BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Download A. SIKLUS HAID. 1. Definisi. Haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan...

1 downloads 209 Views 60KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. SIKLUS HAID 1. Definisi Haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2007). Menstruasi atau haid adalah perubahan fisiologis dalam tubuh perempuan yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam reproduksi. Pada manusia, hal ini bisa terjadi setiap bulan antara usia pubertas dan menopause (Fitria, 2007). Siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan kurang lebih 1 hari. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari. Panjang siklus dipengaruhi oleh seseorang. Rata-rata panjang siklus haid pada gadis 12 tahun ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 hari. Jadi, sebenarnya panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai (Prawirohardjo, 2007). Dan hanya 10-15 % perempuan memeliki siklus 28 hari (Fitria, 2007). 2. Mekanisme Terjadinya Perdarahan Haid Hendrik (2006) mengatakan ditinjau dari segi medis mekanisme perdarahan haid dari seorang perempuan ini terjadi selama lebih kurang satu minggu, diakibatkan oleh pengaruh aktivitas hormonal tubuh dan dapat disertai dengan timbulnya beberapa keluhan yang menyertainya, yaitu keputihan, perasaan nyeri atau panas (terutama di sekitar perut bagian tengah-bawah dan kemaluan), ketidakstabilan emosi, lemas, tidak bergairah, dan penambahan atau penurunan nafsu makan.

6

Mekanisme terjadinya perdarahan haid secara medis belum diketahui seluruhnya, tetapi ada beberapa faktor yang memainkan peranan penting dalam terjadinya proses perdarahan haid tersebut, yaitu faktor-faktor enzim, pembuluh

darah, hormon prostaglandin, dan hormon-hormon seks steroid (estrogen dan progesteron). Mekanisme terjadinya perdarahan haid secara singkat dapat dijelaskan

melalui

proses-proses yang terjadi dalam satu siklus haid yang terdiri atas empat fase, yaitu: a. Fase proliferasi Dinamakan juga fase folikuler, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa) ketika ovarium beraktivitas membentuk dan mematangkan folikelfolikelnya serta uterus beraktivitas menumbuhkan lapisan endometriumnya yang mulai pulih dan dibentuk pada fase regenerasi atau pascahaid. Pada siklus haid klasik, fase proliferasi berlangsung setelah perdarahan haid berakhir, dimulai pada hari ke-5 sampai 14 (terjadinya proses ovulasi). Fase proliferasi ini berguna untuk menumbuhkan lapisan endometroium uteri agar siap menerima sel ovum yang telah dibuahi oleh sel sperma, sebagai persiapan terhadap terjadinya proses kehamilan. Pada fase ini terjadi pematangan folikel-folikel di dalam ovarium akibat pengaruh aktivitas hormon FSH yang merangsang folikel-folikel tersebut untuk menyintesis hormon estrogen dalam jumlah yang banyak. Peningkatan dan pengaruh dari aktivitas hormon FSH pada fase ini juga mengakibatkan terbentuknya banyak reseptor hormon LH di lapisan sel-sel granulosa dan cairan folikel-folikel dalam ovarium. Pembentukan hormon estrogen yang terus meningkat tersebut sampai kira-kira pada hari ke-13 siklus haid (menjelang terjadinya proses ovulasi) akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran hormon LH yang banyak sebagai manifestasi umpan balik positif dari hormon estrogen (positive feed back mechanism) terhadap adenohipofisis. Pada saat mendekati masa terjadinya proses ovulasi, terjadi peningkatan kadar hormon LH di dalam serum dan cairan folikel-folikel yang dihasilkan di dalamnya sehingga sebagian besar folikel di ovarium diharapkan mengalami pematangan (folikel de Graaft). Di samping itu, akan terjadi perubahan penting lainnya, yaitu peningkatan konsentrasi hormon estrogen secara perlahan-lahan, kemudian melonjak tinggi secara tiba-tiba pada hari ke-14 siklus haid klasik (pada akhir fase pfroliferasi), biasanya terjadi sekitar 16-20 jam sbelum pecahnya folikel de Graaft, diikuti peningkatan suhu basal badan sekitar 0,5 oC. Adanya peningkatan pengeluaran kadar hormon LH yang mencapai puncaknya

(LH-Surge), estrogen dan progesteron menjelang terjadinya proses ovulasi akan memacu terjadinya proses tersebut di ovarium pada hari ke-14 siklus haid. Di sisi lain, aktivitas hormon estrogen yang terbentuk pada fase proliferasi tersebut dapat mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim dalam lapisan endometrium uteri serta merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida pada lapisan tersebut. Zat-zat ini akan turut serta dalam pembentukan dan pembangunan lapisan endometrium uteri, khususnya pembentukan stroma di bagian dalam dari lapisan endometrium uteri. Pada saat yang bersamaan terjadi pembentukan sistem vaskularisasi ke dalam lapisan fungsional endometrium uteri. Selama fase proliferasi dan terjadinya proses ovulasi di bawah pengaruh hormon estrogen terjadinya pengeluaran getah atau lendir daei dinding serviks uteri dan vagina yang lebih encer dan bening. Pada saat ovulasi getah tersebut mengalami penurunan konsentrasi protein (terutama albumin), sedangkan air dan musin (pelumas) bertambah berangsur-angsur sehingga menyebabkan terjadinya penurunan viskositas tersebut. Peristiwa ini diikuti dengan terjadinya proses-proses lainnya di dalam vagina, seperti perangsangan peningkatan produksi asam laktat dam menurunkan nilai pH (derajat keasaman), yang akan memperkecil resiko terjadinya infeksi di dalam vagina. Banyaknya getah yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan yang disebut keputihan karena pada flora normal di dalam vagina juga terdapat mikroorganisme yang bersifat patogen potensial. Sebaliknya, sesudah terjadinya proses ovulasi (pada awal fase luteal) di bawah pengaruh hormon progesteron getah atau lendir yang dikeluarkan dari serviks uteri dan vagina menjadi lebih kental dan keruh. Setelah terjadinya proses ovulasi, getah tersebut mengalami perubahan kembali dengan peningkatan konsentrasi protein, sedangkan air dan musinnya berkurang berangsur-angsur sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas dan pengentalan dari getah yang dikeluarkan dari serviks uteri dan vaginanya. Dengan kata lain, pada fase ini merupakan masa kesuburan perempuan. b. Fase luteal Dinamakan juga fase sekresi atau fase prahaid, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa) ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel-folikel matangnya (folikel de Graaf) yang sudah

mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadinya ovulasi dan menghasilkan hormone progesterone yang akan digunakan sebagai penunjang lapisan endometrium uteri untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jika terjadi kehamilan) atau melakukan proses deskuamasi dan penghambatan masuknya sel sperma (jika tidak terjadi kehamilan). Pada hari ke-14 (setelah terjadinya proses ovulasi) sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal. Pada fase ini mempunyai cirri khas tertentu, yaitu terbentuknya korpus luteum ovarium serta perubahan bentuk (menjadi memanjang dan berkelokkelok) dan fungsi dari kelenjar-kelenjar di lapisan endometrium uteri akibat pengaruh dari peningkatan hormone LH yang diikuti oleh pengeluaran hormone progesterone. Adanya pengaruh aktivitas hormone progesterone dapat menyebabkan

terjadinya

perubahan

sekretorik,

terutama

pada

lapisan

endometrium uteri. Pengaruh aktivitas hormone progesterone selama fase luteal dapat meningkatkan kosentrasi getah serviks uteri menjadi lebih kental dan membentuk jala-jala tebal di uterus sehingga akan menghambat masuknya sel sperma ke dalam uterus. Bersamaan dengan hal ini, hormone progesterone akan mempersempit daerah porsio dan serviks uteri sehingga pengaruh aktivitas hormone progesterone yang lebih lama, akan menyebabkan degenerasi dari lapisan endometrium uteri dan tidak memungkinkan terjadinya proses nidasi dari hasil konsepsi ke dinding uterusnya. Pada saat setelah terjadinya proses ovulasi di ovarium, sel-sel granulose ovarium akan berubah menjadi sel-sel luteal ovarium, yang berperan dalam peningkatan pengeluaran hormone progesterone selama fase luteal siklus haid. Faktanya menunjukkan bahwa salah satu peran dari hormone progesterone adalah sebagai pendukung utama terjadinya proses fertilisasi dan nidasi dari hasil konsepsi (zigot) bila telah terjadi proses kehamilan. Apabila proses kehamilan tersebut tidak terjadi, peningkatan hormone progesterone yang terjadi tersebut akan mengikuti terjadinya penurunan hormone LH dan secara langsung hormon progesteron (bersama dengan hormone estrogen) akan melakukan penghambatan terhadap pengeluaran hormone FSH, LH, LHRH, yang derajat hambatannya bergantung pada konsentrasi dan lamanya pengaruh hormone progesterone tersebut. Kemudian melalui mekanisme ini secara otomatis hormon-hormon progesterone dan estrogen juga akan menurunkan pengeluaran hormone LH, FSH, dan LHRH tersebut sehingga proses sintesis dan

sekresinya dari ketiga hormone hipofisis tersebut, yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan folikel-folikel dan proses ovulasi di ovarium selama fase luteal, akan berkurang atau berhenti, dan akan menghambat juga perkembangan dari korpus luteum. Pada saat bersamaan, setelah terjadinya proses ovulasi, kadar hormone estrogen mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya puncak peningkatan kadar hormone LH dan aktivitasnya yang terbentuk ketika proses ovulasi terjadi dan berakibat terjadi proliferasi dari sel-sel granulosa ovarium, yang secara langsung akan menghambat dan menurunkan proses sintesis hormone estrogen dan FSH serta meningkatkan pembentukan hormone progesterone di ovarium. Di akhir fase luteal, terjadi penurunan reseptor-reseptor dan aktivitas hormone LH di ovarium secara berangsur-angsur, yang diikuti penurunan proses sintesis dan aktivitas hormone progesterone. Kemudian diikuti penurunan hambatan terhadap proses sintesis hormone-hormon FSH dan estrogen yang telah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, pada masa akhir fase luteal akan terjadi pembentukan kembali hormone FSH dan estrogen dengan aktivitasaktivitasnya di ovarium dan uterus. Pada saat yang bersamaan, peningkatan pengeluaran dan pengaruh hormone progesterone (bersama dengan hormone estrogen) pada akhir fase luteal akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh-pembuluh darah di lapisan endometrium uteri, yang kemudian dapat menimbulkan terjadinya proses iskhemia di lapisan tersebut sehingga akan menghentikan proses metabolisme pada sel dan jaringannya. Akibatnya, terjadi regresi atau deskuamasi pada lapisan tersebut disertai perdarahan. Perdarahan yang terjadi ini merupakan manifestasi dari terjadinya perdarahan haid. c. Fase menstruasi Dinamakan juga fase deskuamasi atau fase haid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu (masa) terjadinya proses deskuamasi pada lapisan endometrium uteri disertai pengeluaran darah dari dalam uterus dan dikeluarkan melalui vagina. Pada akhir fase luteal terutama saat-saat menjelang terjadinya perdarahan haid terjadi peningkatan hormon estrogen yang dapat kembali menyebabkan perubahan sekretorik pada dinding uterus dan vagina, berupa peningkatan produksi dan penurunan konsentrasi getah yang dikeluarkan dari serviks uteri

dan vagina serta peningkatan konsentrasi glikogen dalam serviks uteri dan vagina. Hal ini memungkinkan

kembali terjadinya proses peningkatan

pengeluaran getah yang lebih banyak dari serviks uteri dan vaginanya serta keputihan. Terjadinya pengeluaran getah dari serviks uteri dan vagina tersebut sering bercampur dengan pengeluaran beberapa tetesan darah yang sudah mulai keluar menjelang terjadinya proses perdarahan haid dari dalam uterus dan menyebabkan terlihatnya cairan berwarna kuning dan keruh, yang keluar dari vaginanya. Sel-sel darah merah yang telah rusak dan terkandung dari cairan yang keluar tersebut akan menyebabkan perubahan sifat bakteri-bakteri flora normal yang ada di dalam vagina menjadi bersifat infeksius (patogen potensial) dan memudahkannya untuk berkembang biak dengan pesat di dalam vagina. Bakteri-bakteri infeksius yang terkandung dalam getah tersebut, kemudian dikeluarkan bersamaan dengan pengeluaran jaringan dari lapisan endometrium uteri yang mengalami proses regresi atau deskuamasi dalam bentuk perdarahn haid atau dalam bentuk keputihan yang keluar mendahului menjelang terjadinya haid. Pada saat bersamaan, lapisan endometrium uteri mengalami iskhemia dan nekrosis, akibat terjadinya gangguan metabolisme sel-sel atau jaringannya, yang disebabkan terhambatnya sirkulasi dari pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi lapisan tersebut akibat dari pengaruh hormonal, ditambah dengan penonjolan aktivitas kinerja dari prostaglandin F2a (PGF2a ) yang timbul akibat terjadinya gangguan keseimbangan antara prostaglandin-prostaglandin E2 (PGE2) dan F2a (PGF2a ) dengan prostasiklin (PGI 2), yang disintesis oleh sel-sel endometrium uteri (yang telah mengalami luteinisasi sebelumnya akibat pengaruh dari hormon progesteron). Semua hal itu akan menjadikan lapisan endometrium uteri mengalami nekrosis berat dan sangat memungkinkan untuk mengalami proses deskuamasi. Pada fase menstruasi ini terjadi penyusutan dan lenyapnya korpus luteum ovarium

(tempat menetapnya reseptor-reseptor serta terjadinya proses

pembentukan dan pengeluaran hormon progesteron dan LH selama fase luteal). d. Fase regenerasi. Dinamakan juga fase pascahaid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu (masa) terjadinya proses awal pemulihan dan pembentukan kembali lapisan

endometrium uteri setelah mengalami proses deskuamasi sebelumnya. Bersamaan dengan proses regresis atau deskuamasi dan perdarahan haid pada fase menstruasi tersebut, lapisan endometrium uteri juga melepaskan hormon prostaglandin E2 dan F2a yang akan mengakibatkan berkontraksinya lapisan miometrium uteri sehingga banyak pembuluh darah yang terkandung di dalamnya mengalami vasokonstriksi, akhirnya akan membatasi terjadinya proses perdarahan haid yang sedang berlangsung. Di sisi lain, proses penghentian perdarahan haid ini juga didukung oleh pengaktifan kembali pembentukan dan pengeluaran hormon FSH dan estrogen sehingga memungkinkan kembali terjadinya pemacuan proses proliferasi lapisan endometrium uteri dan memperkuata kontraksi otot-otot uterusnya. Hal ini secara umum disebabkan oleh penurunan efek hambatan terhadap aktivitas adenohipofisis dan hipotalamus yang dihasilkan dari hormon progesteron dan LH (yang telah terjadi pada fase luteal), saat terjadi perdarahan haid pada fase menstruasi sehingga terjadi pengaktifan kembali dari hormon-hormon LHRH, FSH, dan estrogen. Kemudian bersamaan dengan terjadinya proses penghentian perdarahan haid ini, dimulailah kembali fase regenerasi dai siklus haid tersebut. 3. Beberapa Gejala yang Menyertai Perdarahan Haid Berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat terjadi pada saat masa menstruasi (Hendrik, 2006): a. Keputihan Keluhan keputihan dari seorang perempuan menjelang terjadinya haid secara statistik cenderung dapat menyebabkan keadaan daerah kemaluan (terutama vagina, uterus, dan vulva) menjadi mudah terjangkit suatu penyakit dan menularkannya ke tubuhnya sendiri atau ke tubuh orang lain yang melakukan persetubuhan dengannya. b. Gangguan Alam Perasaan Negatif Pada fase proliferasi siklus haid terjadi sedikit masalah. Beberapa perempuan mengalami perasaan nyeri di daerah perut bawah (unilateral) ketika proses ovulasi. Nyeri biasanya tidak berat dan berlangsung maksimal selama sekitar 12 jam, tetapi pada beberapa kasus ditemukan dapat kambuh kembali dan sangat mengganggu. c. Gangguan Fisik

Gejala-gejala fisik dapat berkumpul dalam dua kelompok berikut ini: 1). Gejalagejala yang tampak menjelang dan selama terjadinya proses ovulasi (PMS), meliputi gejala-gejala yang terasa di daerah payudara, berupa rasa penuh di daerah perut dan penambahan nafsu makan; 2). Gejala-gejala yang tampak pada satu atau dua hari menjelang terjadinya proses perdarahan haid, meliputi gejalagejala rasa nyeri dan tidak nyaman di daerah perut, sakit kepala, nyeri pada punggung, lemas, nafsu makan menurun, dan kram haid (tegang daerah perut).

4. Gangguan Haid dan Siklus Hendrik (2006) mengatakan gangguan haid dan siklus dibagi menjadi : a. Polimenorea Polimenorea adalah panjang siklus haid yang memendek dari panjang siklus haid klasik, yaitu kurang dari 21 hari per siklusnya, sementara volume perdarahannya kurang lebih sama atau lebih banyak dari volume perdarahan haid biasanya. b. Oligemenore Oligemenorea adalah panjang siklus haid yang memanjang dari panjang siklus haid klasik, yaitu lebih dari 35 hari per siklusnya. Volume perdarahannya umumnya lebih sedikit dari volume perdarahan haid biasanya. Siklus haid biasanya juga bersifat ovulatoar dengan fase proliferasi yang lebih panjang di banding fase proliferasi siklus haid klasik. c. Amenorea Amenorea adalah panjang siklus haid yang memanjang dari panjang siklus haid klasik (oligemenorea) atau tidak terjadinya perdarahan haid, minimal 3 bulan berturut-turut. Amenorea dibedakan menjadi dua jenis. 1) Amenorea primer Amenorea primer yaitu tidak terjadinya haid sekalipun pada perempuan yang mengalami amenorea. 2) Amenorea sekunder Amenorea sekunder yaitu tidak terjadinya haid yang di selingi dengan perdarahan haid sesekali pada perempuan yang mengalami amenorea. d. Hipermenorea (Menoragia)

Hipermenorea adalah terjadinya perdarahan haid yang terlalu banyak dari normalnya dan lebih lama dari normalnya (lebih dari 8 hari).

e. Hipomenorea Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih sedikit dari biasanya tetapi tidak mengganggu fertilitasnya. Mansjoer (1999) mengatakan beberapa gangguan haid adalah : a. Premenstrual tension (ketegangan prahaid) Ketegangan pra haid adalah keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid dan menghilang sesudah haid datang walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti. b. Mastodinia Mastodinia adalah nyeri pada payudara dan pembesaran payudara sebelum menstruasi. c. Mittleschmerz (rasa nyeri pada ovulasi) Mittleschmerz adalah rasa nyeri saat ovulasi, akibat pecahnya folikel de Graff dapat juga disertai dengan perdarahan/bercak. d. Dismenore Dismenore adalah nyeri haid menjelang atau selama haid sampai membuat perempuan tersebut tidak dapat bekerja dan harus tidur. Nyeri sering bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas marah. 5. Faktor yang mempengaruhi siklus haid Kusmiran (2011) mengatakan penelitian mengenai factor risiko dari variabilitas siklus menstruasi adalah sebagai berikut: a. Berat badan. Berat badan dan perubahan berat badan memengaruhi fungsi menstruasi. Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan anorexia nervosa yang menyebabkan penurunan berat badan yang berat dapat menimbulkan amenorrhea. b. Aktivitas fisik.

Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi fungsi menstruasi. c. Stress. Stress menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya system persarafan dalam hipotalamus melalui perubahan proklatin atau endogen opiat yang dapat memengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormone lutein (LH) yang menyebabkan amenorrhea. d. Diet. Diet dapat memengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan anovulasi, penurunan respons hormone pituitary, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode perdarahan. Diet rendah kalori seperti daging merah dan rendah lemak berhubungan dengan amenorrhea. e. Paparan lingkungan dan kondisi kerja. Beban kerja yang berat berhubungan dengan jarak menstruasi yang panjang dibandingkan dengan beban kerja ringan dan sedang. f. Gangguan endokrin Adanya penyakit-penyakit endokrin

seperti

diabetes,

hipotiroid,

serta

hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien diabetes. Penyakit polystic ovarium berhubungan dengan obesitas, resistensi insulin, dan oligomenorrhea. Amenorrhea dan oligomenorrhea pada perempuan dengan penyakit polystic ovarium berhubungan dengan insensitivitas hormone insulin dan menjadikan perempuan tersebut obesitas. Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorrhea dan lebih lanjut menjadi amenorrhea. Hipotiroid berhubungan dengan polymenorrhea dan menorraghia.

g. Gangguan perdarahan Gangguan

perdarahan

terbagi

menjadi

tiga,

yaitu:

perdarahan

yang

berlebihan/banyak, perdarahan yang panjang, dan perdarahan yang sering. Dysfungsional Uterin Bleding (DUB) adalah gangguan perdarahan dalam siklus menstruasi yang tidak berhubungan dengan kondisi patologis. DUB meningkat selama proses transisi menopause.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKLUS HAID 1. STRES a. Definisi Dalam ilmu psikologi stress diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan tidak

terpenuhi

secara

adekuat,

sehingga

menimbulkan

adanya

ketidakseimbangan. Taylor (1995) dalam Muwarni (2008) mendeskripsikan stress sebagai pengalaman emosional negative disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologi, kognitif dan prilaku yang bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stress (Muwarni, 2008). Stress adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan) (Hawari, 2008). Menurut Keliat (1999) stres adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian. b. Tahapan Stres Hawari (2008) menyebutkan beberapa tahapan stress sebagai berikut: 1) Stress tahap 1 Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: a). Semangat bekerja besar,

berlebihan (over

acting);

b).

Penglihatan

“tajam”

tidak

sebagaimana biasanya; c). Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya; d). Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan energy semakin menipis. 2) Stress tahap II Dalam tahapan ini dampak stress yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I diatas. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stress tahap II adalah a). Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar; b). Merasa mudah lelah sesudah makan siang; c). Lekas merasa capai menjelang sore hari; d). Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman; e). Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar); f). Otot-otot pungung dan tengkuk terasa tegang; g). Tidak bisa santai. 3) Stress tahap III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stress tahap II tersebut di atas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhankeluhan yang semakin nyata dan mengganggu yaitu: a). Gangguan lambung dan usus semakin nyata; b). Ketegangan otot semakin terasa; c). Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat; d). Gangguan pola tidur (insomnia); e). Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan). 4)

Stress tahap IV Gejala stress tahap IV akan muncul: a). Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit; b). Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa amat sulit; c). Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai; d). Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari; e). Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan; f). Seringkali menolak ajakan karena tiada semangat dan kegairahan; g). Daya konsentrasi dan daya ingat menurun; h). Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

5)

Stress tahap V Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut: a). Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam; b). Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana; c). Gangguan system pencernaan semakin berat; d). Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panic.

6) Stress tahap VI Gambaran stress tahap VI ini adalah sebagai berikut: a). Debaran jantung teramat keras; b). Susah bernafas (sesak dan megap-megap); c). Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran; d). Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan; e). Pingsan atau kolaps. 2. AKTIVITAS FISIK a. Definisi

Aktifitas didefinisikan sebagai suatu aksi energetik atau keadaan bergerak. Semua manusia yang normal memerlukan kemampuan untuk dapat bergerak (Priharjo, 1996). Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari (Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006).

b. Keuntungan Melakukan Aktivitas Fisik Menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI ( 2006) beberapa keuntungan dalam melakukan aktivitas fisik sebagai berikut: 1). Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis, dan lain-lain; 2). Berat badan terkendali; 3). Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat; 4). Bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional; 5). Lebih percaya diri; 6). Lebih bertenaga dan bugar; 7). Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik. c. Tiga Sifat Aktivitas Fisik 1) Ketahanan (endurance) Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 minggu perhari). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: a). Berjalan kaki, misalnya turunlah dari bus lebih awal menuju tempat kerja kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah; b). Lari ringan; c). Berenang, senam; d). Bermain tenis; e). Berkebun dan kerja di taman. 2) Kelenturan (flexibility) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan

kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: a). Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan secara teratur untuk 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki; b). Senam taichi, yoga; c). Mencuci pakaian, mobil; d). Mengepel lantai. 3) Kekuatan (strength) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis (keropos pada tulang). Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: a). Push-up, pelajari teknik yang benar untuk mencegah otot dan sendi dari kecelakaan; b). Naik turun tangga; c). Angkat berat/beban; d). Membawa belanjaan; e). Mengikuti kelas senam

terstruktur dan

terukur (fitness) (Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006). 3. DIET Diet berasal dari bahasa Yunani, diata yang berarti cara hidup. Hartono (2000) mengatakan bahwa diet adalah pengaturan jenis dan jumlah makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan serta status nutrisi dan membantu menyembuhkan penyakit. Diet merupakan makanan yang ditentukan dan dikendalikan untuk tujuan tertentu. Setiap diet termasuk makanan, tetapi tidak semua makanan termasuk dalam kategori diet. Dalam diet jenis dan banyaknya suatu makanan ditentukan. Di samping itu dalam diet jumlah asupan dan frekuensi makan juga dikendalikan sehingga tercapainya tujuan diet tersebut (Budiyanto, 2001).

Menurut Luxboy (2008) Diet normal atau diet yang seimbang terdiri dari semua elemen makanan yang diperlukan agar tubuh tetap sehat. Seseorang membutuhkan mineral, protein, vitamin, dan lemak untuk membangun dan memelihara sel tubuh dan mengatur fungsi tubuh. Protein, lemak, dan karbohidrat bermanfaat untuk menghasilkan tenaga dan panas. Dalam makanan seringkali kekurangan mineral kalsium dan besi. Elemen – elemen makanan seringkali dikonsumsi dalam jumlah yang sangat kurang dari yang disarankan termasuk vitamin A, C, dan Vitamin B. Makanan yang kekurangan elemenelemen diatas dapat mengakibatkan timbulnya penyakit tertentu. Misalnya kekurangan vitamin C

dapat mengakibatkan penyakit gusi berdarah,

Kekurangan vitamin B-12 dapat mengakibatkan anemia. Menurut Mangoenprasodjo (2005) diet yang baik adalah diet yang menekankan pada perubahan dalam jenis makanan, jumlah, dan seberapa sering seseorang makan, dan ditambah dengan program. C. HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKLUS HAID DENGAN SIKLUS HAID Stresor diketahui merupakan faktor etiologi dari banyak penyakit. Salah satunya menyebabkan stres fisiologis yaitu gangguan pada menstruasi. Kebanyakan wanita mengalami sejumlah perubahan dalam pola menstruasi selama masa reproduksi. Dalam pengaruhnya terhadap pola menstruasi, stres melibatkan sistem neuroendokrinologi sebagai sistem yang besar peranannya dalam reproduksi wanita (Sriati, 2008). Stres jangan dianggap remeh sebab akan mengganggu sistem metabolisme di dalam tubuh. Bisa saja karena stres, mudah lelah, berat badan turun drastis, bahkan sakit-sakitan, sehingga metabolismenya terganggu. Bila metabolisme terganggu, siklus haid pun ikut terganggu (Klinik Sehat, 2008).

D. Kerangka Teori

Factor yang mempengaruhi siklus haid : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Berat Badan Aktivitas Fisik Stress Diet Paparan lingkungan dan kondisi kerja Gangguan endokrin Gangguan perdarahan

Siklus Haid : Teratur Tidak teratur

Gambar 2.2 : Kerangka Teori Sumber : Modifikasi Eny kusmiran (2011), Hendrik (2006)

E. Kerangka Konsep

Variabel Independent Faktor-faktor yang mempengaruhi siklus haid

Variabel Dependent Siklus Haid : Teratur Tidak teratur

Gambar 2.3: Kerangka Konsep

F. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas (independent) Variabel bebas (independent) adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependent (variabel terikat). Variabel dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi siklus haid. 2. Variabel terikat (dependent) Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independent (variabel bebas). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah siklus haid. G. Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka dasar teori yang telah dikemukakan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan: H1 : Ada hubungan antara factor-faktor yang mempengaruhi siklus

haid dan siklus

haid pada remaja putri yang bertempat tinggal di PONPES Putri K.H Sahlan Rosjidi.