan materi, guru dapat memulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi untuk memecahkan masalah troubleshooting, menggali pengetahuan prasyarat, dan sebagainya. 3. Kinerja Siswa Sistem Blok Alder dan Milne (1997) mendefinisikan metode sistem blok yang berfokus kepada identifikasi permasalahan serta penyusunan kerangka analisis

5

dan pemecahannya secara tuntas. Metode ini dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, banyak kerja sama dan interaksi, mendiskusikan halhal yang tidak atau kurang dipahami serta berbagi peran untuk melaksanakan tugas dan saling melaporkan. Menurut Ellen (1985), metode sistem blok ini memberikan siswa permasalahan yang tidak terstruktur dengan baik dan pemecahan masalah yang tidak satu saja karena berfokus pada pembelajaran sendiri (self-learning) serta waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut. Hali ini dikarenakan tidak semua siswa dapat langsung memecahkan masalah sehingga pemberian waktu yang memadai dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang belum berhasil memecahkan masalah untuk membuat perbaikan atau melakukan pemecahan ulang.

METODE Dalam rancangan penelitian ini, terdapat 2 kelas yang ditetapkan sebagai subyek penelitian, yaitu meliputi satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen, kedua kelas mendapat perlakuan pengajaran yang sama dari segi tujuan isi, materi pelajaran dan waktu belajar. Perbedaannya hanya terletak pada kelas eksperimen menggunakan Strategi Pembelajaran Troubleshooting, sedangkan kelas kontrol menggunakan Strategi Pembelajaran Konvensional. Variabel dalam penelitian ini meliputi : (1) variabel bebas (X1), strategi pembelajaran troubleshooting (2) variabel bebas, strategi pembelajaran konvensional (X2), (3) variabel terikat (Y1), hasil belajar kompetensi tune up motor bensin pada kelompok eksperimen, (4) variabel terikat

(Y2), hasil belajar kompetensi tune up motor bensin pada

kelompok kontrol. Tabel 1. Rancangan Penelitian Kelompok Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Pre test Y1 Y2

Perlakuan X1 X2

Post test Y3 Y4

Berdasarkan rancangan penelitian tersebut maka dibuat model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

6

Pre Test Kelompok Eksperimen

Pre Test Kelompok Kontrol

Strategi Pembelajaran Troubleshooting

Strategi Pembelajaran Konvensional

Post Test Uji Kemampuan Pengetahuan dan Kinerja Siswa dalam Kompetensi Tune Up Motor Bensin

Hasil Post Test X1 X1 : X2 Hasil Post Test X2

Gambar 1 Model Penelitian Berdasarkan rancangan dan model penelitian di atas, maka langkahlangkah pelaksanaan penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Prosedur penelitian dimulai dengan uji coba instrumen berupa tes kemampuan tune up motor bensin untuk siswa kelas III mekanik otomotif SMK Pekerjaan Umum Malang tahun pelajaran 2007/2008 yang telah mendapatkan materi tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengukur validitas instrumen dan reliabilitas. 2. Melakukan tes awal (pre test) kepada kedua kelompok untuk mengukur prasyarat awal yang meliputi: normalitas, homoginitas, dan kesamaan rata-rata awal. 3. Melakukan eksperimen dengan cara kedua subyek penelitian diberi perlakuan berbeda. 4. Pada akhir penelitian kedua kelompok diberikan post test untuk mengukur penguasaan akhir, hasil tes kemudian dikumpulkan dan dianalisis untuk dicari perbedaannya. Subyek penelitian adalah siswa kelas III program keahlian teknik mekanik otomotif semester genap tahun ajaran 2007/2008, di SMK Pekerjaan Umum Malang. Jumlah siswa dari tiga kelas paralel yang ada adalah sebnyak 123 siswa, yang meliputi kelas 3 MO-1, 3 MO-2 dan 3 MO-3. Kelas yang diambil menjadi subyek penelitian yaitu kelas 3 MO-2 sebagai kelompok eksperimen, dan 3 MO-1 sebagai kelompok kontrol. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan berdasarkan tujuan 7

penelitian (Machdhoero, 1993).

Pertimbangan pengambilan subyek dalam

penelitian ini adalah: a. Subyek dalam penelitian ini hanya terbatas pada siswa kelas 3 MO-1 dan 3 MO-2 SMK Pekerjaan Umum Malang. b. Penelitian ini hanya terbatas pada pembelajaran troubleshooting pada kompetensi tune up motor bensin Penguasaan kompetensi tune up motor bensin dilaksanakan dengan uji kemampuan pengetahuan dan kinerja siswa dalam troubleshooting kompetensi tune up motor bensin. Analisis data dilakukan untuk menganalisis pengaruh strategi pembelajaran troubleshooting terhadap hasil belajar kompetensi tune up motor bensin dan menganalisis kemampuan pengetahuan dan tes kinerja siswa pada masing-masing strategi pembelajaran, apakah terdapat pengaruh atau tidak? Maka dilakukan dengan uji t (t-test). Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kinerja siswa (skor) dari sampel kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dan perbedaan kemampuan pengetahuan dengan kinerja siswa dalam kompetensi tune up motor bensin pada masing-masing strategi pembelajaran.Analisis data dilaksanakan dengan uji t terpisah, karena dua kelompok yang diuji antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol merupakan kelompok terpisah. Uji hipotesis ini untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan strategi pembelajaran troubleshooting terhadap hasil belajar kompetensi tune up motor bensin. Adapun kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis nol (H0) dan hipotesis penelitian (Ha) adalah sebagai berikut: 1. Jika t dengan alpha < 5%, maka kesimpulannya H0 ditolak. Jika ternyata H0 ditolak maka dapat dikatakan ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kompetensi tune up motor bensin antara kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran troubleshooting dan kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran konvensional. 2. Jika t dengan alpha > 5%, maka kesimpulannya H0 gagal ditolak. Jika ternyata H0 gagal ditolak maka dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kompetensi tune up motor bensin antara kelompok

8

yang menggunakan strategi pembelajaran troubleshooting dan kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran konvensional.

HASIL Kemampuan pengetahuan pada komptensi tune up motor bensin diukur dengan menggunakan nilai pre test dan nilai post test. Item penilaian meliputi 20 pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda mengenai kompetensi tune up motor bensin. Soal diberikan kepada siswa pada saat sebelum dilakukan penerapan strategi pembelajaran troubleshooting diterapkan, kemudian diberikan soal lagi dengan bentuk yang sama, namun urutannya diacak pada saat kompetensi atau pokok bahasan telah selesai diajarkan. Pada kelas eksperimen terdapat 40 siswa (semua siswa mengikuti tes). Adapun distribusi frekuensi kemampuan pengetahuan pada kompetensi tune up motor bensin yang diajar dengan strategi pembelajaran troubleshooting, dijabarkan pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2 Deskripsi Nilai Pre Test dan Post Test Kompetensi Tune Up Motor Bensin Kelas Eksperimen

Interval

Kategori

100 - 85

Pre Test

Post Test

F

%

F

%

Sangat Baik

0

0,00%

18

45,00%

84 - 70

Baik

5

12,50%

22

55,00%

69 - 55

Cukup

20

50,00%

0

0,00%

54 - 40

Buruk

14

35,00%

0

0,00%

39 - 0

Sangat Buruk

1

2,50%

0

0,00%

Total

40

100,00%

40

100,00%

Mean

57,25

81,63

Standart Deviation

9,40

8,50

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa pada kelas eksperimen siswa yang memiliki kemampuan pengetahuan yang sangat baik tidak ada, setelah diterapkan strategi pembelajaran troubleshooting tune up motor bensin meningkat menjadi 18 siswa (45,00%). Siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik hanya 5 (12,50%) siswa, setelah diterapkan strategi pembelajaran troubleshooting tune up motor bensin meningkat menjadi 22 siswa (55,00%). Siswa yang memiliki kemampuan 9

pengetahuan yang cukup baik sejumlah 20 siswa, setelah diterapkan strategi pembelajaran troubleshooting tune up motor bensin menurun menjadi 0 siswa (0,00%). Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan pengetahuan yang buruk dan sangat buruk berjumlah 14 (35,00%), dan 1 (2,50%) siswa, setelah diterapkan strategi pembelajaran troubleshooting tune up motor bensin tidak ada siswa yang mendapatkan nilai yang buruk dan sangat buruk. Peningkatan rata-rata nilai atau kemampuan pengetahuan kompetensi tune up motor bensin menunjukkan peningkatan yang signifikan. Terlihat dari mean pada pre test sebesar 57,25. Sedangakan setelah post test rata-rata kemampuan pengetahuan kompetensi tune up motor bensin menjadi 81,63. Selain kemampuan pengetahuan dalam penelitian ini juga dilakukan tes kinerja siswa dalam tune up motor bensin. Penilaian kinerja siswa dilakukan langsung pada saat praktek sedangkan aspek yang diamati dalam kinerja siswa pada kelas eksperimen meliputi: pemahaman pengetahauan, troubleshooting engine, presentasi, dan kinerja siswa. Adapun deskripsi kinerja siswa dalam tune up motor bensin

pada siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran

troubleshooting, dijabarkan pada Tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3 Deskripsi Nilai Kinerja Siswa dalam Kompetensi Tune Up Motor Bensin pada Kelas Eksperimen

Rata-rata Interval

Katagori

Kinerja 1

Kinerja 2

Kinerja 3

Kinerja

F

%

F

%

F

%

F

%

100 - 85

Sangat Baik

12

30,00

14

35,00

10

25,00

11

27,50

84 - 70

Baik

19

47,50

24

60,00

30

75,00

27

67,50

69 - 55

Cukup

9

22,50

2

5,00

0

0,00

2

5,00

54 - 40

Buruk

0

0,00

0

0,00

0

0,00

0

0,00

Buruk

0

0,00

0

0,00

0

0,00

0

0,00

Total

40

100,00

40

100,00

40

100,00

40

100,00

Mean

79,78

80,60

79,83

80,04

10,48

7,05

6,04

7,50

Sangat 39 - 0

Standart Deviation

10

Kemampuan pengetahuan pada kompetensi tune up motor bensin diukur dengan menggunakan nilai pre test dan nilai post test. Item penilaian meliputi 20 pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda mengenai kompetensi tune up motor bensin. Soal diberikan kepada siswa pada saat sebelum dilakukan penerapan pembelajaran konvensional (pembelajaran biasa), kemudian diberikan soal lagi dengan bentuk yang sama, namun urutannya diacak pada saat kompetensi atau pokok bahasan telah selesai diajarkan. Pada kelas kontrol terdapat 40 siswa (semua siswa mengikuti tes). Adapun distribusi frekuensi kemampuan pengetahuan pada mata diklat tune up motor bensin pada siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional, dijabarkan pada Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4 Deskripsi Nilai Pre Test dan Post Test Kompetensi Tune Up Motor Bensin Kelas Kontrol

Interval

Kategori

100 - 85

Pre Test

Post Test

F

%

F

%

Sangat Baik

0

0,00

1

2,50

84 - 70

Baik

3

7,50

19

47,50

69 - 55

Cukup

25

62,50

20

50,00

54 - 40

Buruk

12

30,00

0

0,00

39 - 0

Sangat Buruk

0

0,00

0

0,00

Total

40

100,00

40

100,00

Mean

55,88

67,50

Standart Deviation

8,39

6,50

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa pada kelas kontrol, siswa yang memiliki kemampuan pengetahuan yang sangat baik tidak ada, setelah diberikan materi dengan pembelajaran konvensional hanya meningkat menjadi 1 siswa (2,50%). Siswa yang memiliki kemampuan pengetahuan yang baik hanya 3 (7.50%) siswa, setelah diberikan materi dengan pembelajaran konvensional meningkat menjadi 19 siswa (47.50%). Siswa yang memiliki kemampuan pengetahuan yang cukup baik sejumlah 15 siswa (62,50%), setelah diberikan materi dengan pembelajaran konvensional menurun menjadi 20 siswa (50,00%). Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan pengetahuan yang buruk dan sangat 11

buruk berjumlah 12 (51,61%), dan 0 (0,00%) siswa, setelah diberikan materi dengan pembelajaran konvensional siswa yang mendapatkan nilai yang buruk menurun dan tidak ada siswa yang mendapatkan nilai sangat buruk lagi. Peningkatan rata-rata nilai atau kemampuan pengetahuan kompetensi tune up motor bensin menunjukkan peningkatan yang signifikan. Terlihat dari mean pada pre test sebesar 55,88. Sedangakan setelah post test rata-rata kemampuan pengetahuan kompetensi tune up motor bensin menjadi 67,50. Selain kemampuan pengetahuan dalam penelitian ini juga dilakukan tes kinerja siswa dalam tune up motor bensin. Penilaian kinerja siswa dilakukan langsung pada saat praktek sedangkan aspek yang diamati dalam kinerja siswa pada kelas kontrol meliputi: kinerja siswa dan membuat laporan dalam porto folio. Adapun deskripsi kinerja siswa dalam tune up motor bensin pada siswa yang diajar dengan

pembelajaran konvensional, dijabarkan pada Tabel 5 sebagai

berikut: Tabel 5 Deskripsi Nilai Kinerja Siswa dalam Kompetensi Tune Up Motor Bensin pada Kelas Kontrol

Rata-rata Interval

Katagori

Kinerja 1

Kinerja 2

Kinerja 3

Kinerja

F

%

F

%

F

%

F

%

100 - 85

Sangat Baik

0

0,00

0

0,00

0

0,00

0

0,00

84 - 70

Baik

25

62,50

16

40,00

32

80,00

26

65,00

69 - 55

Cukup

15

37,50

24

60,00

8

20,00

14

35,00

54 - 40

Buruk

0

0,00

0

0,00

0

0,00

0

0,00

Buruk

0

0,00

0

0,00

0

0,00

0

0,00

Total

40

100,00

40

100,00

40

100,00

40

100,00

Mean

71,65

68,05

73,23

71,00

6,93

7,22

3,95

7,50

Sangat 39 - 0

Standart Deviation

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa pada kelas kontrol kinerja siswa 1, 2, 3 dan rata-rata kinerja tidak ada yang memiliki nilai kinerja sangat baik. Peningkatan

12

nilai kinerja siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional masih dalam katagori cukup dan baik, sedangkan rata-rata kinerja siswa yang memiliki nilai kinerja yang baik berjumlah 26 siswa (65,00%). Siswa yang memiliki nilai kinerja cukup berjumlah 14 siswa (35,00%). Tidak ada siswa yang memiliki nilai kinerja buruk dan sangat buruk. Hasil analisis data untuk menguji hipotesis menunjukkan bahwa nilai rata-rata tes akhir kelas eksperimen lebih tinggi dari nilai rata-rata kelas kontrol yakni, 80,04 dibanding 71,00. Hasil uji t (paired samples test) menunjukkan t hitung sebesar 6,136 dengan signifikan 0,00.

PEMBAHASAN Pencapaian kompetensi tune up motor bensin adalah hasil yang dicapai siswa dari mempelajari tingkat penguasaan pemahaman pengetahuan dan kinerja siswa. Penilaian pencapaian kompetensi tune up motor bensin

pada strategi

pembelajaran troubleshooting dibagi menjadi dua penilaian, yaitu: penilaian kemampuan pengetahuan siswa yang diukur dengan nilai sebelum diterapkan strategi pembelajaran troubleshooting (pre test) dan diukur dengan nilai setelah diterapkan strategi pembelajaran troubleshooting (post test), sedangkan penilaian kinerja siswa dilakukan melalui pengamatan para penguji dan menilai masingmasing siswa sesuai dengan panduan penilaian pada tes kinerja. Hasil penelitian ini menunjukkan sebelum diterapkan strategi pembelajaran troubleshooting kompetensi tune up motor bensin kelas eksperimen memiliki rata-rata nilai yang sedikit lebih rendah dari kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki rata-rata hasil penilaian pre test sebesar 57,25 dengan 12,50% siswa nilai berada pada katagori baik, 50,00% siswa nilainya berada pada katagori cukup, dan 35,00% siswa nilai berada pada katagori buruk. Namun setelah diterapkan strategi pembelajaran troubleshooting kompetensi tune up motor bensin nilai rata-rata siswa kelas eksperimen meningkat menjadi 81,63, dimana sebagian besar nilai siswa berada pada kategori sangat baik dan baik. Selain penilaian kemampuan pengetahuan, juga dilakukan penilaian kinerja siswa yang menunjukkan bahwa rata-rata dari nilai siswa kelas eksperimen 13

sebesar 80,04, ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa kelas eksperimen telah mencapai standar nilai pencapaian penguasaan suatu kompetensi. Sedangkan pencapaian kompetensi tune up motor bensin pada pembelajaran konvensional juga dibagi menjadi dua penilaian sebagaimana diterapkan pada strategi pembelajaran troubleshooting, yaitu: penilaian kemampuan pengetahuan

siswa yang diukur dengan nilai sebelum diterapkan strategi

pembelajaran konvensional (pre test) dan diukur dengan nilai setelah diterapkan strategi pembelajaran konvensional (post test), sedangkan penilaian kinerja siswa dilakukan melalui pengamatan para penguji dan menilai masing-masing siswa sesuai dengan panduan pada tes kinerja. Berdasarkan hasil deskripsi data diketahui bahwa sebelum diterapkan strategi pembelajaran konvensional pada kelas kontrol memiliki rata-rata nilai yang sedikit lebih tinggi dari kelas eksperimen. Kelas kontrol memiliki rata-rata hasil penilaian pre test sebesar 55,88 namun 62,50% siswa kelas kontrol nilainya berada pada katagori cukup dan 30,00% berada pada katagori buruk. Setelah diterapkan strategi pembelajaran konvensional pada mata kompetensi tune up motor bensin, nilai rata-rata siswa kelas kontrol meningkat menjadi 67,50, dimana sebagian besar nilai siswa berada pada katagori baik dan cukup. Selain penilaian kemampuan pengetahuan, juga dilakukan penilaian kinerja siswa yang menunjukkan bahwa rata-rata dari nilai siswa kelas kontrol sebesar 71,00. penilaian ini berkenaan dengan tes kinerja kompetensi tune up motor bensin yang dinilai beradasarkan: pemahaman pengetahuan, kinerja siswa pada saat kegiatan praktek. Secara deskriptif terlihat bahwa siswa yang memiliki nilai kinerja yang baik berjumlah 26 siswa (65,00%). Siswa yang memiliki nilai kinerja yang cukup baik berjumlah 14 siswa (35,00%). Tidak ada siswa yang memiliki nilai kinerja yang buruk dan sangat buruk. Dengan demikian terbukti bahwa dengan strategi pembelajaran konvensional yang cenderung monoton, menjadikan kreatifitas siswa menjadi terhambat dan kurang berkembang. Sedangkan kemampuan kinerja berhubungan dengan keterampilan siswa, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan pengetahuan diperoleh ratarata 81,63, sedangkan kemampuan kinerja siswa diperoleh rata-rata 80,04. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pengetahaun dan kinerja siswa lebih

14

tinggi nilainya, dan menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi t sebesar 0,000 < dari 0,050 atau thitung (6,136), dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kemampuan pengetahuan dan kinerja siswa dalam kompetensi tune up motor bensin dengan menerapkan strategi pembelajaran troubleshooting. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan pengetahuan diperoleh rata-rata 67,50, sedangkan kemampuan kinerja siswa diperoleh rata-rata 71,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pengetahuan dan kinerja siswa lebih rendah bila dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hal ini dibuktikan walaupun nilai signifikansi t sebesar 0,003 < dari 0,050 sedangkan thitung (-3,181), dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan pengetahuan dan kinerja siswa dalam tune up motor bensin dengan menerapkan strategi pembelajaran konvensional. Keberhasilan belajar siswa terletak pada diri siswa itu sendiri sesuai dengan karakteristik belajar menggunakan modul dimana penekanan keberhasilan siswa yang utama adalah pada diri siswa itu sendiri, maka penggunaan sistem modul pada strategi pembelajaran troubleshooting kompetensi tune up motor bensin dapat mewujudkan prinsip belajar tuntas yang mengatakan bahwa dengan sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah dan pendidikan itu demokratis, menyenangkan bagi peserta didik dan memperhatikan kebutuhan individu maupun kelompok.Hasil pengolahan dan pengujian data menunnjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan pembelajaran yang menggunakan strategi pembelajaran troubleshooting lebih tinggi dibanding pembelajaran yang menggunakan sistem strategi pembelajaran konvensional. Hal ini dipengaruhi oleh strategi pembelajaran troubleshooting menggunakan modul, dimana penekanan keberhasilan siswa yang utama adalah pada diri siswa itu sendiri, maka penggunaan sistem modul pada strategi pembelajaran troubleshooting kompetensi tune up motor bensin dapat mewujudkan prinsip belajar tuntas yang mengatakan bahwa dengan sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik.

15

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Siswa dapat mencapai keberhasilan sesuai dengan

potensi diri yang

dimilikinya, untuk mengimplementasikan potensi tersebut, alternatif yang dapat dilakukan dalam pembelajaran adalah dengan memberikan kesempatan belajar kepada siswa secara perorangan. hasil analisis uji-t (paired samples t-test) dengan taraf signifikansi (α) = 0,05, menunjukkan bahwa hasil analisis t = 6,136, signifikansi (α) = 0,000 (< 0,05) sehingga ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kompetensi tune up motor bensin antara yang menggunakan strategi pembelajaran troubleshooting dan yang menggunakan strategi pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dari hasil rata-rata (mean) post test kelompok eksperimen (M = 80,04) dan rata-rata (mean) post test kelompok kontrol (M = 71,00), maka nilai rata-rata post test yang mempergunakan strategi pembelajaran troubleshooting lebih tinggi dibandingkan yang mempergunakan strategi pembelajaran konvensional.

Saran Perlu adanya sosialisasi kepada guru mata diklat produktif khususnya kompetensi tune up motor bensin sebaiknya menggunakan strategi pembelajaran troubleshooting, sehingga pembelajaran kompetensi tune up motor bensin dapat disampaikan secara optimal dan penguasaan kompetensi sesuai dengan DU/DI dapat dipenuhi oleh sekolah. Bagi guru mata diklat produktif khususnya kompetensi tune up motor bensin sebaiknya

menggunakan

strategi

pembelajaran

troubleshooting,

sehingga

pembelajaran kompetensi tune up motor bensin dapat disampaikan secara optimal dan penguasaan kompetensi sesuai dengan DU/DI dapat dipenuhi oleh sekolah. Bagi pengelola sekolah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan media pembelajaran praktek, sehingga guru dapat menyesuaikan karakteristik media pembelajaran dengan mata diklat produktif dan karakteristik siswa. Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan cakupan populasi, variabel-variabel, isi pembahasan yang lebih luas dan komplek sehingga diperoleh perbedaan

16

strategi pembelajaran troubleshooting dalam pembelajaran, dan sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran yang lebih komprehensif.

DAFTAR RUJUKAN Adler, Ralph W. Milne, Markus J. 1997. Improving the Quality of Accounting Students Learning Through Action-Oriented Learning Tasks. Accounting Education Vol. 6 No.3: 191-215 Bloom, B.S. 1971. Handbook of Formative and Sumative Evaluation of Student Learning. New York: McGraw-Hill Book Company. Ellen, G.D. 1985. The cognitive Psychology of School Learning, Boston: Litle, Brown and Company. Finch, C.R. and Crunkilton, J.R. 1984. Curricullum Development in Vocational and Technical Education. Boston: Allyn and Bacon Inc. Fredrick, W.C. 1980. Learning of Function of Time, Journal of Education Research, 73 (4) 183-194 Howard B. 1982. PBL Optimal untuk Segala Bentuk Fakultas. (http://www. ibii.or.id/files/newsletter/edisi3/) Diakses tanggal 21 Pebruari 2008. Gagne, R.M. 1985. Esentials of Learning for Instruction. New York, USA: Holf Rinehart, and Winston. Greeno, J.G. 1978. Natures of Problem Solving, dalam Estes (Ed), Handbook of Learning and Cognitive Processes. New Jersey: Lawiwricw Erlbaus Association. Kemp, J.S. 1985. The Instructional Design Process. Diterjemahkan oleh Asril Marjohan. Bandung: Penerbit ITB. Knirk, F.G., and Gustafson K.L 1986. Instructional Technology: A Systematic Approach to Education, New York: CBS College Publishing. Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertayaan dan Jawaban), Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Solso, R.L. 1991. Cognitive Psychology, Boston: Allyn and Bacon.

17

PERBEDAAN PENYERTAAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA KOMPETENSI TEKNIK DIGITAL SISWA ELEKTRONIKA TERHADAP HASIL BELAJAR DI SMK NEGERI 1 SINGOSARI AHMAD MAKSUM

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui perbedaan penggunaan Media Audio Visual dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa, (2) Mengetahui perbedaan penggunaan Media Audio Visual dalam pencapain hasil belajar kompetensi teknik digital pada siswa, (3) Mengetahui perbedaan antara siswa elektronika yang menggunakan media Audio Visual dan Handout berdasarkan kelompok nilai ujian nasional SLTP rendah, nilai ujian nasional SLTP sedang, dan nilai ujian nasional SLTP tinggi dan (4) Mengetahui pengaruh penggunaan Media Audio Visual terhadap pembelajaran individu siswa. Media pembelajaran Audio Visual adalah bahan ajar interaktif berupa kombinasi dari dua media dengar dan pandang untuk mengendalikan perintah dan perilaku dari suatu presentasi, dimana media Audio Visual itu sendiri bisa diputar melalui komputer dapat menampilkan informasi-informasi berupa teks, gambar-gambar, suara. Jenis penelitian ini experimen semu (quasy experiment), sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas 2 Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Singosari semester 1 tahun pelajaran 20072008, sampel penelitian terdiri dari 58 siswa dibagi menjadi kelas Elektronika Industri sebagai kelompok kontrol dan kelas Audio Video sebagai kelompok experiment. Nilai Ujian akhir Nasional SLTP dijadikan sebagai acuan pengelompokan siswa menjadi : (a) kelompok nilai tinggi, (b) kelompok nilai sedang, dan (c) kelompok nilai rendah. Hasil penelitian menunjukkan: (1) media Audio Visual berpengauruh terhadap perolehan nilai hasil belajar pada setiap pertemuan formatif kompetensi Teknik Digital karena Media Audio Visual merupakan bahan ajar yang menyenangkan bagi siswa dan memperhatikan kebutuhan individual maupun kelompok, (2) media Audio Visual berpengaruh dalam pencapian hasil belajar kompetensi Teknik Digital, karena tayangan Media Audio Visual mampu mempengaruhi indra pandang dan dengar para siswa, memudahkan pemahaman, serta mampu menghindari konsep pemahaman siswa yang salah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar alternatif dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat digunakan untuk belajar dimana saja tanpa tergantung guru. (3) hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kompetensi dasar siswa itu sendiri, dimana kelompok nilai ujian nasional secara signifikan menentukan nilai rata-rata yang diperoleh. dan (4) penggunaan Media Audio Visual dapat membedakan individu dalam memperoleh hasil belajar secara maksimal, karena siswa dapat bekerja dengan aktif berdasarkan konsep dan prinsip teknik digital. Kata kunci : Media Audio Visaul, teknik Digital, sekolah kejuruan

PENDAHULUAN Upaya yang sedang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara mengoptimalkan penggunaan media informasi dan teknologi sebagai sarana pembelajaran untuk meningkatkan mutu dan kualitas pengajar serta para siswa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan, hal ini sesuai dengan peraturan menteri pendidikan Nasional Republik Indonesia no 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru bahwa seorang guru harus mempunyai kompetensi dalam memanfaatkan teknologi informasi dalam pembelajaran yang diampu, media pembelajaran sangat penting digunakan dalam proses pembelajaran, karena selain untuk menghindari kesalahan penyampaian informasi juga dapat membantu guru untuk memperjelas penyampaian pesan agar tidak terlalu monoton dalam bentuk lisan dan tulisan, serta materi yang abstrak dapat divisualisasikan, media yang dapat memvisualisaiskan dalam bentuk gambar dan suara adalah media audio visual. Sistem pembelajaran yang selama ini dilakukan masih menggunakan ceramah yang diselingi dengan diskusi dan pemberian handout sebagai pegangan siswa selanjutnya dilakukan praktek, materi pembelajaran yang dikemas di dalam handout cenderung statis, sistem pembelajaran yang demikian ini kental dengan suasana instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Sistem pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, diskusi dan pemberian handout kurang fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan kompetensi karena guru harus intensif menyesuaikan materi, lebih lanjut Sulaeman (1988) mengatakan bahwa penyampaian materi pelajaran yang lebih banyak ditempuh melalui ceramah dan tanya jawab dua arah (guru-siswa) dan berlangsung terus menerus akan dapat membosankan dan melemahkan aktivitas siswa.

Siswa sangat mudah mengabaikan guru-guru yang cara mengajarnya berulang-ulang dan karenanya tidak menarik perhatian mereka. Lebih lanjut dikatakan bahwa pembelajaran yang demikian jika disampaikan berulang-ulang akan menyebabkan penurunan efisiensi belajar dan penurunan prestasi hasil belajar. Apalagi kompetensi yang disampaikan banyak mengandalkan unsur penglihatan dan pendengaran yang abstrak seperti kompetensi teknik digital. Untuk mengembalikan pada semangat belajar dan sekaligus memudakan pemahaman materi kompetensi yang dipelajari siswa, perlu divisualisasikan dalam bentuk media Audio Visual, sajian meteri yang ditayangangan pada media Audio Visual berupa gambar gerak dan suara yang bisa menambah daya tarik para siswa dan sekaligus akan mempermudah memahami materi yang di sajikan, dengan harapan hasil belajar siswa lebih meningkat. Kehadiran teknologi media Audio Visual sebenarnya memberikan sumbangan penting bagi pengembangan pengajaran, pembelajaran dengan media Audio Visual sebagai salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan untuk memenuhi keberhasilan pada tujuan pendidikan sesuai dengan model pembelajaran itu sendiri. Penggunakan media Audio Visual pada kompetensi Teknik Digital, siswa diharapkan mendapat kesempatan lebih banyak untuk belajar sendiri, melihat proses pembelajaran secara langsung, membaca uraian, dan petunjuk di dalam kegiatan, menjawab pertanyaan, serta melaksanakan tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam batas-batas tertentu berdasarkan tayangan pada Audio Visual sehingga pretasi hasil belajar siswa lebih maju sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing siswa, metode pembelajaran menggunakan media Audio Visual sangat dibutuhkan kelas Audio Video karena sebagai materi dasar yang harus dipelajari dan dialami oleh siswa kelas Audio Video dengan harapan hasil belajar siswa kelas Audio Video meningkat.

Pembelajaran dengan media Audio Visual sebagai pembelajaran yang konsisten dan terjamin, hal ini dikemukakan oleh Zol (2001), terdapat perbedaan nilai dari pembelajaran menggunakan media Audio Visual dimana yang menggunakan media Audio Visual hasil belajar lebih meningkat. Menurut Sri Anitah (2008:64) Kelebihan dari media audio visual adalah (1) dapat menampilkan teks, audio, grafis, gambar diam, dan gambar hidup (2) dapat dikombinasikan dalam suatu sistem yang mudah digunakan.(3) dapat membangkitkan minat belajar karena bersifat multi sensori, (4) dapat menjadi mekanisme yang ideal untuk memberikan stimulus kerja kelompok kecil dan (5) dapat memudahkan ingatan karena menggabungkan suara dan gambar bersama teks. Saat ini di SMK Negeri 1 Singosari memiliki sarana yang dapat menayangkan materi media Audio Visual, materi yang dapat ditayangkan adalah materi pelajaran sesuai dengan kurikulum SMK, untuk menayangkan materi ini dapat melalui Komputer, VCD dan juga bisa dipancarkan melalui pemancar televisi atau Televisi Edukasi, hasil penayangan media Audio Visual dapat dilihat oleh siswa-siawa di SMK Negeri 1 Singosari. Pemanfaatan media Audio Visual terkait dengan pembelajaran Kompetensi teknik digital, sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Sehingga permasalahan yang timbul adalah semangat belajar pada kompetensi teknik digital menurun, guru dalam menyampikan kegiatan pembelajaran masih menggunakan media Handout, ceramah , diskusi dan tanya jawab, bagi guru yang kurang menarik dalam menyampikan materi pembelajaran, siswa sangat mudah mengabaikan guru-guru yang cara mengajarnya tidak menarik perhatian mereka, hal ini berdampak pada prestasi hasil belajar siswa menurun. Bila pemanfaatan media Audio Visual di SMK Negeri 1 Singosari secara maksimal, akan sangat membantu dalam kegiatan pembelajaran, sekaligus dapat meningkatkan hasil belajar

siswa-siswa di SMK Negeri 1 Singosari, karena disamping kegiatan pembelajaran menggunakan media Handout, ceramah , diskusi dan tanya jawab yang dilakukan oleh guru selama ini, juga ditambah dengan media yang sangat menarik perhatian yaitu media Audio visual, sehingga diharapkan hasil belajar siswa akan lebih meningkat, karena media ini mampu menjelaskan materi yang sangat abstrak dan dapat mempengaruhi dua indra indra sekaligus yaitu indra penglihatan dan indra pendengaran. Menurut Muhammadziaulhaq (2008). media Audio Visual dapat membawa suara dan gambar. Ia menyibukan dua indra skaligus, yakni pendengaran dan penglihatan. Ia mampu memukau penonton atau pemirsa dengan sempurna pada materi media yang dihidangkannya. Menurut Abdullah (2007) Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara general dapat dikatakan metode audiovisual adalah lebih baik dibandingkan dengan metode Handout dimana peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu balita yang mengikuti penyuluhan dengan media Audio Visual lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengikuti penyuluhan dengan Handout dan kontrol. Dengan demikian maka metode audiovisual adalah lebih unggul.

METODE PENELITIAN Penelitian ini tergolong dalam jenis ekperimen quasi yang bertujuan untuk menguji perbedaan penyertaan media Audio Visual pada kompetensi Teknik Digital siswa Elektronika terhadap Hasil Belajar di SMK Negeri 1 Singosari. Rancangan Eksperimental faktorial 2 x 4 hasil belajar nilai tes formatif dan nilai tes kompetensi teknik digital kelas Eksperimen menggunakan media audio Visual serta Satu kelas kontrol menggunakan media handot ditinjau berdasarkan kategori Nilai UN SLTP Siswa Secara rinci variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1)Variabel bebas X adalah kegiatan belajar mengajar kompetensi teknik digital menggunakan media audio visual dan

handout (2)Variabel terikat Y1 adalah perolehan nilai tes hasil belajar formatif kompetensi teknik digital (3)Variabel terikat Y2 adalah perolehan nilai tes hasil belajar pencapaian kompetensi teknik digital dan (4)Variabel kontrol adalah nilai UN SLTP siswa yang dikelompokkan.

Penelitian ini dilakukan di Program keahlian Audio Video dan Elektronika Industri SMK Negeri 1 Singosari, sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas 2 Audio Video dan kelas 2 Elektronika Industri tahun pelajaran 2007/2008, jumlah siswa kedua kelas tersebut sebanyak 59 orang yang terdiri dari kelas II Audio Video 24 orang dan kelas 2 Elektronika Industri 35 orang, pembagian kelas ini tidak didasarkan kepada satu jenis kapasitas diri siswa, tetapi hanya sematamata karena keberadaan kelas yang sudah terbentuk saja, sehingga diasumsikan kemampuan siswa antar kelas cenderung sama. Agar data penelitian yang didapat lebih valid dan objektif, peneliti akan melakukan pengetesan kompetensi prasyarat secara khusus, selanjutnya nilai yang diperoleh dari tes tersebut akan dijadikan acuan dalam memberikan bantuan belajar siswa.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur pengelompokkan siswa adalah nilai Ujian Nasional yang dibagi menjadi nilai Ujian Naisonal rendah, sedang dan tinggi yaitu data saat pendaftaran yang terekam di Kantor Tata Usaha SMK Negeri 1 Singosari. Sedangkan instrumen untuk mengukur hasil belajar menggunakan soal tes. Tolok ukur dalam pengujian butir-butir tes belajar merujuk kepada Tujuan Khusus Pembelajaran yaitu merupakan jabaran dari Tujuan Umum Pembelajaran bidang Elektronika yang dieksperimenkan. Rumusan tujuan pembelajaran dalam penelitian ini berpedoman pada kurikulum 2004. Hal ini dilakukan agar tidak menyimpang dari kurikulum yang dipakai oleh guru.

Sampel yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari dua kelas yaitu satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen, kedua kelas mendapat perlakuan pengajaran yang sama dari segi tujuan isi, materi pelajaran dan waktu belajar. Perbedaannya hanya terletak pada kelas eksperimen menggunakan media Audio Visual, sedangkan kelas kontrol menggunakan media Handout (tidak menggunakan media Audio Visual dalam pembelajarannya), nilai Ujian akhir Nasional SLTP yang merupakan alat seleksi utama untuk diterima sebagai calon siswa SMK Negeri 1 Singosari dijadikan sebagai acuan pengelompokan siswa menjadi : (a) kelompok nilai tinggi, (b) kelompok nilai sedang, dan (c) kelompok nilai rendah, yang digunakan sebagai variabel yang dikendalikan untuk melihat pengaruh penggunaan media Audio Visual. Jumlah tes objektif yang disusun sebanyak 50 soal dengan 5 pilihan jawaban, selanjutnya dikonsultasikan kepada ahli kompetensi teknik digital untuk mengetahui butir-butir tersebut sudah layak untuk mengukur hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Setelah konsultasi dilakukan kemudian revisi (perbaikan) dilakukan bagi butir yang belum layak. Uji instrumen dilakukan terhadap siswa kelas 3 Teknik Elektronika Industri yang diikuti oleh 28 orang siswa yang sudah pernah mengikuti pelajaran Teknik Digital Dalam penelitian ini ditetapkan kriteria kevalidan dengan nilai probabilitas sebesar 5% besar koefisien korelasi (r-tabel) pada probabilitas = 0,05 adalah sebesar 0,335 sehingga jika didapatkan hasil uji validasi (corected item-total corelation) < 0,335, maka dinyatakan soal yang bersangkutan tidak valid. Dengan menggunakan responden sebanyak 31 orang, diperoleh nilai korelasi kesuluruhan item yang dikoreksi (corected item - total korelasi) adalah sebear 0,99, nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0,05 yakni sebesar 0,335 menunjukkan nilai yang lebih tinggi maka dapat dikatakan soal memenuhi standar validitas.

Untuk menguji hipotesis perbedaan hasil pembelajaran menggunakan Media Audio Visual dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai kompetensi Teknik Digital dan Handout, data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji beda t-paired.

HASIL Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan penyertaan media Audio Visual pada kompetensi Teknik Digital siswa Elektronika terhadap Hasil Belajar di SMK Negeri 1 Singosari, penelitian ini menggunakan analisis uji beda t-paired. Analisis ini dilakukan dengan ketentuan : Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan atau tidak ada perbedaan yang signifikan. Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak yang berarti terdapat perbedaan atau terdapat perbedaan yang signifikan. 1. Pengujian hipotesis 1 : Pertemuan ke 1 Dalam pengujian hipotesis, setiap hipotesis alternatif (Ha) dirumuskan dalam hipotesia (Ho). Hipotesis nihil pertama (Ho1): tidak ada perbedaan penggunaan Media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa Uji independent sample t test dapat diketahui jumlah kedua kelas adalah 59 orang, mean kelas eksperimen adalah 79,73 sedangkan kelas kontrol adalah 79,60 t hitung adalah 0,129 dan 0,123 dengan taraf signifikansi = 0,337 > 0.05 maka ho diterima dan ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan penggunaan Media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa.

Pertemuan ke 2 Hipotesis nihil pertama (Ho1): tidak ada perbedaan penggunaan Media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa Uji independent sample t test dapat diketahui jumlah kedua kelas adalah 59 orang, mean kelas eksperimen adalah 79,21 sedangkan kelas kontrol adalah 79,03 t hitung adalah 0,148 dan 0,151 dengan taraf signifikansi = 0,535 > 0.05 maka ho diterima dan ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak Ada perbedaan penggunaan Media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa. Pertemuan ke 3 Hipotesis nihil pertama (Ho1): tidak ada perbedaan penggunaan Media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa Uji independent sample t test dapat diketahui jumlah kedua kelas adalah 59 orang, mean kelas eksperimen adalah 81,08 sedangkan kelas kontrol adalah 80,97 t hitung adalah 0,64 dan 0,061 dengan taraf signifikansi = 0,300 > 0.05 maka ho diterima dan ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan penggunaan media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa. Pertemuan ke 4 Hipotesis nihil pertama (Ho1): tidak ada perbedaan penggunaan Media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa Uji independent sample t test dapat diketahui jumlah kedua kelas adalah 59 orang, mean kelas eksperimen adalah 79,83 sedangkan kelas kontrol adalah 80,49 t hitung adalah -0,516 dan 0,489 dengan taraf signifikansi = 0,965 > 0.05 maka ho diterima dan ha ditolak sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan penggunaan media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa. Pertemuan ke 5 Hipotesis nihil pertama (Ho1): tidak ada perbedaan penggunaan media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa Uji independent sample t test dapat diketahui jumlah kedua kelas adalah 59 orang, mean kelas eksperimen adalah 78,79 sedangkan kelas kontrol adalah 78,29 t hitung adalah 0,496 dan 0,506 dengan taraf signifikansi = 0,331 > 0.05 maka ho diterima dan ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan penggunaan Media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa. Pertemuan ke 6 Hipotesis nihil pertama (Ho1): tidak ada perbedaan penggunaan media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa Uji independent sample t test dapat diketahui jumlah kedua kelas adalah 59 orang, mean kelas eksperimen adalah 80,88 sedangkan kelas kontrol adalah 80,89 t hitung adalah -0,006 dan -0,006 dengan taraf signifikansi = 0,794 > 0.05 maka ho diterima dan ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan penggunaan Media Audio Visual dan Handout dalam perolehan nilai hasil belajar tes formatif kompetensi teknik digital pada siswa.

2. Pengujian hipotesis 2 : Hipotesis nihil kedua (Ho2): Tidak ada perbedaan penggunaan Media Audio Visual dan Handout dalam pencapain hasil belajar kompetensi teknik digital pada siswa

Uji independent sample t test dapat diketahui jumlah kedua kelas adalah 59 orang, mean kelas eksperimen adalah 44,17 sedangkan kelas kontrol adalah 38,00 t hitung adalah 11,550 dengan taraf signifikansi = 0,000 < 0.05 maka ho ditolak dan ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan penggunaan Media Audio Visual dan Handout dalam pencapain hasil belajar kompetensi teknik digital pada siswa.

3. Pengujian hipotesis 3 : Hipotesis nihil ketiga (Ho3): tidak ada perbedaan antara siswa elektronika yang menggunakan media Audio Visual dan Handout berdasarkan kelompok nilai ujian nasional SLTP rendah, nilai ujian nasional SLTP sedang, dan nilai ujian nasional SLTP tinggi Kelompok hasil Ujian Nasional SLTP rendah Uji independent sample t test dapat diketahui mean kelas eksperimen adalah 41,8750 sedangkan kelas kontrol adalah 35,9091 t hitung adalah 18,974 dengan taraf signifikansi = 0,000 < 0.05 maka ho ditolak dan ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara siswa elektronika yang menggunakan media Audio Visual dan Handout, kelompok siswa hasil Ujian Nasional SLTP rendah. Kelompok hasil Ujian Nasional SLTP sedang. Uji independent sampel t test dapat diketahui mean kelas eksperimen adalah 43,8750 sedangkan kelas kontrol adalah 37,9091 t hitung adalah 15,411 dengan taraf signifikansi = 0,000 < 0.05 maka ho ditolak dan ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara siswa elektronika yang menggunakan media Audio Visual dan Handout kelompok siswa hasil Ujian Nasional SLTP sedang. Kelompok hasil Ujian Nasional SLTP tinggi.

Uji independent sampel t test dapat diketahui mean kelas eksperimen adalah 46,7500 sedangkan kelas kontrol adalah 39,7273 t hitung adalah 13,383 dengan taraf signifikansi = 0,000 < 0.05 maka ho ditolak dan ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara siswa elektronika yang menggunakan media Audio Visual dan Handout kelompok siswa hasil Ujian Nasional Tinggi

4. Pengujian hipotesis 4 : Hipotesis nihil keempat (Ho4): tidak ada pengaruh penggunaan Media Audio Visual terhadap pembelajaran individu siswa. Dengan kriteria uji: ditolak Ho jika nilai pencapain kompetensi siswa lebih atau sama dengan 7 Dengan memperhatikan data tabel 1 dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa yang meperoleh skor terendah pada kelas experimen mendapat nilai 41/50 x 10 = 8,2 berarti siswa tersebut ada pengaruh penggunaan media Audio Visual sehingga Ho ditolak. Tabel 1 Nilai

Kelas experimen

Kelas kontrol

Minimum

41.00

35.00

Maksimum

48.00

40.00

Rat-rata

36.29

33.86

PEMBAHASAN 1) Tes formatif dilakukan sebanyak 6 kali setelah proses kegiatan pembelajaran harian dilaksanakan, untuk melihat perkembangan proses pembelajaran, didapatkan nilai rata-rata perolehan siswa yang menggunakan media Audio Visual lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata

siswa yang menggunakan Media Audio Visual, walaupun ada beberapa pertemuan (pertemuan k1, k2 dan ke5) Setelah dilakukan uji statistik tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada kedua kelas, diduga bahwa hal ini disebabkan karena : a. Siswa kelas eksperimen menggunakan Media Audio Visual dengan menggunakan komputer masih belum familier dengan media pembelajaran tersebut b. Kemampuan dasar siswa sama walaupun menggunakan media yang berbeda Pada pertemuan ke 3, ke 4 ke 6 terlihat kemajuan yang cukup berarti pada kelas eksperimen dengan perbedaan nilai yang signifikan pada p0.05), dan antara kelompok nilai Ujian Nasional SLTP kategori sedang kelas kontrol dengan kelompok sedang ekperimen didapatkan perbedaan nilai pencapain kompentensi Teknik Digital yang signifikan (p>0.05), apalagi antar kelompok nilai Ujian Nasional SLTP kategori sedang kelas kontrol dengan kelompok nilai Ujian Nasional SLTP kategori tinggi kelas ekpreimen didapatkan perbedaan nilai pencapain kompetensi Teknik Digital yang lebih tinggi lagi Perolehan nilai pencapian kompetensi Teknik Digital antara kelompok kategaori nilai Ujian Nasional kategori tinggi kelas kontrol dengan kelompok kategori nilai Ujian Nasional rendah kelas ekperimen didapatkan perbedaan yang signifikan (p>0.05), dan antara kelompok kategori nilai Ujian Nasional SLTP kategori tinggi kelas kontrol dengan kelompok nilai Ujian Nasional SLTP kategori sedang kelas ekperimen didapatkan perbedaaan yang signifikan (p>0.05) demikian juga halnya antara nilai Ujian Nasional SLTP kategori tinggi kelas kontrol dengan kelompok nilai Ujian Nasional SLTP kategori tinggi kelas ekpereimen didapatkan perbedaan yang lebih tinggi lagi.

Menurut Candrasari, A., dkk. (2008), Dengan memperoleh nilai Ujian Nasional tinggi ternyata tingkat prestasi akademik siswa tersebut selalu menduduki peringkat tinggi setelah mengikuti proses pembelajaran di sekolah lanjutan, sedangkan siswa yang memperoleh nilai Ujian Nasional rendah setelah megikuti proses belajar mengajar pada sekolah lanjutan tersebut memperoleh potensi akademik rendah pula.

4) Media Audio Visual sebagai pembelajaran individu sangat jelas terlihat bahwa, siswa belajar melalui aktivitas/kegiatan nyata dengan memberikan pengalaman belajar bermakna, sebagai bagian ciri dari learning by doing (kurikulum smk tahun 2004), dengan media Audio Visual

siswa bisa belajar dimanapun dan dengan cara apapun yang dia sukai, sehingga keunikan individu yang dimiliki siswa dapat diakomodasikan sebagai ciri pembelajaran yang menerapkan konsep individualized learning dalam hal ini guru berperan mendorong siswa untuk dapat belajar sesuai dengan yang diperlukan, melaksanakan eksperimen, dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan penyelesaian masalah, Media Audio Visual merupakan suatu selft instruction, karena penggunaan materi pembelajaran oleh siswa yang meliputi adanya stimulus, kemungkinan respon, jawaban atas permasalahan, umpan balik, dan evaluasi, sehingga siswa dapat belajar tanpa guru atau sedikitnya bimbingan (Nasution, 2003:34) Menurut Sri Anitah (2008:64) Kelebihan dari media audio visual adalah (1) dapat menampilkan teks, audio, grafis, gambar diam, dan gambar hidup (2) dapat dikombinasikan dalam suatu sistem yang mudah digunakan. (3) dapat membangkitkan minat belajar karena bersifat multi sensori, (4) dapat menjadi mekanisme yang ideal untuk memberikan stimulus kerja baik individu maupun kelompok dan (5) dapat memudahkan ingatan karena menggabungkan suara dan gambar bersama teks. Menurut Arifin (1991) individualisasi adalah strategi pengajaran yang menekankan penyesuaian pengajaran kepada perbedaan-perbedaan individual murid. Perbedaan-perbedaan itu adalah: (1) kemampuan, (minat), dan (3) bakat.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis dari sebanyak 58 sampel siswa kelas 2 Elekronika SMK Negeri 1 Singosari (berdasarkan kelompok nilai Ujian Nasional rendah, sedang, dan tinggi) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Media Audio Visual berpengauruh terhadap perolehan nilai hasil belajar pada setiap

pertemuan formatif kompetensi Teknik Digital .karena Media Audio Visual merupakan bahan ajar yang menyenangkan bagi siswa dan dapat meningkatkan hasil belajar nilai formatif siswa, (2) media Audio Visual berpengaruh dalam pencapian hasil belajar kompetensi Teknik Digital, karena tayangan Media Audio Visual mampu mempengaruhi indra pandang dan dengar para siswa, materi kompetensi yang abstrak bisa lebih mudah dipahami oleh siswa serta mampu menghindari konsep pemahaman siswa yang salah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar alaternatif dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat digunakan untuk belajar dimana saja tanpa tergantung guru, (3) Media Audio Visual mampu mempengaruhi pencapaian kompetensi Teknik Digital walaupun hasil ujian nasional SLTP yang menggambarkan potensi awal siswa beragam, siswa bisa mendapatkan nilai yang lebih tinggi walaupun potensi awal mereka lebih rendah, karena dengan menggunakan Media Audio Visual, siswa dapat belajar dengan hasil yang lebik dan merupakan sistem pengajaran yang tepat dan(4) Penggunaan Media Audio Visual dalam pencapian kompetensi Teknik Digital dapat mewujudkan pembelajaran individu, karena dapat dilakukan oleh individu untuk dirinya sendiri serta dapat memperoleh hasil belajar maksimal, siswa bekerja melalui keterlibatan aktif dengan konsep dan prinsip kompetensi teknik digital, dan merupakan strategi pengajaran yang menekankan penyesuaian pengajaran kepada perbedaan-perbedaan individual siswa

SARAN (1) Agar Media Audio Visual dapat digunakan sebagai bahan ajar utama dalam kegiatan belajar khususnya di sekolah menengah kejuruan Negeri 1 Singosari karena perolehan nilai hasil belajar tes formatif siswa lebih baik sehingga dapat mengukur kemajuan belajar siswa, (2) agar sekolah memperbanyak Media Audio Visual dalam pembelajaran Kompetensi Teknik Digital, pada sub

kompetensi yang lain karena konsep dan prinsip kerja yang ditampilkan pada Kompetensi Teknik Digital tidak bisa diamati secara langsung dengan mata tanpa bantuan media yang mampu memvisualisasikan materi pembelajaran dalam hal ini adalah Media Audio Visual Teknik Digital, (3) agar menggunakan Media Audio Visual pada pembelajran terhadap kelompok dan variasi siswa yang beragam, karena Media Audio Visual dapat meningkatkan hasil belajar seluruh siswa walaupun potensi awalnya berbeda karena Media Audio Visual merupakan bahan ajar yang tepat dan (4) agar mengunakan Media Audio Visual dalam pembelajaran pada kompetensi yang lain untuk menerapkan strategi belajar individu, karena Media Audio Visual merupakan bahan ajar yang efektif, dengan berbekal Media Audio Visual dan komputer sebagai sarana playernya, maka dapat digunakan untuk belajar dimana saja tanpa tergantung kepada guru.

Untuk peneitian lebih lanjut dikemukakan: (1) Untuk medapatkan gambaran yang utuh tentang pengaruh penggunaan media Audio Visual terhadap hasil belajar formatif, maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan subjek yang lebih besar, (2) supaya dikembangkan metode pembelajaran baru dengan media Audio Visual untuk pelajaran-pelajaran yang lainnya. Juga disarankan untuk menggunakan media yang lebih menekankan konsep interaktif, (3) pengelompokan siswa agar lebih bervariatif, maka untuk penelitian lanjutan bisa diambilkan dari nilai hasil rapot siswa dan (4) pada penelitian lanjutan disarankan untuk menambah variabel lain misalnya seperti sikap, motivasi belajar siswa, waktu belajar siang atau pagi hari karena hal ini bisa mempengaruhi prestasi hasil belajar siswa, sehingga bisa membedakan individu peserta didik.

DAFTAR RUJUKAN Abdullah, I.R. 2007. Pengaruh Penyuluhan Dengan Media Audio Visual Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita Gizi Kurang dan Buruk di Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta : Program Pascasarjana Universitas Gajahmada Yogyakarta. Anitah , S. 2008. Media Pembelajaran. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT UNS Arifin, S.H. 1991. Individualisasi Pengajaran. Malang:IKIP Malang Arikunto, S., 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Candrasari, A., dkk. 2008. Ujian Nasional dapatkah Menjadi Tolak Ukur Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Putera Sampoerna Foundation Muhammadziaulhaq, 2008.Pengaruh media dalam perkembangan, (http://muhammadziaulhaq.blogspot.com/2008/06/pengaruh-media-dalamperkembangan.html, diakses 15 Oktober 2008) Nasution, S. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara Sudibyo, B. 2007. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Mendiknas Zol Bahri Razali (2001). “Pembelajaran Berbantu Multimedia : Implikasi Pembelajaran subjek Kejuruteraan Mekanikal.” Kuala Perlis. Malaysia: Kolej Universiti Kejuruteraan Utara Malaysia (KUKUM).

MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN KETERAMPILAN MENGGAMBAR TEKNIK MESIN DENGAN METODE PEMODELAN DI SMK KARYA DHARMA 1 TRENGGALEK

Teguh Abdullah Taufan *) Abstract: Develop The Ability and The Understanding Drawing Technique Machine by Modelling Method in Karya Dharma 1 Vocational School. The main problem of this research is the students’ difficulty to imagine the real object will be drawn. The solutation of this action is done by applying the modelling method. This research is classroom action research. The subjects of this research are 21 students of the second grade of Technique Machine program. The aim of this research is, to fasilitate the increasing of understanding and the ability in drawing. The result of this research show the increasing of the result studying and the percentage increasing in graduating achievement clasically. The result of this research show that studying by modelling method through Autodesk Inventor can increase the students’ ability and the understanding of the view drawing and a part of drawing. Kata kunci: pemahaman, keterampilan, gambar teknik mesin, metode pemodelan Permasalahan utama yang dialami siswa dalam proses pembelajaran sehari-hari pada mata pelajaran menggambar teknik mesin adalah siswa kesulitan dalam membayangkan bentuk benda bila akan digambar, terlebih terhadap benda berongga yang perlu pemotongan. Kesulitan membayangkan tersebut berpengaruh pada kemampuan dan keterampilan menggambar, terutama pada gambar pandangan dan potongan. Akibat kesulitan membayangkan bentuk benda, perolehan nilai masih dibawah Standar Ketuntasan Minimal (SKM) yang disyaratkan, yaitu 7,00. Hal tersebut ditunjukkan data perolehan nilai rata-rata untuk sub-kompetensi menggambar susunan pada tiga tahun terakhir, yakni: 6,30, 6,56, dan 6,48. Permasalahan pada proses pembelajaran tersebut perlu segera dicarikan alternatif solusi. Kenyataan di lapangan juga menunjukkan bahwa, media pembelajaran yang digunakan kurang kreatif, belum inovatif, dan masih menggunakan papan tulis hitam. Tugas gambar diberikan dalam bentuk fotocopy. Guru masih mendominasi penyampaian materi dengan ceramah. Guru masih menjadi pusat perhatian. Guru SMK Karya Dharma 1 Trenggalek, Mahasiswa S2 Pendidikan Kejuruan UM

1

Kondisi tersebut menuntut seorang guru selalu berupaya melakukan tindakan yang tepat guna mengatasi problem pembelajaran. Tugas guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dituntut kreatif, serta mengupayakan proses pembelajaran dalam suasana belajar yang menyenangkan. Salah satu strategi yang perlu diupayakan adalah mencobakan alternatif metode pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa dan cocok dengan karakter mata pelajaran yang diajarkan. Metode yang dicobakan adalah pembelajaran dengan cara pemodelan. Belajar dengan cara memodelkan bentuk benda bertujuan memfasilitasi siswa agar lebih mudah membayangkan bentuk benda yang akan digambar. Cara memodelkan dapat memperjelas bentuk benda yang dirasa masih abstrak, agar kelihatan lebih kongkrit dan mudah dipahami. Oka (2002:1) menjelaskan, pemodelan adalah peragaan, percontohan, atau demonstrasi, dimana model dapat memperjelas hal-hal yang abstrak sehingga tampak lebih kongkrit dan mudah dibayangkan. Cara pembelajaran pemodelan perlu terus dilakukan secara kontinu dan berkesinambungan, agar mencapai kompetensi yang diinginkan. Belajar dengan cara pemodelan akan memperoleh hasil belajar berupa perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah, yakni: (a) ranah kocnitif, (b) ranah afectif, dan (c) ranah psikomotoric (Bloom, 1975). Jadi, belajar dengan cara pemodelan dapat merubah aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Metode pemodelan diadopsi dari konsep “effectife instruction” yang dikembangkan Hillocks (dalam Norton, 1995). Komponen utama pada metode pemodelan adalah: (1) tujuan pembelajaran dipaparkan secara jelas, (2) ada sumber bahan dan model yang dapat menstimulus kegiatan menggambar sesuai tujuan, dan (3) adanya prosedur pembelajaran yang bertahap, sehingga mengembangkan aktifitas belajar. Arsyad (2005:3) mengungkapkan, model atau pemodelan termasuk jenis media yang bisa digunakan dalam pembelajaran, karena model termasuk objek yang menyerupai benda sebenarnya. Media model adalah karya manusia yang dibuat sedemikian rupa sehingga ciri-cirinya mirip dengan objek yang dijadikan model. Model dapat menggambarkan keadaan seperti replika asli. Ditegaskan Setyasari (2005:75), model adalah tiruan dari benda yang berbentuk tiga dimensi yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk aslinya.

2

Penggunaan media pembelajaran yang cocok adalah penting. Pemodelan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran sebagai bentuk media. Berdasar hal tersebut, dalam penelitian ini dipilih media pemodelan sebagai alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan di atas. Metode pemodelan yang ditampilkan secara visual, bertujuan memfasilitasi siswa dalam memahami benda yang akan digambar, agar lebih konkrit dan mudah dibayangkan. Dasar pemilihan pemodelan sebagai media pembelajaran juga merujuk pendapat Miarso (1986:33) bahwa, media model sebagai alat bantu visual dapat membantu menjelaskan hal-hal yang dianggap abstrak menjadi konsep yang lebih konkrit dan jelas. Selanjutnya dalam menerapkan pemodelan mengacu pendapat Bandura (dalam Dahar, 1988:34), dimana ada empat tahap atau fase belajar dari model yang dapat diterapkan, yakni: (a) fase perhatian (attention phase), (b) fase retensi (retention phase), (c) fase reproduksi (reproduction phase), dan (d) fase motivasi (motivation phase). Melihat bahwa metode pemodelan dimungkinkan meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam hal menggambar, maka perlu dilakukan penelitian. Tujuan penelitian untuk mengungkap dan memerikan proses dan hasil belajar menggambar teknik mesin yang dibelajarkan dengan metode pemodelan. Manfaat penelitian untuk memfasilitasi siswa agar lebih mudah membayangkan bentuk benda yang akan digambar, dengan harapan dapat meningkatkan pemahaman, meningkatkan keterampilan, dan sekaligus meningkatkam kompetensi siswa. Penelitian tindakan kelas difokuskan untuk: (1) meningkatkan kegiatan pembelajaran, (2) meningkatkan partisipasi dan peran siswa dalam belajar, (3) menerapkan strategi pembelajaran inovatif dan menyenangkan, (4) menerapkan metode pembelajaran yang cocok dengan karakteristik siswa, serta (5) memberikan alternatif penggunaan media belajar berbasis teknologi komputer METODE Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Reaserch) yang dilakukan secara bersiklus. Langkah penelitian mengacu yang dikemukakan Kemmis & McTaggart (1988), dimana tindakan yang diberikan berbentuk spiral dan bersiklus. Langkah penelitian terdiri atas empat tahap, yakni: (1) merencanakan tindakan (planning), (2) melakukan tindakan (action), (3) mengamati (observation)

3

dan (4) merefleksikan (reflection), dilanjutkan tindakan revisi sebagai bentuk refleksi atas pemberian tindakan yang telah dilakukan. Setiap siklus terdiri atas tiga kali pertemuan, dua kali untuk pemberian tindakan (proses pembelajaran), dan satu kali pertemuan untuk tes. Durasi setiap pertemuan 4 x 45 menit. Tes terdiri atas tes teori dan tes praktik dengan durasi yang berbeda. Untuk tes teori 60 menit dan tes praktik 120 menit. Alternatif perlakuan tindakan yang dicobakan adalah metode pembelajaran dengan pemodelan. Sumber data diperoleh dari siswa dan guru. Data dari siswa berupa hasil belajar yang diperoleh dari tes. Perolehan data hasil belajar dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Data dari guru berupa hasil observasi terhadap proses pembelajaran, dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data yang terkumpul berupa: hasil tes, hasil observasi terhadap siswa dan guru, rencana persiapan mengajar, catatan saat proses pembelajaran, dan hasil penyelesaian latihan soal, dan tugas (take home). Data dari siswa digunakan untuk melihat peningkatan terhadap pemahaman, keterampilan, dan peningkatan kompetensi dalam menggambar pandangan dan potongan. Data peningkatan pemahaman dan keterampilan masing-masing diperoleh dengan cara melihat hasil tes teori dan tes praktik. Data peningkatan kompetensi diperoleh dengan cara melihat hasil nilai rerata ketiga aspek, yakni: (a) sikap (afektif), (b) pengetahuan (kognitif), dan (c) keterampilan (psikomotor). Nilai akhir ketiga aspek diperoleh dengan perhitungan: nilai sikap 10%, nilai pengetahuan (dari tes teori) 30%, dan nilai keterampilan (dari tes praktik) 60%. Data tentang sikap diperoleh melalui pengamatan saat siswa melakukan tes praktik. Perilaku keterlibatan siswa dalam menerima dan mengikuti pembelajaran dengan pemodelan dilihat dengan cara observasi. Perilaku siswa yang diamati berkaitan dengan aspek: ketertarikan, motivasi, dan keaktifannya dalam mengikuti pembelajaran. Perilaku ini perlu dilihat sebagai bentuk pembuktian, apakah metode pemodelan diminati siswa, dan apakah pembelajarannya dianggap menyenangkan. Data dari guru diperoleh dengan mengamati, apakah cara melaksanakan pembelajaran sudah sesuai skenario yang direncanakan. Pengamatan pada guru untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan terhadap tindakan yang diberikan, sehingga dapat menentukan refleksi dan revisi yang tepat.

4

Subyek penelitian adalah siswa kelas II program keahlian Teknik Pemesinan tahun ajaran 2007/2008 sejumlah 21 orang. Penelitian dilakukan pada semester III selama enam bulan, mulai bulan Oktober 2007 sampai Maret 2008. Pemberian tindakan dilakukan mulai awal bulan Nopember 2007 sampai pertengahan Januari 2008. Instrumen pengumpulan data yang digunakan yakni: angket, soal tes, lembar observasi, dan jurnal kegiatan pembelajaran. Keberhasilan pemberian tindakan ditentukan oleh ketercapaian terhadap indikator kerja yang ditetapkan. Indikator kerja yang digunakan yakni: (a) peningkatan pemahaman, keterampilan, dan kompetensi diukur dari pencapaian ketuntasan setiap siklus. Persyaratan persentase pencapaian ketuntasan tiap siklus, yakni: siklus I, 75%, siklus II, 80%, dan siklus III, 90%. (b) melihat peningkatan motivasi dan semangat menyelesaikan tugas latihan soal, minimal 61% sampai 80% dari jumlah soal, harus dikerjakan. (c) melihat peningkatan keterampilan menggambar setiap kompetensi dasar, hal ini diperoleh dari hasil tugas take home. Pencapaian persentase nilai tugas take home ditentukan yakni: siklus I, 80%, siklus II, 85%, dan siklus III, 90%. (d) nilai 7,00 ditetapkan sebagai nilai ambang batas minimal untuk mencapai ketuntasan. HASIL Peningkatan Pemahaman Hasil analisis deskriptif kuantitatif terhadap perolehan hasil belajar pada tiap-tiap siklus yang dilakukan terhadap aspek kognitif menunjukkan, ada peningkatan yang signifikan nilai rata-rata, ada peningkatan yang signifikan nilai tertinggi dan ada peningkatan yang signifikan jumlah siswa yang lulus tes teori. Nilai ratarata siklus I adalah 69,71, naik menjadi 74,67 pada siklus II, dan siklus III meningkat sampai 78,05. Perolehan nilai tertinggi siklus I adalah 80, naik menjadi 87 pada siklus II, dan siklus III menjadi 91. Peningkatan terjadi pada siswa yang lulus (kompeten). Pada siklus I, semula hanya 11 siswa (52,38%), siklus II menjadi 15 (71,76%), dan siklus III meningkat menjadi 19 siswa (90,48%). Ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan positif terhadap peningkatan pemahaman setelah pemberian tindakan pembelajaran dengan metode pemodelan. Hasil perolehan nilai aspek kognitif dapat dilihat pada Tabel 1.

5

Tabel 1 Rekapitulasi Nilai Tes Teori pada Tiap-Tiap Siklus Siklus I

Nilai

Siklus II

F 1 9 6 5 -

% 4,76 42,86 28,57 23,81 1446 69,71 80 37 11 (52,38%) 10 (47,62%)

0 ÷ 5,99 6,0 ÷ 6,99 7,0 ÷ 7,99 8,0 ÷ 8,99 9,0 ÷ 10,0 Jumlah Nilai Rata-Rata Nilai Tertinggi Nilai Terendah Jml Lulus (%) Jml Blm Lulus (%)

f 4 8 9 -

% 19,05 38,09 42,86 -

Siklus III f 3 9 7 2

1568 74,67 87 58 15 (71,43%) 6 (28,57%)

% 14,29 42,86 33,33 9,52 1639 78,05 91 65 19 (90,48%) 2 (9,52%)

Peningkatan Keterampilan Hasil analisis deskriptif kuantitatif terhadap perolehan hasil belajar tiap-tiap siklus yang dilakukan terhadap aspek psikomotor menunjukkan, ada peningkatan yang signifikan pada nilai rata-rata dan jumlah siswa yang lulus tes praktik. Nilai rata-rata siklus I adalah 74,67, siklus II naik menjadi 75,76, dan siklus III meningkat sampai 80,48. Peningkatan yang signifikan terjadi pada siswa yang lulus (kompeten), pada siklus I, semula hanya 15 orang (71,43%), siklus II menjadi 17 orang (80,95%), dan siklus III meningkat menjadi 18 orang (85,71%). Perolehan nilai tertinggi menunjukkan terjadi penurunan, yaitu pada siklus II, dan naik lagi pada siklus III. Nilai tertinggi pada siklus I adalah 92, siklus II turun menjadi 85, dan siklus III naik lagi menjadi 94. Secara keseluruhan menunjukkan, terjadi perubahan positif terhadap peningkatan kemampuan keterampilan menggambar setelah pemberian tindakan pembelajaran dengan metode pemodelan. Hasil rekapitulasi perolehan nilai pada aspek psikomotor dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Rekapitulasi Nilai Tes Praktik pada Tiap-Tiap Siklus Nilai 0 ÷ 5,99 6,0 ÷ 6,99 7,0 ÷ 7,99 8,0 ÷ 8,99 9,0 ÷ 10,0 Jumlah Nilai Rata-rata Nilai Tertinggi Nilai Terendah Jml Lulus (%) Jml Blm Lulus (%)

Siklus I F 6 8 6 1

Siklus II

% 28,57 38,09 28,57 4,77

f 4 10 7 -

1568 74,67 92 63 15 (71,43%) 6 (28,57%)

% 19,05 47,62 33,33 -

1591 75,76 85 67 17 (80,95%) 4 (19,05%)

6

Siklus III f 3 9 2 7

% 14,29 42,86 9,52 33,33

1680 80,48 94 67 18 (85,71%) 3 (14,29%)

Analisis Aspek Sikap Hasil analisis deskriptif kuantitatif terhadap perolehan nilai terhadap aspek sikap menunjukkan bahwa, ada peningkatan yang signifikan skor rata-rata pada tiap siklus. Nilai rata-rata siklus I adalah 76,86, siklus II naik menjadi 81,05, dan siklus III meningkat sampai 83,05. Pada penilaian sikap tidak diputuskan apakah siswa lulus atau tidak lulus, tetapi perolehan nilai sikap ikut diakumulasikan dengan nilai tes teori dan nilai tes praktik. Berdasarkan perolehan skor rata-rata menunjukkan, ada perubahan peningkatan positif yang signifikan terhadap aspek perilaku (sikap) pada saat siswa melaksanakan praktik menggambar. Rekapitulasi perolehan nilai aspek sikap terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rekapitulasi Nilai Aspek Sikap Skor 0 ÷ 5,99 6,0 ÷ 6,99 7,0 ÷ 7,99 8,0 ÷ 8,99 9,0 ÷ 10,0 Jumlah Nilai Rata-rata

Siklus I f 3 11 5 2

Siklus II

% 14,29 52,38 23,81 9,52

f 1 3 15 2

1614 76,86

% 4,76 14,29 71,43 9,52

Siklus III f 6 9 6

1702 81,05

% 28,57 42,86 28,57 1744 83,05

Peningkatan Kompetensi Hasil analisis deskriptif kuantitatif terhadap perolehan nilai akhir hasil belajar tiap-tiap siklus yang dilakukan pada ketiga aspek menunjukkan, ada peningkatan yang signifikan pada nilai rata-rata dan jumlah siswa yang lulus (kompeten). Nilai akhir rata-rata siklus I adalah 73,13, siklus II naik menjadi 75,96, dan siklus III meningkat sampai 80,06. Peningkatan terhadap jumlah siswa yang lulus pada siklus I, semula hanya 14 siswa (66,67%), siklus II naik menjadi 16 siswa (76,19%), dan siklus III meningkat sampai19 siswa (90,48%). Perolehan nilai tertinggi pada siklus II terjadi penurunan, dan naik lagi pada siklus III. Nilai tertinggi pada siklus I adalah 85,3, turun menjadi 84,5 pada siklus II, dan naik lagi menjadi 92,7 pada siklus III. Secara keseluruhan menunjukkan, ada perubahan peningkatan yang signifikan terhadap hasil kompetensi menggambar setelah dibelajarkan dengan metode pemodelan. Rekapitulasi perolehan nilai akhir hasil belajar terlihat pada Tabel 4.

7

Tabel 4 Rekapitulasi Nilai Akhir Hasil Belajar Siklus

Nilai Akhir Hasil Belajar Nilai Tertinggi 85,3 Nilai Rata-Rata 73,13 Jmh Kompeten (%) 14 siswa (66,67%) Jmh Blm Kompeten (%) 7 siswa (33,33%) Nilai Tertinggi 84,5 Nilai Rata-Rata 75,96 Jmh Kompeten (%) 16 siswa (76,19%) Jmh Blm Kompeten (%) 5 siswa (23,81%) Nilai Tertinggi 92,7 Nilai Rata-Rata 80,06 Jmh Kompeten (%) 19 (90,48%) Jmh Blm Kompeten (%) 2 siswa (9,52%)

Siklau I

Siklus II

Siklus III

90.48

76.19

66.67

80.06

75.96

73.13

92.7

85.3

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

84.4

Perolehan Nilai Akhir Hasil Belajar

Siklus I Siklus II Siklus III

Nilai Tertinggi

Nilai RataRata

Jml Kompeten (%)

Gambar 1 Perolehan Nilai Akhir Hasil Belajar Tiap-Tiap Siklus

Hasil Belajar Tiap-Tiap Siklus a. Siklus I balum berhasil meningkatkan pemahaman dan keterampilan. Persentase pencapaian nilai akhir yang lulus dengan nilai ≥ 7,00 masih 66,67% (hanya 14 orang), belum mencapai 75% seperti indikator keberhasilan yang ditentukan. b. Siklus II juga belum berhasil meningkatkan pemahaman dan keterampilan. Persentase pencapain nilai akhir yang lulus dengan nilai ≥ 7,00 masih 76,197% (hanya 16 orang), belum mencapai 80% sesuai yang disyaratkan. c. Siklus III telah berhasil meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam menggambar pandangan dan potongan. Persentase pencapaian nilai akhir hasil belajar siswa yang lulus dengan nilai ≥ 7,00 telah mencapai 90,48% (19 siswa) dari 90% yang disyaratkan. Pemberian tindakan dianggap telah berhasil dan penelitian diakhiri pada siklus III.

8

80

90

90.48

80

76.19

75

100

66.67

Perbandingan Pencapaian Hasil Belajar dengan Indikator Keberhasilan (%)

Pencapaian Jumlah Kompeten (%)

60 40

Indikator Keberhasilan Jumlah Kompeten (%)

20 0 Siklus I

Siklus II Siklus III

Gambar 2 Perbandingan Pencapaian Hasil Belajar dengan Indikator Keberhasilan

Skenario Tindakan Guru Hasil akhir penelitian tindakan kelas adalah skenario tindakan guru, yang merupakan rangkaian dari beberapa tindakan yang dicobakan. Rangkuman tindakan dalam pembelaljaran dengan metode pemodelan dijelaskan sebagai berikut:  sebelum melaksanakan implementasi pemberian tindakan, segala keperluan untuk pembelajaran dipersiapkan dengan perencanaan yang matang.  pemberian materi pelajaran dilakukan dengan menggunakan Laptob dan LCD proyektor, karena dianggap lebih praktis dan efisien dalam menamilkan pemodelan wujud benda.  materi pelajaran disampaikan melalui powerpoint, dibuat dengan memberikan animasi dan warna yang manarik.  siswa diberi pegangan materi berupa LKS. Pembagian LKS dilakukan tiga hari sebelum tatap muka berlangsung, agar siswa lebih siap, mempunyai kesempatan membaca, dan memahami isi materi terlebih dahulu.  memberi kesempatan sekali lagi kepada siswa untuk membaca dan memahami isi materi sebelum mulai penjelasan.  memperbolehkan mendengarkan lagu-lagu dari hand phone saat melaksanakan tes praktik. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kejenuhan dan rasa lelah.  penggunaan papan tulis dipilih jenis white board dengan spidol warna, agar lebih membedakan antara garis benda dan garis untuk ukuran.

9

 waktu siswa mendemonstrasikan pemodelan, dilakukan secara berkelompok (2 sampai 3 siswa).  siswa yang kesulitan mengerjakan latihan soal atau tugas take home, diminta mendiskusikan dengan teman yang telah mengerti, begitu sebaliknya bagi siswa yang telah mengerti harus mau mengajarkan kepada temannya. Cara ini dilakukan karena siswa SMK rata-rata mempunyai karakteristik cenderung pemalu apabila bertanya dengan guru.  pembuatan pemodelan bentuk benda dilakukan melalui Autodesk Inventor, yang selanjutnya ditampilkan melalui LCD dengan cara demonstrasi.

PEMBAHASAN Peningkatan Terhadap Pemahaman Hasil analisis statistik kuantitatif terhadap hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan metode pemodelan menunjukkan, ada peningkatan yang signifikan nilai tes teori pada tiap-tiap siklus. Peningkatan nilai tes teori terjadi pada nilai rata-rata, nilai tertinggi dan persentase pencapaian kelulusan. Peningkatan nilai rata-rata tes teori menunjukkan, ada peningkatan pemahaman terhadap bentuk benda yang akan digambar. Dengan dibelajarkan melalui pemodelan, siswa semakin dapat membayangkan bentuk benda, dari semula “kesulitan memahami” meningkat menjadi “mampu memahami”. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa mengalami kenaikan, ini membuktikan bahwa ada peningkatan pemahaman terhadap materi yang diberikan. Peningkatan nilai tertinggi tidak diperoleh pada siswa yang sama, melainkan siswanya berbeda. Adanya peningkatan pemahaman juga terlihat dari persentase ketercapaian kelulusan. Peningkatan nilai terhadap aspek pemahaman ini dimungkinkan karena metode pembelajaran pemodelan memang dapat menampilkan replika seperti benda asli, baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Penampilan pemodelan memperjelas pemahaman dan mempermudah membayangkan terhadap bentuk benda yang akan digambar. Hal ini seperti diungkap Setyasari (2005:75) bahwa, pemodelan atau model adalah tiruan dari benda berbentuk tiga dimensi yang dibuat sedemikian rupa seperti bentuk aslinya, sehingga mudah dibayangkan.

10

Terjadinya peningkatan pemahaman dimungkinkan karena metode pembelajaran pemodelan memang mempunyai kelebihan, yakni dapat memfasilitasi siswa dalam upaya memudahkan membayangkan bentuk benda yang akan digambar, sehingga pembelajaran lebih menarik. Seperti diungkap Djiwandono (2002:140), pemodelan merupakan kegiatan belajar dengan melibatkan seorang untuk memperlihatkan atau memperagakan hal menarik. Kelebihan lain bahwa tampilan pemodelan dapat diputar-putar, dapat diperlihatkan dari berbagai arah pandang, dapat dirubah bentuknya, dan dirakit (assembling), bahkan pemodelan dapat memberikan warna yang berbeda-beda pada tampilan setiap permukaan (Tutorial, 2004). Helmut Nolker dan Eberhard S., (1983:36) menyebutkan, alat bantu visual yang dinamik (yang dikembangkan sendiri oleh pengajar) dapat menghasilkan nilai ingatan yang lebih tinggi, memberikan pemahaman terhadap ingatan, sehingga lebih mudah membayangkan bentuk benda yang ditampilkan. Pemodelan bentuk benda yang dibuat dapat menampilkan replika seperti bentuk benda asli. Pemodelan adalah memperagakan dengan demonstrasi, memberi contoh dengan memperlihatkan, dan dapat memperjelas hal-hal yang abstrak menjadi tampak lebih kongkrit dan mudah dibayangkan (Oka, 2002:1). Pemberian pembelajaran dengan memodelkan bentuk benda yang ditampilkan secara visual melalui LCD ternyata dapat meningkatkan pemahaman terhadap bentuk benda yang akan digambar. Temuan ini tidak sejalan dengan pendapat Allen (1983:24) yang menyatakan, mengajar dengan memanfaatkan benda asli jauh lebih bagus dari pada dengan gambar, bila mana berada di dalam kelas. Melalui pemodelan, guru dapat memberi pemahaman tentang bagaimana melihat gambar tiga pandangan, mulai pandangan depan, atas, dan samping (kanan atau kiri). Akhirnya diperoleh pemahaman tentang bentuk benda, sehingga dapat diaplikasikan dalam bentuk gambar. Pada intinya, pemodelan dapat mambantu membayangkan dari hal yang abstrak menjadi lebih kongkret (Miarso, 1984). Peningkatan Terhadap Keterampilan Hasil analisis statistik kuantitatif terhadap hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan metode pemodelan menunjukkan, ada peningkatan yang signifikan nilai tes praktik pada tiap-tiap siklus. Peningkatan nilai tes praktik terjadi pada perolehan

11

nilai rata-rata dan persentase pencapaian kelulusan. Peningkatan nilai rata-rata tes praktik menunjukkan, ada peningkatan keterampilan dalam hal menggambar pandangan dan potongan. Peningkatan nilai rata-rata pada tes praktik merupakan indikasi bahwa telah terjadi peningkatan pada aspek psikomotor. Peningkatan keterampilan dari semula “kurang mampu menggambar” meningkat menjadi “mampu dan terampil dalam menggambar”. Perolehan nilai tertinggi mengalami penurunan pada siklus II, dan naik lagi pada siklus III. Penyebab terjadinya penurunan adalah materi dari soal tes praktik. Pada siklus I, materi soal tes praktik hanya menguji keterampilan memberi ukuran, belum membutuhkan pemahaman dalam membayangkan bentuk benda. Pada tes praktik siklus II, sudah menguji keterampilan menggambar pandangan dan potongan, yang mana materi ini dirasa paling sulit bagi siswa. Pencapaian kelulusan terhadap hasil tes praktik menunjukkan, ada peningkatan yang signifikan terhadap keterampilan menggambar. Peningkatan keterampilan ini membuktikan bahwa metode pembelajaran pemodelan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam hal menggambar pandangan dan potongan. Hal ini dimungkinkan karena metode pemodelan dapat menfasilitasi kemudahan membayangkan bentuk benda yang akan digambar. Peningkatan keterampilan menggambar yang dibelajarkan dengan pemodelan ternyata mendukung pendapat Nurhadi (2002:16) bahwa, keterampilan membuat bentuk gambar dapat diperoleh dari benda yang dimodelkan sehingga dapat ditiru. Peningkatan Kompetensi Hasil analisis statistik kuantitatif terhadap perolehan nilai akhir hasil belajar tiap-tiap siklus menunjukkan, ada peningkatan yang signifikan terhadap kompetensi siswa yang dibelajarkan dengan metode pemodelan. Nilai akhir diperoleh dari tiga aspek, yakni: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Keberhasilan tindakan yang dilakukan dalam meningkatkan kompetensi menggambar pandangan dan potongan dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai rata-rata skor akhir dan persentase keberhasilan siswa yang memperoleh nilai ≥ 7,00 pada tiap siklus. Peningkatan nilai rerata skor akhir dan peningkatan persentase pencapaian kelulusan menunjukkan indikasi adanya peningkatan kompetensi terhadap siswa

12

yang dibelajarkan dengan metode pemodelan. Peningkatan nilai rata-rata skor akhir, dari semula “cukup” menjadi “baik”. Sedangkan peningkatan persentase pencapaian kelulusan (kompetensi) menunjukkan, dari semula “kurang mampu” (belum kompeten) meningkat menjadi “mampu” (kompeten). Hal ini memperkuat dugaan bahwa metode pembelajaran pemodelan dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam menggambar pandangan dan potongan, ternyata memang benar. Terjadinya peningkatan kompetensi dimungkinkan karena metode pembelajaran pemodelan memang menarik, tidak menjenuhkan, dan memotivasi siswa untuk selalu ingin tahu bentuk benda yang akan digambar dengan cara mencoba melalui demonstrasi. Pemodelan bentuk benda yang dibuat melalui Inventor dimungkinkan lebih mudah dalam membayangkan bentuk benda yang akan digambar, karena bentuknya lebih nyata dan jelas. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Khumaidi (2007) yang menemukan bahwa, penggunaan media model dapat meningkatkan kemampuan menggambar (proyeksi) dari “kurang mampu” menjadi “mampu”. Penggunaan media model dalam penelitian Khumaidi berupa miniatur suatu benda, bukan memodelkan wujud benda yang ditampilkan secara visual, walaupun prinsipnya sama-sama menggunakan media model dalam hal belajar menggambar. Pentingnya peranan media yang tepat dalam pembelajaran seperti diungkap Bahri (2002) bahwa, dalam proses belajar mengajar media mempunyai arti yang cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Dengan pemodelan wujud benda, kerumitan gambar yang akan disampaikan pada siswa dapat disederhanakan dengan bantuan media (memodelkan), sehingga dapat mewakili apa yang kurang mampu diucapkan melalui kata-kata atau bahkan suatu keabstrakkan dapat dikongkritkan dengan menghadirkan media. Pembahasan Hasil Belajar Tiap Siklus Siklus I balum berhasil meningkatkan pemahaman dan keterampilan, karena persentase pencapaian nilai akhir belum mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan. Hal ini disebabkan materi yang diberikan belum memodelkan wujud benda, karena masih berkisar tentang cara-cara pemberian ukuran, toleransi/suaian,

13

dan tanda pengerjaan. Kesempatan membaca dan memahami isi materi pelajaran masih kurang, sehingga pemberian tindakan pada siklus I perlu direfleksi kembali. Siklus II juga masih belum berhasil meningkatkan pemahaman dan keterampilan, karena persentase pencapain nilai akhir belum mencapai indikator yang disyaratkan. Tidak berhasilnya pemberian tindakan pada siklus II dimungkinkan cara yang digunakan untuk memodelkan bentuk benda masih dengan program Mechanical Desktop. Tampilan pemodelan dengan Mechanical Desktop hanya dapat memperlihatkan permukaan benda dengan warna yang sama, sehingga kurang menarik. Akibatnya, siswa masih kurang jelas dalam memahami dan masih sulit membayangkan bentuk benda bila akan digambar. Siklus III telah berhasil meningkatkan secara signifikan terhadap pemahaman dan keterampilan menggambar pandangan dan potongan, karena persentase pencapaian nilai akhir telah mencapai lebih dari 90%, sesuai yang disyaratkan. Keberhasilan ini disebabkan pemberian tindakan pembelajaran yang menggunakan pemodelan melalui Inventor. Kelebihan pemodelan dengan Inventor dapat menampilkan warna yang berbeda-beda pada setiap permukaan benda, sehingga tampak lebih jelas bentuknya. Memodelkan bentuk benda dengan Inventor juga dapat menampilkan gambar pandangan menurut proyeksi Amerika dan Eropa, yang mana hal ini tidak dapat dilakukan melalui Mechanical Desktop. Penggunaan papan tulis jenis white board dan spidol warna juga memberikan peranan yang besar, karena dapat lebih membedakan bentuk gambar dan pemberian ukurannya. Bila persentase pencapaian nilai akhir hasil belajar siswa yang lulus dengan nilai ≥ 7,00 telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan, maka pemberian tindakan dapat dihentikan dan penelitian dianggap cukup. Hal ini berarti pemberian tindakan dengan metode pemodelan dianggap dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam menggambar pandangan dan potongan. Kesimpulan akhir menunjukkan, metode pembelajaran pemodelan melalui Inventor dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam menggambar pandangan dan potongan. Hasil ini sejalan dengan teori pembelajaran (dengan media visual) seperti diungkapkan Kusmiati (1997) bahwa, penggunaan media model berbasis komputer jika diaplikasikan dalam proses menggambar secara terus

14

menerus akan dapat memotivasi dan meningkatkan keterampilan menggambar teknik di sekolah. Lebih lanjut, Kusmiati (1997) juga menjelaskan bahwa, model pembelajaran berbasis teknologi komputer, utamanya yang interaktif, dapat bergerak dan berwarna, akan mampu menampilkan umpan balik yang positif dalam upaya meningkatkan kreatifitas dan pengembangan wawasan anak terhadap pembelajaran menggambar. Peranan media yang tepat, penting dalam pembelajaran. Hal tersebut seperti diungkap Bahri (2002) bahwa, dalam proses pembelajaran, media mempunyai arti yang cukup penting. Peranan media penting dalam proses pembelajaran. Ketidakjelasan dalalm penyampaian bahan yang diberikan, dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan gambar yang disampaikan, dapat disederhanakan dengan bantuan media dengan cara memodelkan wujud benda. Memodelkan bentuk benda, dapat mewakili apa yang kurang mampu diucapkan melalui kata-kata, atau bahkan suatu keabstrakan, dapat dikongkritkan dengan menghadirkan media seperti model. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan metode pembelajaran pemodelan dapat meningkatkan secara signifikan terhadap pemahaman dan keterampilan siswa dalam menggambar pandangan dan potongan. Peningkatan pemahaman dan keterampilan dalam menggambar pandangan dan potongan dengan metode pembelajaran pemodelan ditunjukkan pada nilai akhir rata-rata hasil belajar tiap siklus, dari semula 73,13, menjadi 75,96, dan meningkat sampai 80,06. Peningkatan nilai rata-rata skor akhir , dari semula “cukup” menjadi “baik”. Peningkatan hasil belajar juga ditunjukkan dari persentase pencapaian kelulusan (ketuntasan) secara klasikal, dari semula ‘kurang’ (66,67%) menjadi ‘baik/minimal’ (76,19%), dan meningkat menjadi ‘baik sekali/optimal’ (90,48%). Peningkatan kompetensi menunjukkan dari semula “kurang mampu (belum kompeten) meningkat menjadi “mampu” (kompeten). Dengan demikian meyakinkan bahwa, pembelajaran mengambar teknik mesin dengan metode

15

pemodelan dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan siswa dalam mengambar pandangan dan potongan. Saran Mengingat metode pembelajaran pemodelan dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan siswa dalam menggambar pandangan dan potongan, maka guru-guru SMK (terutama yang mengajar mata pelajaran menggambar teknik mesin) perlu belajar program Mechanical Desktop (MD) dan Inventor agar dapat membuat pemodelan bentuk benda guna memfasilitasi siswa dalam membayangkan bentuk benda yang akan digambar. Sekolah kejuruan perlu memfasilitasi sarana (media) pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran dengan metode pemodelan., mendorong dan memfasilitasi guru untuk mengikuti training dan pelatihan program Mechanical Desktop (MD) dan atau Inventor. Kepada Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik & Tenaga Kependidikan melalui Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) diharap segera menyelenggarakan diklat/training bagi guruguru SMK untuk program Mechanical Desktop (MD) dan Inventor, sehingga dapat diaplikasikan pada pembelajaran menggambar teknik di sekolah kejuruan. Untuk peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis di masa datang, diharapkan agar mencari dan mencobakan bentuk alternatif metode pembelajaran lain yang menarik, menyenangkan dan lebih kongkrit supaya dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan menggambar pandangan dan potongan. Hal ini perlu dilakukan agar siswa dapat terfasilitasi kesulitannya dalam membayangkan bentuk benda yang akan digambar.

DAFTAR RUJUKAN Allen, F.V. 1983. Tecniques in Teaching Vocabulary. England: Oxford University Press, Inc. Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Bahri, D & Zain Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

16

Bloom, S. Benyamin. 1975. Taxonomy of Educational Objektives, The Clasification of Educational Goals. Handbook I: The Cognitive Domain, New York: David Mekey Company. Inc. Dahar, R. Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: PPLPTK Dirjen Dikti Depdikbud. Djiwandono, S. Esti Wuryani. 2002. Psikologi pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Helmut Nolker dan Eberhard Schoenfeldt. 1983. Pendidikan Kejuruan, Jakarta: PT. Gramedia. Kemmis, S., & McTaggart, R. 1988. The Action Research Planer. Victoria: Deakin University Press. Khumaedi, Muhammad. 2007. Peningkatan Kemampuan Mahasiswa dalam Membaca Gambar Proyeksi Menggunakan Pembelajaran Discovery Learning dengan Media Model. Artikel, Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP), Jilid 14 Nomer 1, Pebruari 2007. Malang: LPTK dan ISPI. Kusmiati. 1997. Teori Dasar Desain Komunikasi Visual. Jakarta: Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Trisakti. Miarso, Yusufhadi. 1986. Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Miarso, Yusufhadi. 1984. Teknologi Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan CV. Rajawali. Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual. Malang: UM Press. Oka, Djohana D. 2002. Kumpulan Materi TOT CTL. Malang: Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang. Setyosari, Punaji & Sihkabunden. 2005. Media Pembelajaran. Malang: Elang Mas. Tutorial. 2004. Autodesk Inventor. Malang: Tiga Dimensi (3D) Solusindo Indonesia.

17

Minat Berwirausaha Siswa Kelas III Program Keahlian Teknik Pemesinan Dengan Prediktor Sikap Mandiri, Lingkungan Pergaulan, Prestasi Kewirausahaan, dan Kemampuan Kejuruan Pada SMK Di Kabupaten Nganjuk Anjar Surasa Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecenderungan siswa SMK kelas III Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk terhadap minat berwirausaha. Dalam penelitian ini diajukan 5 hipotesis, bertitik tolak dari kajian kepustakaan yang diprediksi mempengaruhi minat berwirausaha, yaitu; sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan. Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswa kelas III Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk tahun pembelajaran 2007-2008. Jumlah populasi 480 siswa. Sampel diambil dengan teknik random sampling sebesar 154 siswa. Pengumpulan data variabel dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan dokumentasi. Pengumpulan data variabel minat berwirausaha (Y), sikap mandiri (X1), dan lingkungan pergaulan (X2), dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Sedang data variabel prestasi kewirausahaan (X3), dan kemampuan kejuruan (X1), dipergunakan metode dokumentasi. Validitas item kuesioner dilakukan dengan menggunakan validitas internal dari rumus product moment. Uji reliabelitas alat ukur digunakan rumus koefisien Alpa. Hasil uji coba instrumen diperoleh besarnya nilai reliabelitas 0,895 untuk (Y); 0,845 untuk (X1); dan 0,874 untuk (X2). Analisis data digunakan analisis deskriptif, korelasi parsial dan regresi ganda. Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa sikap mandiri siswa memiliki kecenderungan 85,06% berada pada kategori sedang; lingkungan pergaulan 68,18% berada pada kategori sedang; prestasi kewirausahaan 79,87% berada pada kategori sedang; kemampuan kejuruan 89,64% berada pada kategori sedang; dan minat berwirausaha memiliki kecenderungan sebesar 55,20% pada kategori tinggi. Hasil analisis korelasi parsial menunjukkan adanya hubungan yang signifikan: (1) antara X1 dengan Y, dimana variabel X234 dikontrol (ry1.234 = 0,257); (2) antara X2 dengan Y, dimana variabel X134 dikontrol (ry2.134 = 0,391); (3) antara X3 dengan Y, dimana variabel X124 dikontrol (ry3.124 = 0,183); (4) antara X4 dengan Y, dimana variabel X123 dikontrol (ry4.123 = 0,128). Hasil analisis regresi ganda 4 prediktor menunjukan bahwa, terdapat hubungan yang signifikan antara X1, X2, X3, dan X4 secara bersama-sama dengan Y. Nilai koefisien (F = 23,00), dengan signikansi 0,000. Nilai koefisien determinasi R2 = 0,384; untuk X1 terhadap Y (r2 = 0,1099), untuk X2 terhadap Y (r2 = 0,1949), untuk X3 terhadap Y (r2 = 0,0474), dan untuk X4 terhadap Y (r2 = 0,0320). Dari lima hipotesis yang diajukan, empat diantaranya dapat dibuktikan. Satu hipotesis yang tidak terbukti, yaitu; antara X4 dengan Y, dimana hubungannya tidak signifikan. Empat hipotesis yang dapat dibuktikan, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara: (1) X1 dengan Y; (2) X2 dengan Y; (3) X3 dengan Y; dan (4) 4 prediktor secara bersama-sama, yaitu; antara X1, X2, X3, dan X4, memiliki hubungan yang signifikan terhadap Y. Persamaan regresi yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi adalah: Y = 19,770 + 0,238X1 + 0,372 X2 + 0,154 X3 + 0,108 X4.

-1-

Kata kunci: Sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan, serta minat berwirausaha. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Program Keahlian Teknik Pemesinan secara umum mengacu pada isi UURI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) pasal 3 tentang Tujuan Pendidikan Nasional dan penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Secara khusus tujuan Program Keahlian Teknik Pemesinan adalah membekali peserta didik dengan keterampilan, pengetahuan dan sikap agar kompeten: (1) untuk mengisi kesempatan kerja yang tersedia, ataupun bekerja secara mandiri, dan (2) memilih karir, berkompetisi, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang teknik pemesinan. Fokus utama pengembangan pendidikan menengah kejuruan termasuk pada program teknik pemesinan adalah berorientasi untuk pemenuhan permintaan pasar kerja dan usaha mandiri atau berwirausaha. Kebutuhan anggaran untuk pengembangan pada program keahlian teknik pemesinan adalah sangat besar. Keperluan mesin-mesin dan alat bantu pendukung sebagai sarana praktek untuk satu ruang bengkel dengan standar kuantitas dan kualitas yang memadai dana yang dibutuhkan bisa digunakan untuk membangun gedung sekolah lengkap dengan perabotnya. Jika kebutuhan sarana pembelajaran praktek dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, maka hal tersebut akan sangat membantu guna menyiapkan tenaga-tenaga terampil yang siap memasuki dunia kerja yang tersedia. Kesempatan untuk berwirausaha juga menjadi lebih terbuka, jika setiap tamatan memiliki kompetensi yang memadai terlebih bila di dukung

-2-

dengan sarana yang cukup, mengingat untuk menekuni wirausaha bidang ini diperlukan dana besar untuk pengadaan mesin dan alat bantu pendukungnya. Akibat belum terealisasinya anggaran pendidikan sesuai dengan amanat UUD sebesar 20 persen yang disebabkan terbatasnya anggaran yang dimiliki pemerintah, telah ikut pula menjadi salah satu faktor penyebab tidak maksimalnya pencapaian tujuan pembelajaran. Kenyataan ini dapat ditunjukan oleh minimnya sarana pembelajaran praktek bagi siswa program teknik pemesinan. Akibat tidak maksimalnya pencapaian tujuan pemebelajaran pada gilirannya kompetensi yang dimiliki peserta didik menjadi kurang maksimal. Persoalan rendahnya kompetensi yang dimiliki peserta didik tersebut berdampak pada lemahnya daya tawar pencari kerja. Ketimpangan antara kompetensi yang dibutuhkan industri pengguna tenaga kerja dengan kompetensi yang dimiliki tamatan SMK juga menjadi penyebab tidak terserapnya angkatan kerja baru sehingga terjadi pengangguran. Pengangguran selain menjadi beban pemerintah juga akan menjadi beban keluarga dan masyarakat (Wibisono, 1989:5). Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan membekali peserta didik untuk membangkitkan minat berwirausaha melalui pemebelajaran kewirausahaan, keterampilan kejuruan, dan memberikan bekal kemandirian melaui kegiatan ekstrakurikuler. Peran sekolah dan orangtua menjadi sangat penting guna membangkitkan semangat belajar untuk menumbuhkan jiwa wirausaha dan meningkatkan keterampilan, serta membangun suasana pergaulan yang dapat membangkitkan minat berwirausaha peserta didik, sehingga dapat mengatasi pengangguran setelah tamat sekolah. Untuk menumbuhkan minat berwirausaha pada diri peserta didik dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pembelajaran baik pada bidang kejuruan maupun pada mata diklat kewirausahaan. Peningkatan kualitas pembelajaran

-3-

dapat dilakukan dengan cara meningkatkan sarana dan prasarana belajar termasuk alat-alat praktek. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Rusman (2007), yang menyatakan bahwa prestasi kewirausahaan dan kemampuan kejuruan memiliki kontribrusi terhadap tumbuhnya minat berwirausaha. Keberhasilan dalam berwirausaha tidak harus memiliki modal yang besar (Zaqeus, 2007:39). Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk dapat berhasil dalam berwirausaha harus memiliki kemandirian. Terbentuknya sikap mandiri peserta didik selain karena pendidikan orangtua, juga dapat dibentuk melalui pembelajaran di sekolah. Setiap proses kegiatan pembelajaran, peserta didik dituntut untuk dapat mandiri dalam banyak hal, antara lain; mandiri dalam mengerjakan tugas praktek, mandiri dalam mengerjakan ujian. Kegiatan pemebelajaran kewirausahaan yang ditunjang sikap mandiri pada diri peserta didik akan lebih mudah membentuk jiwa kewirausahaannya lebih lanjut akan menumbuhkan minat untuk berwirausaha. Kewirausahaan dapat dimaknai sebagi kemampuan kreatif dan inovatif yang dapat dijadikan dasar, strategi dan sumber daya untuk menciptakan peluang menuju sukses (Zimmerer, 1996:51). Inti dari kewirausahaan adalah: (1) kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan beda; (2) memiliki kemampuan berfikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang. Pada konteks manajemen, pengertian entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan sumber daya finansial, bahan mentah dan tenaga kerja untuk menghasilkan suatu produk baru, usaha yang baru, proses produksi, atau pengembangan suatu organisasi usaha (Marzuki, 1997:3). Kewirausahaan, bukanlah sesuatu hal yang mistik dan misterius, bukan pula soal bakat, akan tetapi dapat dibentuk melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram pada usia dini (Ciputra, 2008:5). Jiwa kewirausahaan dapat

-4-

dibina dan ditanamkan sejak kecil melaui pendidikan di keluarga maupun di sekolah, sehingga tidak perlu dipertentangkan apakah kemampuan wirausaha itu bakat genetis atau hasil dari pendidikan (Rachman, 2008:3). “Bakat" sebetulnya dapat saja merupakan suatu pengaruh yang dipicu oleh faktor lingkungan dan hasil pendidikan. Untuk bisa menanamkan jiwa wirausaha, peran orang tua dan lembaga pendidikan yang membekali berbagai keterampilan pada anak-anak memiliki peran penting. Menurut Priyono (2005:21), kualifikasi dasar seorang wirausaha tangguh dan ulet di antaranya adalah memiliki sikap mandiri, mempunyai kemampuan, serta dapat mengenal dan mengendalikan lingkungan. Perilaku kewirausaan di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Soedjono, 1993). Faktor internalnya adalah memiliki kompetensi, sedang faktor ekternalnya adalah lingkungan. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada pihak yang menyuruh (Slameto, 1995:80). Pendapat Tampubolon (1993:41), minat adalah perpaduan keinginan dan kemauan yang dapat berkembang jika ada motivasi. Menurut Winkel (1983:30), minat adalah kecenderungan yang menetap, pada diri subyek merasa tertarik pada bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung pada bidang tersebut. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa minat merupakan kesadaran seseorang bahwa sesuatu obyek ada sangkut pautnya dengan dirinya. Jika berwirausaha sebagai pilihan hidupnya maka akan dilakukan dengan penuh rasa kesadaran untuk mencapai tujuan hidupnya. Ciri-ciri orang yang memiliki minat berwirausaha, diantaranya adalah akan menunjukan arah perhatian khusus terhadap profesi wirausaha, karena profesi ini akan memberi kesenangan pada dirinya.

-5-

Webe (2005:170), mandiri adalah pribadi yang dapat melayani, tidak bersandar pada orang lain. Untuk dapat melayani orang lain apabila ia sendiri dapat mengurusi dirinya sendiri. Seseorang yang sudah menyatakan dirinya siap mandiri berarti tidak ingin minta pertolongan kepada orang lain. Mandiri bagi peserta didik SMK berarti memiliki rasa percaya diri, mempunyai motivasi atau inisiatif untuk maju dan berkembang sesuai tingkat perkembangan jiwanya, serta bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan untuk masa depan diriya. Minat berwirausaha seseorang diawali terbentuknya jiwa wirausaha pada diri orang tersebut. Jiwa wirausaha dapat dibentuk melalui pendidikan dengan membangkitkan kemandirian pada peserta didik. Kemandirian merupakan perilaku yang mampu berinisiatif, dapat mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan dari orang lain (Barnadib, 1980). Rasa percaya diri sangat diperlukan bagi mereka yang menekuni profesi wirausaha. Inisiatif atau ide baru dan beda dari bentuk layanan atau produk yang sudah ada, sangat diperlukan ketika seorang wirausaha melakukan pengembangan usaha. Melalui pola pikir demikian, dimungkinkan bahwa sikap mandiri yang dimiliki seseorang akan membangkit-kan minat untuk berwirausaha. Menurut Soemanto (1987:80), lingkungan adalah gabungan dari segala material dan stimuli di dalam dan di luar individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis maupun secara kultural. Dari pengertian tersebut, yang dimaksud dengan lingkungan, bukan hanya meliputi suatu materi yang bersifat statis atau dinamis saja, melainkan mencakup berbagai aspek lain, termasuk lingkungan psikologis yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Jiwa kewirausahaan dapat dibina atau ditanamkan sejak kecil (Rachman, 2008). Kewirausahaan lebih pada

-6-

menggerakan perubahan mental, sehingga tidak perlu dipertentangkan apakah kemampuan wirausaha itu bakat genetis atau hasil proses pendidikan. Pada dasarnya bakat dapat saja merupakan pengaruh yang dipicu oleh faktor lingkungan dan hasil pendidikan. Sejak manusia lahir, sejak itu pula manusia mulai berinteraksi dan mengenal lingkungan tempat tinggalnya. Melalui proses interaksi intensif dengan lingkungan pergaulannya, seseorang akan terbentuk kepribadian tingkah lakunya yang spesifik dan bercirikan dari determinasi lingkungan pergaulannya tersebut. Interaksi seseorang dengan lingkungannya akan menimbulkan pola tingkah laku tertentu yang mirip dengan lingkungannya itu (Suryabrata, 1975). Lingkungan menyediakan berbagai kemungkinan bagi terbentuknya pola tingkah laku seseorang. Suparman (2003), hasil penelitiannya menyatakan bahwa pengalaman pergaulan pada lingkungan wirausaha memiliki hubungan yang dengan tumbuhnya minat berwirausaha. Interaksi peserta didik dengan lingkungan wirausaha baik di lingkungan sekolah, keluarga, dan dimasyarakat dapat digunakan sebagai wahana tempat untuk mengasah dan membangkitkan minat berwirausaha. Melalui pola pikir demikian, dapat diduga interaksi yang intensif dengan lingkungan pergaulan wirausaha, dapat membangkitkan minat seseorang untuk berwirausaha. Salah satu prasyarat dapat menggeluti bidang wirausaha adalah memiliki bekal pengetahuan tentang berbagai hal yang ada kaitannya dengan wirausaha. Perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu kompetensi (Soedjono, 1993). Kompetensi kewirausahaan adalah salah satu bekal yang bisa diperoleh peserta didik untuk mempersiapkan diri menekuni dunia wirausaha. Oleh karena jiwa kewirausahaan bukan semata-mata disebabkan oleh bakat,

-7-

akan tetapi jiwa wirausa dapat dibentuk melalui pendidikan. Melalui kegiatan pembelajaran kewirausahaan peserta didik akan memiliki jiwa kewirausahaan. Sejalan dengan pemikiran di atas, kesimpulan hasil penelitian Rusman (2007), menyebutkan bahwa prestasi kewirausahaan memiliki hubungan terhadap tumbuhnya minat untuk berwirausaha. Jiwa wirausaha yang terbentuk melalui proses pengalaman belajar kewirausahaan akan memberi inspirasi kepada peserta didik guna menumbuhkan minat berwirausaha. Tujuan mata diklat kewirausahaan, yaitu; menanamkan jiwa kewirausahaan, menumbuhkan perilaku wirausaha, memberi bekal teknis, memberi pengalaman menjalankan usaha kecil. Keberhasilan dalam pembelajaran mata diklat kewirausahaan ini bermanfaat bagi tumbuhnya minat berwirausaha peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Marzuki (1997), bahwa pada konteks bisnis kewirausahaan adalah kemampuan menggunakan sumber daya finansial, bahan mentah, dan tenaga kerja. Melalui pola pikir yang demikian dimungkinkan, jika seorang peserta didik memiliki prestasi tinggi pada proses pemebelajaran mata diklat kewirausahaan akan meningkatkan minat berwirausahanya. Tahap awal memulai berwirausaha adalah dengan imitasi atau meniru dari orang lain (Suryana, 2003:41). Untuk dapat meniru produk lain hanya bisa dilakukan jika pada dirinya memiliki keterampilan. Pada konteks peserta didik SMK, keterampilan adalah hasil pengalaman belajar berupa kemampuan bidang kejuruan. Jika pada diri peserta didik memiliki kemampuan kejuruan tinggi, maka ia mempunyai bekal untuk menekuni profesi wirausaha serta dapat menumbuhkan minatnya untuk berwirausaha. Salah satu prasyarat untuk dapat menggeluti bidang wirausaha adalah mempunyai kemampuan, kecakapan, dan ketrampilan yang memadai tentang

-8-

berbagai hal yang berkaitan dengan wirausaha (Priyono, 2005). Peserta didik yang memiliki minat untuk berwirausaha perlu mengikuti pemebelajaran bidang kejuruan dengan baik sehingga diperoleh hasil yang tinggi. Bagi peserta didik yang memiliki prestasi tinggi bidang kejuruanan, akan memiliki kecenderungan mempunyai minat berwirausaha. Dengan alur berfikir demikian dapat diduga, jika peserta didik memperoleh hasil belajar bidang kejuruan yang tinggi, maka minat berwirausanya juga akan meningkat. Banyak faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha seseorang. Dalam penelitian ini yang menjadi ruang lingkup sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan bahwa minat berwirausaha siswa kelas III SMK Program keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk dipengaruhi oleh sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan.

B. Permasalahan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara ubahan sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan, terhadap minat berwirausaha. Untuk lebih jelasnya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesisnan di Kabupaten Nganjuk? 2. Bagaimanakah sikap mandiri siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesisnan di Kabupaten Nganjuk? 3. Bagaimanakah lingkungan pergaulan siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesisnan di Kabupaten Nganjuk?

-9-

4. Bagaimanakah prestasi kewirausahaan siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesisnan di Kabupaten Nganjuk? 5. Bagaimanakah kemampuan kejuruan siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesisnan di Kabupaten Nganjuk? 6. Adakah hubungan antara sikap mandiri dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesisnan di Kabupaten Nganjuk? 7. Adakah hubungan antara lingkungan pergaulan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesisnan di Kabupaten Nganjuk? 8. Adakah hubungan antara prestasi kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesisnan di Kabupaten Nganjuk? 9. Adakah hubungan antara kemampuan kejuruan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesisnan di Kabupaten Nganjuk? 10. Adakah hubungan antara sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan, secara bersama-sama dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk?

METODE A. Rancangan Penelitian Metode yang dipilih pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dalam bentuk penelitian survai. Metode kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandasan pada filsafat positivesme, dan digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel dilakukan secara random (Sugiyono, 2007:14). Memperhatikan permasalahan yang ada, desain rancangannya adalah penelitian deskriptif korelasional yang bersifat ex-post facto.

- 10 -

B. Sampel Untuk menghindari subyektifitas peneliti, maka sampel yang diperoleh haruslah sampel yang representatif. Teknik sampling yang dipergunakan adalah teknik random sampling. Oleh karena subyek populasi dalam penelitian ini terdiri dari lima kelompok, dan agar setiap kelompok dapat terwakili menjadi anggota sampel dengan memperhatikan perimbangannya, maka teknik sampling yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik proposional random sampling (Sugiyono, 2007:120). Dari lima kelompok yang ada dalam populasi ini terdapat sebesar 280 siswa. Untuk populasi sebanyak 280 siswa diperoleh data jumlah sampel sebesar 154 siswa, dengan tingkat kesalahan 5%. Data jumlah sampel sebesar 154 tersebut diperoleh dengan menggunakan pedoman pada monogram persentase sampel dari Harry King. Adapun penentuan jumlah sampel untuk masing-masing sekolah dihitung dengan cara:

Nsk 

 Sw  Sp   pp

dimana: Nsk = Sw = p p = Sp =

jumlah sampel masing-masing sekolah jumlah populasi sekolah jumlah total populasi jumlah total sampel

Hasil perhitungan jumlah sampel untuk masing-masing sekolah ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1 Data Jumlah Sampel Untuk Masing-masing SMK No. 1. 2. 3. 4. 5.

Nama Sekolah SMK N. Kertosono SMK PGRI 1 Kertosono SMK MUH. 1 Nganjuk SMK PGRI 1 Nganjuk SMK Dr. Sutomo Nganjuk Jumlah

Lokasi Kertosono Kertosono Nganjuk Nganjuk Nganjuk

- 11 -

Jumlah Siswa 75 85 55 40 25 280

Jumlah Sampel 41 47 30 22 14 154

C. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang diperlukan digunakan dua instrumen, yaitu dokumentasi dan koesioner. Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data variabel prestasi kewirausahaan (PK), dan kemampuan kejuruan (KK). Data dukumentasi untuk variabel kemampuan kejuruan berupa data nilai rata-rata dari mata diklat kejuruan. Kuesioner dipergunakan untuk memperoleh data minat berwirausaha (MB), sikap mandiri (SM), dan lingkungan pergaulan (LP). D. Teknik Analisis Data Analisis deskriptif dilakukan guna memberikan gambaran terhadap data hasil penelitian berupa nilai-nilai sebaran dari sampel dalam bentuk parameter statistik. Parameter statistik berupa nilai-nilai tendensi sentral yaitu; rerata (mean), nilai tengah (median), modus (mode), dan simpangan baku (standard deviation). Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan histogram. Sebagai pedoman/norma pembanding kecenderungan hasil pengukuran dari masing-masing variabel digunakan rerata ideal yang dibedakan menjadi 3 kategori yaitu: (1) M + SD ke atas = tinggi, (2) Antara M - SD s.d M + SD = cukup, dan (3) M - SD ke bawah = rendah. Jarak SD untuk katagori tersebut didasarkan pada kurve distribusi normal yang secara teori berjarak 6 SD, sehingga besar jarak antara kategori tersebut 2 SD. Untuk menghitung besarnya nilai rerata ideal (M) dan simpangan baku (SD) dipakai rumus M = ½ (nilai ideal tertinggi

+ nilai ideal

terendah )

dan SD = 1/6 (nilai ideal

tertinggi

- nilai ideal

terendah).

Hasil analisis data diperoleh nilai rerata ideal dan simpangan baku ideal dari masing-masing variabel disajikan pada Tabel 2. Pedoman untuk mengetahui tinggirendahnya nilai ideal digunakan kategori nilai ideal yang ditunjukan pada Tabel 3.

- 12 -

Tabel 2 Nilai Tendensi Sentral Ideal Masing-masing Variabel No. Variabel

Nilai Ideal Terendah

Nilai Ideal Tertinggi

Rerata Ideal (M)

l.

Sikap, Mandiri

20

80

50

Simpangan Baku Ideal (SD) 10

2.

Lingkungan Pergaulan

19

76

47,50

9,50

3.

Prestasi Kewirausahaan

5,00

10

7,50

0,83

4.

Kemampuan Kejuruan

5,00

10

7,50

0,83

5.

Minat Berwirausaha

26

104

65

13

Tabel 3 Kategori Nilai Ideal No

Variabel

Nilai Ideal

Kategori

1.

Sikap Mandiri

2.

Lingkungan Pergaulan

3.

Prestasi Kewirausahaan

4.

Kemampuan Kejuruan

5.

Minat Berwirausaha

20 s.d 40 41 s.d 60 61 s.d 80 19 s.d 38 39 s.d 57 58 s.d 76 5,00 s.d 6,65 6,66 s.d 8,35 8,36 s.d 10,0 5,00 s.d 6,65 6,66 s.d 8,35 8,36 s.d 10,0 26 s.d 52 53 s.d 78 79 s.d 104

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

1. Uji Persyaratan Hasil penelitian ini akan digeneralisasikan pada populasi yang cakupannya lebih luas, maka sebelum melakukan uji hipotesis dengan statistik parametrik, data penelitian harus memenuhi persyaratan normalitas, linearitas, homogenitas, dan bebas dari multikolinearitas. 2. Analisis Data Untuk menjawab permasalahan nomor 6, 7, 8, dan 9 seperti yang telah dirumuskan dilakukan menggunakan analisis korelasi parsial jenjang ke tiga. Untuk permasalahan ke 10 digunakan analisis regresi ganda 4 prediktor.

- 13 -

Analisis korelasi parsial digunakan untuk menguji kemurnian hubungan antar ubahan bebas dengan Kriteriumnya. Korelasi jenjang ketiga digunakan untuk menguji hubungan antara: (1) Sikap Mandiri dengan Minat Berwirausaha, dimana LP, PK, dan KK dikontrol, (2) Lingkungan Pergaulan dengan Minat Berwirausaha, dimana SM, PK, dan KK dikontrol, (3) Prestasi Kewirausahaan dengan Minat Berwirausaha, dimana SM, LP, dan KK dikontrol, dan (4) Kemampuan Kejuruan dengan Minat Berwirausaha, dimana SM, LP, dan PK dikontrol. Perhitungan analisis digunakan bantuan program SPSS versi 16. Uji signifikansi terhadap nilai koefisien (r yx), dilakukan dengan cara membandingkan nilai probabilitas p hitung dengan p(0,05). Jika nilai phitung ≤ 0,05, maka hubungan antara ubahan X dengan (Y) dapat diinterpretasikan signifikan. Analisis regresi ganda dipergunakan untuk mengetahui hubungan antara sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan secara bersama dengan Minat Berwirausaha. Perhitungan analisis digunakan bantuan program SPSS versi 16. Uji signifikansi terhadap nilai R dilakukan dengan menguji nilai F dengan cara membandingkan nilai probabilitas phitung dengan p(0,05). Jika hasil analisis diperoleh p hitung ≥ p(0,05), maka hubungan ke empat prediktor secara bersama-sama terhadap minat berwirausaha dapat diinterpretasi signifikan.

HASIL A. Deskripsi Data Variabel Sikap Mandiri: Hasil analisis data ubahan sikap mandiri yaitu; nilai terendah 35, nilai tertinggi 72, nilai rerata 54,63, nilai tengah 55,5 dan simpangan baku 6,09. Kecenderungan sikap mandiri siswa ditunjukkan pada Tabel 4.

- 14 -

Tabel 4 Rangkuman Kecenderungan Sikap Mandiri No. 1. 2. 3.

Nilai Ideal 20 s.d 40 41 s.d 60 61 s.d 80 Jumlah

Frekuensi Persentase 4 2,60% 131 85,06% 19 12,34% 154 100,00%

Kategori Rendah Sedang Tinggi

Hasil analisis menunjukan bahwa, kecenderungan sikap mandiri siswa berada pada kategori sedang, yaitu 85,06%. Hasil analisis data ubahan sikap mandiri dalam bentuk data kelompok dengan distribusi frekuensi, persentase dan persentase komulatif serta histogram ditunjukkan pada Tabel 5 dan Gambar 1. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Skor Ubahan Sikap Mandiri

Frekuensi

Kelas Interval Frekuensi Persentase 34 – 38 3 1,95% 39 – 43 5 3,25% 44 – 48 17 11,04% 49 – 53 34 22,08% 54 – 58 55 35,71% 59 – 63 32 20,78% 64 – 68 6 3,90% 69 – 73 2 1,30% Jumlah 154 100,00%

Presentase Komulatif 1,95% 5,19% 16,23% 38,31% 74,03% 94,81% 98,70% 100,00%

60

34 – 38

50

39 – 43

40

44 – 48 49 – 53

30

54 – 58

20

59 – 63

10

64 – 68

0

69 – 73 Kelas Interval Skala Skor Sikap Mandiri

Gambar 1 Histrogram Distribusi Skor Sikap Mandiri Lingkungan Pergaulan: Hasil analisis ubahan lingkungan pergaulan yaitu; nilai terendah 26, nilai tertinggi 62, nilai rerata 42,70, nilai tengah 43 dan simpangan baku 6,97. Kecenderungan data lingkungan pergaulan ditunjukkan pada Tabel 6.

- 15 -

Tabel 6 Rangkuman Kecenderungan Lingkungan Pergaulan No. 1. 2. 3.

Nilai Ideal 19 s.d 38 39 s.d 57 58 s.d 76 Jumlah

Frekuensi 45 105 4 154

Persentase 29,22 68,18 2,60 100,00

Kategori Rendah Sedang Tinggi

Hasil analisis menunjukan bahwa, Kecenderungan lingkungan pergaulan siswa berada pada kategori sedang, yaitu 68,18%. Hasil analisis deskripsi bentuk tabel distribusi frekuensi, persentase dan persentase komulatif serta histogram ditunjukkan pada Tabel 7 dan pada Gambar 2. Tabel 7 Distribusi Frekuensi Skor Ubahan Lingkungan Pergaulan Kelas Interval 26 – 30 31 – 35 36 – 40 41 – 45 46 – 50 51 – 55 56 – 60 61 – 65 Jumlah

Frekuensi 4 21 34 40 38 10 5 2 154

Persentase 2,60 13,64 22,08 25,97 24,68 6,49 3,25 1,30 100,00

Presentase Komulatif 2,60 16,23 38,31 64,29 88,96 95,45 98,70 100,00

26 – 30

50

31 – 35

Frekuensi

40

36 – 40 30

41 – 45

20

46 – 50

10

51 – 55 56 – 60

0 Kelas Interval

61 – 65

Skala Skor Lingkungan Pergaulan

Gambar 2 Histrogram Distribusi Skor Lingkungan Pergaulan Prestasi Kewirausahaan: Hasil analisis data ubahan prestasi kewirausahaan yaitu; nilai terendah 5,80, nilai tertinggi 8,60, nilai rerata 7,42, nilai tengah 7,59 dan simpangan baku 0,663. Kategori kecenderungan prestasi kewirausahaan siswa ditunjukkan pada Tabel 8.

- 16 -

Tabel 8 Rangkuman Kecenderungan Prestasi Kewirausahaan No. Nilai Ideal 1. 5,00 s.d 6,65 2. 6,66 s.d 8,35 3. 8,36 s.d 10,0 Jumlah

Frekuensi 22 123 9 154

Persentase 14,29 79,87 5,84 100,00

Kategori Rendah Sedang Tinggi

Hasil analisis menunjukkan bahwa, kecenderungan prestasi kewirausahaan siswa berada pada kategori sedang, yaitu sebesar 79,87%. Hasil analisis deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, persentase dan persentase komulatif serta histogram skor prestasi kewirausahaan ditunjukkan pada Tabel 9 dan pada Gambar 3. Tabel 9 Distribusi Frekuensi Skor Ubahan Prestasi Kewirausahaan Kelas Interval 5,56 – 5,95 5,96 – 6,35 5,36 – 6,75 6,76 – 7,15 7,16 – 7,55 7,56 – 7,95 7,96 – 8,35 8,36 – 8,75 Jumlah

Frekuensi Persentase 6 3,90 7 4,55 9 5,84 25 16,23 28 18,18 45 29,22 25 16,23 9 5,84 154 100,00

Presentase Komulatif 3,90 8,44 14,29 30,52 48,70 77,92 94,16 100,00

50

5,56 – 5,95

45

5,96 – 6,35

Frekuensi

40

5,36 – 6,75

35 30

6,76 – 7,15

25

7,16 – 7,55

20

7,56 – 7,95

15

7,96 – 8,35

10

8,36 – 8,75

5 0 Kelas Interv al

Skala Skor Prestasi Kew irausahaan

Gambar 3 Histrogram Distribusi Skor Prestasi Kewirausahaan

Kemampuan Kejuruan: Hasil analisis data ubahan kemampuan kejuruan yaitu; nilai terendah 6,00, nilai tertinggi 8,350, nilai rerata 7,437, nilai tengah 7,525, dan simpangan baku 0,505. Kecenderungan kemampuan kejuruan siswa ditunjukkan pada Tabel 10.

- 17 -

Tabel 10 Rangkuman Kecenderungan Kemampuan Kejuruan No. 1. 2. 3.

Nilai Ideal 5,00 s.d 6,65 6,66 s.d 8,35 8,36 s.d 10,0 Jumlah

Frekuensi 16 138 0 154

Persentase 10,38% 89,64% 0,00% 100,00%

Kategori Rendah Sedang Tinggi

Hasil analisis menunjukkan bahwa, kecenderungan kemampuan kejuruan siswa berada pada kategori sedang, sebesar 89,64%. Hasil analisis deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, persentase dan persentase komulatif serta histogram skor kemampuan kejuruan ditunjukkan pada Tabel 11 dan pada Gambar 4. Tabel 11 Distribusi Frekuensi Skor Ubahan Kemampuan Kejuruan

Frekuensi

Kelas Interval 6,00 – 6,30 6,31 – 6,60 6,61 – 6,90 6,91 – 7,20 7,21 – 7,50 7,51 – 7,80 7,81 – 8,10 8,11 – 8,40 Jumlah

Frekuensi Persentase 4 2,60% 8 5,19% 12 7,79% 19 12,34% 34 22,08% 38 24,68% 30 19,48% 9 5,84% 154 100,00%

Presentase Komulatif 2,60% 7,79% 15,58% 27,92% 50,00% 74,68% 94,16% 100,00%

40

6,00 – 6,30

35

6,31 – 6,60

30

6,61 – 6,90

25

6,91 – 7,20

20

7,21 – 7,50

15

7,51 – 7,80

10

7,81 – 8,10

5

8,11 – 8,40

0 Kelas Interval

Skala Skor kemampuan Kejuruan

Gambar 4 Histrogram Distribusi Skor Kemampuan Kejuruan Minat Berwirausaha: Hasil analisis data ubahan minat berwirausaha yaitu; nilai terendah 57, nilai tertinggi 99, nilai rerata 78,79, nilai tengah 79,50 dan simpang-an baku 7,637. Kecenderungan minat berwirausaha disajikan Tabel 12.

- 18 -

Tabel 12 Rangkuman Kecenderungan Minat Berwirausaha No. 1. 2. 3.

Nilai Ideal 26 s.d 52 53 s.d 78 79 s.d 104 Jumlah

Frekuensi Persentase 0 0% 69 44,80% 85 55,20% 154 100,00%

Kategori Rendah Sedang Tinggi

Hasil analisis data menunjukkan kecenderungan minat berwirausaha siswa berada pada kategori tinggi, yaitu sebesar 55,20%. Hasil analisis deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, persentase, persentase komulatif, dan histogram skor kemampuan kejuruan disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 5. Tabel 13 Distribusi Frekuensi Skor Ubahan Minat Berwirausaha Kelas Interval 53 – 58 59 – 64 65 – 70 71 – 76 77 – 82 83 – 88 89 – 94 95 – 100 Jumlah

Frekuensi Persentase 4 2,60% 6 3,90% 8 5,19% 33 21,43% 55 35,71% 35 22,73% 11 7,14% 2 1,30% 154 100,00%

Presentase Komulatif 2,60% 6,49% 11,69% 33,12% 66,83% 91,56% 98,70% 100,00%

60

53 – 58

Frekuensi

50

59 – 64 65 – 70

40

71 – 76

30

77 – 82 83 – 88

20

89 – 94

10

95 - 100

0 Kelas Interval Skala Skor Minat Berw irausaha

Gambar 5 Histrogram Distribusi Skor Minat Berwirausaha B. Hasil Analisis Hasil analisis data ditunjukan pada rangkuman hasil analisis parsial dengan 3 variabel kontrol pada Tabel 14.

- 19 -

Tabel 14 Rangkuman Hasil Analisis Parsial dan Uji Signifikansi No . 1. 2. 3. 4.

Hubungan Parsial Ry1 Ry2 Ry3 Ry4

Variabel Kontrol X2, 3, 4 X1, 3, 4 X1, 2, 4 X1, 2, 3

Koefisien Korelasi 0,257 0,391 0,183 0,128

Probabilitas (p) phitung pstandar 0,001 0,05 0,000 0,05 0,025 0,05 0,116 0,05

Interpretasi Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan

Dari Tabe14 di atas menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi parsial untuk Ry1 sebesar 0,257; Ry2 sebesar 0,391; dan Ry3 sebesar 0,183. Dari ketiga nilai korelasi parsial tersebut dengan membandingkan nilai phitung ≤ pstandar, maka dapat diinterpretasikan bahwa nilai korelasi ketiganya signifikan. Nilai koefisien untuk Ry4 sebesar 0,128 dan nilai probabilitas (p) sebesar 0,116 atau nilai (Phitung ≥ Pstandar), dengan demikian maka korelasi tersebut diiterpretasikan tidak signifikan. Hasil pengujian permasalahan ke 10, dengan regresi ganda 4 prediktor diperoleh nilai (R) sebesar 0,620 dan nilai F = 23,250. Uji signifikansi hubungan antara Xl, X2, X3, dan X4 dengan Y, ternyata nilai probabilitas phitung ≤ 0,05), yaitu 0,000 < 0,05, maka secara bersama-sama hubungannya signifikan. Hasil uji signifikansi analisis regresi dapat ditunjukkan pada Tabel 15. Tabe15 Rangkuman Hasil Analisis Regresi dan Uji Signifikansi Rhitung

Determinasi

Fhitung

0,620

38,4

23,250

Probabilitas (p) phitung pstandar 0,000 0,05

Interpretasi Signifikan

Konstanta Regresi = 19,770 Prediktor: Xl, X2, X3, dan X4 Variabel terikat: Y

Permasalahan ke 6: Adakah hubungan antara sikap mandiri dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kab. Nganjuk. Hipotesis dari permasalahan di atas: Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap mandiri dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesin-an di Kabupaten Nganjuk.

- 20 -

Pada Tabel 14 diperoleh besarnya nilai koefisien korelasi parsial antara X1 dengan Y yaitu R y1 sebesar 0,257 dengan probabilitas p hitung < pstandar, yaitu 0,001 < 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap mandiri dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk pada taraf signifikansi 5%. Besarnya nilai koefisien determinasi memberikan makna bahwa 9,23% varian minat berwirausaha dapat dijelaskan oleh sikap mandiri. Permasalahan ke 7: Adakah hubungan antara lingkungan pergaulan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk. Hipotesis dari permasalahan di atas: Terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan pergaulan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pe-mesinan di Kabupaten Nganjuk. Pada Tabel 14 diperoleh besarnya nilai koefisien korelasi parsial antara X2 dengan Y yaitu R y2 sebesar 0,391 dengan probabilitas p hitung < pstandar, yaitu 0,000 < 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan pergaulan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk pada taraf signifikansi 5%. Nilai koefisien determinasi memberikan makna 22,96% varian minat berwirausaha dapat dijelaskan oleh lingkungan pergaulan. Permasalahan ke 8: Adakah hubungan antara prestasi kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kab. Nganjuk. Hipotesis dari permasalahan di atas: Terdapat hubungan yang signifikan antara prestasi kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk.

- 21 -

Pada Tabel 14 diperoleh besarnya nilai koefisien korelasi parsial antara X3 dengan Y yaitu R y3 sebesar 0,183 dengan probabilitas p hitung < pstandar, yaitu 0,025 < 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara prestasi kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk pada taraf signifikansi 5%. Nilai koefisien determinasi memberikan makna bahwa 9,23 persen varian minat berwirausaha dapat dijelaskan oleh prestasi kewirausahaan. Permasalahan ke 9: Adakah hubungan antara kemampuan kejuruan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk. Hipotesis dari permasalahan di atas: Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan kejuruan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk. Pada Tabel 14 diperoleh besarnya nilai koefisien korelasi parsial antara X4 dengan Y yaitu R y4 sebesar 0,128 dengan probabilitas p hitung > pstandar, yaitu 0,116 > 0,05. Dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan kejuruan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk, dan hubungan tersebut tidak bermakna. Nilai koefisien determinasi hanya memberikan dukungan 2,17% saja varian minat berwirausaha dapat dijelaskan oleh kemampuan kejuruan. Permasalahan ke 10: Adakah hubungan antara sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan secara bersama-sama dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk. Hipotesis dari permasalahan di atas:

- 22 -

Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan secara bersama-sama dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk. Pada Tabel 15 diperoleh nilai koefisien korelasi ganda 4 prediktor sebesar R = 0,620, dan nilai Fhitung sebesar 23,250 dengan Phitung > Pstandar, yaitu 0,000 > 0,05. Keputusannya adalah Ho ditolak dan Ha diterima artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan secara bersama dengan minat berwirausaha pada taraf signifikansi 5%. Nilai determinasi memberikan makna bahwa sebesar 38,4% varian minat berwirausaha dapat dijelaskan oleh sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan.

PEMBAHASAN Dari hasil analisis deskriptif terungkap bahwa minat berwirausaha siswa SMK di Kabupaten Nganjuk cenderung tinggi. Hasil temuan tersebut didukung hasil penelitian Rusman (2007), yaitu 50,34% siswa dikota Makasar menunjukan minat berwirausaha dalam ketegori tinggi. Hasil temuan tersebut mungkin sebuah ironi, karena kenyataan dilapangan tidak menunjukan yang demikian artinya minat berwirausaha yang dimiliki saat masih sekolah tidak selalu diwujudkan setelah tamat sekolah. Dimungkinkan hal tersebut karena beda angkatan artinya tamatan yang dahulu belum memiliki minat berwirausaha setinggi seperti saat sekarang. Siswa tamatan sekarang dimungkinkan lebih realistis melihat kenyataan sulitnya mencari lapangan kerja bagi dirinya. Oleh karena itu berwirausaha menjadi alternatif pilihan yang dapat ditawarkan pada saat ini.

- 23 -

Sikap mandiri siswa ternyata memiliki hubungan yang signifikan sebesar 0,257 terhadap minat berwirausaha. Nilai koefisien determinasi dalam penelitian ini memberikan makna bahwa 10,99% varian minat berwirausaha dapat dijelaskan oleh sikap mandiri. Pembentukkan sikap mandiri peserta didik haruslah dilakukan secara simultan, dan terprogram secara baik oleh pihak sekolah. Pembagian tugas dalam kegiatan praktek harus dilakukan sejak awal-awal pembelajaran dimulai, hal ini berkaitan dengan evaluasi untuk pencapaian tingkat kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas-tugas praktek individu. Program ekstrakurikuler harus diarahkan agar peserta didik mendapatkan bekal memadai guna meningkatkan kemandirian dalam setiap penugasan yang ada. Lingkungan pergaulan siswa ternyata memiliki hubungan yang signifian dengan minat berwirausaha, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,391. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian Suparman (2003) di SMK Negeri Yogyakarta, bahwa lingkungan berwirausaha memiliki hubungan yang positip dan signifikan terhadap minat berwirausaha. Nilai koefisien determinasi dalam penelitian ini memberikan makna bahwa 19,49% varian minat berwirausaha dapat dijelaskan melalui prediktor lingkungan pergaulan. Dari hasil analisis deskriptif diperoleh sebesar 68,18% lingkungan pergaulan siswa berada pada kategori sedang dan cenderung rendah, artinya proses interaksi yang terjadi antara siswa dengan lingkungan pergaulannya kurang intensif atau keberadaan lingkungan pergaulan siswa kurang mendukung guna membangkitkan minat siswa untuk berwirausaha. Prestasi kewirausahaan siswa ternyata memiliki hubungan yang signifikan dengan koefisien korelasi sebesar 0,183. Nilai koefisien korelasi parsial antara X3 dengan Y, dimana variabel X1, X2, dan X4 dikontrol atau ry3.124 = 0,183, artinya

- 24 -

nilai korelasi tersebut adalah murni antara prediktor prestasi kewirausahaan dengan variabel terikat minat berwirausaha. Temuan hasil penelitian tersebut mendukung hasil penelitian Suparman (2003) di SMK Negeri Yogyakarta, bahwa prestasi kewirausahaan memiliki hubungan positip dan signifikan terhadap minat berwirausaha. Nilai koefisien determinasi dalam penelitian ini memberikan makna bahwa 4,74% varian minat berwirausaha dapat dijelaskan melalui prestasi kewirausahaan. Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa sebesar 79,87% prestasi kewirausahaan siswa pada kategori sedang dan cenderung rendah. Fokus utama pembelajaran kewirausahaan haruslah berorientasi pada terbentuknya jiwa kewirausahaan, mengingat peran penting mata diklat tersebut guna membangkitkan minat berwirausaha bagi peserta didik. Pembelajaran kewirausahaan sebaiknya dilakukan terintegrasi dengan mata diklat lain terutama bidang kejuruan. Kemampuan kejuruan siswa ternyata tidak memiliki hubungan signifikan terhadap minat berwirausaha. Nilai koefisien korelasi parsial antara X4 dengan Y, dimana variabel X1, X2, dan X3 dikontrol atau ry1.234 hanya sebesar 0,128. Nilai koefisien determinasi dalam penelitian ini hanya memberikan makna bahwa 3,20% varian minat berwirausaha yang dapat dijelaskan melalui kemampuan kejuruan. Nilai korelasi sebesar 3,20% ini sangat kecil dan tidak bermakna. Kecilnya nilai sumbangan efektif yang dapat diberikan oleh kemampuan kejuruan ini dimungkinkan karena wirausaha dimaksud masih bersifat general atau umum dan belum spesifik sesuai dengan program keahlian yang dimiliki peserta didik. Program keahlian teknik pemesinan adalah program padat modal, sehingga ada kesulitan ketika harus mengarahkan peserta didik untuk menekuni profesi wirausaha pada bidang pemesinan ini setelah tamat sekolah, mengingat latar belakang ekonomi orangtua siswa yang sebagian besar datang dari kelompok

- 25 -

ekonomi bawah, sementara itu untuk menekuni wirausaha bidang pemesinan ini dibutuhkan modal besar. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa sebesar 89,64% kemampuan kejuruan siswa berada pada kategori sedang dan cenderung rendah. Hasil temuan tersebut dimungkinkan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; input, fasilitas pembelajaran terutama peralatan praktek, kapasitas dan kompetensi guru. Oleh karena itu faktor yang menjadi penyebab tersebut segera untuk dapat diselesaikan dan dicarikan solusinya atau temuan tersebut sebagai bahan masukan guna dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berpengaruh tehadap kemampuan kejuruan siswa. Dari ke 4 prediktor dalam penelitian ini, prediktor lingkungan pergaulan memiliki pengaruh yang paling besar, yaitu 19,99% terhadap minat berwirausaha. Lingkungan pergaulan adalah variabel yang tidak dapat dilakukan manipulasi keberadaannya guna meningkatkan nilai interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. Mengingat tingginya nilai pengaruh yang diakibatkan oleh proses interaksi dengan lingkungan pergaulan, maka yang dapat dilakukan guru adalah mengelola kegiatan yang ada kaitanya dengan proses interaksi dengan lingkungan pergaulan peserta didik dengan sebaik-baiknya. Sejalan penelitian Purwanti (2002) dan Imtikhanah (2003), bahwa pengalaman praktek industri mendukung kesiapan untuk berwirausaha. Kegiatan prakerin merupakan wahana dimana proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan pergaulan di Industri berlangsung, baik dengan para pembimbing atau dengan lingkungan fisiknya. Penyusunan program kegiatan praktek kerja industri haruslah dilakukan secara baik, dalam pengertian penempatan peserta didik di lokasi PKL benarbenar ditempat yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan

- 26 -

keterampilan dan dapat menumbuhkan minat berwirausaha peserta didik, jangan hanya sekedar pemenuhan administrasi semata. Persamaan garis regresi yang dapat dijadikan sebagai landasan melakukan prediksi besarnya minat berwirausaha pada siswa SMK program teknik pemesinan di Kabupaten Nganjuk, adalah: Y = 19,770 + 0,238 X1, + 0,372 X2, + 0,154 X3, + 0,108 X4.

KESIMPULAN Hasil analisis data pembahasan dapat ditarik kesimpulan yang berkaitan dengan fokus penelitian ini: 1. Minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk sebagian besar berada pada kategori tinggi. 2. Sikap mandiri siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk sebagian besar berada pada kategori sedang. 3. Lingkungan pergaulan siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk sebagian besar berada pada kategori sedang. 4. Prestasi kewirausahaan siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk sebagian besar berada pada kategori sedang. 5. Kemampuan kejuruan pada siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk sebagian besar berada pada kategori sedang. 6. Ada hubungan yang signifikan antara sikap mandiri dengan minat berwirausaha pada siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa sikap mandiri yang dimiliki para siswa dapat membangkitkan minat untuk berwirausaha. 7.

Ada hubungan yang signifikan antara lingkungan pergaulan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten 90 - 27 -

Nganjuk. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi intensif yang dilakukan siswa terhadap lingkungan wirausaha dapat menumbuhkan minat untuk berwirausaha. 8. Ada hubungan yang signifikan antara prestasi kewirausahaan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi hasil belajar mata diklat kewirausahaan yang dimiliki para siswa dapat menumbuhkan minat berwirausaha. 9. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kemampuan kejuruan dengan minat berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi bidang kejuruan kurang berkontribusi terhadap tumbuhnya minat berwirausaha. 10. Ada hubungan yang signifikan antara keempat prediktor yaitu; sikap mandiri, lingkungan pergaulan, prestasi kewirausahaan, dan kemampuan kejuruan secara bersama memiliki hubungan yang signifikan dengan minat berwirausaha. Prediktor lingkungan pergaulan memiliki kontribusi yang paling besar terhadap tumbuhnya minat untuk berwirausaha siswa SMK Program Keahlian Teknik Pemesinan di Kabupaten Nganjuk.

C. Saran 1. Bagi pengelola sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan dalam membuat perencanaan penugasan guru untuk mengajar bidang kejuruan maupun diklat kewirausahaan agar diperoleh hasil sesuai tujuan kurikulum dan terlebih dapat menumbuhkan minat berwirausaha. Pengembangan program keahlian teknik

- 28 -

pemesinan yang lebih aplikatif terus untuk dilakukan agar siswa program teknik pemesinan dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya melalui bidang wirausaha. 2. Bagi guru mata diklat kewirausahaan. Pembelajaran mata diklat kewirausahaan untuk diarahkan pada pembentukan jiwa-jiwa wirausaha, mengingat hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi kewirausahaan memiliki kontribusi yang signifikaqn terhadap tumbuhnya minat berwirausaha, meskipun masih kecil. Oleh karena itu peningkatan kualitas pembelajaran perlu terus untuk dilakukan agar siswa tumbuh minatnya untuk berwirausaha. 3. Bagi guru kejuruan. Materi pembelajaran praktek sebaiknya tidak harus semua yang tertulis pada kurikulum, namun guru dituntut untuk memberikan materi praktek yang sifatnya aplikatif yang dapat dikerjakan siswa dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Akan lebih bermanfaat jika materi dan bahan praktek dapat diperoleh dari DUDI melalui kerja sama saling menguntungkan. Para guru kejuruan diharapkan dapat mengaktualisasikan dirinya melalui forum yang ada, agar diperoleh pemahaman baru sehingga dalam kegiatan pembelajaran dapat membangkitkan minat berwirausaha para peserta didiknya sesuai dengan bidangnya. 4. Bagi peneliti lain. Hasil temuan penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan minat berwirausaha. Perlu bagi peneliti untuk mencari penyebab siswa program teknik pemesinan kurang dapat menumbuhkan minat berwirausaha sesuai dengan bidang keahliannya.

- 29 -

DAFTAR RUJUKAN Barnadib. S.I. 1980. Sifat Kepemimpinan dalam Keluarga dengan Kreatifitas. (Laporan Penelitian). Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta. Ciputra (2008). Besuccesfull Before 30. Jawa Pos Edisi, 7 Maret 2008. Depdiknas. 2004. Kurikulum SMK Edisi 2004. Jakarta: Depdiknas. Imtikhanah. 2003. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan berwiraswasta Mahasiswa AKK Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta : FT. dan Kejuruan UNY. Marzuki, U. 1997. Kewirausahaan dalam Birokrasi Salah Satu Langkah Antisipasi Menghadapi Globalisasi. Jatinangor: IKOPIN. Priyono, S. 2005. Kiat Sukses Wirausaha. Yogyakarta: Palem Pustaka. Purwanti, H. 2002. Analisis Empirik Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Sikap Kewirausahaan pada SMK negeri 6 Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Teknologi dan Kejuruan UNY.Rahayu, S.1998. Pembelajaran Koperatif Dalam Pendidikan IPA. Jurnal Matematika, IPA, Dan Pengajarannya. Rachman. U.M. 2008. Kewirausahaan Dibina Sejak Dini. Kompas. Edisi 3 Maret 2008. Rusman, M. 2007. Kontribusi Prestasi Belajar Mata Diklat Kewirausahaan Dan Mata Diklat Produktif Terhadap Minat Untuk Berwirausaha Pada Peserta Didik Bidang Keahlian Elektronika Di SMK Kota Makassar. Tesis. Malang: PKj UM. Sekretariat Kabinet. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun. 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Balitbang Depdiknas. Slameto.1995. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Soedjono, I. 1993. Kewirakoperasian. Pembahasan Makalah The Entrepreneur Cooporatiove. Bandung: IKOPIN. Soemanto, W. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suparman. 2003. Minat Berwirausaha Siswa SMK Negeri Kelompok Teknologi dan Industri di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Teknologi dan Kejuruan UNY. Suryabrata, S.1975. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta: Rake Pres.

- 30 -

Suryana. 2003. Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat dan Menuju Sukses . Jakarta: Salemba Empat. Suyitno. 2007. Data Siswa SMK Kabupaten Nganjuk. Nganjuk: Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. Tampubolon. 1993. Mengembangkan Minta dan Kebiasaan Membaca Pada Anak. Bandung: Angkasa. Webe, A. 2005. Belajar Mandiri Rahasia Mencapai Kemandirian dan Kesejatian Hidup. Jogjakarta: Saujana. Wibisono. 1989. Kemandirian Inovtif Perlu di Tumbuhkan. Kedaulatan Rakyat. XLIV. No. 357. Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi. Jakarta: PT. Gramedia. Zaqeus, E. 2007. Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah. Yogyakarta: Gradien Books. Zimmerer, W. Thomas.1996. Entrepreneurship and The New Venture Formation. New Jersey: Prentice Hall International Inc.

- 31 -

KONTRIBUSI TES UNJUK KERJA BUATAN INDUSTRI DAN GURU TERHADAP HASIL UJI KOMPETENSI NASIONAL SISWA PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK MEKANIK OTOMOTIF TAHUN 2007/2008 PADA SMK SE-KOTA MOJOKERTO. OLEH : DJARWO BASKORO NIM 606615552076 Salah satu karakteristik tamatan SMK adalah harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, dapat mengembangkan dirinya di dunia kerja, dan memiliki kecakapan untuk menjalani kehidupannya secara baik. Untuk itu, salah satu substansinya, yakni isi kurikulum SMK, dipilih dan dikemas dengan pendekatan berbasis kompetensi (competence-based curriculum). Berdasarkan karakteristik SMK tersebut, dibutuhkan tes yang juga dapat mengukur sampai sejauh mana kompetensi yang diajarkan di sekolah, sudah sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan di industri. Tujuan penelitian untuk mengungkap dan mengetahui: (1) hasil tes unjuk kerja buatan industri, (2) hasil tes unjuk kerja buatan guru, (3) hasil uji kompetensi nasional siswa, (4) kontribusi tes unjuk kerja buatan industri terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa, (5) kontribusi tes unjuk kerja buatan guru terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa, dan (6) kontribusi tes unjuk kerja buatan industri dan guru terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian korelasional dengan populasi 404 siswa kelas 3 SMK Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif di Kota Mojokerto tahun pelajaran 2007/2008. Pengambilan sampel menggunakan teknik proportional random sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 196 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan dokumentasi, serta dianalisis dengan teknik analisis deskriptif, korelasi parsial, dan regresi linier berganda. Hasil penelitian mengungkap: (1) hasil tes unjuk kerja buatan industri tergolong cukup (28,57%), (2) hasil tes unjuk kerja buatan guru tergolong cukup (33,67%), (3) hasil uji kompetensi nasional siswa tergolong cukup (32,65%), (4) ada kontribusi tes unjuk kerja buatan industri terhadap hasil uji kompetensi nasional (r(x1.y)2 = 0,261), (5) ada kontribusi tes unjuk kerja buatan guru terhadap hasil uji kompetensi nasional (r(x2.y)2 = 0,164), dan (6) ada kontribusi tes unjuk kerja buat-an industri dan buatan guru secara bersama-sama terhadap hasil uji kompetensi nasional (r(x1.x2.y)2 = 0,533). Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan: (1) agar pihak sekolah menjalin kerjasama dengan dunia usaha/dunia industri (DU/DI) sehingga hasil tes unjuk kerja buatan industri dapat ditiingkatkan, (2) agar guru terus meningkatkan kualitas pembelajaran supaya hasil tes unjuk kerja buatan guru dapat meningkat, (3) agar siswa meningkatkan kualitas belajar agar hasil uji kompetensi nasional bisa ditingkatkan, dan (4) agar pihak Dinas Pendidikan mengambil kebijakan yang mendukung dan terkait dengan kerja sama antara SMK dan DU/DI. Kata Kunci: tes unjuk kerja, buatan industri, buatan guru, dan uji kompetensi nasional. 1

PENDAHULUAN Pendidikan menengah kejuruan yang dikenal dengan SMK adalah bagian dari sistem pendidikan nasional pada jenjang pendidikan menengah dengan pengembangan kemampuan peserta didik agar dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, dapat melihat peluang kerja, dan dapat mengembangkan diri di masa yang akan datang. Salah satu karakteristik tamatan SMK adalah harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, dapat mengembangkan dirinya di dunia kerja dan memiliki kecakapan untuk menjalani kehidupannya secara baik, maka salah satu substansi atau isi kurikulum SMK dipilih dan dikemas dengan pendekatan berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Direktorat Dikmenjur (2006) menegaskan bahwa pendekatan berbasis kompetensi terutama dimaksudkan agar kurikulum berisi materi pemelajaran yang benar-benar dibutuhkan untuk mencapai penguasaan kompetensi sebagaimana dipersyaratkan dunia kerja. Demikian juga dari isi rancangan pelaksanaan pembelajarannya dengan pendekatan berbasis kompetensi (competency-based training), diharapkan siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk menguasai secara tuntas tahap demi tahap kompetensi-kompetensi yang sedang dipelajarinya, tanpa harus dibebani oleh halhal yang tidak terkait dengan penguasaan kompetensi tersebut. Bahkan secara konseptual, kurikulum SMK dirancang untuk dapat dilaksanakan dalam bentuk bekerja langsung melalui proses produksi sebagai wahana pembelajaran (production-based training).

2

Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum sangat berpengaruh terhadap sistem penilaian yang dilaksanakan. Karena kurikulum SMK dikembangkan dan dilaksanakan menggunakan pendekatan berbasis kompetensi, maka sistem penilaian hasil belajar yang digunakan harus standar model penilaian berbasis kompetensi (competency-based assessment). Berdasarkan karakteristik SMK tersebut, dibutuhkan tes yang juga dapat mengukur sampai sejauh mana kompetensi yang diberikan/diajarkan di sekolah sudah sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan di industri. Hal ini dikarenakan kurikulum SMK dirancang dan disusun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang ada di dunia industri. Artinya, harus ada kesesuaian antara kompetensi yang dimiliki siswa saat masih di sekolah dengan kompetensi yang dibutuhkan di industri. Selama ini, industri hanya bertindak sebagai asesor/penilai saja dalam uji kompetensi nasional yang dilaksanakan di sekolah. Dari pengamatan penulis, bahwa di SMK Negeri Kota Mojokerto, program kerja sama dengan pihak Toyota ini mulai dilaksanakan pada tahun 2007. Adapun bentuk kerjasama ini salah satunya adalah penerapan kurikulum berdasarkan standar Toyota. Dalam pelaksanaannya, dibentuk tim pengendali mutu (quality control) yang anggotanya terdiri dari ketua program dan beberapa guru mata diklat produktif program keahlian Teknik Mekanik Otomotif (TMO) serta pihak DU/DI (dalam hal ini Toyota Auto 2000) sebagai penjamin mutu (quality assurance). Salah satu tugas DU/DI dalam program kerja sama ini adalah melaksanakan evaluasi/penilaian terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh pihak sekolah. Dengan demikian dapat diukur sampai sejauh mana proses

3

pembelajaran telah dilaksanakan dan penguasaan kompetensi siswa sudah sesuai dengan kurikulum yang dibuat oleh DU/DI Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka untuk mengukur kesesuaian antara hasil uji kompetensi nasional dengan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh guru di sekolah dan kompetensi yang dibutuhkan di industri, apakah benar-benar sesuai dengan yang diharapkan manakala dilakukan penelitian

METODE PENELITIAN A.Metode Penelitan Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian korelasional dengan metode expost facto, yaitu penelitian tanpa adanya perlakuan pada populasi atau sampel. Sesuai dengan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, maka dilakukan pengumpulan data dari responden. B. Lokasi Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada Sekolah Menengah Kejuruan di wilayah Kota Mojokerto khususnya pada Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif. Pelasanaan Uji coba Instrumen dilakukan pada bulan Januari 2008, sedangkan pengambilan data penelitian dilaksanakan bulan Februari - Maret 2008 C. Populasi dan SampelPenelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III semester 6 Program Keahlian Mekanik Otomotif Tahun Diklat 2007/2008 di SMK Se-Kota Mojokerto yang berjumlah 404 siswa dengan rincian sebagai berikut:SMKN 1 sejumlah 98 siswa, SMK Tamansiswa 126 siswa dan SMK Raden Patah sejumlah

4

180. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik proporsional random sampling, di mana sampel di setiap sekolah diambil secara acak sesuai dengan jumlah/proporsi masing-masing sekolah. Adapun jumlah sampel adalah 196 siswa. D. Instrumen Pengumpulan Data. Untuk memperoleh data maka digunakan tiga macam teknik pengumpulan data yaitu : (1). Tes Unjuk Kerja buatan Industri digunakan untuk memperoleh data dengan cara melakukan Uji Unjuk kerja bagi responden (2) Tes Unjuk Kerja buatan Guru digunakan untuk memperoleh data dengan cara melakukan Uji Unjuk kerja bagi responden dan (3). Dokumentasi nilai responden yang merupakan data hasil Uji kompetensi Nasional. Dalam pelaksanaan pengambilan data Tes Unjuk Kerja baik yang buatan Industri maupun guru, peneliti betindak selaku penguji dengan harapan hasil data yang diperoleh merupakan data yang akurat. E. Acuan Penelitian. Sebagai acuan dalam pengumpulan data disusun kisi-kisi Tes Unjuk kerja Industri dan Tes Unjuk Kerja Guru serta dokumentasi nilai hasil Uji Kompetensi Nasional. F. Analisis Data Ada tiga tahap analisis data yang dilakukan untuk memenuhi tujuan penelitian ini, yaitu: (1) deskripsi data, (2) uji persyaratan analisis data, dan (3) pengujian hipotesis penelitian. Analisis deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran penyebaran data penelitian masing-masing variabel. Data mentah yang telah dikumpulkan perlu diolah dan diringkas agar dapat dideskripsikan dan mudah dipahami sehingga perlu adanya penyajian data dalam bentuk tabel biasa,

5

tabel distribusi frekuensi, grafik, diagram dan sebagainya. Uji persyaratan analisis dalam penelitian ini yang digunakan adalah Uji normalitas, homogenitas, linieritas, dan multikolinieritas

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. A. Deskripsi Hasil Penelitian. Berdasarkan data yang terkumpul dan analisis data diketahui bahwa: (1) Tes Unjuk Kerja Buatan Industri yang diperoleh 22,96% responden memiliki skor kurang, 28,57% cukup, dan 21,43% tinggi. Sebagian besar (28,57%) skor responden terkategori cukup. Sehingga dikatakan hasil tes unjuk kerja buatan industri SMK Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif tergolong cukup, (2) Tes Unjuk Kerja buatan guru yang diperoleh 27,05% responden memiliki skor kurang, 33,67% cukup, dan 13,78% baik. Sebagian besar (33,67%) skor responden terkategori cukup. Sehingga dikatakan hasil tes unjuk kerja buatan guru Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif tergolong cukup, dan (3) Nilai Uji Kompetensi yang diperoleh 24,49% responden memiliki nilai kurang, 32,65% cukup, dan 15,82% baiki. Sebagian besar (32,65%) terkategori cuup. Sehingga dikatakan hasil Uji Kompetensi Nasional siswa SMK Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif tergolong sedang.

B. Analisis Data B.1Uji Persyaratan Analisis Data Berdasarkan hasil uji normalitas data, dengan penggambaran kurva normal, penyebaran data dari ketiga variabel mendekati garis kurva normal. Hal ini juga didukung oleh hasil tests of normality Kolmogorov-Smirnov, yang

6

menunjukkkan bahwa angka signifikansi (Sig.) > 0,05 maka semua data dari ketiga variabel yang diteliti terdistribusi normal. Sedangkan berdasarkan hasil analisis data dengan scatterplot dengan tambahan garis regresi menunjukkan bahwa garis regresi pada scatterplot dari variabel (X1 dan Y) dan (X2 dan Y) mengarah ke atas, hal ini membuktikan adanya linieritas pada hu-bungan dua variabel. Dari hasil analisis ini dapat dikatakan bahwa persyaratan linieritas dapat dipenuhi.

Pengujian Hipotesis Ke-1 dan Ke-2 Untuk menguji hipotesis ke-1 yaitu: hubungan antara tes unjuk kerja buatan industri dengan hasil uji kompetensi nasional siswa dan hipotesis ke-2 yaitu: hubungan antara tes unjuk kerja buatan l guru dengan hasil uji kompetensi nasional siswa digunakan analisis korelasi parsial. Berdasarkan hasil analisis korelasi parsial data diperoleh bahwa koefisien korelasi antara tes unjuk kerja buatan industri dengan hasil uji kompetensi nasional siswa (rx1y.) adalah sebesar 0,511 (51,1%) dan koefisien korelasi antara tes unjuk kerja buatan guru dengan hasil uji kompetensi nasional siswa (rx2y.) sebesar 0,406 (40,6%). Sedangkan koefisien determinasi (rx1y.x22) diperoleh sebesar 0,261 (26,1%) dan (rx2y.x12) sebesar 0,164 (16,4%). Dari hasil analisis diperoleh thitung sebesar 8,73 dan 8,63 dengan probabilitas (Sig.) 0,003, sedangkan berdasarkan tabel distribusi t dengan derajat kebebasan (N-2) 66 dan  (0,05), diperoleh ttabel sebesar 1,67. Karena thitung > ttabel, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Ho1 ditolak dan Ha1 yang berbunyi “Ada hubungan murni yang positif dan signifikan antara tes unjuk kerja buatan industri dengan hasil uji kompetensi nasional siswa SMK Program Mekanik Otomotifa” diterima, 7

dan (2) Ho2 ditolak dan Ha2 yang berbunyi “Ada hubungan murni yang positif dan sig-nifikan antara tes unjuk kerja buatan guru hasil uji kompetensi nasional siswa SMK Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif ” diterima.

Pengujian Hipotesis Ke-3 dan Ke-4 Untuk menguji hipotesis ke-3 yaitu: hubungan antara tes unjuk kerja buatan industri dan tes unjuk kerja buatan guru dengan hasil uji kompetensi nasional siswa dan hipotesis ke-4 yaitu: pengaruh tes unjuk kerja buatan industri dan tes unjuk kerja buatan guru terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa, digunakan analisis korelasi dan regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis korelasi linier berganda antara variabel bebas tes unjuk kerja buatan industri (X1) dan tes unjuk kerja buatan guru (X2) dengan hasil uji kompetensi nasional siswa (Y) diperoleh nilai R sebesar 0,730 (73,0%). Sedangkan koefisien determi-nasi (R2) diperoleh sebesar 0,533 (53,3%). Sedangkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh Fhitung sebesar 32,139, dan hasil konsultasi pada daftar Ftabel dengan pembilang 2 dan penyebut 65 adalah sebesar 3,15. Karena Fhitung > Ftabel, maka dapat diartikan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian hipo-tesis alternatif (Ha3) yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara tes unjuk kerja buatan industi dan tes unjuk kerja buatan guru dengan hasil uji kompetensi nasional siswa” dan hipotesis alternatif (Ha4) yang menyatakan bahwa “Ada pengruh tes unjuk kerja buatan industri dan tes unjuk kerja buatan guru terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa” dite-rima.

8

PEMBAHASAN A. Deskripsi Tes Unjuk Kerja buatan Industri Berdasarkan hasil analisis data dapat ditunjukkan bahwa hasil tes unjuk kerja buatan industri yang diperoleh siswa tergolong cukup (28,57%). Hal ini wajar karena dari pengumpulan data melalui tes, diperoleh bahwa sebagian besar siswa hanya mampu mengerjakan dengan nilai yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa siswa cukup menguasai kompetensi yang diharapkan oleh DU/DI. Atau dengan kata lain, kompetensi yang diajarkan di sekolah sudah cukup sesuai dengan yang diinginkan oleh industri meskipun belum sepenuhnya optimal. Dengan adanya kerjasama yang lebih erat antara pihak sekolah dan industri, seperti penyusunan kurikulum bersama antara SMK dan DU/DI, adanya program T-TEP (Toyota Technical Education Program) diharapkan penguasaan kompetensi siswa akan semakin meningkat. Hal ini juga akan memperkecil kesenjangan yang terjadi antara kompetensi yang diajarkan di sekolah dengan yang dibutuhkan di industri.

B. Deskripsi Tes Unjuk Kerja buatan Guru Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh bahwa hasil tes unjuk kerja buatan guru tergolong cukup (33,67%). Hasil ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata siswa yang hanya cukup, yaitu sebesar 7,58. Hasil tes unjuk kerja buatan guru yang cukup menggambarkan bahwa pembelajaran yang dirancang dan dilakukan oleh guru cukup efektif dalam mencapai tujuan, yaitu menguasai kompetensi di bidang teknik mekanik otomotif meskipun belum sepenuhnya.

9

Hal ini wajar karena hasil tes unjuk kerja buatan industri juga berada pada tingkat atau kategori cukup (sama dengan hasil tes unjuk kerja buatan guru yang juga terkategori cukup). Namun demikian, hasil tes unjuk kerja buatan guru memiliki nilai rata-rata yang lebih besar daripada yang buatan industri. Hal ini wajar, karena sudah semestinya jika guru lebih mengetahui kondisi sekolah dan siswa yang diajarnya. Sehingga soal atau tes yang dibuat oleh guru memiliki tingkat kesulitan yang lebih sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa daripada yang dibuat oleh industri.

C. Deskripsi Nilai Uji Kompetensi Nasional Dari hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa hasil uji kompetensi nasional siswa SMK Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif pada tahun ajaran 2007/2008 secara umum hanya terkategori cukup. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata uji kompetensi produktif siswa yang hanya sebesar 7,94 (atau 32,65%). Hal ini sangat wajar karena hasil tes unjuk kerja buatan industri dan buatan guru yang juga terkategori cukup. Artinya ada kesesuaian antara hasil tes unjuk kerja buatan industri dan buatan guru dengan hasil uji kompetensi nasional siswa. Hal ini didukung oleh hasil analisis korelasi linier berganda bahwa ada hubungan positif yang kuat antara hasil tes unjuk kerja buatan industri dan buatan guru dengan hasil uji kompetensi nasional. Hasil uji kompetensi nasional yang tergolong cukup menggambarkan bahwa penguasaan kompetensi (baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik) cukup sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Dilihat dari

10

fungsinya sebagai alat evaluasi dalam pembelajaran, hasil uji kompetensi yang cukup ini menunjukkan bahwa siswa/lulusan dapat dikatakan cukup kompeten dalam bidang teknik mekanik otomotif dan berhak untuk memperoleh kewenangan yang melekat pada bidang tersebut.

D. Kontribusi Hasil Tes Unjuk Kerja Buatan Industri terhadap Hasil Uji Kompetensi Nasional Siswa Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa ada kontribusi yang signifikan hasil tes unjuk kerja buatan industri terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa yaitu sebesar 26,1%. Berdasarkan pengujian hipotesis, maka hipotesis alternatif diterima, artinya ada kontribusi yang signifikan hasil tes unjuk kerja buatan industri terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa SMK Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif Se Kota Mojokerto. Berdasarkan hasil analisis data tersebut, menunjukkan bahwa pengaruh hasil tes unjuk kerja buatan industri terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa adalah cukup kuat. Cukup kuatnya pengaruh ini menunjukkan bahwa karakteristik SMK memang mengacu pada kebutuhan di masyarakat atau industri. Artinya, kompetensi yang diajarkan di SMK telah cukup sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh DU/DI. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi hasil tes unjuk kerja buatan industri yang diperoleh siswa, berarti tinggi penguasaan kompetensi yang diajarkan di SMK.

E. Kontribusi Hasil Tes Unjuk Kerja Buatan Guru terhadap Hasil Uji Kompetensi Nasional Siswa

11

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa kontribusi yang signifikan hasil tes unjuk kerja buatan guru terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa sebesar 16,4%. Berdasarkan pengujian hipotesis, maka hipotesis alternatif diterima, artinya ada kontribusi yang signifikan hasil tes unjuk kerja buatan guru terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa SMK Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif Se-Kota Mojokerto. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi hasil tes unjuk kerja buatan guru, maka semakin tinggi pula hasil uji kompetensi nasional yang diperoleh siswa. Hasil ini menunjukkan bahwa tes unjuk kerja yang dibuat guru di sekolah telah memiliki standar yang cukup sesuai dengan uji kompetensi nasional yang dibuat pemerintah, artinya ada kesesuaian antara kompetensi yang diajarkan di sekolah dengan kompetensi yang diharapkan pemerintah.

F. Kontribusi Tes Unjuk Kerja Buatan Industri dan Buatan Guru terhadap Hasil Uji Kompetensi Nasional Siswa Sesuai hasil analisis data, diperoleh bahwa ada kontribusi yang signifikan secara bersama-sama hasil tes unjuk kerja buatan industri dan buatan guru terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa sebesar 53,3%. Dengan demikian dapat diartikan bahwa 53,30% perubahan nilai pada hasil uji kompetensi nasional siswa disebabkan oleh perubahan yang terjadi secara bersama-sama antara hasil tes buatan industri dan guru, sedangkan sisanya (yaitu sebesar 46,70%) disebabkan oleh variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. Hasil ini menunjukkan adanya pengaruh yang sangat kuat hasil tes unjuk kerja buatan industri dan buatan guru terhadap hasil uji kompetensi nasional SMK

12

Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif Se-Kota Mojokerto. Artinya semakin tinggi hasil tes unjuk kerja buatan industri dan buatan guru, maka semakin tinggi hasil uji kompetensi nasional yang diperoleh siswa.

PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah disajikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil tes unjuk kerja buatan industri dari siswa SMK Se-Kota Mojokerto terkategori cukup dengan hasil nilai tes unjuk kerja siswa yang terentang dari 71 – 75 sebesar 28,57%. Hasil tes unjuk kerja buatan industri memberikan kontribusi terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa sebesar 26,1%. Sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi hasil tes unjuk kerja buatan industri yang diperoleh siswa, maka semakin tinggi pula hasil uji kompetensi nasional siswa. 2. Hasil tes unjuk kerja buatan guru dari siswa SMK Se-Kota Mojokerto terkategori cukup dengan hasil nilai tes unjuk kerja siswa yang terentang dari 75 – 80 sebesar 33,67%. Hasil tes unjuk kerja buatan guru memberikan kontribusi terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa sebesar 16,4%. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin tinggi hasil tes unjuk kerja buatan guru yang diperoleh siswa, maka semakin tinggi pula hasil uji kompetensi nasional siswa. 3. Hasil uji kompetensi nasional siswa SMK Se-Kota Mojokerto terkategori cukup dengan hasil nilai uji kompetensi yang terentang dari 79 – 82 sebesar 32,65%. Hasil uji kompetensi nasional yang tergolong cukup tersebut 13

memberikan gambaran bahwa penguasaan kompetensi siswa dalam bidang mekanik otomotif masih belum sepenuhnya sesuai dengan standar nasional yang telah ditetapkan. 4. Secara bersama-sama, hasil tes unjuk kerja buatan industri dan buatan guru memberikan kontribusi terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa SMK Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif Se-Kota Mojokerto sebesar 52,9%. Artinya, semakin tinggi hasil tes unjuk kerja buatan industri dan buatan guru yang diperoleh siswa, maka semakin tinggi pula hasil uji kompetensi nasional siswa.

B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan sebagai berikut: 1. Agar hasil tes unjuk kerja buatan industri lebih meningkat dan memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa, maka disarankan agar pihak sekolah menjalin kerjasama yang lebih baik dengan industri, misalkan melibatkan pihak industri dalam kegiatan/proses pembelajaran, tidak hanya dalam penyusunan soal tes. 2.

Agar hasil tes unjuk kerja buatan guru berpengaruh dan memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa, maka disarankan agar guru lebih dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan, misalkan dengan meningkatkan: (a) penguasaan materi/bidang studi yang akan diajarkan, (b) pemahaman

14

terhadap karakteristik siswa, dan (c) penguasaan dalam pembelajaran yang mendidik. 3. Agar hasil uji kompetensi nasional siswa dapat meningkat secara lebih signifikan, maka disarankan agar siswa dapat meningkatkan penguasaan kompetensi yang dipelajarinya dengan belajar dan berlatih lebih sering dan sungguh-sungguh, misalkan saat melaksanakan praktik kerja industri (prakerin), melakukan pendidikan dan pelatihan (diklat) keahlian secara mandiri. 4. Agar hasil tes unjuk kerja buatan industri dan buatan guru secara bersamasama dapat memberikan kontribusi terhadap hasil uji kompetensi nasional siswa secara lebih optimal, maka disarankan agar pihak pimpinan dinas pendidikan Kota Mojokerto perlu mengambil kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung dan mengatur keterlibatan aktif antara pihak SMK dan industri dalam proses pembelajaran di sekolah, misalkan dalam penyusunan MoU dalam program PSG, dan peningkatan kualitas SMK lainnya, misalkan melalui program kerjasama T-TEP (Toyota Technical Education Program).

15

HUBUNGAN BAKAT MEKANIK, MOTIVASI BERPRESTASI, DAN DAYA TARIK MEDIA SIMULASI DENGAN KOMPETENSI SISTEM PENERANGAN MOBIL BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Heri Subowo1

Learning process is an activity which consists of systematic components. These components correlate each other functionally and simultaneously determine the optimum learning outcome. The learning theory puts attention on how someone influences others to learn or effort to controls the specified variables in the learning theory to facilitate the learning. Based on this research result show that may be competency of student correlate with internal condition of mechanical talent, motivation of achievement, and enchantment of media.

Keyword: mechanical talent, motivation of achievement, enchantment of simulation media, competency.

Kondisi ideal yang hendak dicapai oleh sekolah menengah kejuruan (SMK) dapat dilihat pada tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Penjelasan Pasal 15 UU Sisdiknas tersebut menyatakan bahwa tujuan SMK adalah mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Sedangkan menurut Munandar (1995), tujuan pendidikan pada hakikatnya ialah mengusahakan suatu lingkungan dimana setiap anak didik diberi kesempatan untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhannya maupun dengan kebutuhan masyarakatnya. Secara khusus dalam KTSP/Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMKN 3 Boyolangu (2007) disebutkan bahwa tujuan program keahlian teknik mekanik otomotif adalah membekali peserta didik dengan keterampilan, penge1

Heri Subowo adalah lulusan Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kejuruan UM dan guru SMKN 3 Boyolangu Tulungagung.

1

2 tahuan, dan sikap agar kompeten dalam perawatan dan perbaikan bidang (a) motor otomotif , (b) sistem pemindah tenaga otomotif, (c) chasis dan suspensi otomotif, dan (d) sistem kelistrikan otomotif. Dalam KTSP tersebut juga dijelaskan bahwa salah satu tujuan khusus SMK adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang produktif, mampu bekerja sendiri sebagai wirausahawan, atau mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha/dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan bidang keahlian pilihannya. Kompetensi yang dimiliki oleh lulusan suatu sekolah terkait erat dengan mutu proses pembelajaran yang ada di sekolah tersebut. Mutu proses pembelajaran yang rendah akan sulit untuk mendapatkan lulusan yang kompeten. Mutu lulusan yang tinggi baru dapat dicapai jika proses pembelajaran yang diselenggarakan benarbenar efektif bagi pencapaian kompetensi yang dimaksud. Oleh karena itu usaha meningkatkan mutu pendidikan kejuruan tidak terlepas dari usaha memperbaiki proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang terdiri atas komponen-komponen yang bersifat sistemis. Artinya, komponen-komponen dalam proses pembelajaran itu, satu dengan yang lain selalu berkaitan secara fungsional dan secara bersama-sama menentukan optimalisasi proses dan hasil pembelajaran. Dengan kalimat lain, Bruner (dalam Budiningsih, 2005) menyatakan bahwa teori belajar menaruh perhatian pada hubungan antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar atau bagaimana seseorang belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar, atau upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Bagian dari variabel tersebut bagi siswa SMK kelompok teknologi dan industri menurut peneliti dapat merupakan kondisi internal yang berupa bakat

3 mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi/simulator. Sebagian dari variabel belajar siswa, yaitu bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media diduga turut memberikan kontribusi positif terhadap tingkat kompetensi siswa dalam belajar kompetensi sistem penerangan mobil. Bakat mekanik merupakan potensi dasar siswa yang merupakan variabel input yang telah ada sebelum siswa mengikuti pembelajaran yang dapat berpengaruh secara positif terhadap proses maupun hasil belajar (Joni dan Darmodjo, 1979). Sedangkan motivasi berprestasi mempunyai peran yang amat penting untuk pembelajaran yang efektif (Hamalik, 2003). Motivasi berprestasi lebih bersifat intrinsik (Glover dan Burning, 1990). Guru mempunyai peran strategis untuk membangkitkan motivasi berprestasi ini. Selanjutnya peran media pembelajaran dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk membantu siswa dalam usahanya mencapai tujuan pengajaran yang efektif dan mengoptimalkan daya cerna siswa terhadap informasi atau materi pembelajaran yang diberikan (Glover dan Burning, 1990). Tingkat daya tarik media yang dipakai tentunya akan dapat berpengaruh terhadap kompetensi siswa. Oleh karena itu dalam penelitian ini, ketiga variabel tersebut secara khusus diteliti tingkat hubungan dan kontribusinya dengan kompetensi sistem penerangan mobil. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya: (1) hubungan antara bakat mekanik dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif, (2) hubungan antara motivasi berprestasi dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif, (3) hubungan antara daya tarik media simulasi dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif, (4) hubungan antara bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara

4 bersama-sama dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif, (5) besaran kontribusi bakat mekanik terhadap kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif, (6) besaran kontribusi motivasi berprestasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif, (7) besaran kontribusi daya tarik media simulasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif, (8) besaran kontribusi bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama terhadap kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif.

METODE Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bakat mekanik (X1), motivasi berprestasi (X2), dan daya tarik media simulasi (X3) ditetapkan sebagai variabel bebas. Sedangkan kompetensi sistem penerangan mobil (Y) ditetapkan sebagai variabel terikat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam penelitian korelasional ini sekelompok variabel bebas dikorelasikan dengan satu variabel terikat, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama/simultan. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa yang sedang menempuh kompetensi sistem penerangan mobil program keahlian teknik mekanik otomotif SMK di Kab.Tulungagung tahun pelajaran 2007/2008 berasal dari 5 SMK dengan jumlah 723 siswa. Penetapan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan Nomogram Harry King (Sugiyono, 2006). Dari nomogram tersebut ditunjukkan bahwa untuk melakukan penghitungan ukuran sampel yang didasarkan atas kesalahan 5% dengan jumlah populasi 723 diperoleh nilai persentase 28%, sehingga jumlah sampel didapatkan 723 x 28% = 202,44 dibulatkan menjadi 203 siswa.

5 Penentuan proporsi dimasing-masing sekolah dihitung dengan menggunakan rumus: jumlah populasi masing-masing sekolah dibagi jumlah populasi keseluruhan (723) dikalikan dengan jumlah sampel keseluruhan (203). Karena pembulatan angka desimal pada masing-masing hasil hitungan jumlah sampel maka total jumlah sampel diperoleh 204 responden. Berdasarkan rumus pengambilan sampel tersebut maka diperoleh hasil (pembulatan) seperti yang tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1 Populasi dan Jumlah Sampel Penelitian No 1 2 3 4 5

Nama Sekolah SMK Negeri 3 Boyolangu SMK Sore SMK Veteran 1 SMK Tamansiswa SMK Siang Total

Jumlah Populasi 67 285 141 100 130 723

Jumlah Sampel 19 80 40 28 37 204

Data/skor bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi diperoleh setelah membagi kuesioner. Masing-masing data variabel tersebut ditabulasi sehingga didapatkan jumlah skor. Sedangkan data nilai kompetensi sistem penerangan mobil diperoleh dari guru kompetensi sistem penerangan mobil masingmasing SMK setelah melaksanakan penilaian terhadap siswa. Nilai yang didapatkan diupayakan nilai murni/belum diadakan remedial. Untuk mendiskripsikan atau memberikan gambaran terhadap subyek penelitian melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum maka dipaparkan statistik deskriptif. Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah normalitas dan linieritas. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan grafik distribusi karena cara ini yang paling mudah dan sederhana dengan bantuan program SPSS 12 for windows. Bentuk grafik distribusi ini ditunjukkan dengan kecondongan (skewness) dan keruncingan (kurtosis) kurva. Menurut Santoso dan Ashari (2005) aturan kenormalannya adalah bahwa jika nilai rasio skewness dan kurtosis berada

6 antara nilai minus dua (-2) dan plus dua (+2) maka dapat diartikan bahwa data terdistribusi secara normal. Jika rasio berada berada di bawah nilai -2 maka dapat dikatakan bahwa bentuk grafik distribusi data adalah condong ke kanan. Sedangkan jika rasio berada di atas nilai +2, maka dapat dikatakan bahwa bentuk grafik distribusi data adalah condong ke kiri. Rasio skewness dan kurtosis diperoleh dengan membagi nilai skewness dan kurtosis dengan standar error-nya. Untuk menguji hipotesis hubungan masing-masing antara variabel X1, X2, X3 dengan Y, data penelitian dianalisa dengan menggunakan analisis korelasi. Adapun uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi parsial (partial correlation), dan uji korelasi berganda (multiple correlation). Lebih lanjut, setelah mengetahui besarnya koefisien korelasi akan diteruskan dengan menghitung besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. HASIL Berdasarkan statistik deskriptif hasil analisis data seluruh sampel penelitian jumlah 204 siswa diketahui bahwa untuk skor rata-rata bakat mekanik diperoleh 12,43; standar deviasi 1,690; skor minimum 8; skor maksimum 17; dan jumlah total skor 2536. Untuk motivasi berprestasi skor rata-rata diperoleh 58,18 ; standar deviasi 9,292; skor minimum 34; skor maksimum 79; dan jumlah total skor 11869. Sedangkan untuk daya tarik media simulasi skor rata-rata diperoleh 52,30; standar deviasi 7,230; skor minimum 35; skor maksimum 68; dan jumlah total skor 1846. Selanjutnya untuk kompetensi sistem penerangan mobil nilai rata-rata diperoleh 76,52; standar deviasi 5,013; skor minimum 65; skor maksimum 87; dan jumlah total skor 15611. Normalitas data diuji dengan menggunakan bentuk grafik distribusi. Berdasarkan hitungan diperoleh data bahwa rasio skewness dan rasio kurtosis berada pada kisaran -2 sampai +2 dengan nilai semuanya negatif. Dari hasil tersebut dapat

7 disimpulkan bahwa distribusi kurva semua variabel adalah normal, semua kurva cenderung condong ke kanan dan cenderung runcing namun masih dalam batas normal. Sedangkan untuk uji linieritas dengan kurva estimasi yang diolah melalui Program SPSS 12 for windows menunjukkan bentuk yang hampir sama, yaitu variabel bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil membentuk garis lurus dengan titik-titik data yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data tersebut searah mengikuti garis diagonal. Untuk dapat menjawab hipotesis yang diajukan, dilakukan analisis data dengan menggunakan Program SPSS Versi 12 For Windows. Adapun untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, menurut Sugiyono (2006) dapat ditunjukkan dengan Tabel 2. Tabel 2 Pedoman untuk memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 - 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Tingkat Hubungan Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat

Hubungan antara bakat mekanik dengan kompetensi sistem penerangan mobil berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa hubungan murni variabel X1 terhadap Y yang dikontrol oleh variabel X2 dan X3 mempunyai nilai sebesar 0,262 dengan tingkat signifikan (untuk dua sisi) sebesar 0,000, sehingga nilai probabilitas 0,05 lebih besar dari nilai Sig atau 0,05 > 0,000 maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima, artinya signifikan. Sebagai simpulannya adalah ada hubungan yang positif dan signifikan antara variabel bakat mekanik (X1) dengan kompetensi sistem penerangan mobil (Y) pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif dengan tingkat hubungan rendah.

8 Sedangkan untuk hubungan antara motivasi berprestasi dengan kompetensi sistem penerangan berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa hubungan murni variabel X2 terhadap Y yang dikontrol oleh variabel X1 dan X3 mempunyai nilai sebesar 0,559 dengan tingkat signifikan (untuk dua sisi) sebesar 0,000, sehingga nilai probabilitas 0,05 lebih besar dari nilai Sig atau 0,05 > 0,000 maka Ho2 ditolak dan Ha2 diterima, artinya signifikan. Sebagai simpulannya adalah ada hubungan yang positif dan signifikan antara variabel motivasi berprestasi (X2) dengan kompetensi sistem penerangan mobil (Y) pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif dengan tingkat hubungan sedang. Hubungan antara daya tarik media simulasi dengan kompetensi sistem penerangan mobil berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa hubungan murni variabel X3 terhadap Y yang dikontrol oleh variabel X1 dan X2 mempunyai nilai sebesar 0,581 dengan tingkat signifikan (untuk dua sisi) sebesar 0,000, sehingga nilai probabilitas 0,05 lebih besar dari nilai Sig atau 0,05 > 0,000 maka Ho3 ditolak dan Ha3 diterima, artinya signifikan. Sebagai simpulannya adalah ada hubungan yang positif dan signifikan antara variabel daya tarik media simulasi (X3) dengan kompetensi sistem penerangan mobil (Y) pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif dengan tingkat hubungan sedang. Untuk hubungan antara bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama dengan kompetensi sistem penerangan mobil berdasarkan hasil analisis dapat diketahui nilai R sebesar 0,777; nilai Sig.F change sebesar 0,000 (dimana 0,05>0,000); nilai R square (koefisien determinasi) sebesar 0,604; dan nilai Adjusted R Square (R2 yang disesuaikan) sebesar 0,598. Karena jumlah variabel bebas 3 buah (lebih dari 2), maka digunakan R2 yang disesuaikan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang positif dan signifikan antara bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara ber-

9 sama-sama terhadap kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif dengan tingkat hubungan kuat. Besarnya kontribusi bakat mekanik terhadap kompetensi sistem penerangan mobil diperoleh dari nilai hubungan murni variabel X1 terhadap Y yang dikontrol oleh variabel X2 dan X3 sebesar 0,262. Dengan nilai R sebesar 0,262 atau (rY1.23 = 0,262), maka besarnya koefisien determinasi (r2) diperoleh 0,069. Dari nilai r2 tersebut besarnya kontribusi bakat mekanik terhadap kompetensi sistem penerangan mobil dapat diketahui sebesar 6,9% (diperoleh dari 0,069 x 100%). Selebihnya sebesar 93,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Kontribusi motivasi berprestasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil diperoleh dari nilai hubungan murni variabel X2 terhadap Y yang dikontrol oleh variabel X1 dan X3 mempunyai nilai sebesar 0,559. Dengan nilai R sebesar 0,559 atau (rY2.13 = 0,559), maka besarnya koefisien determinasi (r2) diperoleh 0,312. Dari nilai r2 tersebut besarnya kontribusi motivasi berprestasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil dapat diketahui sebesar 31,2% (diperoleh dari 0,312 x 100%). Selebihnya sebesar 68,8% dipengaruhi oleh faktor lain. Kontribusi daya tarik media simulasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil didapat dari nilai hubungan murni variabel X3 terhadap Y yang dikontrol oleh variabel X1 dan X2 mempunyai nilai sebesar 0,581. Dengan nilai R sebesar 0,581 atau (rY3.12 = 0,581), maka besarnya koefisien determinasi (r2) diperoleh 0,338. Dari nilai r2 tersebut besarnya kontribusi daya tarik media simulasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil dapat diketahui sebesar 33,8% (diperoleh dari 0,338 x 100%). Selebihnya sebesar 66,2% dipengaruhi oleh faktor lain. Kontribusi bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama terhadap kompetensi sistem penerangan mobil diperoleh dari

10 nilai Adjusted R Square (R2 yang disesuaikan) yaitu sebesar 0,598. Dari nilai Adjusted R Square tersebut besarnya kontribusi didapatkan 59,8% (diperoleh dari 0,598 x 100%). Selebihnya sebesar 40,2% dipengaruhi oleh faktor lain. Besarnya sumbangan efektif (SE) diperoleh dengan cara menghitung SE masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan cara mengalikan koefisien regresi terstandar (beta) dengan koefisien korelasi parsial. Selanjutnya dari hasil perkalian tersebut dikalikan dengan 100%. Diperoleh bahwa sumbangan efektif bakat mekanik terhadap kompetensi sistem penerangan mobil sebesar 4,6%, sumbangan efektif motivasi berprestasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil sebesar 24,7%, dan sumbangan efektif daya tarik media simulasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil sebesar 27,4%. Adapun sumbangan efektif variabel bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama terhadap kompetensi sistem penerangan mobil sebesar 56,7%.

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara bakat mekanik dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif. Tingkat hubungan yang diperoleh dalam kategori rendah, yaitu R = 0,262. Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa bakat mekanik siswa SMK di Kabupaten Tulungagung masih mempunyai keeratan hubungan yang rendah dengan kompetensi sistem penerangan mobil. Dengan hasil penelitian dalam kategori hubungan rendah tersebut berarti masih belum mampu untuk mendukung sepenuhnya beberapa pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tes bakat dapat digunakan secara efektif untuk menentukan potensi seseorang dalam belajar keterampilan yang diperlukan guna suatu karier tertentu (Sukardi, 1997), ia sering lebih unggul daripada kebanyakan orang dalam mem-

11 pelajari bagaimana mengkonstruksi, menalankan, atau memperbaiki perkakas-perkakas yang rumit (Pali, 1993), dan siswa yang mempelajari suatu bidang yang sesuai dengan bakat yang dimiliki akan berpeluang lebih besar untuk berhasil daripada siswa yang kurang berbakat (Clark dalam Mukadis, 1993). Sedangkan bila dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya, yaitu Berman (2005), Prajitno (1994), Mukhadis (1993), dan Supriyanto (1992), tingkat hubungan bakat mekanik dengan mata pelajaran/ kompetensi kejuruan dari hasil penelitian ini dalam kategori paling rendah. Pada saat melaksanakan penelitian, prosedur pengambilan data sampai dengan analisis data telah dilaksanakan oleh peneliti dengan hati-hati dan teliti. Dengan hasil yang cukup rendah tersebut peneliti mempunyai beberapa dugaan: (1) siswa SMK di Kabupaten Tulungagung tingkat hubungan bakat mekaniknya terhadap kompetensi sistem penerangan mobil memang dalam kategori rendah, (2) Instrumen untuk tes bakat mekanik yang diadopsi dari referensi terbatas tersebut masih belum mampu untuk menggali bakat mekanik siswa sehingga masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Apabila dugaan pertama yang benar, maka masih mempunyai kesempatan untuk menggembangkannya karena menurut Munandar (1995) bakat merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Dari hasil pengujian hipotesis kedua disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif. Tingkat hubungan diperoleh dalam kategori sedang (R = 0,559). Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa motivasi berprestasi siswa SMK di Kabupaten Tulungagung mempunyai keeratan hubungan yang sedang dengan kompetensi sistem penerangan mobil. Hasil temuan ini berarti turut mendukung beberapa pendapat para ahli yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi menjadi salah satu faktor yang turut menentukan pembe-

12 lajaran yang efektif (Hamalik, 2004), sebagai dorongan kuat untuk mencapai standar yang terbaik (Rutan,1988), usaha keras untuk menjadi sukses di sekolah atau pada aktivitas lain dalam kehidupan (Gipson dan Candler, 1988), dan daya penggerak dalam diri seseorang untuk mencapai prestasi belajar setinggi mungkin demi penghargaan pada diri sendiri (Winkel, 1987). Hasil temuan ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, tetapi ada perbedaan besaran koefisien korelasinya. Koefisien korelasi yang didapat sedikit lebih rendah dibanding dengan hasil penelitian Kurniati (2007), yaitu r = 0,565, tetapi masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Eko (2007), yaitu r = 0,51. Sesuai dengan hasil temuan tersebut telah dapat digambarkan bahwa siswa SMK di Kabupaten Tulungagung telah mempunyai sikap dan sifat sebagaimana yang menjadi ciri-ciri motivasi berprestasi. Dengan adanya modal tersebut diharapkan pada saat kegiatan belajar mengajar akan terjadi interaksi yang lebih baik antara guru dan siswa, pembelajaran akan lebih efektif, dan mendapatkan prestasi belajar yang lebih optimal. Karena koefisien korelasinya masih dalam kategori sedang, untuk guru SMK di Kabupaten Tulungagung hendaknya selalu berusaha untuk membangkitkan motivasi intrinsik siswa. Guru sendiri diharapkan memiliki motivasi untuk pembelajaran siswa. Motivasi ini sebaiknya timbul dari kesadaran yang tinggi untuk mendidik siswa menjadi warga negara yang baik, memiliki hasrat untuk menyiapkan siswa menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan dan kemampuan. Nilai motivasi tersebut menjadi tanggung jawab guru agar pembelajaran yang diberikan berhasil dengan baik. Bila guru telah berhasil membangkitkan motivasi berprestasi siswa pada tingkat yang tinggi, maka peneliti berkeyakinan bahwa variabel tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan belajar siswa. Untuk siswa, agar terjadi peningkatan motivasi berprestasi hendaknya selalu menggali dan meningkatkan sifat/ sikap yang menjadi ciri khas motivasi berpres-

13 tasi. Ciri khas tersebut diantaranya tekun belajar, bersemangat, tidak mudah putus asa, menyukai tantangan, tidak cepat puas atas prestasi yang telah diperoleh, mampu bekerja mandiri, perasaan takut mengalami kegagalan dikelola menjadi energi/motivasi keberhasilan, selalu mengusahakan tertarik terhadap komponen pembelajaran (guru, mata pelajaran, media belajar, dan sebagainya). Sedangkan dari hasil pengujian hipotesis ketiga disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara daya tarik media simulasi dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif. Tingkat hubungan diperoleh dalam kategori sedang (R = 0,581). Dengan kalimat lain dapat dikatakan bahwa daya tarik media simulasi sistem penerangan mobil di SMK Kabupaten Tulungagung mempunyai keeratan hubungan yang sedang dengan kompetensi sistem penerangan mobil. Berdasarkan hasil temuan ini berarti turut mendukung beberapa pendapat para ahli yang menyatakan bahwa media pembelajaran adalah alat yang digunakan untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif (Hamalik, 2003), sebagai sarana non personal yang digunakan oleh guru yang memegang peranan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional (De Corte dalam Winkel, 1999), merupakan bagian integral dari kegiatan pembelajaran yang kedudukannya tidak dapat dipisahkan dan berpengaruh terhadap jalannya proses pembelajaran (Setyosari dan Sihkabuden, 2005), dan suatu daya tarik harus menampilkan sejumlah faktor penting, yaitu keamanan, ekonomi, pendistribusian, komunikasi, ergonomi, estetika, dan identitas Nugroho (tanpa tahun). Dari temuan ini berarti pula media simulasi sistem penerangan mobil yang digunakan untuk unjuk kerja/praktik menurut siswa SMK di Kabupaten Tulungagung cukup menarik sehingga cukup erat hubungannya dengan tingkat keberhasilan siswa dalam belajar kompetensi sistem penerangan mobil. Dengan temuan ini, diharapkan pihak sekolah atau pihak produsen media

14 pembelajaran dalam pengadaan/pengembangan media pembelajaran diupayakan untuk lebih memperhatikan unsur-unsur daya tarik ini agar dapat sepenuhnya mendukung guru dalam pembelajaran dan mempermudah siswa dalam mencapai kompetensi yang optimal. Selain itu agar hasil belajar lebih maksimal, disamping media pembelajaran mempunyai daya tarik yang optimal, guru diharapkan menguasai betul media tersebut dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat dan menarik. Dari hasil pengujian hipotesis keempat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif. Tingkat hubungan diperoleh dalam kategori kuat (R = 0,777). Hal ini mengindikasikan bahwa jika ketiga variabel tersebut secara bersama-sama diterapkan dalam kegiatan pembelajaran sistem penerangan mobil, maka akan menjadikan kuat hubungannya dengan kompetensi sistem penerangan mobil bila dibandingkan dengan secara sendiri-sendiri. Dengan temuan ini diharapkan kepada semua pihak yang terkait dengan pembelajaran memperhatikan variabel-variabel tersebut sehingga prestasi belajar siswa dapat diperoleh dengan lebih optimal sambil terus menggali variabel-variabel pembelajaran lain yang dimungkinkan turut memberikan sumbangan terhadap tingkat prestasi siswa. Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa besarnya kontribusi bakat mekanik terhadap kompetensi sistem penerangan mobil sebesar 6,9% selebihnya sebesar 93,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil uji koefisien regresi linier dinyatakan bahwa bakat mekanik berpengaruh secara signifikan terhadap kompetensi sistem penerangan mobil dengan tingkat koefisien regresi sebesar 0,908. Besarnya sumbangan efektif bakat mekanik terhadap kompetensi sistem penerangan mobil relatif rendah, yaitu 4,6%. Dengan temuan ini dapat dijadikan indikasi bahwa bakat mekanik masih mempunyai kemampuan rendah untuk turut menyumbangkan keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi sistem penerangan mobil. Variabel bakat mekanik masih

15 belum mampu untuk dapat menjadi prediktor yang baik dalam memprediksi kompetensi sistem penerangan mobil. Dari analisis data didapatkan bahwa besarnya kontribusi motivasi berprestasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil sebesar 31,2% selebihnya sebesar 68,8% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil uji koefisien regresi linier dinyatakan bahwa motivasi berprestasi berpengaruh secara signifikan terhadap kompetensi sistem penerangan mobil dengan tingkat koefisien regresi sebesar 0,317. Besarnya sumbangan efektif motivasi berprestasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil adalah 24,7%. Hal ini mengindikasikan bahwa motivasi berprestasi mampu menyumbangkan keberhasilan siswa dengan cukup baik dalam mencapai kompetensi sistem penerangan mobil dan dapat menjadi prediktor yang baik dalam memprediksi kompetensi sistem penerangan mobil. Sedangkan dari analisis data didapatkan bahwa besarnya kontribusi daya tarik media simulasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil sebesar 33,8% selebihnya sebesar 66,2% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil uji koefisien regresi linier dinyatakan bahwa daya tarik media simulasi berpengaruh secara signifikan terhadap kompetensi sistem penerangan mobil dengan tingkat koefisien regresi sebesar 0,429. Besarnya sumbangan efektif daya tarik media simulasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil sebesar 27,4%. Hal ini mengindikasikan bahwa daya tarik media simulasi mampu menyumbangkan keberhasilan siswa dengan cukup baik dalam mencapai kompetensi sistem penerangan mobil dan dapat menjadi prediktor yang cukup baik dalam memprediksi kompetensi sistem penerangan mobil. Kemudian berdasarkan hasil analisis data didapatkan pula bahwa besarnya kontribusi bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama terhadap kompetensi sistem penerangan mobil sebesar 59,8%, sele-

16 bihnya sebesar 40,2% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil uji koefisien regresi linier didapatkan bahwa bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kompetensi sistem penerangan mobil dengan tingkat koefisien regresi berturut-turut sebesar 0,516; 0,238; dan 0,327. Besarnya sumbangan efektif variabel bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama terhadap kompetensi sistem penerangan mobil sebesar 56,7%. Hal ini mengindikasikan bahwa bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama mampu menyumbangkan keberhasilan siswa dengan baik dalam mencapai kompetensi sistem penerangan mobil dan dapat menjadi prediktor yang baik dalam memprediksi kompetensi sistem penerangan mobil. SIMPULAN DAN SARAN Setelah dilakukan pengujian dan analisis data, maka dapat disimpulkan halhal sebagai berikut: (1) adanya hubungan yang positif dan signifikan antara bakat mekanik dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif dalam kategori rendah (R = 0,262), (2) adanya hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif dalam kategori sedang (R = 0,559), (3) adanya hubungan yang positif dan signifikan antara daya tarik media simulasi dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif dalam kategori sedang (R = 0,581), (4) adanya hubungan yang positif dan signifikan antara bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama dengan kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif dalam kategori kuat (R = 0,777), (5) bakat mekanik terhadap kompetensi sistem penerangan

17 mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif memberikan kontribusi sebesar 6,9% dan sumbangan efektif sebesar 4,6%, (6) motivasi berprestasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif memberikan kontribusi sebesar 31,2% dan sumbangan efektif sebesar 24,7%, (7) daya tarik media simulasi terhadap kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif memberikan kontribusi sebesar 33,8% dan sumbangan efektif sebesar 27,4%, (8) bakat mekanik, motivasi berprestasi, dan daya tarik media simulasi secara bersama-sama terhadap kompetensi sistem penerangan mobil pada siswa program keahlian teknik mekanik otomotif memberikan kontribusi sebesar 59,8% dan sumbangan efektif sebesar 56,7%. Berdasarkan simpulan sebelumnya, maka disarankan hal-hal sebagai berikut: Untuk sekolah: (1) dalam penerimaan siswa baru karena bakat mekanik hanya mampu memberikan kontribusi dalam kategori rendah maka peneliti belum menyarankan untuk menjadi bagian alat seleksi, (2) sekolah hendaknya selalu mengupayakan untuk lebih meningkatkan motivasi berprestasi siswa misalkan lewat guru, tulisan di majalah dinding/baliho/spanduk yang berisikan kata-kata motivasi, dan sebagainya, sehingga prestasi belajarnya menjadi lebih optimal, (3) dalam pengadaan/ pengembangan media pembelajaran disarankan memperhatikan unsur daya tarik agar siswa dapat lebih terpacu dalam belajar dan berprestasi, (4) SMK yang menjadi sampel penelitian setelah mengetahui hasil penelitian ini ternyata sekolahnya berada dalam kategori rendah disarankan untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajarannya.Untuk guru: (1) diharapkan dalam setiap kegiatan pembelajaran tetap berupaya agar siswa dapat mengembangkan bakat mekanik yang dimiliki, (2) disetiap kesempatan dalam pembelajaran diupayakan selalu menyempatkan diri untuk memberikan motivasi kepada siswa agar motivasi berprestasinya tinggi (guru tidak hanya terfokus pada pe-

18 nyelesaian target kurikulum), (3) agar hasil belajar lebih maksimal, disamping media pembelajaran mempunyai daya tarik yang optimal, guru diharapkan menguasai betul media tersebut dan selalu berupaya menerapkan strategi pembelajaran yang menarik. Untuk siswa: (1) diharapkan mengembangkan bakat mekanik yang telah dimiliki dengan selalu berfikir kreatif dan inovatif, (2) selalu menggali motivasi internal dan merenungkan motivasi eksternal dari orang lain (misal guru, orang tua, teman, dan sebagainya), agar dapat lebih meningkatkan kekuatan motivasi berprestasi. Untuk peneliti berikutnya: (1) hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk dikembangkan lebih lanjut dengan variabel yang lebih bervariasi, jumlah variabel yang lebih banyak, dan dimungkinkan pada jenis kompetensi yang berbeda, (2) bila variabel bakat mekanik pada penelitian ini diuji berdasarkan pada referensi terbatas dengan hasil yang masih kurang menggembirakan, maka dapat dikembangkan dengan diuji pada lembaga uji kebakatan yang terkait. Untuk produsen media pembelajaran dalam pembuatan suatu media pembelajaran diharapkan memperhatikan faktor daya tarik dengan unsur didalamnya, yaitu keamanan, ekonomi, pendistribusian, komunikasi, ergonomi, estetika, dan identitas, sehingga dapat sepenuhnya mendukung guru dalam pembelajaran dan mempermudah siswa dalam mencapai prestasi yang optimal. Bagi sekolah lain, dengan hasil penelitian untuk kontribusi secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat sebesar 59,8%, diharapkan sekolah (khususnya SMK) agar memperhatikan faktor kebakatan, motivasi berprestasi, dan daya tarik media pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Bagi Dinas Pendidikan (khususnya di Kabupaten Tulungagung), hendaknya mendorong sekolah-sekolah untuk menerapkan dan mengembangkan variabel-variabel belajar siswa sehingga prestasi belajar di kabupaten/kota setempat lebih meningkat.

19 DAFTAR RUJUKAN Berman, D.E. 2005. Pengaruh Bakat Mekanik terhadap Hasil Belajar Praktek pada Program Diklat Perbaikan Motor Otomotif di SMKN 6 Bandung. Skripsi. Bandung: Invotek Jurnal Pendidikan Teknologi Kejuruan. Budiningsih, C.A., 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Eko, E.H. 2007. Pengaruh Penggunaan Media Animasi, Media Gambar Statis, Kovariat Kemampuan Awal dan Motivasi Berprestasi terhadap Kecakapan Vokasional Kelistrikan Bodi Mobil. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Gipson, J.T.& Candler,L.A. 1988. Educational Psychology, Mastering Principles and Aplications. Boston: Allyn and Bacon Glover, J.A. & Burning, R.H. 1990. Educational Psychology: Principles and Applications. Harper Collins Publishers. Hamalik, O. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hamalik, O. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Joni, T.R. & Darmodjo, Dj. 1979. Penelitian Pengembangan Tes Bakat Okupasional. Malang: Proyek Litbang Evaluasi IKIP Malang. Kurniati, N. 2007. Hubungan Motivasi Berprestasi, Gaya Kognitif, dan Kemampuan Berpikir Logis dengan Hasil Belajar MPPPCP SMKN Kota Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Mukhadis, A. 1993. Pengaruh Pengorganisasian Isi Prosedural Locus of Control dan Bakat Berpikir Mekanik terhadap Hasil dan Transfer Belajar di Sekolah Teknologi Menengah Kodya Malang. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP Malang. Munandar, S.C.U. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT Gramedia. Nugroho, B.T. Tanpa tahun. Menambah Daya Tarik melalui Keindahan. Solo: SKI FMIPA UNS. Pali, M. 1993. Tes Matriks Progresif dan Tes Bakat Diferensial: Studi Validitas Prediktif dengan Kriteria Prestasi Belajar Siswa SMA dan Validitas Sintetik pada Tiga Jenis Pekerjaan. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP Malang.

20 Prajitno, D.H.1994. Korelasi Motivasi Belajar dan Bakat Mekanik dengan Hasil Belajar Praktik Otomotif Pebelajar Kelas III Jurusan Otomotif STM Negeri Malang 1993/1994. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: IKIP Malang. Rutan, R. 1988. Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud Santosa, P.B. & Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yogyakarta: Andi. Setyosari, P. & Sihkabuden. 2005. Media Pembelajaran. Malang: Elang Mas SMKN 3 Boyolangu. 2007. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Program Keahian Teknik Mekanik Otomotif. Tulungagung: Tidak diterbitkan. Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sukardi, D.K.1997. Tes Bakat Karier Anda. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sukardi, D.K. & Nilakusmawati, DPE. 2005. Analisis Tes Bakat: Dalam Pemilihan Karier dan Jurusan. Bogor: Ghalia Indonesia. Supriyanto, U. 1992. Studi tentang Korelasi Bakat Mekanik dengan Prestasi Mengelas Dasar pada Matakuliah Praktikum Teknologi Pengerjaan Logam bagi Mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK IKIP Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: IKIP Malang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2006. Bandung: Citra Umbara. Winkel, W.S. 1987. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.Jakarta: Gramedia.

Pengembangan Modul Bubut Dasar Berdasarkan KTSP dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di SMKN 1 Pungging Herianto Abstract: The Development of Basic Turning Machine Module Based on KTSP to Improve the Quality of Teaching-learning Proces in SMKN 1 Pungging. The purpose of the developing experiment is to develop the basic turning machine module based on KTSP to improve the quality of teaching-learning proces in SMKN 1 Pungging. The method of the developing experiment in this teaching-learning project is Dick and Carey model. Based on the expert instuctor estimation, the module is included in the criteria of good (80%), while the design specialist, the module is in the rate of less (54,7%). The estimation list, based on the group test, it belongs to good criteria (75%), and in the trial test, it belongs to good criteria (75,04%). Kata kunci: pengembangan, modul, KTSP, kualitas pembelajaran.

PENDAHULUAN SMKN 1 Pungging Mojokerto merupakan salah satu SMK yang baru mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Data sekolah menunjukkan bahwa 4 (empat) Program Keahlian sudah mengembangkan kurikulum, termasuk Program Keahlian Teknik Pemesinan. Program Keahlian Teknik Pemesinan merupakan program keahlian yang bergerak dalam bidang produksi, dengan mesin bubut, mesin frais, dan mesin skrap sebagai peralatan utama dalam pelaksanaan praktik. Berdasarkan data sekolah, menunjukkan bahwa jumlah peralatan yang ada di Program Keahlian Teknik Pemesinan terdiri dari; mesin bubut 8 unit, mesin frais 4 unit, dan mesin skrap 2 unit. Melihat jumlah mesin yang ada tidak sebanding dengan jumlah peserta diklat yang ada, yakni berjumlah 429 anak. Adapun jumlah bahan ajar (modul dan buku) yang tersedia untuk guru pada matadiklat produktif sangat terbatas, hanya 15 eksemplar. Sedangkan jumlah 1 1

kompetensi yang ada di Program Keahlian Teknik Pemesinan sebanyak 20 kompetensi. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas pembelajaran. Data sekolah juga menunjukkan bahwa nilai kompetensi teori kejuruan peserta diklat Program Keahlian Teknik Pemesinan mulai tahun ajaran 2006/2007, 2007/2008 berada dalam kategori rendah, yakni rata-rata 6,5 atau hanya 60% peserta diklat yang mencapai standar kompetensi. Padahal untuk dinyatakan lulus/kompeten dalam setiap kompetensi, semua peserta diklat harus memperoleh nilai minimal 7,00 (Depdiknas, 2006: 20). Realita tersebut secara tidak langsung merupakan dampak negatif dari rendahnya kualitas pembelajaran yang ada di Program Keahlian Teknik Pemesinan. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru/instruktur praktik, menyatakan bahwa rendahnya kualitas pembelajaran di Program Keahlian Teknik Pemesinan disebabkan karena tiga hal, yakni (1) kualitas pendidik/instruktur belum sesuai dengan kualifikasi, (2) sumber belajar/bahan ajar belum memadai, dan (3) prasarana dan sarana belum memadai. Ketiga komponen tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran yang ada di kelas/bengkel. Dari hasil pengamatan peneliti pada Program Keahlian Teknik Pemesinan, alat dan bahan ajar merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran. Alat dan bahan ajar merupakan fasilitas/sumber belajar yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran. Pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar memiliki arti yang sangat penting dalam melengkapi, memelihara, dan memperkaya khasanah belajar. Pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar 2

secara maksimal akan memandu peserta diklat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Program Keahlian Teknik Pemesinan, ditemukan bahwa sumber belajar yang dirancang untuk proses pembelajaran belum disusun berdasarkan prinsipprinsip pembelajaran. Di samping itu juga, ditemukan bahwa setiap kelas memiliki peserta diklat dengan kemampuan belajar yang berbeda-beda. Karena perbedaan tersebut perlu diupayakan suatu teknik pembelajaran maupun sumber belajar yang disesuaikan dengan perbedaan individu peserta diklat. Oleh karena itu, pembelajaran akan lebih efektif jika dirancang secara sistemik dan sistematis. Dengan demikian, untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dikembangkan rancangan pembelajaran yang bersifat individual, yakni sistem pembelajaran modular. Modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu peserta diklat mencapai tujuan. Jadi modul merupakan rancangan pembelajaran yang sangat tepat untuk membantu peserta diklat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini disebabkan karena: (1) modul merupakan paket pembelajaran yang bersifat self instruction, (2) mengakui adanya perbedaan individu, (3) memuat rumusan tujuan pengetahuan, (4) adanya asosiasi, struktur, dan urutan pengetahuan, (5) penggunaan berbagai macam media pembelajaran, (6) adanya partisipasi aktif peserta diklat, (7) adanya reinforcement langsung terhadap respon peserta diklat, dan (8) adanya evaluasi terhadap penguasaan bahan. 3

Realita di lapangan menujukkan bahwa modul yang relevan dengan kondisi SMKN 1 Pungging Program Keahlian Teknik Pemesinan belum ada. Hal ini disebabkan karena guru belum pernah merancang modul pembelajaran. Padahal

dalam

melaksanakan

kurikulum,

seorang

guru

harus

dapat

mengembangkan rancangan pembelajaran yang relevan dengan kondisi sekolah. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran. Untuk itu, ketersediaan modul yang relevan merupakan sesuatu yang mutlak harus dimiliki oleh peserta diklat dan guru dalam proses pembelajaran. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa Program Keahlian Teknik Pemesinan belum memiliki modul yang relevan/sesuai dengan KTSP SMKN 1 Pungging Mojokerto. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan modul agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Adapun dalam pengembangan ini lebih difokuskan pada pengembangan matadiklat Bubut Dasar. Matadiklat Bubut Dasar merupakan matadiklat produktif dengan kompetensi, yaitu Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut. Data Program Keahlian Teknik Pemesinan menunjukkan bahwa nilai teori kejuruan untuk matadiklat Bubut Dasar selama dua tahun terakhir, berada dalam kategori rendah, yakni rata-rata 6,4 atau hanya 58% peserta diklat yang mencapai standar kompetensi. Salah satu faktor utamanya adalah belum tersedianya modul untuk matadiklat Bubut Dasar yang sesuai dengan KTSP SMKN 1 Pungging. Belum adanya modul tersebut secara tidak langsung akan berdampak negatif terhadap kualitas pembelajaran, sehingga akan mempengaruhi ketercapaian peserta diklat dalam mencapai standar kompetensi minimal yang telah ditentukan. 4

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu adanya pengembangan modul

Bubut

Dasar

berdasarkan

KTSP

dalam

meningkatkan

kualitas

pembelajaran di SMKN 1 Pungging. Dengan demikian tujuan penelitian pengembangan ini adalah untuk mewujudkan modul Bubut Dasar yang sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMKN 1 Pungging. Rancangan pembelajaran berupa modul

bubut

dasar diharapkan

dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging.

METODE Model pengembangan yang digunakan dalam rancangan pembelajaran modul Bubut Dasar ini adalah Model Dick and Carey (2001). Model ini terdiri atas (10) sepuluh langkah (tahap), akan tetapi dalam penelitian pengembangan ini hanya dilakukan sampai pada tahap yang kesembilan. Adapun tahapannya meliputi: (1) mengidentifikasi tujuan pembelajaran, (2) analisis pembelajaran, (3) mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik peserta diklat, (4) merumuskan tujuan kegiatan pembelajaran, (5) mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, (6) mengembangkan strategi pembelajaran, (7) mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, (8) merancang dan melakukan penilaian formatif, (9) merevisi materi pembelajaran, dan (10) melakukan penilaian sumatif. Prosedur pengembangan dalam penelitian ini adalah (1) menetapkan matadiklat, (2) mengidentifikasi silabus matadiklat yang akan dikembangkan, (3) mengidentifikasi

tujuan

pembelajaran,

menulis

tujuan

pembelajaran,

mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik peserta diklat, merumuskan

tujuan

mengembangkan

pembelajaran,

strategi

mengembangkan

pembelajaran, 5

dan

butir-butir

mengembangkan

tes, materi

pembelajaran, (4) tahap penyusunan dan penulisan modul yang mempunyai komponen pembelajaran yang meliputi: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, epitome, uraian isi pelajaran, rangkuman, soal latihan/tugas, tes formatif, evaluasi, kunci jawaban, dan daftar pustaka, (5) uji coba produk meliputi kajian ahli matadiklat (isi), ahli media, dan ahli desain, uji coba perorangan, uji coba kelompok kecil, uji coba lapangan. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian pengembangan ini adalah angket, wawancara, dan tes. Penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik deskriptif. Teknik analisis ini juga digunakan untuk mengolah data yang diperoleh melalui angket dalam bentuk deskriptif persentase. Skor tertinggi setiap pernyataan adalah 4 dan terendah adalah 1. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:  jawaban x bobot tiap pilihan

persentase =

x 100% n x bobot tertinggi

Keterangan n = Jumlah seluruh item angket Selanjutnya untuk menghitung persentase keseluruhan subjek digunakan rumus: F x 100% N

Persentase jawaban

=

Keterangan

= Jumlah persentase keseluruhan subjek

:F N

= Banyak subjek

Untuk menentukan kesimpulan yang telah tercapai maka ditetapkan kriteria sesuai dengan tabel tingkat validitas, sebagai berikut.

6

Tabel 1.1 Konversi Tingkat Validitas Persentase 86%-100% 71%-85% 56%-70%  55%

Keterangan A. Sangat Baik B. Baik C. Cukup Baik D. Kurang Baik

Secara komulatif, apabila hasil yang diperoleh mencapai kriteria di atas nilai 71%, maka modul yang dikembangkan dianggap memiliki nilai validitas yang memadai/yang positif dan dapat dinyatakan layak untuk digunakan (Kuswandi, 2004). Teknik analisis statistik deskriptif juga digunakan untuk mengolah data berupa pretes dan postes sehingga diketahui keefektifan produk pengembangan yang dihasilkan. Hasil pretes dan postes akan dianalisis melalui uji t dengan bantuan program SPSS 12.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji Ahli Isi Matadiklat Hasil penilaian ahli isi matadiklat terhadap modul dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Penilaian Ahli Isi Matadiklat terhadap Modul No A

ITEM PERTANYAAN Petunjuk Penggunaan Modul

Skor

1

Petunjuk dirumuskan dengan kalimat yang jelas dan operasional

4

2

Pesan dan penempatan petunjuk telah memadai

4

B

Kerangka Isi

3

Kerangka isi menggambarkan kompetensi dasar yang akan dibahas

4

4

Tiap kompetensi dasar dipetakan dengan alur yang logis

4

5

kerangka isi memiliki tingkat keterbacaan yang memadai

3

7

No

ITEM PERTANYAAN

Skor

C

Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar

6

3

D

Rumusan kompetensi dasar menggambarkan standar kompetensi yang akan dicapai peserta diklat Rumusan kompetensi dasar sesuai dengan kurikulum/silabus matadiklat (lihat hal.6) Tujuan Kegiatan Pembelajaran (TKP)

8

TKP dirumuskan dalam bentuk hasil belajar yang dapat diukur

4

9

Satu rumusan TKP hanya berisi satu jenis tingkah laku

4

10

TKP telah dirumuskan dengan kalimat yang jelas dan operasional

3

11

Kesesuaian TKP dengan standar kompetensi/kompetensi dasar

3

7

3

E

Materi

12

Ketepatan judul kompetensi dasar dengan materi

4

13

Ketepatan pemaparan pendahuluan pada awal kompetensi dasar

3

14

Kejelasan isi materi dalam setiap kompetensi dasar

2

15

Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran

3

16

Kejelasan uraian materi

2

17

Kejelasan contoh-contoh yang diberikan

2

F

Gambar

18

Kesesuaian antara gambar dengan materi

2

19

Kelengkapan unsur gambar memadai

2

20

Kuantitas gambar memadai

3

21

kejelasan/mutu gambar memadai

3

22

Rangkuman berisi ide pokok yang harus dipelajari peserta diklat

4

23

Rangkuman disajikan dengan bahasa yang mudah dicerna

4

H

Tugas/latihan

24

Tugas/latihan sesuai dengan TKP

4

25

Kejelasan tugas/latihan yang diberikan

3

26

Kesesuaian antara tugas/latihan dengan materi

3

I

Tes Formatif

27

Kesesuaian antara tes formatif dengan materi

4

28

Kesesuaian antara tes formatif dengan TKP

4

29

Kejelasan tes formatif yang diberikan

3

30

Kelengkapan kunci jawaban

3

J

Evaluasi (Uji Kompetensi)

31

Kesesuaian antara evaluasi dengan standar kompetensi

3

32

Kejelasan evaluasi (uji kompetensi)

3

33

Kejelasan cara penghitungan nilai/skor

2

34

Kelengkapan kunci jawaban

3

L

Daftar pustaka

35

Ketepatan daftar pustaka yang digunakan Jumlah

8

4 112

Berdasarkan paparan hasil penilaian dari ahli isi matadiklat pada Tabel 1.2, maka dapat dihitung persentase tingkat pencapaian modul dengan rumus sebagai berikut.  (jawaban x bobot tiap pilihan)

persentase =

x 100% n x bobot tertinggi

Diketahui jumlah keseluruhan jawaban 112 dan jumlah keseluruhan nilai ideal/skor maksimal ideal adalah 140, maka presentase = 112 : 140 x 100% = 80%. Setelah dikonversikan dengan tabel tingkat validitas, modul ini termasuk dalam kriteria baik.

Uji Ahli Desain/Rancangan dan Media Pembelajaran Hasil penilaian ahli desain dan media pembelajaran terhadap modul dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Hasil Penilaian Ahli Desain dan Media terhadap Modul No

ITEM PERTANYAAN

Skor

1

Kesesuaian dan kemenarikan desain cover

1

2

Kejelasan petunjuk penggunaan modul

1

3

Kejelasan tulisan

2

4

Ketepatan jenis huruf yang digunakan

3

5

Keserasian paduan warna yang digunakan

2

6

Keindahan tampilan huruf

2

7

Keindahan/kemenarikan tampilan gambar

2

8

Ketepatan tampilan lay out pengetikan

3

9

Kejelasan tujuan pembelajaran (standar kompetensi, kompetensi dasar, TKP)

2

10

Materi tersaji secara sistematis

3

11

Uraian dan contohnya jelas

2

12

Ketepatan cara penyajian materi

2

13

Ketepatan gambar dengan materi

3

14

Ketepatan tes formatif sebagai umpan balik bagi peserta diklat

2

15

Kejelasan latihan/tugas yang diberikan

3

16

Kelengkapan rangkuman

2

17

Kesesuaian alokasi waktu dan materi

2

9

No

ITEM PERTANYAAN

Skor

18

Ketepatan jumlah soal dalam tes akhir uji kompetensi (evaluasi)

2

19

Kejelasan dan ketepatan petunjuk perhitungan tingkat penguasaan materi

2

20

Kelengkapan kunci jawaban

3

21

Ketepatan sistematika komponen-komponen

2

Jumlah

46

Berdasarkan paparan data Tabel 1.3 diketahui bahwa jumlah keseluruhan jawaban adalah 46 sedangkan jumlah keseluruhan nilai ideal/skor maksimal idealnya adalah 84, maka persentase = 46 : 84 x 100% = 54,7%. Setelah dikonversikan dengan tabel tingkat validitas, modul pembelajaran ini termasuk dalam kreteria kurang baik, sehingga perlu perbaikan untuk kesempurnaan produk pengembangan ini.

Uji Coba Perorangan Berdasarkan pemaparan hasil uji coba perorangan di atas, dapat dianalisis bahwa di dalam modul pembelajaran ditemukan 17 (tujuh belas) yang salah dalam pengetikan, 10 (sepuluh) kesalahan penggunaan tanda baca, dan 12 (dua belas) kata-kata yang sulit dipahami.

Uji Coba Kelompok Kecil Tabel 1.4 Hasil Penilaian Uji Kelompok Kecil terhadap Modul No

Item Pernyataan 1

1 2 3 4 5 6 7

Tampilan fisik modul (cover modul) Ketepatan pemilihan judul modul dengan paparan materi Kejelasan kerangka isi Kejelasan petunjuk penggunaan modul Pendahuluan sudah mendeskripsikan dengan jelas materi yang akan dibahas Kejelasan tujuan pembelajaran (standar kompetensi/ kompetensi dasar, dan TKP) Kesesuaian TKP dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar

10

2

Responden 3 4 5

6

Jml Skor

%

3

3

3

3

3

3

18

75,00

3 4 3

2 3 2

3 3 3

3 3 4

3 3 3

3 3 3

17 19 18

70,83 79,17 75,00

3

3

3

3

3

3

18

75,00

4

2

3

3

3

3

18

75,00

4

3

3

3

3

3

19

79,17

No 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Item Pernyataan

1

Ketepatan pemilihan ukuran dan jenis huruf Kejelasan contoh dan ilustrasi/gambar Ketepatan pemilihan gambar dan materi Kemudahan memahami istilah-istilah yang terdapat dalam paparan materi Kesesuaian antara tes formatif dan materi dengan tujuan pembelajaran Kejelasan latihan dan tugas yang diberikan Ketepatan pemilihan isi rangkuman Kebermanfaatan materi yang dipelajari Kesesuaian tes akhir kompetensi dengan standar kompetensi/kompetensi dasar Kejelasan cara penghitungan skor/nilai akhir kompetensi Munculnya keinginan untuk memperdalam materi

Jumlah Skor

2

Responden 3 4 5

6

Jml Skor

%

3 3 4

3 2 3

3 3 3

3 2 3

3 3 3

3 4 3

18 17 19

75,00 70,83 79,17

3

2

3

3

3

3

17

70,83

3 3 3 4

3 3 3 2

3 3 3 3

3 3 3 3

3 2 3 3

3 3 3 3

18 17 18 18

75,00 70,83 75,00 75,00

3

3

3

3

3

3

18

75,00

3

2

3

3

3

3

17

70,83

3 63

3 49

4 58

3 57

3 56

4 59

20 342

83,33

Rerata Persentase

75,00

Rerata persentase keseluruhan angket = (75,00 + 70,83 + 79,17 + 75,00 + 75,00 + 75,00 + 79,17 + 75,00 + 75,00 + 70,83 + 79,17 + 70,83 + 75,00 + 70,83 + 75,00 + 75,00 + 75,00 + 70,83 + 83,33 : 19 = 75%. Rerata persentase 75% menunjukkan bahwa daf IV modul berada dalam kriteria baik. Namun demikian, ada beberapa komentar dan saran dari peserta diklat yang perlu diperhatikan demi kesempurnaan modul ini.

Uji Coba Lapangan Berdasarkan penilaian hasil angket peserta diklat terhadap modul dalam uji coba lapangan dapat dilihat pada Tabel 1.5. Tabel 1.5 Hasil Angket Peserta Diklat dalam Uji Coba Lapangan. No

Item Pernyataan

1

Tampilan fisik modul (cover modul) Ketepatan pemilihan judul modul dengan paparan materi Kejelasan kerangka isi

2 3

Skor yang Diberikan Oleh Responden (30 Orang) 33343 33323 32334 33332 33333 43324 43434 43333 33333 33233 33333 33333 33333 33332 33333 22333 33333 33333

11

Jml Skor

Persentase %

90

75,00

93

77,50

87

72,50

No 4 5

6

7 8 9 10 11 12

13

14 15 16 17

18 19

Item Pernyataan

Skor yang Diberikan Oleh Responden (30 Orang) 24333 33333 32323 44232 42433 33433 33444 33333 33334 43433 32333 33443

Kejelasan petunjuk penggunaan modul Pendahuluan sudah mendeskripsikan materi yang akan dibahas Kejelasan tujuan pembelajaran 33333 (standar kompetensi, kompetensi 34333 dasar, TKP) Kesesuaian TKP dengan standar 34333 kompetensi dan kompetensi dasar 3 4 2 2 3 Kejelasan materi yang 34433 disampaikan dalam modul 32322 Ketepatan pemilihan ukuran dan 43444 jenis huruf 33242 Kejelasan contoh dan ilustrasi 23324 gambar 43343 Ketepatan pemilihan gambar 33333 dengan materi 33233 Kemudahan memahami istilah33333 istilah yang terdapat dalam 22332 paparan materi Kesesuaian antara tes formatif 33343 dan materi dengan tujuan 33322 pembelajaran Kejelasan latihan dan tugas yang 43334 diberikan 23333 Ketepatan pemilihan isi 34323 rangkuman 23234 Kebermanfaatan materi yang 34434 dipelajari 33344 Kesesuaian tes akhir kompetensi 43333 dengan standar 33233 kompetensi/kompetensi dasar Kejelasan cara penghitungan 43334 skor/nilai akhir kompetensi 22332 Munculnya keinginan untuk 33433 menperdalam materi 33232 Rerata Persentase

3 3 2 4 2 42 3 2 2 33433 43423 33342 42433 42234 34344 33334 34333 22333 34433 32233 34233 33333 43332

24223 32424 43332 43333 23332 33322 23333 22234 42334 33334 33342 33424

32333 43332 32333 43433 33333 23333 42333 33433 33342 23333 43333 23333

23332 32443 32332 33334 32324 43432 33333 32333

42333 23233 43322 33433

43333 42323 42223 32444

Jml Skor

Persentase %

90

75,00

97

80,83

90

75,00

89

74,17

93

77,50

91

75,83

88

73,33

89

74,17

88

73,33

89

74,17

89

74,17

89

74,17

94

78,33

89

74,17

87

72,50

89

74,17 75,04

Rerata persentase angket penilaian peserta diklat terhadap modul dalam uji coba lapangan adalah 75,04%, setelah dikonversikan dengan tabel tingkat validitas, menunjukkan bahwa draf modul pembelajaran ini berada dalam kriteria baik. Kriteria yang didapatkan pada saat uji coba lapangan adalah sama dengan kriteria yang diperoleh pada saat uji coba kelompok kecil. Namun demikian dilihat dari rerata persentasenya, penilaian pada saat uji coba lapangan terlihat ada 12

peningkatan sebesar 0,04% dibandingkan dengan persentase penilaian pada saat uji coba kelompok kecil yang hanya memperoleh persentase keseluruhan sebesar 75%. Berikut ini hasil penilaian guru/instruktur matadiklat Bubut Dasar terhadap modul pembelajaran Bubut Dasar dapat dilihat pada Tabel 1.6. Tabel 1.6 Angket Penilaian Guru Terhadap Modul Pembelajaran dalam Uji Coba Lapangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 10

12 13 14 15

Item Pernyataan Kemenarikan tampilan fisik modul Kejelasan isi petujuk penggunaan modul Kejelasan materi yang disampaikan dalam modul Kejelasan tulisan Kejelasan contoh dan ilustrasi/gambar Kemudahan memahami bahasa dan istilah yang digunakan Kesesuaian antara tes formatif dan materi dengan tujuan pembelajaran Kejelasan latihan dan tugas yanjuan pembelajaran diberikan Ketepatan pemilihan isi rangkuman Kesesuaian antara tes akhir kompetensi dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar Materi yang disampaikan mampu memberikan kemudahan bagi peserta diklat dalam memahami informasi, prosedur, dan keterampilan bubut dasar. Modul tepat digunakan oleh guru/instruktur Kejelasan cara penghitungan skor/nilai akhir kompetensi Modul ini, mampu mengaktifkan peserta diklat dalam pembelajaran Modul ini memberikan kemudahan dalam pembelajaran di bengkel. Jumlah Skor Rerata Persentase

Responden 1 2 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4

Jml Skor 7 7 7 7 8

% 87,50 87,50 87,50 87,50 100,00

4

3

7

87,50

3

3

6

75,00

3 3

3 4

6 7

75,00 87,50

3

4

7

87,50

4 3

4 4

8 7

100,00 87,50

3

4

7

87,50

3

4

7

87,50

4 50

4 56

8 106

100,00 88,33

Berdasarkan paparan data Tabel 1.6 dapat diketahui bahwa rerata persentase sebesar 88,33%. Setelah dikonversikan dengan tabel tingkat validitas, modul ini termasuk dalam kriteria sangat baik.

13

Pelaksanaan uji coba lapangan juga mencari tingkat keefektifan produk pengembangan tersebut dalam proses pembelajaran. Adapun materi yang diujikan hanya test kognitif skills. Hal ini disebabkan karena test kognitif skills merupakan salah satu tes yang berfungsi untuk mengetahui kemampuan/kompetensi peserta diklat dalam hal pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi tentang dasar-dasar melakukan pekerjaan dengan mesin bubut. Pretes diberikan kepada peserta diklat sebelum pembelajaran dimulai dan postes diberikan kepada peserta diklat setelah pembelajaran dengan modul selesai dilaksanakan.

Kajian Produk yang Telah Direvisi Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya produk akhir pengembangan modul bubut dasar berdasarkan KTSP dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging, dapat diselesaikan dengan baik. Berdasarkan hasil akhir uji coba lapangan, modul pembelajaran yang dikembangkan ini, telah berhasil menunjukkan kebermanfaatannya serta keefektifannya dalam pembelajaran. Hal ini didasarkan hasil wawancara dengan peserta diklat dan guru/instruktur mata diklat, di samping observasi langsung peneliti pada saat pembelajaran di bengkel. Komentar peserta diklat dan guru/instruktur menunjukkan bahwa modul pembelajaran ini sangat membantu dan memudahkan peserta diklat dalam memahami standar kompetensi melakukan pekerjaan dengan mesin bubut. Pada saat uji coba lapangan peserta diklat terlihat antusias dalam mengikuti pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan efektif. Hal ini dibuktikan dengan perolehan hasil belajar peserta diklat 14

sebelum pembelajaran (pretes) memperoleh skor rata-rata 39,67 dan sesudah pembelajaran (postes) memperoleh skor rata-rata 75,00, ada kenaikan perolehan skor sebesar 35,33. Dengan demikian, modul pembelajaran yang dihasilkan telah memberikan

konstribusi

yang

signifikan

terhadap

peningkatan

kualitas

pembelajaran. Idealnya

modul

pembelajaran,

yang

dikembangkan

harus

tetap

berpedoman pada prinsip belajar aktif. Belajar aktif adalah proses belajar yang disertai adanya aktivitas mental dan atau aktivitas fisik yang dapat mengoptimalkan pencapaian hasil belajar (Purwanto dan Sadjati, 2004). Contoh aktivitas mental dalam belajar aktif adalah berfikir, memilih, dan menerka, membayangkan, dan menyikapi. Sedangkan aktivitas fisik dalam belajar aktif, misalnya menulis atau melakukan praktik. Berikut ini akan dikaji secara obyektif dan tuntas wujud akhir (prototipe produk) pengembangan modul bubut dasar berdasarkan KTSP dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging. Modul yang baik dapat dilihat dari kualitas isinya, yakni; isinya sesuai dan tepat serta cakupan materinya cukup memadai, urutan materi tersaji secara sistematis, uraian dan contohnya jelas, memungkinkan terjadinya interaktivitas, misalnya ada suruhan tugas dan latihan fisik, layout dan ilustrasinya menarik, dan bahasa yang digunakan bersifat komunikatif dengan kalimat-kalimat sederhana, pendek, dan langsung. Selain itu, materi dalam modul harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, akurat dan komprehensif. Selain kualitas isi, kualitas fisik modul perlu juga diperhatikan. Kualitas fisik ini berkaitan dengan pemilihan jenis huruf (font). Ukuran pencetakan, dan 15

penjilidannya harus diperhatikan. Kerjasama tim yang solid dan komunikasi yang intensif antara penulis dengan semua unsur yang berpartisipasi dalam produksi modul ini, sangat diperlukan untuk menghasilkan modul yang baik. Berdasarkan data angket uji coba kelompok kecil dan lapangan, untuk item tampilan fisik mendapat penilaian dengan presentase rata-rata 75%. Jika dikonversikan dengan tabel tingkat validitas, tampilan fisik termasuk dalam kriteria baik. Ini menunjukkan bahwa ada peningkatan kualitas fisik setelah dilakukan perbaikan. Secara keseluruan modul bubut dasar yang dikembangkan menggunakan ukuran kertas A4. Ukuran kertas ini dipilih karena modul yang akan dibuat lebih banyak gambar-gambar, selain itu teks dan gambar diusahakan memenuhi 50% luas halaman kertas. Tinker dalam Sudarma (2006:107), menyatakan bahwa jika ingin memperoleh estetika teks, sebaiknya teks memenuhi luas halaman kertas sebanyak 50%.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tujuan pokok pengembangan modul bubut dasar berdasarkan KTSP adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging. Hal ini dapat dibuktikan dengan perolehan hasil belajar peserta diklat sebelum pembelajaran (pretes) memperoleh skor rata-rata 39,67 dan sesudah pembelajaran (postes) memperoleh skor rata-rata 75,00, ada kenaikan perolehan skor sebesar 35,33. Dengan demikian, modul bubut dasar yang dikembangkan telah memberikan

konstribusi

yang

signifikan

pembelajaran.

16

terhadap

peningkatan

kualitas

Saran Pemanfaatan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan produk ini, jika produk ini digunakan dalam proses pembelajaran praktik, adalah sebagai berikut. (1) modul pembelajaran ini didesain untuk pembelajaran praktik di bengkel, sehingga peran guru/instruktur masih diperlukan dalam memperjelas konsep, fakta dan prinsip dasar dalam kompetensi melakukan pekerjaan dengan mesin bubut, (2) tujuan pokok pengembangan modul ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging, dalam rangka meningkatkan kompetensi peserta diklat pada matadiklat bubut dasar, sehingga mencapai standar minimal kompetensi yang telah ditetapkan.

Saran Desiminasi Pembelajaran pengembangan modul ini dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta diklat Program Keahlian Teknik Pemesinan SMKN 1 Pungging. Apabila ingin digunakan pada SMK-SMK lain, perlu dilakukan penyesuaian dengan kondisi setempat. Mengingat modul ini baru melalui tahapan penilaian formatif, maka disarankan sebelum didesiminasikan secara lebih luas, perlu dilakukan penilaian sumatif. Dengan demikian, keefektifan dan keefisienan modul benar-benar teruji.

Saran Pengembangan Produk Lebih Lanjut Berdasarkan hasil uji coba menunjukkan bahwa produk pengembangan berupa modul Bubut Dasar sudah dalam kriteria baik, namun masih banyak aspek yang dapat dikembangkan. Beberapa saran pengembang/peneliti yang dapat dilakukan untuk pengembangan produk lebih lanjut, adalah sebagai berikut: (1) 17

perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut pada aspek yang lebih besar, dengan mengujikan keseluruhan materi yang ada dalam modul ini, (2) modul pembelajaran bubut dasar yang sudah dikembangkan perlu diperbaiki dan disempurnakan lagi terutama dari sisi desain dan media pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2006. Petunjuk Teknis Penyusunan Perangkat Uji Ujian Nasional Komponen Produktif dengan Pendekatan Project Work. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Dick, W., Carey, L. & Carey O. J. 2001. The Systematic Design Of Instruction. Fifth edition. London: Scott, L. Foresman and Company. Kuswandi, D. 2001. Validasi Media: Analisis Kelayakan Media yang Akan Dikembangkan. Bahan Kuliah tidak diterbitkan. Malang: Jurusan TEP FIP Universitas Negeri Malang. Puwanto dan Sadjati, I. M. 2004. Pendekatan Inovatif Instructional System Design dalam Perencanaan dan Pengembangan Bahan Ajar. Dalam Dwi Padmo (Ed). Teknologi Pembelajaran: Peningkatan Kualitas Belajar Melalui Teknologi Pembelajaran (hlm. 415-438). Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan. Sudarma, I. K. 2006. Pengembangan Paket Pembelajaran Dengan Model Dick and Carey Mata Kuliah Pengembangan Media Pendidikan II IKIP Negeri Singaraja. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

18

1

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA MULTISIMULASI DAN SIKAP SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR KONSEP ELEKTRONIKA DIGITAL SISWA KELAS I PROGRAM KEAHLIAN ELEKTRONIKA INDUSTRI DI SMK NEGERI 1 BLITAR

Imam Machfud

Abstract : The high quality of education is able to generate qualified graduates. Therefore, learning strategic which is able to improve the students’achievements through the stimulation of the students' attitude by using an attractive and enjoyable learning media is needed to ease students to understand the substance of education and training. By recalling that learning media and students’ learning attitude is a part of dimension to reach the students’ achievements, it needs the media strategy development of basic digital and computer electronicbased education and training in order to attract and stimulate the students' learning attitude in achieving the maximal achievements. This study aims at examining: (1) the difference of the electronic concept learning result in the basic digital and computer electronicbased education and training between students whose learning using the multisimulation media compared to students whose learning using the presentation media, (2) the difference of the electronic concept achievement in the basic digital and computer electronic-based education and training between students who have the high attitudes compared to between students who have the low attitudes, and (3) the interaction between media usage and students’ attitude toward the basic digital and computer electronic-based education and training. Based on findings, it is suggested that (1) teachers and the management of State Vocational I of Blitar develop and use multisimulation media in the teaching-learning process so that the students’ achievement will improve, (2) teachers and the management of State Vocational I of Blitar develop the learning media, especially the design of multisimulation media in order to stimulate the students’ learning attitude in order to improve the students’ achievement, and (3) teachers, school staffs, and related educational practitioners to examine and do further research involving a wider community about the usage of the learning media, and other aspects which influence the students’ achievement so that it obtains recommendation of the strategy of the learning media which is more comprehensive, especially for vocational school students. Kata kunci : Media multisimulasi, sikap siswa, hasil belajar siswa

2

Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehi-dupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan (SISDIKNAS, 2006). Lebih lanjut menurut Aqip, Z (2007:38) disebutkan bahwa guru yang profesional memiliki ciri yang mencakup hal-hal berikut : (1) mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya; (2) menguasai secara mendalam bahan atau mata pelajaran yang akan diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa; (3) bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui ber-bagai teknik evaluasi; (4) mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilaku-kannya, dan belajar dari pengalamannya; (5) seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Guru dan Dosen (pasal 1 ayat 1) dinyatakan bahwa : “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan sesuai dengan standar yang telah disepakati.

3

Kurikulum berbasis kompetensi adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan kompetensi dengan performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat diunjuk kerjakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi . Aspek-aspek yang mencakup dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian hasil pembelajaran yang mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi adalah sebagai berikut : (1) perencanaan pengajaran yang mencakup penjabaran isi yang tertuang dalam buku pedoman khusus penyusunan silabus penyesuaian pendekatan dan metode, penggunaan sarana dalam proses belajar mengajar, serta alokasi waktu; (2) pengorganisasian yang mencakup pengelolaan pembelajaran; (3) pelaksanaan proses belajar mengajar yang mencakup kegiatan-kegiatan kurikuler dan ekstra-kurikuler; dan (4) penilaian yang mencakup cara menentukan ketercapaian tujuan dan cara penilaian terhadap proses belajar mengajar. Dari segi pelaksanaan usaha pendidikan secara struktural operasional, salah satu usaha tersebut terwujud dalam bentuk kegiatan/proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan

kegiatan/proses

belajar

mengajar

dituntut

adanya

kemampuan

profesional dari guru, yang dalamnya terdapat juga kemampuan dalam hal pemanfaatan/penggunaan ”media pembelajaran” serta sumber sumber pendidikan lain yang dapat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar tersebut (Latuheru, 1988:13). Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang

4

disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru meng-ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkritkan dengan kehadiran media. Dengan demikian anak didik lebih mudah mencerna bahan dari pada tanpa bantuan media (Djamarah, 2006:120). Pengunaan alat-alat dalam proses mengajar bertujuan mempertinggi prestasi belajar pada umumnya. Dengan demikian teranglah pula bahwa guru harus mempunyai pengertian akan fungsi dan kedudukan alat-alat didalam pekerjaannya sehari-hari (Surakhmad, 1986:25). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis dengan beberapa guru SMK Negeri 1 Blitar khususnya guru pada Bidang Keahlian Elektronika, bahwa pembelajaran pada mata pelajaran Dasar Elektronika Digital dan Komputer yang berlangsung masih menggunakan ceramah yang diselingi dengan diskusi dan kadangkadang menggunakan media presentasi yaitu powerpoint dan itupun masih sulit dan masih banyak yang belum dipahami oleh siswa karena belum bisa menjelaskan proses kerjanya, sehingga materi masih memiliki kecenderungan statis karena penjelasannya sepotong sepotong. Menurut beberapa guru, masih banyak materi tentang pemahaman konsep yang sulit disampaikan kepada siswa karena cara kerja suatu alat, siswa masih harus menganalisis dulu atau benda yang harus dipahami oleh siswa tersebut berbeda dengan benda aslinya atau sudah terintegrasi dalam satu alat tertentu, misalnya Integrated Circuit (IC), disamping itu ketersediaan media untuk pembelajaran masih jauh dari cukup, yang pada akhirnya prestasi belajar siswa masih belum maksimal

5

sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sehingga perlu direncanakan media pembelajaran yang dapat membantu mengatasi keterbatasan tersebut. Melihat permasalahan tersebut media yang sesuai pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer adalah berupa media yang bisa menjelaskan proses kerja dan ujicoba atau simulasi materi ajar yaitu media multisimulasi. Diharapkan dengan media multisimulasi ini akan dapat menarik bagi siswa, menyenangkan dan membawa siswa lebih bersemangat untuk belajar. Media multisimulasi yang digunakan dalam pembelajaran pada penelitian ini adalah media yang berbasis komputer berupa software pembelajaran dari new-waveconcepts yaitu sebuah software yang di buat dan dipublikasikan oleh electronics CAD software for education and industry, yang digunakan oleh ribuan sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan bisnis-bisnis di seluruh dunia. Dikeliling dunia produkproduknya mempunyai suatu reputasi yang hebat dalam keunggulan dan inovasi teknologi. Software dapat di akses melalui internet dengan alamat situs : http://www.new-wave-concepts.com/ Pada software di home New Wave Concepts terdiri dari PCB Wizard, Livewire, Bright Spark, Control Studio dan Circuit Wizard. Circuit Wizard (Penuntun Sirkit) adalah suatu sistim revolusioner baru bahwa kombinasikan desain sirkit, PCB desain, simulasi dan CAD/CAM dalam satu kemasan yang lengkap. Bright Spark (Percikan Terang/Cerdas) adalah suatu kemasan simulasi kesenangan untuk belajar tentang banyak sekali elektronika. Livewire adalah suatu kemasan yang canggih untuk merancang dan menirukan sirkit-sirkit. Control Studio 2 adalah suatu kemasan simulasi yang sangat yang inovatif untuk membuat prototip sistem elektronik.

6

Berdasarkan latar belakang masalah diatas penelitian ini bertujuan untuk menguji: (1) apakah ada perbedaan hasil belajar konsep elektronika digital, antara siswa yang pembelajarannya mengunakan media multisimulasi dan siswa yang pembelajarannya menggunakan media presentasi, (2) apakah ada perbedaan hasil belajar konsep elektronika digital, antara siswa yang mempunyai sikap tinggi dan siswa yang mempunyai sikap rendah pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, (3) apakah ada pengaruh interaksi antara pembelajaran yang menggunakan media multisimulasi dan sikap siswa terhadap hasil belajar konsep elektronika digital.

METODE Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan desain eksperimen semu (quasy experiment) yaitu eksperimen yang kurang murni, karena tidak bisa sepenuhnya melakukan kontrol (Ardana, 1987). Penelitian eksperimen ini bertujuan membandingkan perolehan hasil belajar dari dua strategi pembelajaran yang berbeda beserta variabel moderator yang mempengaruhinya. Pada eksperimen ini menetapkan dua kelompok subyek yang diteliti setelah memenuhi kriteria homogenitas. Kelompok pertama adalah kelompok dengan media multisimulasi dan kelompok kedua dengan media presentasi (power point). Hal ini dilakukan karena peneliti ingin menguji variabel bebas yang terdiri dari pembelajaran dengan media multisimulasi dan media presentasi. Sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar dan variabel moderatornya adalah sikap siswa terhadap mata pelajaran.

7

Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 1 Blitar dalam situasi sekolah, jadwal pelajaran, dan pengambilan subjek penelitian tidak dilakukan secara acak (random) dan pemilihan kelompok subjek penelitian telah terbentuk secara wajar Penelitian ini akan mengkaji tiga variabel seperti variabel bebas pendekatan mengajar (menggunakan media multisimulasi dan media presentasi), variabel moderator (sikap siswa terhadap mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer), dan variabel terikat (hasil belajar konsep elektronika digital). Pelaksanaan eksperimen dalam penelitian ini akan membandingkan dua pendekatan mengajar, yakni pendekatan mengajar menggunakan media multisimulasi dan tanpa media. Dengan demikian rancangan penelitian eksperimen ini menggunakan ANOVA dua jalur ( Factorial Design axb) seperti berikut:

Media Pembelajaran Multisimulasi Sikap

Presentasi

Tinggi

Y

Y

Rendah

Y

Y

Gambar.1. Rancangan Penelitian. (Sumadi Suryabrata, 2003:119) Sesuai dengan rancangan penelitian ini, maka pada tahap pertama diberikan prates kepada kedua kelompok untuk mengetahui seberapa besar tingkat pemahaman siswa terhadap konsep elektronika digital. Pada tahap kedua , kelas eksperimen diberi perlakuan berupa penggunaan media multisimulasi dalam menyajikan materi konsep elektronika digital, sedang-kan kelas kontrol materi konsep elektronika digital disajikan dengan mengunakan media presentasi dengan power point. Pada tahap

8

ketiga, kedua kelas diberikan tes evaluasi hasil belajar untuk mengetahui tingkat kemajuan dan daya serap siswa setelah perlakuan dan untuk melihat keefektifan kedua perlakuan tersebut. Pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan oleh guru mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer

yang sama baik untuk kelas I

eksperimen maupun untuk kelas I kontrol. Untuk efektifnya pelaksanaan eksperimen, guru dilatih lebih dahulu oleh peneliti melaksanakan pendekatan mengajar menggunakan media multisimulasi selama satu kali pertemuan. Prosedur pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel .1. Prosedur pelaksanaan penelitian Jenis Perlakuan MM TM

1 PS&Prates PS&Prates

2 MM MP

Pertemuan dan Jenis Kegiatan 3 4 5 6 7 MM MM MM MM MM MP MP MP MP MP

8 Pascates Pascates

Keterangan : MM = Pendekatan mengajar menggunakan media multisimulasi MP = Pendekatan mengajar tanpa menggunakan media presentasi PS = Pengukuran sikap

Jumlah paralel kelas I program keahlian elektronika industri adalah dua kelas dengan masing-masing kelas beranggotakan 36 siswa. Jadi jumlah siswa kelas I program keahlian elektronika industri secara keseluruhan adalah 72 siswa. Dengan pertimbangan bahwa antara kedua kelas tersebut pengetahuannya mengenai mata pelajaran elektronika digital dan komputer

relatif sama.

Satu kelas digunakan

sebagai kelompok eksperimen dan satu kelas sebagai kelompok kontrol. Tahapan pelaksanaannya adalah :

9

(1) Prates, dalam penelitian ini, hasil belajar siswa dalam pembelajaran konsep elektronika digital yang dijadikan responden diukur dengan menggunakan berupa soal sebanyak 35 item dalam bentuk obyektif tes dengan skor 2,85, dengan demikian skor harapan makimum sebesar 100. Berdasarkan skor harapan tersebut dapat ditentukan interval skor pada masing masing kelas atau jenjang, yang menggambarkan kriteria hasil belajar siswa dalam pembelajaran konsep elektronika digital yang dijadikan resonden terdiri dari empat tingkatan, yaitu : kurang, cukup, sedang dan tinggi. Standar yang sering digunakan dalam menilai hasil belajar dapat dibedakan kedalam beberapa kategori, yakni : (1) standar seratus (0 – 100), (2) standar sepuluh (0 – 10), (3) standar empat (1 – 4) atau dengan huruf (A-B-C-D). Dalam standar ini huruf A setara dengan 4 artinya istimewa; huruf B setara dengan 3 artinya memuaskan; huruf C setara dengan 2 artinya cukup; huruf D setara dengan 1 artinya kurang. (Sudjana; 1995:117). Data tentang hasil belajar siswa kelas eksperimen dalam pembelajaran konsep elektronika digital yang dijadikan responden dan berhasil dikumpulkan secara kwantitatif menunjukkan bahwa skor minimum = 57, dan skor maksimum = 77. Sesuai dengan interval skor prates, maka persentase perolehan skor ke-mampuan awal kelas eksperimen ditemukan sebanyak 26,67% atau 8 siswa berkategori cukup, 46,67% atau 14 siswa kategori sedang, 26,67% atau 8 siswa kategori tinggi. Persentase tertinggi sebesar 46,67 % dengan katagori sedang. Sedangkan pada kelas kontrol diperoleh sebanyak 46,67% atau 14 siswa berkategori cukup, 53,33% atau 16 siswa kategori sedang, berkategori sedang 0%

10

atau tidak ada, dan kategori tinggi 0 % atau tidak ada. Persentase tertinggi pada kelas kontrol sebesar 53,33% dengan kategori sedang. (2). Pascates. Berdasarkan skor harapan tersebut dapat ditentukan interval skor pada masing masing kelas atau jenjang, yang menggambarkan kriteria hasil belajar siswa dalam pembelajaran konsep elektronika digital yang dijadikan resonden terdiri dari empat tingkatan, yaitu : kurang, cukup, sedang dan tinggi. Sesuai dengan interval skor pascates, maka persentase perolehan skor kemampuan akhir kelas eksperimen seperti pada Tabel 4.6 ditemukan sebanyak 0 % atau tidak ada yang berkategori kurang, sebanyak 20% atau 6 siswa berkategori cukup, sebanyak 40% atau 12 siswa kategori sedang dan 40% atau 12 siswa kategori tinggi. Persentase tertinggi sebesar 40 % dengan katagori sedang dan tinggi. Dilihat dari sebaran data atau distribusinya, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran konsep elektronika digital yang dijadikan responden tidak berdistribusi secara normal simetris sempurna, oleh karena mean tidak sama dengan median, mean sebesar 75,26 , median sebesar 72,50, dan modenya sebesar 68,00, serta standard deviasi 7,96. Sedangkan pada kelas kontrol diperoleh sebanyak 16,67% atau 5

siswa

berkategori kurang, sebanyak 43,33% atau 13 siswa kategori cukup, sebanyak 33,33% atau 10 siswa kategori sedang, dan 6,67% atau 2 siswa berkategori tinggi. Persentase tertinggi pada kelas kontrol sebesar 43,33% dengan kategori cukup. Berdasarkan data pascates hasil belajar, maka dapat dideskripsikan bahwa hasil pascates mata pelajaran Elektronika Digital dan Komputer, dari 30 siswa kelas eksperimen memperoleh nilai lebih baik dari pada kelas kontrol. Persentase

11

perubahan nilai dari kelas eksperimen dan kelas kontrol yang meliputi nilai prates dan pascates adalah seperti tabel 2

Tabel 2. Persentase Perubahan Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kontrol Kontrol Kriteria Hasil Belajar

Kelas I EI1 (Kelas Eksperimen)

Kelas I EI 2 (Kelas Kontrol)

Prates

Persenta se

Pascates

Persenta se

Prates

Persenta se

Pascates

Persenta se

Kurang

0

0

0

0

0

0

5

16,67

Cukup

8

26,67

6

20

14

46,67

13

43,33

Sedang

14

46,67

12

40

16

53,33

10

33,33

Tinggi

8

26,67

12

40

0

0

2

6,67

Total

30

100

30

100

30

100

30

100

Berdasarkan data pada tabel 2, dapat dideskripsikan bahwa hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dari 60 siswa yang dijadikan responden mengalami peningkatan, dimana kelas eksperimen prates yang berada kategori cukup sebanyak 26,67% siswa mengalami peningkatan menjadi 20%, selanjutnya pada kategori sedang sebanyak 46,67% siswa mengalami penurunan menjadi 40%, sedangkan pada kategori tinggi sebanyak 26,67% siswa mengalami peningkatan menjadi 40%. Demikian juga di kelas kontrol pada prates, persentase perolehan nilai mengalami peningkatan dan penurunan yaitu pada kategori kurang sebanyak 0%, siswa mengalami penurunan pada pascates menjadi 16,67%, pada kategori cukup sebanyak 46,67% siswa mengalami peningkatan pada pascates menjadi 43,33%, selanjutnya pada kategori sedang sebanyak 53,33% siswa mengalami penurunan menjadi 33,33%,

12

sedangkan pada kategori tinggi sebanyak 0% siswa mengalami peningkatan menjadi 6,67%. Angka kenaikan hasil belajar yang telah dianalisis diperoleh dari selisih kenaikan antara hasil prates dan pascates. Angka kenaikan tersebut menggambarkan adanya perubahan yang positif terhadap hasil belajar siswa setelah dilaksanakan perlakuan dengan menggunakan media multisimulasi dalam proses pembelajaran dikelas. (3) Sikap Siswa, Sikap siswa terhadap mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer pada masing masing kelompok belajar, subyek penelitian dipilah menjadi dua kelompok yaitu kelompok siswa yang bersifat positif (tinggi) terhadap mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer dan kelompok negatif (rendah) terhadap mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer. Untuk menentukan sikap tinggi dan rendah peneliti menggunakan kriteria berdasarkan median dari skor skala sikap yang diperoleh siswa. Pemilihan skor median sebagai dasar pengelompokan sikap siswa terhadap mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer bertujuan agar jumlah siswa yang bersikap rendah dan tinggi seimbang. Ada tiga ukuran kecenderungan memusat yang paling banyak digunakan yakni modus, median dan mean (nilai rata-rata). Median adalah titik tengah dari data yang telah diurutkan sehingga membatasi, setengahnya berada dibawahnya dan setengah lagi berada diatasnya. (Sudjana, 1995:108) Keseimbangan jumlah siswa tersebut diharapkan akan berdampak pada keseimbangan jumlah siswa pada masing-masing sel perlakuan. Keseimbangan jumlah siswa disetiap sel akan menambah kepekaan statistika yang digunakan. Siswa

13

dengan skor sikap dibawah skor median dikelompokkan kedalam kelompok siswa yang bersikap rendah dan diatas median dikelompokkan siswa yang bersikap tinggi. Sikap siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol diukur dengan menggunakan kuisener yang terdiri dari 40 butir pertanyaan dan pernyataan dengan 5 kriteria pilihan yaitu sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Penilaian sikap belajar siswa pada masing-masing kelas dibuat tabel sikap belajar denga 2 kriteria yaitu sikap belajar tinggi dan sikap belajar rendah. Data tentang sikap belajar siswa kelas eksperimen dalam pembelajaran konsep elektronika digital yang dijadikan responden dan berhasil dikumpulkan, secara kuantitatif menunjukkan bahwa skor belajar tertinggi pada kelas eksperimen 159 dan skor terendah 140, sehingga diperoleh nilai rentang interval = 9,5 = 10. Selanjutnya disusun tabel kriteria penilaian sikap kelas eksperimen, dimana interval 140 – 149 mempunyai kriteria rendah, sedangkan interval 150 – 159 mempunyai kriteria tinggi. Berdasar tabel kriteria penilaian sikap kelas eksperimen selanjutnya dibuat tabel distribusi frekwensi sikap siswa kelas eksperimen. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi sikap siswa kelas eksperimen ditemukan sebanyak 53,33% atau 16 siswa berkategori sikap rendah dan sebanyak 46,67% atau 14 siswa kate-gori sikap tinggi. Persentase tertinggi sebesar 53,33% dengan kategori rendah seperti terlihat Sedangkan pada kelas kontrol, skor tertinggi 159 dan skor terendah 132, sehingga diperoleh nilai rentang = 13,5 = 14. Selanjutnya disusun tabel kriteria sikap siswa kelas kontrol, dimana untuk interval 132 – 145 mempunyai kriteria rendah, sedangkan pada intervl 146 – 15 mempunyai kriteria tinggi. Dari tabel kriteria sikap kelas kontrol selanjutnya dibuat tabel distribusi frekuensi sikap siswa kelas kontrol,

14

dimana berdasarkan tabel tersebut ditemukan sebanyak 60% atau 18 siswa kategori rendah dan 40% atau 12 siswa berkategori tinggi. Persentasi tertinggi sebesar 60% dengan kategori sikap siswa yang rendah.

HASIL

Data yang digunakan untuk pengujian normalitas dan homogenitas varian didasarkan pada hasil pengukuran sebelum dan sesudah subyek diberi perlakuan yaitu skor prates dan pascates. Uji normalitas sebaran data

setiap kelompok subyek

dihitung dengan bantuan program SPSS 12. Selanjutnya, uji normalitas berdasarkan uji Kolmogorof Smirnof, sedangkan uji homogenitas varian ber-dasarkan uji Levene. Dari hasil uji Normalitas berdasarkan uji Kolmogorof Smirnof menunjukkan bahwa nilai signifikansi adalah 0,711, sehingga dapat disimpulkan bahwa skor hasil belajar konsep elektronika digital pada mata pelajaran elektronika digital dan komputer siswa yang diajar dengan pendekatan mengajar menggunakan media multisimulasi berdistribusi normal. Dan juga hasil uji Normalitas berdasarkan uji Kolmogorof Smirnof menunjukkan bahwa nilai signifikansi adalah 0,534, sehingga dapat disimpulkan bahwa skor hasil belajar konsep elektronika digital yang diajar dengan pendekatan mengajar tanpa media, berdistribusi normal. Selanjutnya dilaksanakan pengujian homogenitas varian berdasarkan uji Levene dan hasilnya menunjukkan bahwa data yang diuji adalah homogen. Berdasarkan hasil pengujian normalitas dan uji homogenitas, maka kriteria untuk menggunakan perangkat tes parametrik sebagai analisis statistik telah memadai,

15

sehingga hipotesis statistik (H0) dalam penelitian dapat diuji dengan menggunakan teknik Anova dua jalur (Ferguson, 1989).

Tabel .3. Ringkasan Hasil ANOVA. Sumber Varian Pendekatan Mengajar

Df 1

Means Square 848,459

Fratio 23,365

Probabilitas 0,000

Sikap Siswa

1

208,808

5,750

0,020

Interaksi( Media dan Sikap)

1

16,459

0.453

0,504

Dari hasil analisis varian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa: Ho untuk hipotesis 1 ditolak karena nilai signifikansi adalah 0,000, jadi probabilitas (sig.) 0,000 < 0,05, artinya terdapat perbedaan hasil belajar konsep elektronika digital pada mata pelajaran elektronika digital dan komputer yang signifikan, antara kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan mengajar menggunakan media multisimulasi dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan media presentasi. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis bahwa kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan mengajar menggunakan media multisimulasi hasil belajar konsep elektronika digital lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajar dengan pendekatan mengajar menggunakan media presentasi. Ho untuk hipotesis 2 ditolak karena nilai signifikansi 0,020, jadi probabilitas (sig.) 0,020 < 0,05, artinya terdapat perbedaan hasil belajar konsep elektronika digital pada mata pelajaran elektronika digital dan komputer yang signifikan, antara

16

kelompok siswa yang mempunyai sikap tinggi dengan kelompok siswa yang mempunyai sikap rendah. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis bahwa kelompok siswa yang mempunyai sikap tinggi lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang mempunyai sikap rendah terhadap mata pelajaran elektronika digital dan komputer. Ho untuk hipotesis 3 diterima karena nilai signifikansi 0,504, jadi probabilitas (sig.) 0,504 > 0,05, artinya tidak terdapat interaksi antara pendekatan mengajar (menggunakan media dan tanpa media) dengan sikap siswa pada mata pelajaran elektronika digital dan komputer terhadap hasil belajar konsep elektronika digital pada mata pelajaran elektronika digital dan komputer.

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pendekatan mengajar (menggunakan media multisimulasi dan media presentasi)

dan sikap siswa pada mata pelajaran elektronika digital dan

komputer, tidak berpengaruh secara bersama-sama terhadap hasil belajar konsep elektronika digital pada mata pelajaran elektronika digital dan komputer.

PEMBAHASAN Hasil pengolahan data dan pengujian data menunjukkan pendekatan mengajar menggunakan media multisimulasi lebih unggul dalam memahamkan materi pelajaran dibandingkan dengan pendekatan mengajar menggunakan media presentasi. Dari hasil penelitian ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dilihat dari segi stimulan terhadap siswa selama proses pembelajaran menggunakan media multisimulasi lebih banyak menemukan stimulan daripada pembelajaran menggu-

17

nakan media presentasi. Sehingga hasil belajar siswa yang belajar dengan menggunakan media multisimulasi lebih baik daripada siswa yang belajar dengan mengunakan media presentasi. Sebagai hasil dari stimulan ini dapat memberikan sumbangan nyata terhadap hasil belajar konsep elektronika digital. Kemudian berdasarkan pengolahan data dan pengujian data menunjukkan bahwa kelompok siswa yang memiliki sikap tinggi memperoleh nilai hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki sikap rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara sikap siswa dengan hasil belajar konsep elektronika digital . Ditinjau dari perkembangan sikap yang dimiliki siswa ternyata media pembelajaran multisimulasi dapat menumbuhkan minat dan sikap siswa kearah yang lebih positif. Semakin tinggi sikap siswa semakin tinggi pula perolehan hasil belajarnya. Atas dasar hal tersebut perlu dikembangkan melalui suatu metode pembelajaran yang lebih banyak

meng-aktifkan indera siswa dalam mencari

informasi dan memecahkan masalah yang dihadapi. Selanjutnya berdasarkan pengolahan data dan pengujian data menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara pendekatan mengajar menggunakan media dan tanpa media dengan sikap siswa pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer ter-hadap hasil belajar konsep elektronika digital pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer. Data mengenai hasil belajar konsep elektronika digital pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelompok siswa yang memiliki sikap tinggi dan kelompok siswa yang memiliki sikap rendah berbeda secara signifikan.

18

Berdasarkan hal tersebut maka temuan penelitian ini dapat memberi ketegasan bahwa belajar merupakan peristiwa yang kompleks yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal dari siswa. Faktor internal siswa misalnya kecerdasan, mortivasi berprestasi, kebiasaan belajar, gaya belajar, hal tersebut merupakan faktor yang memberi andil pada hasil belajar siswa. Sedangkan faktor eksternal seperti lingkungan dan kesempatan yang tersedia, alat-alat yang diper-gunakan

dalam kegiatan belajar mengajar, keadaan keluarga, juga akan

membe-rikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan, maka ada beberapa temuan penelitian yang dapat disimpulkan

antara lain, pertama pembelajaran dasar

elektronika digital dan komputer dengan pendekatan mengajar menggunakan media multisimulasi hasilnya lebih baik dari pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan mengajar dengan media presentasi. Hal ini ditandai dengan peningkatan hasil belajar siswa sebesar 4,16 %, dimana nilai rata-rata pendekatan mengajar tanpa media adalah 18,34% dan pendekatan mengajar menggunakan media adalah 22,5%. Kedua terdapat hubungan yang signifikan antara sikap siswa pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer dengan hasil belajar konsep elektronika digital pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer, dimana sumbangan sikap siswa sebesar 6 % terhadap hasil belajar konsep elektronika

19

digital pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer. Kelompok siswa yang memiliki sikap tinggi pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer, mencapai perolehan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang bersikap rendah terhadap mata pelajaran mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer. Perolehan hasil belajar siswa yang bersikap tinggi terhadap mata pelajaran mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer mempunyai skor rata-rata 72,73 , sedangkan siswa yang bersikap rendah terhadap matapelajaran mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer mempunyai skor rata-rata 71,44. Ketiga tidak ada interaksi antara pendekatan mengajar (menggunakan media multisimulasi dan media presentasi) dengan sikap siswa pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer terhadap hasil belajar konsep elektronika digital pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer. Pengaruh penggunaan media multisimulasi dan media presentasi terhadap hasil belajar konsep elektronika digital tidak tergantung dari sikap belajar siswa, demikian juga sebaiknya.

Saran

Studi ini menghasilkan rancangan pembelajaran dengan menggunakan media multisimulasi dimana guru mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer sebaiknya menggunakan media multisimulasi terutama dalam menanamkan kepada siswa tentang pentingnya menguasai konsep elektronika digital, sehingga akan

20

mempermudah dalam memahami mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer. Bagi

pengelola

sekolah

khususnya

departemen

elektronika

perlu

meningkatkan kualitas dan kuantitas media pembelajaran khususnya penggunaan media multisimulasi, tidak hanya pada mata pelajaran dasar elektronika digital dan komputer saja tetapi juga untuk mata pelajaran produktif lainnya. Kemudian dalam menerapkan pendekatan mengajar menggunakan media, guru

mata

pelajaran

dasar

elektronika

digital

dan

komputer

hendaknya

memperhatikan faktor karakteristik siswa, daya ingat, motivasi berprestasi, kebiasaan belajar, gaya belajar agar diperoleh hasil belajar yang optimal. Disamping itu diperlukan pembinaan secara komprehensif, terutama pembinaan mental dan sikap sehingga seluruh siswa akan memiliki sikap yang tinggi dalam proses pembelajarannya, untuk itu perlu peningkatan pelayanan guru BP/BK. Kemudian penelitian lanjutan perlu dengan cakupan populasi yang lebih luas dan komplek sehingga diperoleh pengaruh manfaat media dan sikap hasil belajar yangn lebih komprehensif serta mengupayakan memadukan beberapa variabel seperti pendekatan

mengajar dengan karakteristik siswa, gaya belajar siswa untuk

mengungkap pengaruhnya terhadap hasil belajar sebagai variabel terikat

21

DAFTAR RUJUKAN Achsin, A. 1986. Media Pendidikan dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Ujung Pandang: Penerbit IKIP Ujung Pandang. Alhusin, S., 2002. Aplikasi statistik praktis dengan SPSS 12 for Windows. Yogyakarta: J & J Learning. Aqib,Z., 2007. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: CV.Irama Widya. Ardhana, Wayan., 1987. Bacaan Pilihan dalam Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Depdikbud. Arif, S., 1988. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta: Mediyatama sarana. Arikunto, S., 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta Arikunto, S., 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara Arsyad, A. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press Ary, Donald, 2004. Introduction to Research in Educatio, sixth edition. USA:Belmont Azwar, S., 2000. Sikap manusia: Teori dan pengukurannya Edisi ke 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S., 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cronbach, L.J. 1947. Tes Reliability. Its meaning and determination. Psychometrika, 16, 297-334 Dale, E. 1969. Audiovisual Methods in Teaching. New York: Holt Degeng, JNS. 2000. Teori Belajar dan Pembelajaran Materi penataran Applied Approch. Malang : LP3.UM. Degeng, JNS.1992. Strategi Pembelajaran. Malang:IPTPI di IKIP malang

22

Djamarah, S.B. dan Zain, A.2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta Ferguson,G.A., & Hugh, J.A. 1989. Statistical Analysis in Psychologi and education, New York:Mc Graw Hill Fokusmedia, 2006. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung : Fokusmedia. Furchan, A. 1982. Pengantar Penelitian dalam pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional Hamalik, O. 2001. Cara Belajar Siswa aktif. Bandung: Rosda Karya. Latuheru, J. 1988. Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta : P2LPTK Lemlit., 1997. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang: IKIP Malang. Likert, R., 1932. “A Technique for the measumenet of attitudes.” Archives of Psychology, No. 140. Mulyasa., E., 2004. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Bandung. Mulyasa, E., 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Bandung. New Wave Conceps. 2008. Electronic CAD Softwere for Education and Industry, (Online), (http://www.new-wave-concepts.com/, diakses 12 Januari 2008) Pardosi, M. 2001. Microsoft Power Point. Surabaya : Indah Rachmad, N., 1979. Proses penyusunan skala sikap. Bandung: IKIP Bandung. Setyosari, P., 1991. Pengajaran Modul, Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas IKIP Malang. Sudjana, N. 1990. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Sudjana, N. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Sudjana, S. 1989. Metode Statistik. Bandung: Tarsito

Surakhmad, W. 1986. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito

23

Suryabrata, S., 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Tim Penyusun Bahan Ajar Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang. 2006. Media Pembelajaran. Malang : Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang Tuckman, B. W., 1999. Conducting educational research. New York: Harcourt Brace Javanovich, Inc. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Balitbang Depdiknas Wahana Komputer, 2004. Pengolahan data Statistik dengan SPSS 12. Yogyakarta : Andi Offset Winarsunu, T., 2002. Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETAATAN PADA PERATURAN K3 LAS SISWA SMK SE MALANG RAYA Oleh Eko Djulianto Tesis Program Studi Pendidikan Kejuruan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang. Upaya-upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan telah banyak dilakukan oleh pemerintah dan dilaksanakan oleh sekolah dengan tujuan utamanya untuk mendapatkan suatu lulusan yang cukup berkualitas yang mampu bersaing untuk mengisi suatu lowongan pekerjaan (labor market) baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional (global market). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan itu harus disesuaikan dengan tuntutan aktual di masyarakat baik untuk masa sekarang maupun mendatang (Starkweather, 1982: 226). Faktor keselamatan dan Kesehatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semestinya semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Namun mengapa masih saja terjadi kecelakaan ketika karyawan sedang bekerja. (Tb. Sjafri Mangkuprawira) Keselamatan kerja didefinisikan sebagai keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Sedangkan definisi Kesehatan Kerja adalah iklim kerja yang menunjang terciptanya kondisi sehat bagi pekerja maupun lingkungan kerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap seberapa besar faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap siswa di SMK se Malang Raya dalam mentaati peraturan K3 las. Peneliti menetapkan 4 faktor yang dapat diungkap, yaitu: (1) pengetahuan K3 siswa, (2) kondisi manajerial K3 las, (3) keteladanan K3 guru Diklat las, dan (4) sarana prasarana K3 las, dengan deskripsi operasional masingmasing variabel sebagai berikut : (A). Pengetahuan K3 siswa, sebagai aspek kognitif, pengetahuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) las siswa adalah penguasaan pengetahuan siswa tentang materi K3 dalam pekerjaan las. Pengetahuan K3 Siswa meliputi (1) prosedur keselamatan dan kesehatan kerja, (2) bahaya-bahaya yang dapat terjadi dalam bekerja, (3) prinsip kerja las (4) pengetahuan bahan, (5) prosedur bekerja dan (6) prosedur pertanggung jawaban di tempat kerja.; (B). Menejerial K3 las, merupakan ranah psikomotorik dalam bentuk sistem pelayanan yang harus dilakukan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindakan perbaikan yang berkelanjutan tentang target pelaksanaan K3. Perencanaan K3 meliputi : (1) lay-out tempat kerja, (2) pelabelan (termasuk tanda-tanda peringatan), (3) sistem pelayanan peralatan dan bahan, (4) administrasi bengkel yang meliputi : (a) inventarisasi, (b) laporan kondisi peralatan (baik/layak, perlu perbaikan, peremajaan/pengadaan maupun penghapusan), serta

i

(5) perbaikan dan perawatan; (C). Keteladanan K3 guru mata diklat las yang merupakan ranah afektif adalah sikap konsistensi guru mata diklat las dalam memberikan contoh cara kerja yang benar tanpa meninggalkan penerapan K3 dalam penyampaian materi-materi kerja las. Langkah K3 yang digunakan guru adalah dengan mengadakan instruksi keselamatan untuk penanganan bahan, pengoperasian mesin dan jenis pekerjaan. Sebagai contoh diantaranya control periodik pada gas asetelin maupun oksigen untuk jenis pekerjaan OAW (oxi aseteline welding) dan dampak negative dari kesalahan prosedur menyalakan dan mematikan nyala api pada las asetelin tidak dapat ditunjukkan dalam demontrasi karena akan menimbulkan ledakan sebagai akibat nyalabalik (fire back). Sehingga cukup diberikan dalam bentuk instruksi dan penjelasan.; (D). Sarana prasarana K3 las secara spesifik mengandung pengertian bahwa ketersediaan sarana prasarana K3 las yang efektif dan dominan terpakai secara optimal pada setiap kegiatan praktek las, yang meliputi sarana APD meliputi : (1) pelindung kulit dan tangan (gloove/sarung tangan, afront/pelindung dada, facesield /pelindung muka) (2) perlindungan mata (kacamata las, topeng las, facesield), (3) perlindungan kaki, (safety shoes), (4) perlindungan pernafasan, (sparator/masker), serta prasarana yang berhubungan dengan keamanan dan kenyamanan tempat kerja.; (E). Sikap siswa dalam mentaati peraturan K3 las yang merupakan ranah afektif adalah segala sikap aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran diklat las, taat menggunakan alat pelindung diri yang disyaratkan secara minimal yaitu pelindung muka, sarung tangan, masker, afront dan bersepatu kulit pada saat melakukan pengelasan. Diantara faktor yang mendukung sikap siswa dalam mentaati peraturan K3 las yaitu : (1) Keterampilan meliputi : (a) mampu mengartikan intruksi/tugas kerja sesuai spesifikasi pekerjaan, (b) mampu melakukan berbagai jenis pekerjaan las, (c) mampu melakukan pekerjaan sesuai dengan standar kesehatan dan keselamatan kerja las, (d) dapat membuat/ melakukan pencatatan kerja (laporan kerja) dengan baik, (e) mengerti dan bekerja sesuai prosedur kerja, dan (2) Sikap kerja siswa yang meliputi : (a) teliti, (b) sabar, (c) cermat, (d) hati-hati, (e) memiliki kreatifitas dan apresiasi seni, serta (f) berorientasi pada hasil akhir yang baik Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan teknik analisis regresi linier ganda. Populasi yang menjadi objek penelitian adalah 1.018 siswa kelas II semester 4 SMK se Malang Raya jurusan mesin perkakas, tahun ajaran 2007/2008 pada pembelajaran kerja las, dengan sasaran 13 SMK. Dengan pedoman Monogram Harry King, selanjutnya 255 siswa dijadikan sebagai responden dari sampel yang diambil secara random. Pengumpulan data penelitian sepenuhnya dengan angket. Sebelum angket disebar, peneliti melakukan uji instrumen kepada responden dengan mengambil sampel sebanyak 30 siswa (pembulatan dari 10 % jumlah sampel) yang diperoleh dari 2 SMK Swasta dan 1 SMK Negeri, masingmasing 10 siswa. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa tiap-tiap item instrumen yang digunakan telah memenuhi syarat validitas dan realibilitas sebagai alat ukur data penelitian.Validitas merupakan syarat penting dari suatu test, karena menjamin dapat tidaknya suatu test menjalankan fungsinya, yaitu menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur yang hendak diukur dan seharusnya

ii

diukur. Untuk menentukan gugur tidaknya item test dari setiap variabel didasarkan pada tabel r product moment dengan N = 30 dengan taraf signifikansi 5 %, yaitu r = 0,361. Item test dikatakan valid, jika hasilnya sama atau lebih besar dibanding r tabel. Dan dikatakan gugur atau tidak valid, jika hasilnya kurang dari r tabel. Uji validitas instrumen menggunakan analisa r Product Moment dari Pearson Correlations dan Uji realibilitas menggunakan analisa r Product Moment dari Spearman-Brown Correlations. Agar analisa regresi linier ganda memenuhi syarat pengujian maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas, linieritas, multikolinier dan heteroskedastisitas. Uji normalitas Dilakukan untuk membuktikan bahwa populasi penelitian terdistribusi normal menggunakan analisis statistik satu sampel KolmogrovSmirnov (Uji K-S) sig.>0,05=data normal dan grafik Normal P-P Plot dengan diagram pencar (Scatter plot). Uji linieritas untuk melihat hubungan linier antara variabel terikat (Y) dengan variabel bebas (X1, X2, X3, atau X4, menggunakan scatterplot (diagram pencar) mengarah keatas. Dengan menggunakan analisis Anova membuktikan adanya linieritas pada hubungan dua variabel data linier garis regresi dan Anova (F) untuk variabel: (X1dan Y), (X2 dan Y) ), (X3 dan Y) ), (X4 dan Y) ), (X1,X2,X3, dan X4 dengan Y). Uji multikolinier untuk mengetahui besarnya hubungan antar variabel bebas (X1, X2, X3 dan X4). Dengan menggunakan Uji Faktor Varian Inflasi (VIF) untuk variabel (X1dan Y), (X2 dan Y) , (X3 dan Y) , (X4 dan Y) , (X1,X2,X3, dan X4 dengan Y) apabila nilai toleransi dan VIF lebih besar dari 0,05, maka variabel dinyatakan bebas dari multikolinieritas. Uji autokorelasi dalam suatu analisis regresi dimungkinkan terjadinya hubungan antara variabel-variabel bebas atau berkorelasi sendiri (autokorelasi). Pengujian pen-deteksian masalah autokorelasi dapat digunakan pengujian DurbinWatson (DW). Ketentuan ada-tidaknya autokorelasi (Sulaiman, 2002 : 139) :  1,65 < DW < 2,35 kesimpulannya tidak ada autokorelasi  1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 kesimpulannya tidak dapat disimpulkan (inconclusive)  DW < 1,21 atau DW > 2,79 kesimpulannya terjadi autokorelasi. Uji heteroskedastisitas, untuk melihat sebaran data apakah homogen atau membentuk pola tertentu atau melalui Uji Levene nilai sig > 0,05, tidak ada variasi data atau data dinyatakan Homogen dan P-P Plot Grafik sebaran data tersebar secara normal didasarkan pada nilai koefisien korelasi dan diagram Scatter plot yang semuanya dilakukan dengan bantuan komputer yang menggunakan software SPSS (Statistic Package for Social Science) versi 10.01. Penelitian ini berhasil mengungkap (1) pengetahuan K3 siswa 84,30 % berhubungan dengan sikap siswa di SMK se Malang Raya dalam mentaati peraturan K3 las, 54,30 % memberi sumbangan relatif (SR) dan 43,16 % memberi sumbangan efektif (SE), (2) kondisi manajerial K3 las 59,10 % berhubungan dengan sikap siswa di SMK se Malang Raya dalam mentaati peraturan K3 las, 10,80 % memberi sumbangan relatif (SR) dan 8,59 % memberi sumbangan efektif (SE), (3) keteladanan K3 guru Diklat las 79,10 % berhubungan dengan sikap siswa di SMK se Malang Raya dalam mentaati peraturan K3 las, 28.21 % memberi

iii

sumbangan relatif (SR) dan 22,43 % memberi sumbangan efektif (SE), (4) sarana prasarana K3 las 62,10 % berhubungan dengan sikap siswa di SMK se Malang Raya dalam mentaati peraturan K3 las, 7,09 %memberi sumbangan relatif (SR) dan 5,63 % memberi sumbangan efektif (SE). Nilai koefisien determinasi (R2) juga membuktikan bahwa kontribusi variabel pengetahuan K3 Siswa, keteladanan K3 guru diklat las, kondisi manajerial K3 sekolah, dan sarana prasarana K3 las secara signifikan berpengaruh terhadap sikap siswa dalam mentaati peraturan K3 las sebesar 79,50 % sementara 20,50 % masih dipengaruhi oleh faktor atau variabel lain di luar penelitian ini. Bertitik tolak dari temuan penelitian ini, disimpulkan bahwa (1) faktorfaktor seperti pengetahuan K3 las, kondisi menejerial K3 las, keteladanan guru K3 diklat las dan sarana-prasarana K3 las sangat berhubungan dengan sikap siswa dalam mentaati peraturan K3 las. Dimana tingkat signifikansi tertinggi hingga terendah dari faktor yang berhubungan dengan sikap siswa dalam mentaati peraturan K3 las SMK se Malang Raya adalah : pengetahuan K3 las (84,30 %), keteladanan K3 guru diklat las (79,10 %), sarana-prasarana K3 (62,10%), kondisi menejerial K3 las (59,10 %) dan, (2) penulis beranggapan bahwa selama ini materi K3 yang sudah cukup terintegrasi dengan mata-mata diklat produktif namun kurang efektif karena hanya dominan pada tingkat pemahaman pengetahuan siswa saja. Dalam rangka mendukung penyelenggaraan K3 di SMK peneliti juga memberikan beberapa saran: (1) mengingat faktor pengetahuan siswa dan keteladanan guru tentang K3 las merupakan unsur utama kompetensi bagi seorang guru matadiklat las maka perlu adanya perhatian serta pemahaman yang serius dari pimpinan lembaga sekolah untuk mengelola SDM agar menjadi SDM yang potensial seiring kinerja guru las di sekolah yang maksimal, betul-betul kompeten dan mampu bertanggung jawab pada pelaksanaan K3, (2) sarana prasarana yang memadai yang disertai pemenuhan Alat Pelindung Diri ( Personal Protective Equipment) yang tidak hanya sekedar prasyarat minimal kerja las di bengkel, (3) penanganan menejerial K3 yang sejalan dengan penerapan di industri dan (4) diperlukan format inovatif program kerja sama dengan lembaga-lembaga terkait seperti Dinas Pemadam Kebakaran, SAR dll.

iv

1

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN LABORATORIUM TEKNIK MEKANIK OTOMOTIP PADA SMK BERBASIS DATA BASE MICROSOFT ACCESS Taufik Didik Setiawan1 Abstract: Activities in laboratory require regular and organized administration, so the laboratory can be arranged and functioned in an optimal manner. Administrative services system in Automotive Mechanical Engineering Laboratory at SMK in the equipment loaning, supplying, inventory, and maintenance sector is still using an old system causing hindered activities in the laboratory. Developed MIS Laboratory is to make use of the computer optimally at SMK. So, administrative services system becomes faster and supports decision-making processes. Kata kunci: Pengembangan, Sistem Informasi Manajemen, laboratorium Pengelolaan Laboratorium Teknik Mekanik Otomotip dalam bidang pelayanan administrasi masih tergolong konvensional, sehingga dalam pengelolaan laboratorium SMK memerlukan sistem pelayanan administrasi yang sederhana yang cepat dan mendukung proses pengambilan keputusan. Dalam hal ini Sutanta (2003:43) menawarkan solusi bahwa Konsep SIM yang baik harus mampu mendukung pada proses-proses perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Dengan dikembangkannya Sistem Informasi Manajemen Laboratorium sebagai sarana pemanfaatan komputer pada SMK, semua kegiatan administrasi di laboratorium dapat terdata dengan baik, sehingga pelayanan administrasi menjadi lebih cepat dan dapat menjadi pendukung pada proses-proses pengambilan keputusan. Untuk itu perlu diuraikan mengenai (a) pengelolaan laboratorium (b) peranan SIM dalam kegiatan di laboratorium dan (c) prosedur pengembangan SIM Laboratorium.

Taufik Didik Setiawan adalah Guru SMKN DU Muncar Banyuwangi. Artikel ini diangkat dari Tesis Magister Pendidikan Kejuruan, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang, 2009.

1

2

PENGELOLAAN LABORATORIUM Pengelolaan laboratorium yang dimaksud adalah proses pendayagunaan sumber daya secara efisien untuk mencapai tujuan laboratorium sebagai tempat pendidikan latihan dan penelitihan (Sonhadji, 2002:15). Berkaitan dengan pentingnya pengelolaan laboratorium DIKTI (2005:2-2) menegaskan beberapa alasan untuk mengatur peralatan menurut tatanan yang mudah dan dapat dimengerti oleh setiap personel struktur organisasi laborotorium maupun pemakai sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh informasi tentang keadaan laboratorium dengan cepat dan mudah 2. Untuk pendataan semua peralatan yang ada, termasuk bahan kimia, meuler, harware dan software lainnya yang ada di laboratorium tersebut secara rinci dan teratur. 3. Sebagai pusat informasi tentang keberadaan suatu alat laboratorium di suatu laboratorium tertentu, sehingga siapa saja yang ingin menggunakannya akan mengetahui keberadaan alat itu. 4. Untuk perencanaan dan pengembangan laboratorium secara berlanjut di masa mendatang. Alat-alat apa saja yang perlu ditambah, diperbaiki atau dilengkapi sesuai dengan pengembangan disiplin ilmu yang ada, atau untuk program penelitian yang lebih terarah dalam berbagai bentuk kerjasama. 5. membina kegiatan laboratorium yang lebih baik dan teratur, sehingga penggunaan laboratorium dapat dioptimalkan. 6. mengatur tata cara pemesanan alat, sesuai dengan pengembangan ilmu yang ada yang akan dikembangkan maupun terhadap aplikasi penelitian lanjutan.

Berdasarkan uraian di atas sajian mengenai pengelolaan laboratorium perlu difokuskan pada empat hal: (1) sistem pendistribusian (peminjaman) peralatan praktek, (2) pemilihan (pengadaan) alat dan bahan, (3) sistem inventaris peralatan, dan (4) sistem perawatan. Sistem pendistribusian (peminjaman) peralatan praktek merupakan suatu hal yang sangat esensial di dalam kegiatan laboratorium yakni sistem peminjaman peralatan menuntut adanya sistem kontrol yang baik. Hal ini dimaksudkan

2

3

agar kehilangan alat dan bahan sedikit mungkin, penempatan alat dan bahan sesuai dengan urutan penggunaan, membimbing murid untuk ikut bertanggung jawab, laboratorium kelihatan rapi dan bersih, dan keamanan terjaga (Arikunto, 1988:271). Dalam pemilihan (pengadaan) alat dan bahan dapat menggunakan beberapa garis besar pedoman yang dikemukakan oleh Arikunto (1988:263) yaitu sebagai berikut: 1. Disediakan ruangan yang cukup di laboratorium. 2. Tersedia tenaga listrik yang sesuai dengan kebutuhan. 3. Tersedia dana yang dapat digunakan untuk mengoperasikan secara rutin. 4. Peralatan merupakan perangkat yang dapat digunakan dengan ketat efektif menurut keinginan dan kebutuhan murid. 5. Peralatan hendaknya cocok dengan pengajaran dasar sesuai dengan konsep pelayanan dan pelaksanaan yang disarankan. Dengan demikian alat-alat dengan otomatisasi yang tinggi sangat tidak cocok untuk tujuan ini. 6. Alat-alat tersebut sama dalam hal kemampuan produksi yang biasa digunakan di dalam bisnis dan industri. 7. Merek-merek khusus untuk alat-alat tidak merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan kecuali memang hanya ada sebuah pabrik yang memproduksi alat-alat yang bersangkutan. 8. Alat-alat yang dibeli harus merupakan alat-alat yang sudah mendapat persetujuan dari tim penasehat pendidikan kejuruan.

Sistem inventaris peralatan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting agar tercapai produktifitas yakni melakukan inventaris terhadap semua alat dan bahan praktek. Untuk itu diperlukan pendataan (mencatat) semua alat dan bahan yang dimiliki lembaga pendidikan kejuruan (Sumantri, 1989:29). Sehingga dengan data tersebut dapat digunakan untuk mempermudah mencari data perawatan, perencanaan program perawatan, dan mencari data alat dan bahan yang dapat mendukung proses pendidikan latihan di laboratorium. Selanjutnya Sumantri

3

4

(1989:30) menegaskan bahwa daftar inventaris peralatan dapat dibuat secara sederhana, tetapi semua aspek seperti, spesifikasi peralatan, karakteristik peralatan hendaknya dicantumkan supaya mudah memahamiya. Table 1 menunjukkan identifikasi (daftar Inventaris) peralatan.

Tabel 1 Daftar Inventaris Peralatan No

Kode

1

MB.01.01.1

2

-

Diskripsi Singkat Motor Bensin 4 Tak Super Kijang -

Lokasi

Jenis

Prioritas

Catatan

01

Motor Bensin

1

4K

-

-

-

-

(Sumber: Sumantri, 1989:31) Keterangan: Kode

: Kode peralatan. MB 01 01 1 Materi Jenis peralatan speck nomor urut Diskripsi : Spesifikasi peralatan. Lokasi : Posisi peralatan. Jenis : Klasifikasi berdasarkan fungsi peralatan. Prioritas : Penomoran berdasarkan pengaruh yang diakibatkan, misal prioritas 1, adalah peralatan yang sangat vital. Dimana jika terjadi kerusakan atau jumlah peralatan tersebut terbatas sangat mempengaruhi proses pembelajaran praktek (diklat).

Sistem perawatan yang banyak dilakukan di pendidikan kejuruan adalah banyak instruktur yang lebih senang melakukan sendiri reparasi kecil dan pengubahan alat yang mereka gunakan bagi bidang mereka sendiri, hal ini dipandang lebih efisien daripada secara prosedural mengusulkan kepada lembaga untuk perawatan atau reparasi. Bantuan murid-murid untuk keperluan perawatan atau reparasi juga merupakan tujuan dari diklat di laboratorium. Namun demikian apabila sudah deprogramkan bahwa pengalaman laboratorium merupakan program yang

4

5

disyaratkan maka perlu adanya perencanaan pembiayaan secara lebih teliti (Arikunto, 1988:276).

PERANAN SIM DALAM KEGIATAN DI LABORATORIUM Sistem informasi manajemen adalah suatu interaksi atau kerjasama untuk melakukan fungsi pengolahan data menjadi bentuk yang penting bagi penerimanya dan mempunyai kegunaan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang dapat dirasakan akibatnya secara langsung saat itu juga atau secara tidak langsung pada saat mendatang. Sehingga peranan SIM dapat digunakan untuk mencari atau memperoleh informasi, diperlukan adanya data dan unit pengolah data (Sutanta, 2003:19). Disamping itu aplikasi SIM juga dikembangkan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan informasi setiap unit fungsional pada semua tingkatan kegiatan manajemen. Sehingga suatu SIM manajemen harus dapat memberikan dukungan pada proses-proses: (a) perencanaan, (b) pengendalian, dan (c) pengambilan keputusan (Sutanta, 2003:43). Dukungan SIM pada proses perencanaan, dalam suatu organisasi setiap tingkatan manajemen mempunyai kebutuhan-kebutuhan perencanaan yang berbeda. Dalam tingkat perancangan dan pengendalian operasional, komputer mampu melaksanakan hampir semua kegiatan yang ada. Hal ini dikarenakan sebagian kegiatan perancangan dan pengendalian dapat distrukturkan dengan jelas dan rinci (Sutanta, 2003:44). Dukungan SIM pada proses pengendalian Sutanta (2003:32) menegaskan bahwa sistem tersebut akan melakukan pengolahan data yang ada di dalam basis

5

6

data baik secara manual maupun elektronik komputer untuk menghasilkan informasi sesuai kebutuhan pemakai. Ketika pemakai melaksanakan pekerjaannya ia akan memperoleh catatan kejadian yang menjadi data-data transaksi baru yang kemudian disimpan sebagai basis data. Selanjutnya data-data tersebut dapat dijadikan laporan prestasi atas kegiatan-kegiatan lampau yang telah dikerjakan. Dan jika laporan tersebut digunakan sebagai dasar tindakan di masa mendatang, maka disebut sebagai laporan pengendalian (Sutanta, 2003:48). Sebagai gambaran alat “X” dengan merk “A” telah rusak semua di luar prediksi awal, berdasarkan informasi tersebut pengadaan di masa mendatang harus beralih ke merk lain Dukungan SIM pada proses pengambilan keputusan, Menurut Sutanta (2003:51) keputusan hanya akan dibuat oleh manusia, komputer hanya bisa membantu memberikan dukungan data-data informasi yang diperlukan oleh pembuat keputusan. Karena ada sebagian keputusan yang dapat diprogramkan dan tidak dapat diprogramkan. Bagaimana keputusan yang terprogram mampu dilakukan oleh komputer, hal ini dikarenakan aturan-aturannya dapat dikodekan dengan rinci dan jelas.

PENGEMBANGAN SIM LABORATORIUM Dalam pengembangan sistem informasi yang terdiri atas tiga tahapan, Sutanta (2003:120) merincikan tahapan tersebut meliputi: (a) analisis sistem, (b) perancangan sistem (prosedur pengembangan) dan (c) implementasi sistem. Hal pokok dalam menganalisis sistem Sutanta (2003:120) merincikan hal ini meliputi menentukan masalah, mengumpulkan fakta, menganalisis fakta-fakta, pemecahan masalah, dan studi kelayakan. Sehingga kebutuhan-kebutuhan pokok

6

7

akan teridentifikasi dengan jelas. Dalam hal ini Indrajit dan Permono (2005:21) menegaskan bahwa perbaikan sistem diperlukan penjajakan dini sebelum studi kelayakan yang sesungguhnya. Hal ini digunakan untuk mencari beberapa respon, yaitu: (a) respon negatif, apakah produk yang akan dikembangkan sama sekali tidak mendapat respon positif, sehingga pengembangan tidak perlu dilanjutkan, (b) respon positif, produk yang akan dikembangkan mendapat respon positif dari pengguna, sehingga proyek yang direncanakan dimungkinkan sangat prospektif, dan (c) respon ragu-ragu, apakah pengembangan bisa diterima atau tidak, sehingga pengembangan perlu dilanjutkan atau mengganti sistem lain. Dalam perancangan sistem Kertahadi dan Aziz (1995:7) menegaskan bahwa struktur pengembangan sistem informasi yang banyak digunakan oleh berbagai organisasi adalah life cycle approach, yaitu siklus rangkaian fase yang berurutan. Siklus-siklus tersebut meliputi: pase (1) Spesifikasi kebutuhan, pase (2) Studi kelayakan, pase (3) Perancangan pada level logic, pase (4) Perancangan pada level phisyc, pase (5) Pemrograman, pase (6) Implementasi, dan pase (7) Review setelah implementasi. Prosedur pengembangan komponen SIM yang dirancang dalam perancangan sistem meliputi: (a) perancangan output laporan tercetak, (b) perancangan input secara terinci, (c) perancangan dialog layar secara terinci, (d) perancangan teknologi secara terinci, (e) perancangan model dan pengendalian secara terinci, dan (f) membuat laporan hasil perancangan secara terinci. Perancangan output laporan tercetak dapat berupa: (a) laporan berbentuk table seperti, notice report, equipoised report, dan variance report, dan (b) laporan berbentuk grafik, laporan berbentuk grafik harus mempertimbangkan tentang

7

8

kemudahan pembacaan, ketepatan skala, dimensi, serta hubungan antar variabel (Sutanta, 2003:226). Perancangan input atau source document merupakan formuler yang digunakan untuk menangkap data yang terjadi akibat suatu transaksi, dengan kriteria antara lain, dapat menunjukkan macam data, data dapat dicatat dengan jelas, sebagai pendistribusi data, membantu pembuktian transaksi, dan lain-lain. Sedangkan pedoman perancangan input, yaitu antara lain, pemilihan ukuran, warna yang digunakan, penomoran formuler, nomor urutan, caption atau areal wilayah data, instruksi cara pengisian, dan lain-lain. Seringkali diperlukan cara-cara untuk mengurangi jumlah masukan ke dalam sistem komputer tanpa mengurangi kelengkapan data, yaitu dengan cara penggunaan kode (Sutanta, 2003:229). Perancangan dialog layar merupakan rancang bangun dari percakapan antara pemakai dan komputer. Percakapan ini terdiri atas proses memasukan data dan proses menampilakan output informasi. Pedoman perancangan dialog secara terinci meliputi layar harus informative, paging and scrolling dapat digunakan untuk menampilkan tubuh, penggunaan kalimat sederhana, dan penggunaan singkatan dihindari (Sutanta, 2003:231). Perancangan teknologi komputer juga memperhitungkan kapasitas memori berdasarkan besarnya file-file basis data yang akan menyimpan data untuk tiap periode tertentu (Sutanta, 2003:231). Perancangan model dan pengendalian adalah model fisik yang digunakan untuk menjelaskan kepada pemakai tentang bagaimana sistem akan diterapkan. Sehingga bagan alir (flowchart) adalah alat yang cocok untuk menjabarkan sistem

8

9

SIM Laboratorium ini akan bekerja. Gambar 1 menunjukkan pola fisik yang ingin diterapkan. Laporan perancangan terinci perlu dibuat untuk dikomunikasikan utamanya dengan pemrogram. Laporan perancangan terinci terdiri dari dua tahapan yaitu: (a) laporan bersifat teknis, memuat perancangan teknik program komputer untuk semua modul yang ditujukan untuk pemrogram dan teknisi lain (manual teknik), dan (b) laporan untuk pemakai, lebih menekankan pada bentuk input dan output yang dihasilkan oleh sistem (Sutanta, 2003: 236). Gambar 2 menunjukkan hasil perancangan dalam data base. Implementasi produk, menurut Sugiono (2006:373), “dalam bidang administrasi produk-produk yang dihasilkan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, efektivitas kerja, dan kenyamanan serta kepuasan pegawai maupun pihak-pihak yang dilayani”. Sehingga tujuan dari uji coba atau demo produk adalah untuk mencari pengalaman pemakai, apakah produk dianggap memuaskan atau tidak. Dalam desain uji coba ini alat yang digunakan adalah tampilan fisik dari software untuk di uji cobakan yang berisi tentang, formuler input untuk pemasukan data, dan formuler output untuk menghasilkan laporan tercetak. Dalam desain uji coba ini, difokuskan pada aplikasi software: (1) Aplikasi sistem pendistribusian peralatan praktek, (2) Aplikasi sistem pengadaan alat dan bahan, (3) Aplikasi sistem inventaris peralatan, dan (4) Aplikasi sistem informasi perawatan. Dimana prosedur uji coba produk dijabarkan dalam Gambar 3. Sedangkan perangkat hardware yang diperlukan adalah perangkat komputer, sesuai spesifikasi pada rancangan ini, yaitu processor, minimal 233 MHz atau

9

10

lebih cepat, ram 128 MB atau lebih tinggi, Monitor VGA (800 x 600) atau resolusi lebih tinggi, dan perangkat printer. A tbSiswa B tbPengadaan

Data siswa

D1 File Siswa

D2 File Pengadaan

Data pengadaan

D3 File Pengkodean

D4 File Inventaris

C tbInventaris D tbHabisPakai E tbPeminjaman F tbBahanKeluar G tbKondisi

Data Inventaris

Laporan pengadaan

Data bahan habis pakai

Data bahan keluar

Q Statistik penggunaan alat

SIM Laboratorium Otomotip

Data kondisi alat

R Statistik kondisi alat

J tbSiswa

lpPengadaan

P Statistik ratio alat

Level 0

Data peminjaman

K

Bahan keluar Laporan perawatan

S Laporan Stok

M

tbBahanKeluar N tbPeminjaman

O tbSiswa

Laporan peminjaman

Laporan Alat hilang

tbInventaris Laporan inventaris

Struk pinjaman

Struk pengembalian

H

I

L

tbSiswa

tbSiswa

tbInventaris

Gambar 1 Diagram Kontek Sistem Pengolahan Data Laboratorium (Sumber: diolah dari Sutanta, 2003:258) Keterangan: = Data store, tempat penyimpanan file = Proses, kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh mesin atau komputer

= Proses, kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh mesin atau komputer = Data flow, tanda panah menunjukkan arah mengalirnya data = External entity, kesatuan sistem yang saling mempengaruhi sistem, dengan input atau output = Repeatet external entity yaitu external entity yang berulang

10

11

Software aplikasi yang dipilih Microsoft Acces 2003, menurut Pramana (2006:63) ide dasar sebuah database adalah untuk menyimpan data dengan rapi. Ide ini memiliki dua keuntungan. Pertama, data telah tersedia untuk berbagai penggunaan seluruh organisasi. Kedua, karena database memiliki struktur yang dikenal, sistem penyimpananya dapat menyediakan alat bantu (tools) yang tangguh bagi perluasan penggunaannya.

Gambar 2 Diagram Relasional Hasil Perancangan Diagram Kontek

PENUTUP Pembahasan spesifikasi hasil produk diuraikan berturut-turut berdasarkan sistem yang dikembangkan, yaitu distribusi, pengadaan, inventaris, dan perawatan. Sistem distribusi, pada bagian ini berisi program peminjaman, pengembalian, dan pengambilan bahan habis pakai. Masing-masing program atau form difungsikan untuk transaksi oleh siswa. Adapun spesifikasi yang menonjol pada sistem distribusi adalah privasi user dalam transaksi terjaga, transaksi berdasarkan data NIS atau id user, transaksi sudah auto saving, setelah data user tersimpan proses pengimputan data (transaksi) bisa 100% menggunakan mouse yakni cukup

11

12

dengan dreg and click, data tidak bisa dihapus, prosedur cetak sangat mudah, dan berdasarkan kekuatan login dan action dari form siswa hanya bisa membuka pada form distribusi saja. Gambar 4 menunjukkan action dari form transaksi (distribusi) saat pertama kali ditampilkan selalu kosong, yang artinya user tidak bisa membuka data transaksi user lain.

Kebutuhan Pemakai

pembentukan prototype Modifikasi design dan prototype Memuaskan Pengalaman pemakai & evaluasi

Pengembangan dan Implementasi

Modifikasi kebutuhan Tidak Memuaskan

Gambar 3 Desain Uji Coba (Sumber: Kertahadi dan Aziz, 1995:14)

Sistem Pengadaan, pada bagian ini berisi program statistik penggunaan alat, stok bahan (laporan), satistik ratio peralatan, ratio peralatan (laporan), pengadaan alat dan bahan (entry data), dan laporan pengadaan. Adapun spesifikasi yang menonjol pada sistem distribusi adalah prosedur mencetak grafik sederhana seperti aplikasi word yang sudah familiar, pemindahan data cukup satu kali klik langsung tersimpan di mydocumen, fasilitas transfer data ke excel, fasilitas pemanggilan sub data entry pada setiap kolom atau cendela yang dibutuhkan, dan

12

13

hanya bisa dioperasikan berdasarkan login tertentu pada awal pembukaan program. Sitem inventaris, pada bagian ini berisi program pencarian data pinjaman, atau data peralatan yang hilang yang terjamin dalam aplikasi, untuk mencari siapa yang pernah meminjam peralatan tanpa berefek pada peminjam selanjutnya, berisi data statistik, form penghapusan data yang terintegrasi pada data sistem distribusi (peminjaman), pengadaan, dan inventaris.

Gambar 4 Form Transaksi Pinjaman Sistem perawatan, pada bagian ini berisi form statistik perawatan, form laporan perawatan, dan maintenance software untuk menanggulangi kesalahan pengoperasian transaksi pada form distribusi.

Saran Pemanfaatan Produk Untuk pemanfaatan produk ditujukan kepada pengguna dan lembaga, yaitu sebagai berikut:

13

14

Pengguna 1. Ikuti atau baca petunjuk pengoperasian program, yang ada dalam buku panduan atau tutorial software, sebelum menjalankan aplikasi SIM Laboratorium Microsoft Access. Dan lakukan pengisian nama-nama logon atau password sesuai kebutuhan untuk keamanan data yang akan diisikan. 2. Jika dianggap tutorial atau buku petunjuk pengoperasian yang ada belum cukup membantu untuk pengoperasian program, dapat dilakukan dengan mengadakan pelatian untuk pemanfaatan atau pengimplementasian software atau program aplikasi SIM Laboratorium Microsoft Access.

Lembaga 1. Bagi instansi yang ingin mengimplementasikan produk ini, seharusnya melengkapi infra struktur seperti komputer dengan spesifikasi minimal P4, agar kecepatan program sesuai. 2. Untuk memanfaatkan hasil pengembangan produk ini, hanya cocok untuk satu instalasi laboratorium setiap software, jika diimplementasikan beberapa instalasi laboratorium dimungkinkan pengelompokan data terlalu luas dan kurang efisien. 3. Bagi pihak yang ingin mengimplementasikan produk ini, dianjurkan menggunakan aplikasi software Microsoft access 2003 atau lebih tinggi agar tampilan program lebih menarik

Saran Pengembangan Produk Lebih Lanjut 1. Bagi pihak yang akan mengembangkan produk Sistem Informasi Manajemen Laboratorium berbasis database, hendaknya membuat team perancangan program, agar analisis atau kebutuhan program dapat diselesaikan dengan cepat,

14

15

karena Sistem Informasi Manajemen Laboratorium termasuk sistem yang sangat luas yang membahas pengolahan data masuk sampai data keluar, baik data pembelian maupun sampai data pinjaman atau pengambilan bahan. 2. Untuk pengembangan lebih lanjut SIM laboratorium dapat dijadikan model oleh pengembangan sistem lain dengan memperluas atau mengembangkan struktur data-base yang ada.

DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsini. 1988. Organisasidan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Hengky W. Pramana. 2006 Kunci Sukses Aplikasi Inventory Berbasis Access 2003. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Indrajit, Richardus Eko. dan Permono, Ajar. 2005. Manajemen Manufaktur. Tinjauan Praktis dan Mengelola Industri. Yogyakarta: Pustaka Fahima. Kertahadi. dan Azis, Endang Siti Astuti. 1995. Sistem Informasi manajemen. Penerbit: IKIP MALANG. Nolker, Helmut. dan Schoenfeldt, Eberhard. Pendidikan Kejuruan. Pengajaran, Kurikulum, Perencanaan. diterjemahkan oleh Agus Setiadi. 1983. Jakarta: Gramedia. Pelatihan Manajemen Pengelolaan Laboratorium PTN. 2005. Bahan Ajar. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kegiatan Peningkatan Manajemen Pendidikan Tinggi. Sonhadji, Ahmad. 2002. Laboratorium Sebagai Basis Pendidikan Teknik Di Perguruan Tinggi. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Teknik pada Fakultas Teknik Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang. Sugiono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sumantri. 1989. Perawatan Mesin (Suatu Penelitian Kepustakaan). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Sutanta, Edhy. 2003. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu.

15