BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PADA

Download interaksi sosial yang harus di penuhi oleh makhluk individu. ... terminology, tetangga adalah keluarga yang rum...

0 downloads 358 Views 181KB Size
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pada umumnya manusia merupakan makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk Tuhan manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia pada dasarnya suka bergaul dan selalu ingin berkumpul, karena manusia suka bergaul satu sama lain, maka individu tersebut merupakan individu sosial (Kansil, 1986). Hubungan dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari merupakan kebutuhan pokok yang harus di jalankan. Hubungan dengan orang lain tidak ada batas waktu, tempat, usia maupun gender. Manusia memiliki kemampuan dan kebiasaan untuk berkomunikasi serta berinteraksi dengan individu lainnya. Pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, manusia satu sama lain harus saling berelasi demi mencapai kebaikan bersama. Relasi disebut hubungan sosial yang merupakan hasil dari interaksi atau rangkaian tingkah laku yang sistematik antara dua orang atau lebih. Relasi juga merupakan hubungan timbal balik antar individu yang satu dengan individu yang lain dan antara individu tersebut saling mempengaruhi (Astuti, 2012). Keberhasilan seseorang tidak hanya dinilai dari kepandaiannya saja, tetapi adanya hubungan sosial yang mendorong seseorang tersebut untuk berhasil. Salah satunya berelasi dengan tetangga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tetangga adalah orang yang tempat tinggal atau rumahnya berdekatan. Poerwadarminta (1976) mengatakan bahwa tetangga berarti orang setangga, sebelah menyebelah. Bertetangga merupakan salah satu interaksi sosial yang harus di penuhi oleh makhluk individu. Bertetangga merupakan bagian kehidupan manusia yang hampir tidak bisa ditolak oleh setiap manusia. Secara terminology, tetangga adalah keluarga yang rumahnya berdekatan dengan rumah satu sama

1

2

lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam akhlak. Tetangga juga merupakan orang yang paling dekat setelah keluarga. Tetangga juga yang paling mengetahui saat suka maupun duka, ialah yang paling cepat memberikan pertolongan saat kita mengalami kesulitan, dari pada keluarga yang bertempat tinggal berjauhan dari rumah (Ya’qub, 1996). Tetangga merupakan sekelompok masyarakat, masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar rumah. Dengan demikian di dalam bermasyarakat harus hidup bertetangga, harus membutuhkan tetangga dan tidak bisa memisakan diri dari tetangga karena peran tetangga dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Pentingnya peran tetangga kadang melebihi peran keluarga yang tempat tinggalnya berjauhan dari rumah, jika sedang mengalami kesulitan seperti keluarga yang meninggal, kecurian, kecelakaan, atau mengalami musibah yang lainnya, yang menolong pertama yaitu tetangga yang rumahnya dekat dengan tempat tinggal bukan keluarga yang tempat tinggalnya jauh dari rumah. Abdul (2005) mengatakan tetangga tidak ada batasan berapa jumlah rumah, yang jelas adanya RT dan RW dalam bertetangga dan tetangga juga bisa meliputi komplek perumahan atau bahkan lebih. Kehidupan bertetangga di latarbelakangi dengan adanya perbedaan dan persamaan, seperti ekonomi, pekerjaan atau profesi, tingkat pendidikan, umur, serta suku yang bervariasi. Latar belakang tersebut terkadang akan menimbulkan rasa iri dan dengki sehingga akan memicu konflik dalam hidup bertetangga. Dalam kehidupan bertetangga, individu harus menjalankan kewajiban terhadap tetangga yaitu tidak saling menyakiti, tidak saling menyinggung perasaan satu sama lain, saling sapa, menghormati, tenggang rasa, dan saling tolong menolong. Dalam kehidupan bertetangga harus saling menjaga kerukunan dan keharmonisan antar tetangga. Menjalin kerukunan dalam bertetangga sanggatlah penting, karena jika semua keadaannya baik maka lingkungan sekitar tetangga akan baik, sebaliknya jika lingkungan sekitar tetangga tidak baik, maka rusaklah

3

lingkungan tetangga tersebut. Contohnya, Okezon (2016) memberitakan adanya konflik antar tetangga, sehingga berujung ke polisi. Disebabkan karena tidak terima dipukul oleh tetangga, korban melaporkan tetangganya. Keharmonisan dalam bertetangga tidak kalah pentingnya,

karena

kekuatan

hubungan

bertetangga

dipengaruhi

oleh

tingkat

keharmonisan, jika tetangga memiliki akhlak yang baik, ramah, dan penuh perhatian maka terciptanya keharmonisan di kehidupan bertetangga dan tidak akan terjadinya konflik antar tetangga. Saat menjalin relasi dengan tetangga perlunya nilai etika bertetangga, karena etika bertetangga sangat penting, jika individu mengabaikan etika saat menjalin relasi maka akan terjadinya konflik, sehingga tidak adanya kerukunan dan keharmonisan yang diharapkan bersama. Nilai etika berhubungan dengan akhlak dan moral, misalnya kejujuran, kasih sayang, ramah, sopan santun, saling membantu, dan adil. Saat ini kebutuhan berelasi terhadap tetangga semakin berkurang. Pada zaman sekarang, hidup bertetangga sering dianggap remeh terutama individu yang hidup di kota besar. Relasi individu yang hidup di kota besar sangatlah kurang, terutama penduduk di kawasan perumahan elite cenderung individualis, sibuk dengan urusan sendiri-sendiri sehingga tidak mengenal satu sama lain. Bintarto (1989) mengatakan, setiap warga yang tinggal di kota memiliki kesibukan yang cukup tinggi yang mengakibatkan perhatian kesesama berkurang, apabilah hal ini berlebihan akan menimbulkan sifat acuh tak acuh atau kurangnya toleransi sosial. Acuh tak acuh sesama tetangga akan mengakibatkan kerenggangan satu sama lain. Di kota besar kebanyakan rumah yang berdempetan bahkan tidak sedikit jalan untuk menuju rumah sangatlah sempit. Kondisi rumah yang saling berdempetan seringkali banyak menimbulkan konflik antar tetangga, dari persoalan suara gaduh, lahan parkir sampai persoalan hak milik yang dipakai tetangga tanpa persetujuan. Kehidupan bertetangga lebih terasa di daerah perdesaan, karena di daerah perdesaan masih menjunjung tinggi kebersamaan, sehingga mereka tidak acuh tak acuh sesama

4

tetangga. Melalui kebersamaan, para tetangga yang berinteraksi secara tidak langsung terlibat dalam hubungan kasih sayang dan rasa saling melindungi terhadap tetangga, sehingga terjalin hubungan antar tetangga. Kebudayaan yang dijujung tinggi di perdesaan berisi nilai dan norma atau Qaidah sebagai kondisi ketergantungan dan saling membutuhkan (Malinowski, 1949). Dengan masih adanya kebersamaan yang melekat di perdesaan, kehidupan bertetangga di perdesaan sangat terasa. Salah satu yang menjalin kedekatan antar tetangga di perdesaan yaitu adanya kegiatan gotong royong. Kegiatan gotong royong merupakan kegiatan yang menimbulkan kerjasama antara individu. Gotong royong merupakan strategi dalam pola hidup untuk saling meringankan beban pekerjaan masing-masing. Gotong royong dilakukan secara bersama-sama untuk menyelesaikan pekerjaan dan hasilnya dirasakan bersama-sama. Gotong royong terbina dalam kehidupan merupakan warisan budaya. Bintarto (1980) mengatakan hubungan gotong royong dalam sistem budaya orang Indonesia mengandung empat konsep, yaitu: (1) manusia tidak sendiri di dunia, tetapi manusia dikelilingi oleh komunitasnya, (2) manusia hakekatnya tergantung dalam kehidupan bersama, (3) manusia harus dapat memelihara hubungan baik satu sama lain, dan (4) berusaha untuk bersifat konfromi sesama komunitas. Saat ini dunia semakin modern dan makhluk individu semakin banyak meninggalkan kebiasaan untuk hidup bertetangga. Individu lebih mementingkan mobile phone untuk berinteraksi daripada hidup bertetangga. Pappa (1999) mengatakan, kemajuan teknologi mengakibatkan perubahan dalam kehidupan bertetangga. Kecanggihan tekologi seperti mobile phone menciptkan kemudahan berkomunikasi kesiapapun dan di manapun, sehingga untuk menjalin relasi antar individu semakin berkurang. Dalam menciptakan relasi pertetanggaan diperlukan ketertarikan antar tetangga dan dukungan yang diberikan tetangga, karena ketertarikan bertetangga merupakan ketertarikan individu kepada individu lainnya. Ketertarikan ini mengacu pada perasaan

5

yang timbul terhadap orang lain. Ketertarikan dengan tetangga akan menentukan apakah individu akan menjalin hubungan interpersonal atau tidak, jika ada ketertarikan satu sama lain antar tetangga maka relasi tersebut akan terjadi, sebaliknya jika tidak ada ketertarikan satu sama lain antar tetangga, maka tidak akan terjadinya hubungan relasi antar tetangga. Menurut Baron dan Byrne (1997) ketertarikan merupakan penilaian terhadap individu untuk menyukai individu tersebut atau tidak menyukainya. Selain ketertarikan antar tetangga, dukungan bertetangga juga diperlukan untuk menciptakan relasi pertetanggaan, karena sebagai makhluk sosial, individu tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Sarason (1990) dukungan merupakan keberadaan atau tersedianya seseorang yang dapat individu percaya, seseorang yang tahu bahwa orang tersebut mengerti, sesorang yang menghargai dan mencintai individu tersebut. Dengan adanya dukungan membuat tetangga menjadi semakin dekat dan terjalinnya relasi pertetanggaan. Seperti data lapangan (2015) remaja SMA saling tolong menolong jika tetangganya mengalami permasalahan. Dengan adanya ketertarikan antar tetangga dan dukungan, maka terciptanya relasi pertetanggaan. Kehidupan bertetangga tidak terfokus oleh para orang tua saja, tetapi kehidupan bertetangga bisa juga dilakukan oleh anak-anak dan remaja yang mana para remaja sedang dalam proses pengembangan diri dengan berinteraksi langsung dengan lingkungan dan tetangga di sekitar rumah yang tidak dapat di pendidikan bangku Sekolah. Masa remaja ialah di mana pengambilan keputusan meningkat dan tahap pencarian identitas. Masa remaja ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat dari segi fisik, psikis maupun sosial. Pada umumnya remaja menggunakan waktu mereka untuk berinteraksi dengan orang tua, teman maupun lingkungan sekitar. Menurut Santrock (2002) remaja mulai mengambil keputusan tentang masa depan, pendidikan, pergaulan, dan teman-teman yang akan dipilih. Remaja juga mulai mengurangi waktu bermain di rumah. Pada tahap ini

6

remaja akan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah seperti di Sekolah maupun bermain bersama dengan lingkungan sekitar rumah. Dalam tahap remaja terdapat beberapa aspek yang mengalami perubahan fundamental yang membuat masa remaja menjadi unik. Aspek-aspek tersebut merupakan aspek biologis, aspek kognitif, dan aspek sosioemosional (Steinberg, 2001). Menurut Darajat (1994) pada masa ini remaja mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang, mereka bukan lagi anak-anak baik bentuk tubuh, sikap, cara berpikir, dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang lebih matang. Remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada tahun 18-22 tahun (Santrock, 2003). Remaja dibagi menjadi tiga fase usia yaitu, remaja awal pada usia 10-13 tahun, remaja tengah pada usia 14-17 tahun, dan remaja akhir pada usia 18-21 tahun (Steinberg, 2001). Penelitian ini akan dilakukan pada remaja tengah pada usia 14-17 tahun di mana remaja masih menduduki bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Remaja tengah yang berusia 14-17 tahun merupakan tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir yang ditandai dengan perkembangan fisik dan kepribadian. Kehidupan bertetangga pada masa remaja sangatlah penting karena tetangga juga berperan penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan fisik maupun mental anak dan remaja. Hubungan kedekatan dengan tetangga yang baik sangatlah diperlukan untuk perkembangan sosial pada masa remaja. Ketidakmampuan remaja manjalani kehidupan bertetangga pada masa remaja dihubungkan dengan berbagai masalah maupun gangguan, jadi pengaruh kehidupan bertetangga dapat positif dan negatif. Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasi pada fase remaja tengah adalah mencapai keterampilan sosial untuk penyesuaian dalam kehidupan sehari-sehari. Salah satu tugas remaja untuk mencapai keterampilan sosial adalah memperluas relasi antar pribadi,

7

kelompok dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita dan memperoleh peranan sosial. Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan peer group, sehingga pengaruh peer group lebih besar daripada pengaruh keluarga. Peer group memberikan lingkungan yang luas, di mana remaja melakukan kegiatan bersama dalam mengisi waktu laung dengan teman seusia.. Mappiare (1982) mengatakan bahwa teman sebaya merupakan lingkungan sosial yang pertama disaat remaja belajar untuk hidup bersama orang lain. Pada saat ini remaja mudah terjebak pada perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Remaja punya keinginan untuk tampil beda dan bertingkah laku di luar kewajaran seperti terjerumus tindakan berkelahi, merokok, minum-minuman keras, berjudi, mencuri dan penggunaan narkoba sehingga mengganggu ketertiban umum dan meresahkan masyarakat. Remaja tidak peduli dianggap meresahkan masyarakat karena bagi remaja penerimaan peer group lebih penting agar tidak di kucilkan dari pergaulan. Perilaku ini terjadi karena adanya pengaruh buruk dari peer group, remaja cenderung mengikuti kemauan temantemannya agar tidak diabaikan oleh kelompok teman sebaya (Prasetyo, 2001). Dengan adanya peer group yang mempengaruhi hal buruk terhadap remaja, sehingga membuat remaja menjadi antisosial atau kontra produktif di lingkungan Sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Para remaja merasa dengan melakukan tindakan antisosial mereka akan dapat memperoleh perhatian dan status di kalangan masyarakat. Tetapi ada juga para remaja yang masih peduli dengan kehidupan bermasyarakat seperti kehidupan bertetangga, memperluas relasi di kehidupan bertetangga dan lebih aktraktif berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Permasalahan yang dialami remaja usia SMA saat ini adalah remaja usia SMA kurang mengenal tetangga dan remaja usia SMA kurang menjalani relasi pertetanggaan, hal ini karena remaja usia SMA melakukan tindakan antisosial atau kontra produktif di

8

lingkungan masyarakat, sehingga remaja usia SMA asik dengan kegiatan bersama teman sebaya sehingga tidak memperdulikan lingkungan sekitar. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dinamika kedekatan relasi bertetangga. Secara khusus, bagaimana remaja Indonesia terutama remaja usia Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat menjalin relasi pertetanggaan dengan baik.

B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris tingkat relasi kehidupan bertetangga dan aspek-aspek, serta dinamika pertetanggaan pada remaja usia Sekolah Menengah Atas (SMA).

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini memiliki manfaat teoritis, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan Psikologi, khususnya Psikologi sosial. Selain itu, penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat sebagai sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi orang lain dan dapat membantu mengidentifikasi strategi berguna untuk menciptakan kehidupan berelasi bertetangga pada remaja usia Sekolah Menengah Atas (SMA).