BAB I PENDAHULUAN

Download manusia harus menjaga keseimbangan air yang ada di dalam tubuhnya, ... minum. Sedangkan yang mengetahui manfaat...

0 downloads 147 Views 502KB Size
BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah Stroke adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara lokal atau global, yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskuler (WHO, 1982). Stroke atau Cerebro Vasculer Accident ( CVA ) adalah kerusakan jaringan otak yang dikarenakan berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba (Adib, 2009). Di dalam dunia kedokteran terjadinya stroke disebabkan oleh terganggunya peredaran darah diotak yang timbul secara mendadak (WHO, 1982 dalam Hartanti, 2002). Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang menyebabkan kematian. Setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 di antaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa serangan stroke berulang (Sutrisno, 2007). Pada tahun 2002, sebanyak 275.000 orang meninggal karena stroke di dunia. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28.5 persen penderita stroke meninggal dunia (Sutrisno, 2007). Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun terjangkit stroke. Jumlah orang yang meninggal dunia di 0stroke

1

Universitas Sumatera Utara

2

disebabkan oleh plak arterioskleriotik yang terbentuk di satu atau lebih arteri besar di otak (Muttaqin, 2008). Bahan plak memicu mekanisme pembekuan, yang dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah dan penyumbatan arteri. Saraf intramural bagian pleksus pada sistem saluran cerna, stimulasi simpatis dan parasimpatis dapat mempengaruhi aktivitas gastrointestinal terutama dengan meningkatkan atau menurunkan aktivitas sistem saraf enterik usus.. Ujung saraf simpatis mengeluarkan norepinefrin, yang menimbulkan efek melalui dua cara: (1) efek langsung (sebagian kecil) yang menghambat otot polos, dan (2) efek tak langsung (sebagian besar) dengan menghambat neuron-neuron sistem saraf enteric (Guyton & Hall, 2010). Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitas juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf. (Guyton & Hall, 2010). Penatalaksanaan yang dapat membantu mengatasi masalah akibat terjadinya salah satunya adalah penggunaan air panas dapat membantu memperkuat kembali otot-otot dan ligamen serta memperlancar sistem peredaraan darah. Efek panas menyebabkan pelebaran pembuluh darah, meningkatkan sirkulasi darah dan oksigenasi jaringan, sehingga mencegah kekakuan otot, menghilangkan rasa nyeri serta menenangkan pikiran (Diwanto, 2009).

Universitas Sumatera Utara

3

Air memiliki pengaruh untuk melembutkan dan menenangkan tubuh (Hamidin, 2010). Salah satu manfaat air putih adalah memperlancar sistem pencernaan. Buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali. Konstipasi sebagai salah satu keluhan pada gangguan gastrointestinal sering dianggap sebagai masalah yang tidak serius, karena umumnya hanya bersifat temporer (APEC, 2008). Konstipasi terjadi kurang lebih 1-2% dari populasi umum yang mencari pengobatan (Simadibrata, 2006, dalam Sudoyo, dkk. 2006). Konstipasi yang tidak mendapatkan penanganan yang baik akan menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan lainnya. Hasil penelitian dokter di North Carolina Amerika Serikat menyebutkan bahwa konstipasi meningkatkan risiko kanker kolon hingga dua kali lipat (Diananda, 2007). Masukan cairan yang tidak adekuat merupakan salah satu dari sekian banyak penyebab konstipasi (Djojoningrat, 2006). Terapi air yang merupakan bagian dari naturopati mulai banyak digunakan oleh masyarakat dan praktisi kesehatan. Terapi air merupakan terapi alami yang didasarkan pada penggunaan air secara internal dan eksternal sebagai pengobatan (Chaiton, 2002 dalam Amirta, 2007). Terapi air yang digunakan dalam mengatasi konstipasi adalah yang sifatnya internal, yaitu dengan minum air dalam jumlah tertentu (Amirta, 2007; Kompas.com, 2008; PDPERSI, 2005; Sakthi Foundation, 2007). Terapi air 1500 ml belum pernah diterapkan secara konseptual dan formal dalam asuhan keperawatan pasien konstipasi di rumah sakit, sehingga bagaimana pengaruh terapi air terhadap proses defekasi dan kapan proses defekasi terjadi setelah pemberian terapi masih belum dapat dijelaskan.

Universitas Sumatera Utara

4

Pada orang tua, total body water (TBW) menyusun sekitar 45% sampai 50% berat badan (Narins,1994 dalam buku Sylvia A. Price & dkk, 2006). Contoh: dalam tubuh seseorang dewasa normal dengan berat badan 70 kg, cairan dalam tubuh 60% maka mengandung cairan tubuh kurang lebih 42 liter. Berat badan 70 kg dibagi jumlah cairan tubuh 42 menghasilkan 0,6 liter/kg (1 L = 1000; 600cc). Jadi cairan tubuh yang perlu ditambah agar sesuai dengan kebutuhan per KgBB adalah 4 ml/KgBB (Graber, 2003). Efek positif pemberian makanan yang mengandung serat sebanyak 25 gr juga akan meningkat melalui masukan cairan 1,5-2 liter per hari (Anti, et al. 1998). Terapi air putih merupakan intervensi alami non invasif yang dapat diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi, harga terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping (Samuel, 2007). Peryataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Rumah Sakit Umum Sembiring Delitua Deli Serdang. Penelitian menggunakan desain quasi-experimental dengan posttest only with control group. Responden berjumlah 50 orang (25 orang untuk masing-masing kelompok). Hasil penelitian menunjukkan terapi air berpengaruh terhadap frekuensi defekasi pasien konstipasi (P=0,022, α=0,05). Sampel diambil dari pasien dengan metode non probability sampling teknik purposive sampling, berjumlah 26 orang yang terdiri dari 13 orang kelompok kontrol dan 13 orang kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian apakah terapi air puith juga efektif untuk mencegah konstipasi di Ruang Rindu A4 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara

5

2. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengidentifikasi konstipasi sebelum dilakukan minum air putih setiap pagi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi pasien stroke. 2. Untuk mengidentifikasi kontipasi sesudah dilakukan minum air putih setiap pagi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi pasien stroke. 3. Untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat konstipasi sebelum dan sesudah dilakukan terapi minum air putih pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi pada pasien stroke yang mengalami konstipasi. 4. Untuk mengidentifikasi perbedaan konstipasi antar kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

3. Pertanyaan Penelitian Bagaimana keefektifan minum air putih setiap pagi yang mengalami konstipasi pada pasian stroke.

4. Manfaat Penelitian 4.1 Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi intervensi keperawatan minum air putih setiap pagi yang mengalami konstipasi pada pasien stroke.

Universitas Sumatera Utara

6

4.2 Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan yang berharga bagi peneliti. Dan menyediakan informasi mengenai hubungan air putih untuk mencegah konstipasi pada pasien stroke. 4.3 Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi penelitian keperawatan mengenai efektivitas minum air putih setiap pagi yang mengalami konstipasi pada pasien stroke dan dapat direkomendasikan pada pasien lain.

Universitas Sumatera Utara