BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian - digilib.unimus.ac.id

Hipoglikemia. 3. Porfiria didapat 4. Disfibrinogenemia. 5. Kriofibrinogenemia. 16 G. Komplikasi Komplikasi yang terjadi...

9 downloads 514 Views 865KB Size
BAB II KONSEP DASAR

A. Pengertian Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler (Smeltzer, 2001). Pengertian hepatoma (karsinoma hepatoseluler) menurut www.medicastore.com adalah kanker yang berasal dari sel – sel hati. Pengertian lain menurut Isselbacher, 2000 karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan

salah

satu

tumor yang

menimbulkan stenosis.

B. Penentuan Stadium Tumor Nodus Metastasis (TNM) untuk hepatoma: NO.

TINGKATAN

KETERANGAN

1.

Stadium I

Tumor 1, Nodus 0, Metastasis 0

2.

Stadium II

Tumor 2, Nodus 0, Metastasis 0

3.

Stadium III

Tumor 1, Nodus 1, Metastasis 0 Tumor 2, Nodus 1, Metastasis 0 Tumor 3, Nodus 0, Metastasis 0 Tumor 3, Nodus 1, Metastasis 0

4

Stadium IV A

Tumor 4, setiap Nodus , Metastasis 0

5.

Stadium IV B

Setiap Tumor, setiap Nodus , Metastasis 1

Tabel 1 : Penentuan stadium TNM untuk Hepatoma. Sumber: Smeltzer, 2001: 1199

Keterangan: T1 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang tanpa invasi vaskuler.

T2 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang dengan invasi vaskuler , atau Tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dengan ukuran terbesar tidak lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler, atau Tumor soliter dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler. T3 : Tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler atau Tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dengan ukuran terbesar tidak lebih dari 2 cm dan dengan invasi vaskuler atau Tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dan tidak ada satupun yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm, dengan atau tanpa unvasi vaskuler. T4 : Tumor meliputi pada lebih dari satu lobus paru atau tumor – tumor yang meliputi cabang utama vena porta atau vena hepatika. Nodus Limfatikus N0 : Tidak terdapat metastasis pada nodus limfatikus. N2 : Metastasis terjadi pada nodus limfatikus regional. Metasatasis jauh (M) M0 : Tidak terdapat metastasis jauh. M1 : Terdapat metastasis jauh.

7

C. Anatomi Dan Fisiologi 1. Anatomi Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata – rata sekitar 1.500 gr atau 2,5 % berat badan pada orang dewasa normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya.

Gambar 1: Anatomi Hepar Memperlihatkan bersatunya hati dan diaphragma: Lig. Falciforme hepatis dan Lig. teres hepatic disayat; tampak ventral.

a.

Permukaan superior cembung dan terletak dibawah kubah kanan diagfragma dan sebagian kubah kiri.

b.

Bagian bawah hati cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus.

c.

Hati memiliki dua lobus utama: 1) Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar.

8

2) Lobus kiri dibagi menjadi segmen segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar.

Gambar 2 : Segmen medial dan lateral dari hepar; porta hepatis; pita pengikat yang memfiksasi hati dan pembuluh-pembuluh darah disayat; tampak dorsal. 3) Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diagfraghma.

Dibawah

peritoneum

terdapat

jaringan

penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ, kapsula ini pada hilus atau porta hepatis dipermukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang – cabang vena porta, arteria hepatica, dan saluran empedu. 2. Fisiologi a. Sirkulasi Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta, dan dari aorta melalui arteria hepatica. Sekitar

9

sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior. b. Fungsi Hati Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir

setiap

fungsi

metabolik

tubuh,

dan

khusunya

bertanggungjawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Hepar juga berhubungan dengan isi normal darah karena hepar membentuk sel darah merah pada masa hidup janin, sebagian hepar berperan dalam penghancuran sel darah merah. Hepar menyimpan kromatin yang diperlukan untuk penyempurnaan sel darah merah baru, membuat sebagian besar dari protein plasma, membersihkan bilirubin dari darah dan berkenaan dengan prothrombin dan fibrinogen yang perlu untuk penggumpalan (Inayah, 2004). Fungsi hati menurut Price, 2004 dapat dilihat dalam tabel 2. Fungsi Utama Hati.

10

Tabel 2: Fungsi Utama Hati NO. FUNGSI KETERANGAN 1. Pembentukan dan ekskresi Garam empedu penting untuk empedu, metabolisme pencernaan dan absorpsi lemak garam empedu dan vitamin yang larut dalam lemak di usus. Metabolisme pigmen Bilirubin, pigmen empedu empedu utama, merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua: proses konjugasinya berlangsung dalam hati dan diekskresi ke dalam empedu. 2. Metabolisme karbohidrat, Hati memegang peranan penting glikogenesis, glikogenolisis, dalam mempertahankan kadar glukoneogenesis glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen. 3. Metabolisme protein, Protein serum yang disintesis sintesis protein oleh hati termasuk albumin serta alfa dan beta globulin (gama globulin tidak). Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH2 yang kemudian diekskresi dalam kemih dan feses. Penyimpanan protein (asam NH3 dibentuk dari diseminasi amino) asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam amino. 4. Metabolisme lemak Hodrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorpsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol. Ketogenesis Hati memegang peranan utama Sintesis kolesterol pada sintesis kolesterol, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam folat. Penyimpanan lemak 5. Penyimpanan vitamin dan Vitamin yang larut lemak (A, D, mineral E, K) disimpan dalam hati, juga vitamin B12, tembaga dan besi. 6. Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan

11

mensekresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen, progesteron, dan testosteron. 7. Detoksikasi Hati bertanggungjawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemudian diekskresi oleh ginjal (misalnya obat-obatan) 8. Ruang pengapung dan Sinusoid hati merupakan depot fungsi penyaring darah yang mengalir kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel kupffer membuang bakteri dan debris dari darah. Sumber : Price, Patofisiologi, 2004 : 498

D. Etiologi Timbulnya Karsinoma Hepatoseluler (KHS) menurut Smeltzer (2001), Isselbacher (2000), PileMone (2000) disebabkan oleh: 1. Infeksi kronik virus Hepatitis B (HBV). 2. Infeksi kronis virus Hepatitis C (HCV). 3. Kontak dengan racun kimia tertentu (mis: Vinil, klorida, arsen). 4. Defisiensi α1 – antitripsin, hemokromasitis dan tirosinemia. 5. Pemberian jangka panjang Steroid adrenogenik.

E. Patofisiologi Perjalanan penyakit cepat, bila tidak segera diobati, sebagian besar pasien meninggal dalam 3 sampai 6 bulan setelah diagnosis. Perjalanan klinis keganasan hati tidak berbeda diantara pasien yang terinfeksi kedua virus dengan hanya terinfeksi salah satu virus yaitu HBV dan HCV. Infeksi kronik

12

ini sering menimbulkan sirosis, yang merupakan faktor resiko penting untuk karsinoma hepatoseluler (Isselbacher, 2000). Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV atau HCV akan mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik (empedu yang membesar tersumbat oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati), sehingga menimbulkan nyeri. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Sumbatan intrahepatik dapat menimbulkan hambatan pada aliran portal sehingga tekanan portal akan naik dan terjadi hipertensi portal. Timbulnya asites karena penurunan sintesa albumin pada proses metabolisme protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotik dan peningkatan cairan atau penimbunan cairan didalam rongga peritoneum. Gangguan metabolisme protein yang mengakibatkan penurunan sintesa fibrinogen prothrombin dan terjadi penurunan faktor pembekuan darah sehingga dapat menimbulkan perdarahan. Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan duktuli empedu intrahepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan tersebut dalam hati. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,

13

karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin, oleh karena nodul tersebut menyumbat vena porta atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal. Peningkatan kadar billirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. (Smeltzer, 2003). Gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein menyebabkan penurunan glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga glikogen dalam hepar berkurang, glikogenolisis menurun dan glukosa dalam darah berkurang akibatnya timbul keletihan. Kerusakan sel hepar juga dapat mengakibatkan penurunan fungsi penyimpanan vitamin dan mineral sehingga terjadi defisiensi pada zat besi, vitamin A, vitamin K, vitamin D, vitamin E, dll. Defisiensi zat besi dapat mengakibatkan keletihan, defisiensi vitamin A mengakibatkan gangguan penglihatan, defisiensi vitamin K mengakibatkan resiko terjadi perdarahan, defisiensi vitamin D mengakibatkan demineralisasi tulang dan defisiensi vitamin E berpengaruh pada integritas kulit. (Isselbacher, 2000; Smeltzer, 2002; Sjamsuhidajat, 2004; Carpenito, 1998).

14

F. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik menurut Smeltzer (2001), PileMone (2000) adalah: 1. Gejala gangguan nutrisi: penurunan berat badan. 2. Kehilangan kekuatan. 3. Anoreksia dan anemia. 4. Nyeri abdomen disertai dengan pembesaran hati yang cepat serta permukaan yang teraba iregular pada palpasi. 5. Ikterus hanya terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati. 6. Asites timbul setelah nodul tersebut menyumbat vena porta atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal. 7. Sering terdapat peningkatan kadar fosfatose alkali dan alfa lipoprotein (AFP) serum. Sebagian kecil pasien karsinoma hepatoseluler mungkin memperlihatkan tanda sindroma paraneoplastik dapat terjadi eritrositosis akibat aktivitas seperti eritropoetin yang dihasilkan oleh tumor, atau timbul hiperkalemia akibat sekresi hormon seperti paratiroid. Manifestasi lainnya adalah: 1. Hiperkolesterolemia. 2. Hipoglikemia. 3. Porfiria didapat 4. Disfibrinogenemia. 5. Kriofibrinogenemia

15

G. Komplikasi Komplikasi yang terjadi akibat karsinoma hepatoseluler menurut PileMone (2000) ini adalah: 1) Hipertensi. 2) Hiperbilirubinemia. 3) Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksin. 4) Kerusakan jaringan parenkim hati yang meluas akan menyebabkan serosis hepatis.

H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien karsinoma hepatoseluler menurut Smeltzer (2001) adalah: 1. Non Bedah a. Terapi Radiasi Tujuannya adalah memberikan radiasi langsung kepada sel – sel tumor agar tidak menyebar bertambah besar, nyeri dan gangguan rasa nyaman dapat dikurangi secara efektif dengan terapi radiasi pada 70% hingga 90% penderita. Gejala anoreksia, kelemahan dan panas juga berkurang dengan terapi ini. Metode pelaksanaan radiasi mencakup: 1) Penyuntikan antibodi berlabel isotop radioaktif secara intravena yang secara spesifik akan menyerang antigen yang berkaitan dengan tumor.

16

2) Penempatan sumber radisi perkutan intensitas tinggi untuk therapi radiasi intertitial. b. Kemoterapi Kemoterapi sistemik dan kemoterapi infus regional merupakan metode yang digunakan untuk memberikan preparat antineoplastik kepada pasien tumor primer dan metastasis hati untuk memberikan kemoterapi dengan konsentrasi tinggi kedalam hati melalui arteri hepatika dipasang pompa yang dapat ditanam. c. Drainase Bilier Perkutan atau Drainase Transhepatik Ini digunakan untuk melakukan pintasan saluran empedu yang tersumbat oleh tumor hati, pankreas atau saluran empedu pada pasien tumor yang tidak dapat dioperasi atau pada pasien yang dianggap beresiko. Prosedur seperti ini dikerjakan untuk membentuk kembali sistem drainase bilier, mengurangi tekanan serta rasa nyeri karena penumpukan empedu akibat obstruksi dan meredakan gejala pruritus serta ikterus. Selama beberapa hari setelah dipasang, kateter dibuka untuk drainase eksternal. Cairan empedu yang mengalir keluar diobservasi dengan ketat untuk mengetahui jumlah, warna dan adanya darah serta debris. d. Bentuk terapi non bedah lainnya 1) Hipertermia pernah dilakukan sebagai suatu bentuk terapi untuk mengatasi metastasis pada hati. Pemanasan diarahkan pada tumor

17

melalui beberapa cara untuk menimbulkan nekrosis pada jaringan tumor tersebut sementara jaringan normal tetap terlindungi. 2) Pengembangan teknik pembekuan dingin sel-sel tumor hati dengan cryosurgery dan penggunaan bedah laser sebagai salah satu bentuk terapi masih berada dalam tahap awal. 3) Embolisasi untuk menggangu aliran darah arterial kedalam jaringan tumor dengan memasukkan partikel-partikel gelfoam kedalam pembuluh darah arteri yang memperdarahi tumor ternyata cukup efektif pada pasien-pasien dengan tumor yang kecil. 4) Imunotherapi merupakan bentuk terapi lain yang masih diteliti. Pada tahap ini, limfosit dengan reaktivitas anti tumor diberikan kepada penderita tumor hati. Regresi tumor yang merupakan hasil akhir yang diinginkan ternyata terlihat pada penderita kanker metastasis yang tidak berhasil diobati dengan terapi standar.

I. Pengkajian Fokus 1. Demografi a. Usia: Biasanya menyerang dewasa dan orang tua. b. Jenis kelamin : KHS empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan ( Isselbacher, 2000 ). c. Pekerjaan: dapat ditemukan pada orang dengan aktivitas yang berlebihan.

18

2. Perubahan Pola Fungsional. Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati menurut Doenges (1999) adalah: a. Aktivitas. Klien akan mengalami kelemahan, kelelahan, malaise. b. Sirkulasi. Bradikardi akibat hiperbilirubin berat, ikterik pada sklera, kulit dan membran mukosa. c. Eliminasi. Warna urine gelap (seperti teh), diare feses warna tanah liat. d. Makanan dan Cairan. Anoreksia, berat badan menurun, perasaan mual dan muntah, terjadi peningkatan edema, asites. e. Neurosensori. Peka terhadap rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis. f.

Nyeri / Kenyamanan. Kram abdomen, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas, mialgia, atralgia, sakit kepala, gatal-gatal (pruritus).

g. Keamanan. Demam,

urtikaria,

lesi

makulopopuler,

eritema,

splenomegali,

pembesaran nodus servikal posterior.

19

h. Seksualitas. Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan (contoh: homoseksual aktif atau biseksual pada wanita). 3. Pemeriksaan Fisik. Menurut Doenges (1999) hasil pemeriksaan fisik pada pasien dengan hepatoma adalah: a. Tanda – tanda vital. Tekanan darah meningkat, nadi bradikardia, suhu meningkat, pernapasan meningkat. b. Mata : sklera ikterik. c. Mulut: mukosa kering, bibir pucat. d. Abdomen: terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan atas, pembesaran hati, asites, permukaan teraba ireguler. e. Kulit: gatal (pruritus), ikterik. f. Ekstremitas: mengalami kelemahan, peningkatan edema. 4. Pemeriksaan Penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan karsioma hepatoseluler menurut Isselbacher (2000) adalah: a. Pemeriksaan Laboratorium. 1) Terjadi peningkatan kadar bilirubin, alkali fosfatase, asparat aminotransferase

(AST),

glutamic

oxaloacetik

transaminase

(SGOT) dan lactic dehidogenase (LDH) dapat terjadi.

20

2) Leukositosis (peningkatan jumlah sel darah putih), eritrositosis (peningkatan jumlah sel darah merah). 3) Hiperkalsemia, hipoglikemia dan hiperkolesterolemia juga terlibat dalam pemeriksaan laboratorium. b. USG Abdomen: mendeteksi adanya tumor hati. c. Biopsi hati: terdapat resiko sel-sel tumor akan bermigrasi disepanjang bekas biopsi. d. Laparoskopi: untuk melakukan biopsi sel hati dibawah pandangan langsung.

21

• • • • •

J. Pathway Keperawatan

Infeksi kronik virus (HB ) Infeksi virus (HC ) hepatitiskronik B V Kontak racun kimia hepatitisdengan C V Defisien ? 1 antitrips , hemokromasitis dan tertentu Pemberian jangka si in panjang steroid tirosinemia adrenogenik HEPATO MA

Resti transmisi Infeksi

Terdapat nodul maligna dalam hilus hati Pembengkakan hepar Penekanan syaraf

Bendungan vena porta Penyumbat anvena porta

Ganggu perfusi an jaringan

Nye ri

Ganggu metabolisme an protein

Penyempitan vena porta Hipertensi portal

sel Kerusakan sel hati parenkim, dan duktuli empedu intra hepatik

Sintes albumi a n Hipoalbumine mia

Metabolis mebilirubi n

Tekana nosmoti k

Kelebihan vol. cairan

Penekan pada an lambung Mual, ingin muntah Anoreks ia

Penimbunan Di parucairan paru

Pigme enmped u

Gatalgatal

Ikteri

Glikogen hepar dalam berkurang Glikogenoli sis Glukosa dalam darah berkurang Cepat lelah

Penimbunan Pada jar. cairan perifer

Defisien si

/ kelemah an

Zat besi Produk SDM Anem ia Oksi Hb Metabolisme aerob Asam laktat

Edema paru

Gangguan aktivit intoleran as Resti cidera

Lema , keletih s an

Vitamin A Penurun ketajaman an visus Ganggu penglihat an an Gangguan sensori penglihatan

Vitamin K

Vitamin D

Pembeku an dara h

Absorb kalsium si di usus

Absorb sike kulit

Hipokalse mia

Turg orkuli t

Vitamin E

Demineralis asi tulan g Kerusak antulan g Resti mobilitas kerusakan fisik

Edema perifer

Intake in adekuat Perubahan kurang dari

Garam empedu dalam darah

Gangguan citra diri

↓Ekspan si par u

Fungsi vitamin dan penyimpanan mineral

Glikogenesis glukoneogene dan sis

Perubahan penampilan

Cairan ekstra seluler Penimbunan Di cairan abdomen Asite s

Hiperbilirubine mia

Sintesa dan fibrinogen prothrombin Faktor dara pembekuan h

Metabolis Karbohidrme , lemak dan at protein

Tidak pola efektifnya pernapasan

Gangguan metabolisme Zat gizi Resiko kerusakan

Sumber: Price, 2005, Samsuhidajat, 2004, Isselbacher, 2000

22

K. Diagnosa Kperawatan Diagnosa keperawatan pada penyakit hepatoma secara teori menurut Doenges (1999), Carpenito (1998) dan Kim (1995) adalah: 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar dan bendungan vena porta. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan penurunan peristaltic (reflek visceral), empedu tertahan. Kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi kronik hepatoma. 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen, asites, dan penurunan ekspansi paru. 5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder terhadap karsinoma hepatoseluler. 6. Kelebihan volume cairan berhubuangn dengan hipertensi portal, tekanan osmotic koloid yang merendah akibat dari penurunan protein albumin ditandai dengan penumpukan cairan bawah kulit, intake dan output tidak seimbang. 7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu.

23

8. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan produksi dan sekresi eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah, penurunan masa hidup sel darah merah, gangguan faktor pembekuan darah dan peningkatan kerapuhan kapiler. 9. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus. 10. Resiko gangguan konsep diri : gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan peran, perubahan penampilan fisik (ikterik, asites).

24

L. Fokus Intervensi dan Rasional Menurut Doenges (1999), Kim (1995) dan Carpenito (1998), intervensi keperawatan pada penyakit hepatoma adalah sebagai berikut: 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar dan bendungan vena porta. a. Kriteria Hasil. Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya). b. Intervensi dan Rasional. 1) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri. Rasional: nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri. 2) Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri, akui adanya nyeri, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya. Rasional: klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri. 3) Berikan informasi akurat dan jelaskan penyebab nyeri serta tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui.

25

Rasional: klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang atau tidak terdapat penjelasan). 4) Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksik. Rasional: kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan penurunan peristaltic (reflek visceral), empedu tertahan. Kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah. a. Kriteria Hasil. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi. b. Intervensi dan Rasional. 1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan. Rasional: keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan. 2) Awasi pemasukan diet atau jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi paling sering. Rasional: adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastrointestinal dan menurunkan kapasitasnya.

26

3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan. Rasional: akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan. 4) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak. Rasional: menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan. 5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak. Rasional: glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap atau dimetabolisme sehingga akan membebani hepar. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi kronik hepatoma. a. Kriteria Hasil Mengembangkan pola aktivitas atau istirahat konsisten dengan keterbatasan fisiologis. b. Intervensi dan rasional 1) Bantu

pasien

dalam

mengidentifikasi

faktor-faktor

yang

meningkatkan. Rasional: memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatankegiatan yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang kurang penting.

27

2) Ajarkan pasien untuk membuang atau mengurangi aktivitas yang dapat menyebabkan nyeri atau lelah dan anjurkan untuk tirah baring. Rasional: tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit. 3) Ajarkan strategi koping koqnitif (seperti pembandingan, relaksasi, pengendalian bernafas). Rasional: respon emosional terhadap intoleransi aktivitas dapat secara efektif ditangani dengan menggunakan strategi koping koqnitif. 4) Ajarkan orang terdekat untuk membantu pasien dalam melakukan aktivitas. Rasional: dukungan sosial meningkatkan pelaksanaan. 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen, asites, dan penurunan ekspansi paru. a. Kriteria Hasil. Pola nafas adekuat, perubahan nadi (60-80 x/menit), RR 16-24 x/menit, asites berkurang, nafas tidak cuping hidung, tidak edema. b. Intervensi dan Rasional. 1) Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan. Rasional: pernafasan dangkal atau cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen.

28

2) Auskultasi bunyi nafas tambahan. Rasional: kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan. 3) Berikan posisi semi fowler. Rasional: memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret. 4) Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif. Rasional: membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak. 5) Berikan oksigen sesuai kebutuhan. Rasional: mungkin perlu untuk mencegah hipoksia. 5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder terhadap karsinoma hepatoseluler. a. Kriteria Hasil: 1) Membran mukosa warna merah muda. 2) Tidak ada tanda sianosis maupun hipoksia. 3) Capilari refil kurang dari 3 detik. 4) Nilai laboratorium dalam batas normal (Hb). 5) Konjungtiva tidak anemis. 6) Tanda-tanda vital stabil Tekanan darah: 90/60-130/90 mmHg, suhu: 36,7-37 oC, respirasi rate: 16-24 x/menit, nadi: 60-80 x/menit.

29

b. Intevensi dan Rasional 1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar kuku. Rasional: memberi informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi. 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Rasional: meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. 3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungandan tubuh hangat sesuai indikasi. Rasional: vasokonstriksi (keorgan vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan klien atau kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ). 4) Kolaborasikan untuk pemberian O2. Rasional: memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan. 5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (Hb). Rasional: mengetahui status transpor O2. 6. Kelebihan volume cairan berhubuangn dengan hipertensi portal, tekanan osmotic koloid yang merendah akibat dari penurunan protein albumin

30

ditandai dengan penumpukan cairan bawah kulit, intake dan output tidak seimbang. a. Kriteria Hasil 1) Volume cairan seimbang antara pemasukan dan pengeluaran, berat badan stabil, tanda-tanda vital dalam batas normal. 2) Tidak ada bunyi paru. 3) Tidak ada edema. 4) Tidak ada asites, protein total (6,0-8,0 gr/dl), albumin (3,5-5,5 gr/dl), K+ (3,5-5,0 mEq/L), Na (135-145 mEq/L). b. Intervensi dan Rasional 1) Ukur masukan dan keluaran catat keseimbangannya timbang berat badan tiap hari dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg per hari. Rasional: menunjukkan status sirkulasi, terjadinya perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi. Keseimbangan positif atau peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut. 2) Awasi tanda-tanda vital. Rasional: peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan cairan. 3) Auskultasi paru, catat penurunan atau tidak adanya bunyi nafas tambahan contoh krekles. Rasional: peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan gangguan pertukaran gas pada paru-paru.

31

4) Ukur dan catat lingkar perut tiap hari. Rasional: untuk memantau perubahan pada pembentukan asites dan penumpukan cairan. 5) Dorong untuk tirah baring. Rasional: posisi rekumben untuk diuresis. 6) Awasi albumin serum dan elektrolit khusus kalium dan natrium. Rasional: penuruan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukan odem. Penurunan aliran darah ginjal menyertai peningkatan kadar aldosteron dna penggunaan diuretik untuk menurunkan air total tubuh, dapat menyebabkan

sebagai

perpindahan

atau

ketidakseimbangan

elektrolit. 7) Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi. Rasional: natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstra vaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk memperbaiki / mencegah pengenceran. 8) Beri obat diuretik sesuai indikasi. Rasional:

digunakan

untuk

mengontrol

odem

dan

asites.

Menghambat efek aldosteron, meningkatkan ekstresi air, bila terapi dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak teratasi. 7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu.

32

a. Kriteria Hasil Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus. b. Intervensi dan Rasional 1) Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering. a) Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril, lanolin). b) Keringkan kulit, jaringan digosok. Rasional: kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung syaraf. 2) Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal. Rasional: penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi. 3) Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk. Rasional:

penggantian

merangsang

pelepasan

hidtamin,

menghasilkan lebih banyak pruritus. 4) Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin. Rasional:

pendinginan

akan

menurunkan

vasodilatasi

dan

kelembaban kekeringan. 8. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan produksi dan sekresi eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah, penurunan masa

33

hidup sel darah merah, gangguan faktor pembekuan darah dan peningkatan kerapuhan kapiler. a. Kriteria Hasil : 1) Menunjukkan perbaikan nilai laboratorium (trombosit 150-400 ribu/mmk, waktu pembekuan 2-6 menit, waktu perdarahan 1-3 menit). 2) Tidak ada tanda-tanda perdarahan (ecimosis, memar (purpural)). b. Intervensi dan Rasional 1) Catat adanya perdarahan pada area tusukan infus (jika terpasang), urin merah dan feses berdarah. Rasional: perdarahan dapat terjadi dengan mudah karena kerapuhan

kapiler

atau

gangguan

pembekuan

dan

dapat

memperburuk anemia. 2) Anjurkan untuk menggunakan sikat gigi yang halus. Rasional: menurunkan resiko perdarahan atau hematoma. 3) Kolaborasikan pemeriksaan lanoratorium (hitung darah lengkap, sel darah merah, hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan, waktu perdarahan). Rasional: mengetahui status hematologi klien. 4) Berikan transfusi jika diindikasikan. Rasional: tranfusi diperlukan apabila klien mengalami gejala anemia simtomatik.

34

5) Berikan obat sesuai indikasi (sediaan besi, asam folat, pelunak feses, antasida, hemastati atau penghambat fibrinolisis) Rasional:

berguna

mengurangi

untuk

mengejan

memperbaiki

untuk

menghambat perdarahan

keadaan

menurunkan

beban

anemia, energi,

yang tidak reda secara spontan,

menetralkan asam lambung. 9. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus. a. Kriteria Hasil Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. b. Intervensi dan Rasional 1) Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani semua cairan tubuh. a) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen. b) Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh. c) Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun. Rasional: pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis.

35

2) Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi. Rasional: teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit. 3) Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan. Rasional: mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi. 4) Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat. Rasional: rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi. . 10. Resiko gangguan konsep diri : gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan peran, perubahan penampilan fisik (ikterik, asites). a. Kriteria Hasil : 1) Menunjukkan penerimaan akan perubahan dan situasi yang ada saat ini. 2) Mampu mengungkapkan perasaan takut, sedih, bingung, marah, cemas, malu. b. Intervensi dan Rasional 1) Diskusikan perasaan klien takut, sedih, marah. Jelaskan hubungan dengan asal penyakit.

36

Rasional: klien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah, marah, sedih bila penyebabnya berhubungan dengan alkohol (80%) atau penggunaan obat lain. 2) Dukung dan dorong klien, berikan perawatan dengan perilaku positif dan perilaku bersahabat. Rasional: sikap perawat dalam memberikan perawatan akan berpengaruh pada perasaan klien terkait penilaian pribadi. 3) Dorong keluarga atau ornag terdekat untuk mengatakan perasaan, berkunjung atau berpartisipasi pada perawatan. Rasional: anggota keluarga akan merasa bersalah, merasa sedih terkait kondisi klien saat ini, partisipasi pada perawatan membantu mereka merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan antara staf, klien dan perawat. 4) Bantu klien dan orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada penampilan klien, anjurkan memakai pakaian

yang tidak

menonjolkan gangguan penampilan misalnya : menggunakan baju merah, biru atau hitam. Rasional: 5) Kolaborasi dengan rujuk ke pelayanan pendukung (konselor, psikiatrik). Rasional: meningkatkan kerentanan atau masalah sehubungan dengan penyakit ini memerlukan sumber pelayanan tambahan.

37