BAB I PENDAHULUAN - ceklis.weebly.com

2 | P a g e Maka dari itu, makalah yang berjudul “Konsep Dasar Teori Konseling Analisis Transaksional dalam Konseling Ke...

16 downloads 207 Views 225KB Size
BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Bimbingan dan konseling dewasa ini tidak lagi terbatas hanya pada

lingkungan pendidikan sekolah, melainkan juga dalam seting luar sekolah dan kemasyarakatan. Bimbingan dan konseling saat ini pun tidak lagi hanya terpaku pada konteks bimbingan secara individual saja melainkan juga cukup efektif dilakukan dalam seting kelompok. Kehidupan global dan kemajuan teknologi informasi yang menghadapkan manusia kepada perubahan pesat dan ragam informasi yang amat banyak, menghendaki manusia untuk selalu memperbaiki kemampuan dan kecakapan di dalam memilih dan mengolah informasi agar dapat mengambil keputusan secara tepat (ABKIN, 2004 :1) Didasarkan dari anggapan tersebut, perlu kiranya seorang konselor untuk terus memperbaiki kemampuannya dalam mengembangkan profesinya. Ragam cara, praktek serta teori dalam lingkup bimbingan dan konseling sudah harus dikuasai, sehingga akan terciptalah konselor profesional. Teori konseling Analisis Transaksional dari Eric Berne salah satu teori yang perlu dikuasai, selain konselor dapat menggali permasalahan konseli secara mendalam, konseli dapat berkatarsis dengan leluasa pada konselor. Selain itu, dalam seting kelompok, konseli tidak hanya dapat berinteraksi dengan konselor saja, tetapi juga melalui permainan peran dan teknik-teknik konseling dalam AT khususnya dalam seting kelompok, konseli dapat menuntaskan masalahnya bahkan mengembangkan dirinya melalui interkasi dengan teman sebayanya dalam kelompok tersebut. Akhirnya konseli dengan sendirinya

akan menghasilkan

problem solving secara efektif dan membuat keputusan-keputusan baru dalam hidupnya. Mengingat pentingnya hal di atas, maka kami mencoba untuk mencermati serta melakukan pengakajian secara intensif.

Dengan cara mengidentifikasi

aspek-aspek terpenting dalam teori konseling individual, konseling ini juga dapat dipraktekkan dalam konseling kelompok. 1|Page

Maka dari itu, makalah yang berjudul “Konsep Dasar Teori Konseling Analisis Transaksional dalam Konseling Kelompok” yang kami buat, berusaha untuk menyajikan sejauhmana kontribusi teori konseling yang berupa transaksi ini dalam pengembangan bimbingan konseling terutama interaksi konselor dengan konseli dan interkasi konseli dengan kelompoknya.

1.2.

Rumusan Masalah Dari Uraian yang dipaparkan di atas, kami berusah merumuskan kajian

makalah ini pada hal-hal berikut : a. Sekilas tentang Eric Berne b. Konsep dasar konseling analisis transaksional c. Proses konseling d. Analisis kritis konseling kelompok analisis Transaksional

1.3.

Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah ingin mengetahui

tentang teori konseling yang bersifat transaksi secara komprehensif terutama dalam seting kelompok. Sehingga diharapkan dapat berkontribusi positif terhadap pengembangan keilmuan Bimbingan dan Konseling. Adapun Manfaat pembuatan makalah ini : a. Memberi gambaran secara komprehensif konsep dasar teori konseling Analisis Transaksional dalam kelompok. b. Bagaimanakah pola-pola pengembangan konseling menurut teori konseling Analisis Transaksional dari Eric Berne. c. Dapat mengetahui bagaimana implikasi teori konseling Analisis Transaksional memberi kontribusi dalam pengembangan bimbingan konseling terutama interaksi konselor dengan konseli serta interaksi konseli dengan kelompoknya.

2|Page

1.4.

Metode Penulisan Makalah Metode yang digunakan oleh kami untuk membuat makalah adalah dengan

mengadakan studi literatur terhadap buku-buku yang menjadi sumber rujukan dalam penulisan makalah ini.

1.5.

Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN ; Terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Metode Penulisan Makalah dan Sistematika Penulisan. BAB II ISI ; Sekilas tentang Eric Berne, konsep dasar konseling Analisis Transasksional, dan proses konseling. BAB III TINJAUAN KRITIS ; Kontribusi dan kelemahan teori konseling Analisis Transaksional . BAB IV KESIMPULAN

3|Page

BAB II KONSELING KELOMPOK ANALISIS TRANSAKSIONAL 2.1.

Sekilas Tentang Eric Berne Tokoh pencetus analisis transaksional adalah Eric Leonard Bernstein

yang lebih terkenal dengan nama Eric Berne anak seorang ahli fisika, dia tumbuh di sebuah daerah yahudi miskin wilayah Montreal Canada. Berne mendapatkan gelar M.D. dari McGill University Montreal pada tahun 1935, dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi psikiater di Yale University beberapa saat kemudian. Pada saat masuk dinas militer AD Amerika (1943-1946) ia memasuki eksperimennya dalam terapi kelompok.Setelah perang, Berne memulai lagi studi psikoanalitiknya dengan Erik Erikson. Penyelidikannya menghasilkan suatu ideide yang bertentangan dengan sebagian besar dari sebagian besar psikiatris pada pertengahan tahun 1950-an. Pada Usia 46 tahun ia dipecat dari keanggotaan di Institut Psikoanalitik. Dia

menantang

asumsi

dasar

dari

terapi

psikoanalitik

tradisionalnya dan mulai mempraktekan apa yang disebutnya analisis transaksional. Berne mulai mengembangkan analisis transaksional pada tahun 1950-an. Seorang dokter ahli jiwa Eric Berne berpendapat secara tidak sadar setiap manusia sebenarnya sudah memilih lakon hidupnya sendiri.

Eric Berne

menciptakan sebuah metode yang dinamakan Analisis Transaksional, yakni sebuah sistem psikoterapi atas dasar analisis transaksi yang terjadi dalam proses psikoterapi. Teori kepribadian dan psikonalisis sistematis ini dimaksudkan untuk perkembangan dan perubahan kepribadian. Eric Berne mengembangkan dan memperkenalkan AT pertama kali pada tahun 1950.

AT dirancang untuk terapi kelompok (Corsini, 1977; Goldenberg,

1983). Diberbagai literature psikologi (misalnya Hall, 1983; Huffman, Williams & Vernoy, 1991) memasukan AT kedalam bahasan terapi kelompok secara 4|Page

tersendiri. AT diyakini lebih efisien dalam terapi kelompok dari pada terapi individual.

Karena AT menekankan pada interaksi individu sebagai suatu

simptom dan penyebab problem psikologis (George & Cristiani, 1981), dan pemahaman yang diperoleh oleh anggota tentang kesalahan transaksi dengan orang lain (Goldenberg, 1983). Gladding (1995) mengemukakan tiga bentuk kelompok AT, yaitu : keputusan ulang (redecision), klasik (classic) dan kateksis (cathexis). keputusan ulang menekankan pada proses-proses intrapsikis anggota.

Pada Dalam

kelompok ini tiap anggota mengalami kembali pengalaman hidup mereka dan kemudian mengubah skenario yang tidak tepat. Kelompok klasik menekankan pada interaksi pada saat sekarang; dan kelompok kateksis menekankan pada pengasuhan ulang atau reparenting. Jadi, kelompok-kelompk AT menekankan pada hubungan interpersonal (model klasik) dan intrapersonal (model keputusan ulang dan kateksis).

2.2.

Konsep Dasar Konseling Kelompok Analisis Transaksional Konsep dasar TA (Transactional Analysis) disebut skrip hidup atau life

script. Skrip ini menggambarkan corak hidup khas seseorang. Seseorang yang senang atau tidak senang dengan tingkah laku skrip ini, namun menurut Eric Berne, kita mampu mengubahnya apabila kita sungguh-sungguh ingin melakukannya. Menurut Eric Berne seorang pakar dalam bidang analisis transaksional (transactional analysis) dalam diri setiap orang dewasa ada komponen kehidupan sebagai orangtua, sebagai orang dewasa, dan sebagai anak (Berne, 1964). Komponen diri sebagai orangtua diwujudkan dalam perilaku menasehati orang lain. Komponen pribadi sebagai orang dewasa ditunjukkan pada saat seseorang berdialog dengan akal sehat dengan orang lain. Sedang komponen anak-anak terlihat dari perilaku minta perhatian, kasih sayang, dan perilaku bermain seperti anak-anak. Pada dasarnya banyak tujuan yang bisa dicapai dengan penggunaan outbond training. Dalam aplikasinya di perusahaan, secara garis besar ada dua

5|Page

tipe penggunaannya, yaitu pengembangan kemampuan di bidang manajemen organisasi dan yang kedua di bidang pengembangan diri (personal development). Penerapan tujuan ini antara lain, yaitu pengembangan tim (team building), pengembangan kepemimpinan (leadership), pengembangan budaya organisasi ( culture development), pengelolaan perubahan ( managing change), perencanaan strategik (strategic plan), dan lain-lain. Akhirnya meskipun hidup lebih dari yang kita bayangkan bahkan bila hidup lebih daripada hidup itu sendiri kehadiran outbond training rasanya bisa dijadikan sesuatu yang menyenangkan dalam mengisi kehidupan ini. Outbond training dapat memberikan waran dalam kehidupan manusia. Tetapi sebetulnya outbond training akan mampu memberikan labih dari sekedar memberikan warna bagi kehidupan apabila kita semua menyadari bahwa outbond training hendaknya dilandasi oleh suatu keinginan untuk menjadikan manusia menjadi lebih di dalam segi kehidupan, tidak hanya semata-mata menjadi peluang semata bagi providerprovider untuk mencari pasar. Dan nilai-nilai yang didapatkan dari outbond training ini dapat kita aplikasikan dalam kehidupan nyata menjadi lebih berarti bukan hanya menjadi nilai-nilai yang terbuang. Secara teori dan praktek AT berpusat pada beberapa konsep dasar seperti ego (ego state), stroke (stroke), dan skenario (script), dengan tidak mengabaikan masa lalu dan masa sekarang serta dari kedua hal tersebut dalam proses konseling kelompok (Corsini, 1977; Gladding, 1995). 1. Status Ego Analisis Transaksional adalah suatu sistem terapi atau konseling kelompok yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola prilaku yang terpisah atau status ego : Orang Tua, Orang Dewasa, dan Anak-anak. Ego orang tua adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau dari pengganti orang tua. Ego orang tua memiliki fungsi dualistic yaitu : merawat (nurturing) dan mengkritik (kritikal) atau mengendalikan (controlling). Fungsi merawat adalah untuk memperhatikan. Sedangkan fungsi kritis adalah untuk menyimpan dan menyalurkan aturan dan perlindungan kehidupan. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita,

6|Page

maka apa yang dibayangkan oleh kita adalah perasaan orang tua kita dalam suatu situasi, atau

kita merasa dan bertindak terhadap orang lain seperti

tindakan dan perasaan orang tua kita terhadap diri kita. Status ego orang tua berisi "harus/seharusnya", dan "semestinya". Orang tua dalam diri kita bisa "orang tua Pengasuh/Pemelihara", atau "orang tua Pengritik" seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Ego orang dewasa adalah pengolah data dan informasi. Ini adalah bagian obyektif dari seseorang yang mengumpulkan informasi tentang apa yang sedang terjadi. Ia tidak emosional dan tidak menghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan realitas eksternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa menghasilkan pemecahan yang paling baik bagi masalah tertentu. Ego orang dewasa berfungsi menerima dan memproses informasi dari orang tua, anak dan lingkungan. Ego orang dewasa di anggap dapat membuat keputusan yang paling baik karena dipandang sebagai pribadi yang logis dan realistis. Ego anak terdiri atas perasaan, dorongan emosi, serta tindakan-tindakan spontan. "Anak" dalam diri kita bisa berupa "anak alamiah", si "profesor cilik", atau "anak yang disesuaikan". Anak alamiah (Free Child atau Natural Child) adalah anak yang impulsif, tidak terlatih, spontan, ekspresif dan agresif. Si Profesor cilik adalah kearifan (kebijaksanaan) yang asli dari seorang anak. Ia manipulatif, egosentrik dan kreatif. ini adalah bagian dari ego anak yang intuitif dan bermain berdasarkan firasat/perasaan. Sedangkan anak

yang

disesuaikan (Adapted Child) menunjukkan suatu modifikasi dari anak alamiah. Modifikasi itu merupakan hasil dari pengalaman traumatik, tuntunan, latihan dan ketetapan-ketetapan tentang agaimana agar bisa diperhatikan orang lain.

2. Penggakuan (Stroke) Gladding (1995) menyatakan bahwa Analisis Transaksional didasarkan pada keyakinan bahwa setiap individu menstruktur waktu mereka untuk memperoleh ”stroke” atau pengakuan verbal dan non verbal. Stroke itu dapat dilakukan dengan cara manrik diri, bermain, melakukan pekerjaan dan

7|Page

persahabatan. Dalam rangka meningkatkan skenario kehidupan dan pola kebiasaan perilakunya, Eric Berne (1966) mengemukakan ada empat posisi hidup dalam setiap diri individu: 1. Saya OK--Kamu OK 2. Saya OK--Kamu tidak OK 3. Saya tidak OK--Kamu OK 4. Saya tidak OK--Kamu tidak OK Pada posisi hidup yang pertama Saya OK--Kamu OK, menggambarkan adanya penerimaan terhadap diri dan orang lain. Posisi hidup kedua Saya OK-Kamu tidak OK, memiliki gambaran bahwa seseorang yang selalu memiliki kecurigaan terhadap orang lain sehingga bertingkah laku paranoid. Pada posisi hidup yang ketiga Saya tidak OK--Kamu OK, ia dihadapkan pada situasi depresi dan tertekan pada pilihan hidupnya. Dan posisi ke empat Saya tidak OK--Kamu tidak OK, merefleksikan orang yang schizophrenics serta menolak diri dan keberadaan orang lain. (Gladding, 1983) Posisi yang sehat adalah posisi dengan perasaan sebagai pemenang atau posisi "Saya OK -- Kamu OK". Dalam posisi tersebut dua orang merasa seperti pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung yang terbuka. Saya OK -- Kamu tidak OK adalah posisi orang yang memproyeksikan masalah-masalahnya kepada orang lain dan mempersalahkan orang lain. Ini adalah posisi arogan yang menjauhkan seseorang dari orang lain dan mempertahankan seseorang dalam penyingkiran diri. Saya tidak OK -- Kamu OK adalah posisi orang yang mengalami depresi, yang merasa tidak kuasa dibandingkan dengan orang lain, dan cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan orang lain daripada keinginan sendiri. Saya tidak OK --Kamu tidak OK adalah posisi orang yang menyingkirkan semua harapan, kehilangan minat hidup, dan melihat hidup sebagai sesuatu yang tidak mengandung harapan.

8|Page

Dalam

peristilahan

analisis

pengakuan. Istilah ini

transaksional

stroke adalah

semacam

digunakan untuk menjelaskan hubungan saling

berkomunikasi antara yang satu dengan yang lain. Stroke positif berisi pesan "saya menyukai anda" ucapan

itu bisa

diungkapkan dengan bentuk kata-kata menyejukan, sentuhan fisik, dan isyaratisyarat persahabatan. Stroke negatif berisi pesan "saya tidak menyukai anda" bisa diungkapkan secara verbal maupun non-vebal. Stroke bersyarat berisi pesan "saya akan menyukai anda apabila dan manakala anda bertindak tertentu", mereka diterima atas prbuatan yang dilakukannya. Sedangkan sroke tak bersyarat berisi pesan "saya bersedia menerima anda tanpa menghiraukan siapa dan seperti apa anda itu, dan kita nanti bisa merundingkan perbedaan diantara kita. Teori analisis Transaksional menaruh perhatian pada rencana hidup individu untuk menentukan

jenis

pengakuan (stroke) apa yang diberikan dan

didapatkan.

3. Skenario (Script) Menurut Gladding (1995), skenario (script) berisikan tiga bentuk transaksi yaitu : a) Transaksi Komplementer (dua orang beroperasi dari ego yang sama) Transaksi ini merupakan transaksi yang jelas dan tidak menyembunyikan sutau maksud tertentu. Transaksi ini terjadi manakala pesan yang dikirim dari status ego yang spesifik mendapatkan tanggapan seperti yang telah diramalkan sebelumya dari status ego spesifik dari orang lain. b) Transaksi Lintas / Silang (antara ego yang tidak tepat) transaksi ini terjadi apabila suatu respon yang diberikan berasal dari suaru ego yang tidak tepat atau tidak diharapkan.

9|Page

Terjadi manakala suatu tanggapan yang tidak diramalkan diberikan terhadap pesan yang dikirimkan seseorang. c) Transaksi Lepas / Terselubung (dua ego beroperasi secara simultan; yang satu menyamarkan yang lain) transaksi ini dapat terjadi apabila pesan nampaknya dikirimkan pada status ego tetapi ditransmisikan pada status ego lain. Transaksi lepas adalah kompleks, transaksi ini menyangkut lebih dari dua status ego dan sebuah pesan terselubung dikirimkan.

Tujuan Konseling (Terapi) Kelompok Analisis Transaksional Adapun yang menjadi tujuan dasar dari Analisis Transaksional adalah membantu konseli dalam membuat keputusan baru yang menyangkut tingkah laku sekarang dan

arah hidupnya. Dengan sasarannya adalah mendorong

konseli agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh keputusan awal mengenai posisi hidupnya. Inti terapi ini adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan

yang

manipulatif

dan

oleh

skenario-skenario

hidup

yang

mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai oleh kesadaran, spontanitas dan keakraban. Selain tujuan dasar diatas, berikut ini beberapa pandangan mengenai tujuan analisis transaksional yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya : 1) Menurut Harris (1967) Harris

mengemukakan

bahwa

tujuan

analisis transaksional sebagai

proses bantuan terhadap individu agar individu ini memiliki kebebasan memilih, kebebesan mengubah keinginan, kebebasan mengubah

respon-

respon terhadap stimulus yang lama maupun yang baru. 2) Berne (1964) Menyatakan bahwa tujuan utama analisis transaksional adalah pencapaian otonomi yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik : kesadaran, spontanitas dan keakraban. 3) James dan Jongeward (1971)

10 | P a g e

Sama seperti yang dikemukakan Berne yaitu melihat pencapaian otonomi sebagai tujuan utama

analisis transaksional yang bagi mereka berarti

"mengatur diri, menentukan nasib sendiri, memikul tanggung jawab atas tindakan-tindakan dan perasaan-perasaan sendiri serta membuat pola-pola yang tidak relevan dan tidak pantas untuk kehidupan seseorang". Tujuan konseling kelompok AT menurut Berne adalah untuk membantu anggota kelompok memerangi masa lampau pada saat sekarang dalam rangka menjamin masa depan yang lebih baik (Gladding, 1995). Masa lampau diartikan atau digambarkan sebagai peran EOT (Ego Orang Tua) dan EA (Ego Anak), sedangkan masa sekarang diartikan sebagai ED (Ego Dewasa). Proses yang terjadi dalam kelompok diharapkan dapat membantu individu untuk belajar tentang diri sendiri melalui analisis structural, transaksi, game, dan script.

2.3.

Proses Konseling Kelompok Analisis Transaksional Kelompok AT didasarkan pada kontrak terapeutik yang dirumuskan dan

disetujui oleh pemimpin dan anggota kelompok. Kontrak ini berisi tentang pernyataan yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya dan kapan dilaksanakannya. Menurut Gladding (1995), empat komponen utama dalam kontrak yaitu: 1. mutual assent, pernyataan atau penetapan tujuan khusus dari perspektif orang dewasa dan menggabungkannya dengan kedewasaan terapis sebagai suatu sekutu. 2. competency, persetujuan tentang apa yang dapat diharapkan secara realistic. 3. legal object, suatu tujuan. 4. consideration, suatu biaya pelayanan. Dalam prakteknya, kelompok AT mengenal adanya kontrak klasik dan kontrak keputusan ulang (Gladding, 1995).

11 | P a g e

Kontrak klasik dilaksanakan dengan suatu penekanan pada satu atau lebih hal yaitu analisis structural, analisis transaksional, analisis permainan/game dan analisis skenario kehidupan. Beberapa teknik dari kontrak klasik yang dapat diaplikasikan dalam pada konseling kelompok. Teknik-teknik tersebut adalah : 1. Analisis Struktural Dalam analisis struktural, semua anggota kelompok menjadi lebih sadar tentang ego mereka dan bagaimana ego tersebut berfungsi. Analisis ini adalah alat yang bisa membantu konseli agar menjadi sadar akan isi dan fungsi ego orang tua, ego orang dewasa, dan ego anak yang ada pada dirinya. Konseli Analisis Transaksional belajar cara mengidentifikasi status ego mereka sendiri. Analisis strktural menolong konseli untuk menyesuaikan pola yang dirasakan telah menjeratnya. Analisis ini juga menjadikan konseli dapat

menemukan pada status

ego yang mana dia berpijak. Dengan

mengetahui itu konseli bisa menentukan pilihan yang akan diambil. Dua

problema

yang berhubungan

dengan

struktur kepribadian dapat

dijadikan pertimbangan oleh analisis struktural: kontaminasi dan eksklusi (tidak termasuk). Kontaminasi ada manakala isi dari sebuah status ego bercampur dengan yang lain. 2. Analisis Transaksional Berisikan kegiatan mendiagnosa einteraksi di antara anggota kelompok untuk menentukan apakah interaksi yang muncul mewakili transaksi komplementer, silang atau terselubung. Pada dasarnya adalah suatu deskripsi tentang apa yang dikerjakan dan dikatakan konseli tentang dirinya sendiri dan tentang orang lain. Apapaun yang terjadi antar manusia akan melibatkan transaksi antara status ego konseli, manakala pesan disampaikan diharapkan adanya tanggapan. 3. Analisis Game Analisis Game berisikan suatu pemeriksaan pola perilaku yang berulangkali atau destruktif dan analisis ego state serta berbagai transaksi yang terlibat. Karena permainan dapat mengahmbat keakraban, maka game harus dihilangkan.

12 | P a g e

4. Analisis Skenario Analisis skenario menunjuk pada pemeriksaan rencana kehidupan sebagaimana tampak dalam transaksi dan game. Skenario tersebut dibangun secara tidak sadar ketika individu masih anak-anak. Skenario

dalam kehidupan

dan adaptasi.

Orang

berlandaskan

pada serangkaian keputusan

mengalami peristiwa hidup tertentu, menerima, dan

mempelajari peran-peran tertentu, mengulang-ulang dan menampilkan peran tersebut

sesuai dengan skenario. Aspek penting

skenario kehidupan itu

adalah

yang terdapat

dalam

sifat menggerakannya yang mendorong

seseorang untuk memainkannya. Pembuatan skenario mulai terjadi secara non verbal pada masa kanak-kanak melalui pesan dari orang tua. Selama tahun pertama perkembangan, seseorang belajar tentang nilai dirinya sebagai pribadi dan tempat dirinya dalam kehidupan. Analisis

skenario

adalah

bagian

dari

proses

terapeutik

yang

memungkinkan pola hidup yang diikuti oleh individu bisa dikenali. Analisis skenario dilaksanakan dengan menggunakan suatu daftar skenario yang berisi item-item yang berkaitan dengan posisi hidup, penipuan-penipuan, permainanpermainan yang kesemuanya itu merupakan komponen fungsional utama pada skenario kehidupan individu. Holland (1973) menyatakan bahwa otonomi dan keakraban bisa menggantikan skenario dan permainan. Goulding dan goulding (1976) menyatakan bahwa para konseli tidaklah "diskenariokan" dan bahwa "perintah" tidak ditempatkan pada kepala orang seperti elektrode.

Menurut mereka

"setiap

anak membuat keputusan-

keputusan dalam merespon perintah-perintah yang nyata maupun

yang

dibayangkan, oleh karena itu mereka menskenariokan dirinya sendiri. Melalui penggabungan Analisis Transakional, terapi Gestalt, dan Modifikasi Tingkah laku, Goulding dan Goulding menemukan bahwa pada konseli bisa berubah tanpa memerlukan analisis bertahun-tahun. Mereka menekankan konsep-konsep keputusan ulang dengan menantang para konseli untuk menyadari anggapan bahwa skenario-skenario itu ditanamkan kedalam

13 | P a g e

kepala mereka adalah suatu mitos. Goulding dan Goulding menunjukkan, apabila para konseli mempersepsi bahwa diri mereka adalah pembuat keputusan tertentu, maka mereka juga akan menggunakan kekuatan mereka sendiri untuk mengubah keputusan awalnya. Kontrak keputusan ulang dilaksanakan pada kelompok AT keputusan ulang tentang rencana kehidupannya, para anggota mula-mula membuat kontrak berkenaan dengan hal-hal penting yang ingin mereka ubah. Selanjutnya, mereka melakukan suatu tindakan yang dipusatkan pada racket dan game yang telah mereka alami. Anggota kelompok kemudian mengeksplorasi sumber-sumber yang dapat membimbing mereka untuk membuat suatu keputusan hidup tertentu. Tanggung jawab ditekankan sebagai suatu kekuatan untuk berubah, dan ketidakberdayaan yang diekspresikan melalui kata-kata “tidak dapat” tidak dapat diterima. Anggota kelompok yang sudah dapat membuat keputusan ulang dengan membuat suatu perubahan, maka anggota kelompok yang lain perlu membuat penguatan atau doronan untuk melanjutkan. Pemimpin kelompok membantu anggota memusatkan perhatian pada bagaimana mereka akan mengarahkan dirinya dalam cara-cara baru diluar kelompok dan mengembangkan suatu system dukungan yang dibutuhkan untuk melanjutkan perubahan yang telah mereka buat.

Karakteristik Konseli Karakteristik konseli dalam analisis transaksional adalah : 1. Memiliki kesanggupan dan kesediaan untuk memahami dan menerima suatu kontrak, terapi. 2. Konseli bersifat aktif dalam melaksanakan

kegiatan konseling/ terapi.

Aktif disini adalah konseli menjelaskan dan menyatakan tujuan-tujuan terapinya sendiri dalam formulir kontrak. Untuk mencapai tujuan tersebut konseli dan terapis/konselor bisa merancang "tugas-tugas" yang akan dilaksanakan selama pertemuan terapi dan dalamkehidupan konseli seharihari.

14 | P a g e

3. Konseli bereksperimen dengan cara-cara baru dalam bertingkah laku, oleh karena itu mereka bisa menentukan apakah mereka akan memilih tingkah laku lama atau baru. Jika konseli menentukan untuk berubah, para konseli kemudian menyusun

rencana-rencana tingkah laku

baru

untuk

perubahan yang diinginkannya. 4. Konseli tidak bergantung pada kebijaksanaan terapis,

para konseli

memperlihatkan kesediaan untuk berubah dengan benar-benar berbuat bukan dengan mencoba atau dengan mengeksplorasi masa lampau dan berbicara mengenai pemahaman-pemahaman yang tidak ada habis-habisnya. 5. Untuk kelanjutan terapi/konseling konseli melakukan tindakan-tindakan yang membawa pengaruh pada perubahan-perubahan yang diinginkan.

Aktivitas Konselor Dalam melaksanakan kegiatan konseling/terapi, banyak hal yang harus dilakukan oleh konselor antara lain : 1. Memberikan

perhatian pada masalah-masalah didaktik

dan masalah

emosional. 2. Konselor berperan sebagai guru, pelatih, dan nara sumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan. Sebagai guru, konselor menerangkan konsep-konsep seperti

analisis struktural, analisis transaksional, analisis skenario, dan

analisis permainan. 3. Konselor membantu konseli dalam menemukan

kondisi-kondisi masa

lampau yang merugikan yang menyebabkan konseli membuat keputusan awal tertentu, memungut rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakan dalam menghadapi orang lain yang sekarang ingin dipertimbangkannya. 4. Konselor membantu konseli memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif untuk menjalani kehidupan yang lebih otonom. 5. Dengan pengetahuan keahlian analisis struktural, analisis transaksional, dan analisis skenario

yang dimiliki, bukan berarti konselor memerankan

seorang ahli yang tidak memihak, menyingkirkan diri, dan superior yang

15 | P a g e

tampil

untuk

menyebuhkan "pasien

yang sakit", melainkan

harus

menekankan pentingnya hubungan yang setaraf antara konselor dengan konseli sebagai pasangan dalam proses terapi. 6. Konselor menggunakan pengetahuannya untuk menunjang konseli dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas yang diprakarsai oleh konseli.

16 | P a g e

BAB III TINJAUAN KRITIS

3. 1 Kelebihan Teori Konseling Analisis Transaksional Teori konseling Analisis Transaksional memberikan kelebihan dalam hal : a. Kelompok membantu anggota untuk memahami bagaimana mereka berfungsi secara interpersonal dan intrapersonal dan bagaimana mereka akhirnya bisa membuat keputusan tentang hidupnya. Kejelasan dalam konsep AT bermanfaat untuk membantu anggota membuat perubahan. b. AT merupakan pendekatan yang sederhana sehingga sangat mudah dilakukan oleh para pemimpin kelompok yang menginginkan anggotanya mencapai suatu pemahaman intelektual dengan segera. c. Individu dapat dengan cepat berubah menjadi lebih baik dikarenakan anggota kelompok yang membuat kemajuan dalam mencapai tujuan dapat memperkuat anggota kelompok lainnya dalam melakukan hal yang sama. d. AT dalam digunakan dalam setting konseling maupun pendidikan selain dapat dikombinasikan secara efektif dengan pendekatan lain yang lebih berorientasi pada tindakan, misalnya Gestalt, untuk memperoleh suatu metode perubahan yang dinamis.

3.2 Keterbatasan Teori Konseling Analisis Transaksional a. AT membuat suatu interpretasi yang terbatas (restruktif) tentang kompleksitas sifat manusia dengan cara mengelompokkan kedalam suatu game yang terbatas: ego dan skenario. Karena kurang kompleknya AT menggambarkan tentang manusia, maka anggota kelompok mungkin menemukan dirinya secara terbatas dalam menangani situasi yang kompleks.

17 | P a g e

b.

AT terlalu menekankan pada pemahaman kognitif. Focus pada aspek kognitif ini akan menjadi lebh kompleks karena beberapa pemimpin AT menggunakan struktur dan kosakata analisis transaksional untuk tujuan menghindari kontak langsung dengan konseli atau reaksi mereka. Hal tersebut menyimpang dari konsep AT. Karena kelompok terjebak dalam analisis interkasi dan ekspresi emosi, maka teori tersebut akan menjadi sebuath latihan intelektual semata.

c. Kelompok mengabaikan (tidak menekankan) proses kelompok, lebih berpusat pada hubungan pemimpin-anggota, dan tidak secara efektif menggunakan dinamika kelompok, seperti belajar interpersonal, kekohesifan, dan universalitas. d. Kurang memiliki bukti empirik untuk mendukung kefektifannya.

18 | P a g e

BAB IV KESIMPULAN Analisis

transaksional

menyumbangkan

analisis permainan yang

bertujuan untuk mengajari konseli agar lebih menyadari

susunan permainan,

dan dalam Analisis Transaksional konseli memiliki peluang untuk mencari caracara membebaskan diri dari tingkah laku memainkan permainan. Sumbangan lainnya adalah penantangan kepada para konseli

untuk

lebih menyadari

keputusan dini yang telah dibuatnya dimasa kanak-kanak yang disebabkan oleh adanya motif memelihara kelangsungan psikologis yang sekarang, dimasa dewasa tidak hanya tidak layak tetapi juga telah usang. Sasaran

terapis

analisis

transaksional

adalah menolong

konseli

menjadi terbebas dari suratan hidup, terbebas dari permainan, menjadi orang otonom yang mampu menentukan pilihan ingin menjadi apa mereka nanti. Menolong mereka meneliti keputusan yang dulu diambilnya dan mengambil keputusan baru berdasarkan kesadaran. Analisis

transaksional

lebih cocok

untuk

situasi kelompok

juga

diaplikasikan pada konseling individual, terapi perkawinan dan keluarga serta hubungan orang tua-anak . Dapat digunakan untuk semua umur dan berbagai tipe problem yang telah disebutkan.

19 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA Sumber Utama: Gladding, Samuel T.(1995). Group Work: A Counseling Speciality. Merrill, an imprint of Prentice Hall Englewood Clifft, New Jersey: Columbus, Ohio.

___________. (2004). Konseling Kelompok: Wawasan Konsep, Teori, dan Aplikasi dalam Rentang Sepanjang Hayat. Depdiknas. Surya, Mohamad. (1994). Dasar-dasar Konseling Pendidikan. Bandung: Bhakti Winaya. Surya, Mohamad. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Surya, Mohamad. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Corey, Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0301/17/opi03.html http://www.indomedia.com/Intisari/1999/oktober/jamah.htm

20 | P a g e