ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH

Download Analisis Pengaruh Pajak Daerah terhadap. Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang (dibimbing oleh FIF...

1 downloads 295 Views 766KB Size
ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN SUMEDANG

OLEH RINA RAHMAWATI RUSWANDI H14050047

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN

RINA RAHMAWATI RUSWANDI. Analisis Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN). Pembangunan nasional dewasa ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya. Pembangunan itu sendiri hanya dapat dilaksanakan apabila ada dana yang tersedia. Dana tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari dalam maupun luar negeri, baik sektor swasta maupun pemerintah. Salah satu sumber penerimaan dari dalam negeri adalah dari sektor pajak yang merupakan bentuk pengabdian dan peran serta langsung masyarakat dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, juga merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam rangka menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, pemerintah daerah memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber penerimaan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lainlain pendapatan daerah yang sah. PAD merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu daerah. Komponen PAD itu sendiri terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah, dan lain-lain PAD yang sah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sumedang, dengan pertimbangan bahwa PAD Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2008, secara umum terus mengalami peningkatan. Salah satu sumber PAD adalah pajak daerah yang memiliki kontribusi yang sangat penting dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah karena pajak daerah bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan penerimaan PAD dan juga mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah sehingga pajak daerah memiliki peran yang relatif penting sebagai salah satu sumber utama penerimaan keuangan daerah dalam komponen PAD dan membuatnya menjadi bagian yang sangat vital. Penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu metode deskriptif dan metode regresi komponen utama (Principal Component Regression) dibantu dengan software Microsoft Excell dan Minitab. Metode deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi seberapa besar potensi pajak daerah yang terdapat di Kabupaten Sumedang dari waktu ke waktu dalam suatu series data selama periode

tahun 1994 hingga tahun 2006. Selain itu, metode ini juga digunakan untuk mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Sumedang dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Sedangkan metode regresi komponen utama digunakan untuk menganalisis pengaruh penerimaan pajak daerah terhadap total penerimaan PAD Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode tahun 1994 hingga tahun 1999, potensi pajak daerah di Kabupaten Sumedang terus mengalami peningkatan. Sementara itu, pada tahun 2000 terjadi penurunan dan terjadi peningkatan kembali pada tahun 2001 hingga tahun 2006. Pajak daerah berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD di Kabupaten Sumedang dengan elastisitas sebesar 0,193, yang berarti bahwa jika pajak daerah meningkat sebesar satu persen, maka nilai total penerimaan PAD akan meningkat sebesar 0,193 persen (cateris paribus). Relatif kecilnya pengaruh pajak daerah terhadap PAD di Kabupaten Sumedang ini disebabkan oleh masih banyaknya hambatan yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, dalam hal ini Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) terkait dengan upaya pencapaian realisasi pajak daerah. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya adalah pelayanan yang kurang memadai terhadap wajib pajak, sering tidak ada koordinasi antara petugas pajak penegak hukum dalam rangka penertiban subjek pajak dan wajib pajak serta instansi yang mengambil kebijakan berkaitan dengan pajak tidak selalu aktif berkoordinasi dengan Dispenda, terbatasnya SDM petugas Dispenda baik secara kuantitas maupun kualitasnya dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah sehingga menyebabkan informasi dan komunikasi tentang perpajakan sering terhambat, serta masih banyak masyarakat yang tidak taat membayar pajak namun tidak ada tindakan sanksi yang tegas dan rumusan hukum yang ada sulit dilaksanakan untuk menindak kejahatan perpajakan. Maka dari itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang diharapkan dapat meningkatkan pengelolaan pajak daerah sehingga memberikan pengaruh yang besar terhadap PAD.

ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN SUMEDANG

Oleh RINA RAHMAWATI RUSWANDI H14050047

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa

: Rina Rahmawati Ruswandi

Nomor Registrasi Pokok

: H14050047

Program Studi

: Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi

: Analisis Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Fifi Diana Thamrin, M.Si NIP. 19730424 200604 2 006

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002 Tanggal Kelulusan :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN

SEBAGAI

SKRIPSI

ATAU

KARYA

ILMIAH

PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor,

Agustus 2009

Rina Rahmawati Ruswandi H14050047

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rina Rahmawati Ruswandi lahir pada tanggal 2 Maret 1987 di Sumedang, sebuah kota kecil yang berada di Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Wawan Ruswandi dan Siti Masitoh. Penulis mulai menjalani pendidikan formal di TK Mekar Hati, kemudian menamatkan sekolah dasar di SDN Cadaspangeran. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Sumedang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 1 Sumedang dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Shariah Economics Student Club (SES-C) dan Warga Pelajar Mahasiswa Lingga (Wapemala).

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang”. Pajak daerah merupakan topik yang sangat menarik karena pajak daerah bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan penerimaan PAD dan juga mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Kota Sumedang. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Namun, atas segala karunia-Nya serta bantuan dan dorongan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu, dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.

Mamah dan Mbab tercinta atas segala do‟a yang tak pernah putus dan dukungannya yang tak pernah henti.

2.

Ibu Fifi Diana Thamrin selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3.

Ibu Wiwiek Rindayati selaku dosen penguji utama.

4.

Bapak Tony Irawan selaku dosen penguji komisi pendidikan.

5.

Para dosen yang selama empat tahun ini telah mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mentransfer ilmunya kepada penulis.

6.

Kepala Tata Usaha beserta staf pelaksana Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu dan bekerja sama dengan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7.

Bapak Dudung, Ibu Rizky, Ibu Femylia, dan semua pihak di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Sumedang atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.

8.

Adik-adikku tercinta, Devi dan Ayank serta keluarga yang telah menjadi inspirasi dan memberikan semangat kepada penulis, mudah-mudahan kita diberikan yang terbaik oleh Allah SWT dalam hal apapun, amin.

9.

Mamih, Tanjung, Dinta, Yuli, Rajiv, Damar, Riri, Max, Echa, Yogi, Fitri, mbak Rina, Poppy, a Bambang dan teman-teman IE 42 yang telah memberikan bantuan serta dukungan yang sangat berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

10. Teman-teman seperjuangan dari Sumedang: Dery, Riska, Regi, Sandi, Usep dan yang lainnya. 11. Teman-teman di Bumi Alit Cibanteng: Mia, teh Wiwit, bude Mila, Tata, Ika, Vina atas semua kebaikan dan keceriaan yang telah diberikan. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis pada saat menjadi mahasiswa dan saat penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi hasil karya penulis dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amin ya Robbal „alamin.

Bogor,

Agustus 2009

Rina Rahmawati Ruswandi H14050047

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

v

I.

PENDAHULUAN ....................................................................................

1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................

1

1.2. Perumusan Masalah ...........................................................................

6

1.3. Tujuan Penelitian ...............................................................................

7

1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................

7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian..................................................................

8

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................

10

2.1. Definisi Otonomi Daerah ...................................................................

10

2.2. Desentralisasi Fiskal ..........................................................................

11

2.3. Penerimaan Daerah ............................................................................

13

2.4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) .........................................................

14

2.5. Pajak Daerah ......................................................................................

16

2.6. Penelitian Terdahulu ..........................................................................

21

2.7. Kerangka Pemikiran ...........................................................................

22

III. METODE PENELITIAN ...........................................................................

25

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................

25

3.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................................

25

3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ..............................................

26

3.3.1. Analisis Deskriptif ...................................................................

26

3.3.2. Metode Regresi Komponen Utama ..........................................

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................

32

4.1. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang .....................................

32

4.2. Pengaruh Pajak Daerah terhadap PAD di Kabupaten Sumedang ......

37

4.2.1. Estimasi Persamaan Model ......................................................

37

4.2.1.1. Uji F .............................................................................

38

4.2.1.2. Uji Autokorelasi ..........................................................

39

4.2.1.3. Uji Heteroskedastisitas ................................................

39

4.2.1.4. Uji Multikolinearitas ...................................................

40

4.2.2. Estimasi Model ........................................................................

40

4.2.3. Estimasi Koefisien ...................................................................

41

4.3. Hambatan dalam Pemungutan Pajak Daerah ...................................

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

45

5.1. Kesimpulan ........................................................................................

45

5.2. Saran ..................................................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

47

LAMPIRAN .....................................................................................................

49

DAFTAR TABEL

Halaman 1.1. Realisasi PAD Kabupaten Sumedang Tahun 1994-2008..........................

4

4.1. Nilai Probabilitas Hasil Analisis RKU Model PAD .................................

38

4.2. Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas Model PAD .................................

39

4.3. Correlations Matrix ..................................................................................

40

4.4. Hasil Analisis RKU PAD ..........................................................................

41

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1. Skema Kerangka Pemikiran ......................................................................

24

4.1. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 1994-2006 ...............

37

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Realisasi PAD Kab. Sumedang Tahun 1994-2008 ......................................

50

2. Kontribusi Komponen PAD Kab. Sumedang Tahun 1994-2008 .................

50

3. Rincian Penerimaan Komponen PAD ..........................................................

51

4. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 1994-1997 ..................

52

5. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 1998 ...........................

53

6. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 1999-2002 ..................

54

7. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 2003-2006 ..................

54

8. Persamaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) .................................................

55

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya. Pembangunan itu sendiri hanya dapat dilaksanakan apabila ada dana yang tersedia. Dana tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari dalam maupun luar negeri, baik sektor swasta maupun pemerintah. Salah satu sumber penerimaan dari dalam negeri adalah dari sektor pajak yang merupakan bentuk pengabdian dan peran serta langsung masyarakat dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, juga merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Pemerintah Indonesia menerapkan sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik. Dengan demikian, sistem penyelenggaraan pemerintahan sepenuhnya diatur oleh pemerintah pusat. Hal ini menyebabkan pembangunan daerah-daerah di Indonesia lebih didominasi oleh pusat sehingga terjadilah ketimpangan pembangunan antara pusat dan daerah di Indonesia. Oleh sebab itu, maka daerah-daerah di Indonesia menuntut diberlakukannya otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Menurut UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah mencakup kewenangan pemerintahan, mulai dari sistem perencanaan, pembiayaan maupun pelaksanaannya. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka dikenal pula istilah desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal berarti pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi fiskal, maka daerah diberikan kebebasan untuk mengatur sistem pembiayaan dan pembangunan daerahnya sesuai dengan potensi dan kapasitasnya masing-masing. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengisyaratkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber penerimaan daerah yang dimilikinya sesuai dengan aspirasi masyarakat daerah. Untuk melaksanakan dan menyelenggarakan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan daerah untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangan sendiri agar dapat melaksanakan fungsinya

secara efektif dan efisien, yakni dalam bidang pemerintahan dan pelayanan umum kepada masyarakat. Dalam rangka menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, pemerintah daerah memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber penerimaan daerah terdiri dari : a. Pendapatan Asli Daerah (PAD); b. Dana perimbangan; dan c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu daerah. Semakin besar penerimaan PAD suatu daerah maka semakin rendah tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Sebaliknya, semakin rendah penerimaan PAD suatu daerah maka semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah itu sendiri. Realisasi penerimaan PAD Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga 2008 terus mengalami peningkatan, yaitu dari Rp. 5,91 miliar pada tahun 1994 meningkat menjadi Rp. 88,26 miliar pada tahun 2008. Untuk lebih tepatnya, perkembangan realisasi penerimaan PAD Kabupaten Sumedang dapat kita lihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Realisasi PAD Kabupaten Sumedang Tahun 1994-2008 Tahun Realisasi (Ribu Rupiah) Kenaikan (%) 1994 5.910.951 1995 6.973.539 17,98 1996 8.627.849 23,72 1997 11.134.445 29,05 1998 15.126.384 35,85 1999 16.787.530 10,98 2000 17.836.583 6,25 2001 28.241.122 58,33 2002 30.645.188 8,51 2003 40.006.614 30,55 2004 50.093.459 25,21 2005 58.699.240 17,18 2006 72.298.330 23,17 2007 74.038.757 2,41 2008 88.256.489 19,20 Sumber: Dispenda Kabupaten Sumedang, diolah

Pada Tabel 1.1 dapat kita lihat bahwa realisasi penerimaan PAD Kabupaten Sumedang mengalami peningkatan selama periode tahun 1994 hingga tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi daerah yang ada di Kabupaten Sumedang dapat memberikan kontribusi yang maksimal dari tahun ke tahun sehingga pemanfaatannya dapat semakin dioptimalkan. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pajak daerah yang memiliki kontribusi yang sangat penting dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah karena pajak daerah bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan penerimaan PAD dan juga mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Berkenaan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang yang merupakan daerah otonom mencoba untuk memaksimalkan penerimaan pajak daerah, yang dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Sumedang.

Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Begitupun dengan daerah, seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka daerah juga memiliki tanggung jawab sendiri untuk mengelola perpajakannya. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu daerah menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Oleh karena itu, pajak juga penting di dalam pengelolaan keuangan daerah. Dalam TAP MPR No.IV/MPR/2000 ditegaskan bahwa: “kebijakan desentralisasi daerah diarahkan untuk mencapai peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas pemerintah daerah, keselarasan hubungan antara pusat dan daerah serta antar daerah itu sendiri dalam kewenangan dan keuangan untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan serta penciptaan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah”.

Sebagai konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas, maka sumbersumber keuangan telah banyak yang bergeser ke daerah. Hal ini sejalan dengan makna desentralisasi fiskal yang mengandung pengertian bahwa kepada daerah diberikan: 1. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri yang dilakukan dalam wadah PAD yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah dengan tetap mendasarkan batas kewajaran. 2. Didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Mengingat besarnya peran pajak daerah sebagai salah satu sumber utama penerimaan keuangan daerah dalam komponen PAD, sehingga membuatnya menjadi bagian yang sangat vital. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti seberapa besar potensi pajak daerah dan pengaruhnya terhadap PAD di Kabupaten Sumedang dan bermaksud menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang”.

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba menguraikan beberapa permasalahan yang akan diangkat. Adapun permasalahan-permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar potensi pajak daerah yang terdapat di Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2006?

2. Seberapa besar pengaruh pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2008? 3. Apakah hambatan yang dihadapi oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Sumedang dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah?

1.3. Tujuan Penelitian Perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya menyebutkan beberapa pokok permasalahan yang ingin penulis uraikan dan jawab dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Mengidentifikasi seberapa besar potensi pajak daerah yang terdapat di Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2006. 2. Menganalisis pengaruh pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2008. 3. Mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Sumedang dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah.

1.4. Manfaat Penelitian Hal-hal yang diperoleh dari penelitian tentang analisis pengaruh pajak daerah terhadap PAD di Kabupaten Sumedang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait dengan permasalahan yang penulis teliti. Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah:

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang pajak daerah. 2. Bagi para pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan dan masukan dalam upaya peningkatan penerimaan pajak daerah demi peningkatan PAD sehingga berpengaruh positif terhadap pembangunan daerah. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan mengenai permasalahan pajak daerah agar dapat lebih memahami seberapa besar pengaruh pajak daerah terhadap PAD di Kabupaten Sumedang. 4. Bagi pihak lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan dan sumber

informasi

tambahan

dalam

melakukan

penelitian-penelitian

selanjutnya dengan mengangkat tema yang sama, atau hanya sebagai bahan bacaan untuk memperluas wawasan pembaca.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah mengidentifikasi seberapa besar potensi pajak daerah yang terdapat di Kabupaten Sumedang dan menganalisis pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang serta mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Sumedang dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Pada penelitian ini, pajak daerah tidak dikaitkan dengan investasi karena penulis membatasi pembahasan pajak daerah sebagai salah satu komponen PAD yang

perlu ditingkatkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan kegiatan pembangunan, dimana pajak daerah ini tidak dikenakan ketika proses pembangunan itu sedang berjalan tetapi dikenakan terhadap output sehingga diasumsikan bahwa tidak ada trade off antara pajak daerah dengan investasi. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data time series selama periode tahun 1994 hingga tahun 2006 untuk data potensi pajak daerah Kabupaten Sumedang dan periode tahun 1994 hingga tahun 2008 untuk data realisasi penerimaan pajak daerah di Kabupaten Sumedang. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data nilai potensi pajak daerah, data nilai realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain PAD yang sah yang terdapat di Kabupaten Sumedang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemberian otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama. Disamping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah, sedangkan yang

dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.2. Desentralisasi Fiskal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Sinaga dan Siregar (2005), dalam kaitannya dengan desentralisasi fiskal, desentralisasi berarti pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Terdapat tiga variasi desentralisasi fiskal dalam kaitannya dengan derajat kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan oleh daerah. Pertama, desentralisasi berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkup pemerintah pusat ke instansi vertikal di daerah atau ke pemerintah daerah yang dinamakan dekonsentrasi. Kedua, delegasi berhubungan dengan suatu situasi, yaitu daerah bertindak sebagai perwakilan pemerintah untuk melaksanakan

fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah yang dinamakan delegasi. Ketiga, devolusi (pelimpahan) berhubungan dengan suatu situasi yang bukan saja implementasi tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan, berada di daerah (Bird dan Vaillancourt, 2000 dalam Sinaga dan Siregar, 2005). Prinsip pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya adalah untuk membantu pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Adapun yang menjadi tujuan dari desentralisasi menurut Rahdina (2008) adalah sebagai berikut: 1. Mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah. 2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengurangan subsidi pemerintah pusat. 3. Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah. Menurut Sinaga dan Siregar (2005), desentralisasi fiskal memiliki fungsifungsi sebagai berikut: (1) mengurangi peran dan tanggung jawab diantara pemerintah pada semua tingkat, (2) memperhitungkan bantuan atau transfer antar pemerintahan, (3) memperkuat sistem penerimaan daerah/lokal atau merumuskan penyediaan jasa-jasa lokal, (4) memprivatisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), (5) menyediakan suatu jaringan pengaman bagi fungsi redistribusi. Oleh karena itu, keberhasilan dari desentralisasi fiskal juga dapat dilihat dari sejauh mana fungsi-fungsi tersebut di atas telah dilaksanakan.

2.3. Penerimaan Daerah Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Dalam pelaksanaan desentralisasi, penerimaan daerah terdiri atas pendapatan dan pembiayaan. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan, sedangkan pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa sumbersumber pendapatan daerah adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang meliputi: a) Pajak daerah; b) Retribusi daerah; c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d) Lain-lain PAD yang sah. 2. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana perimbangan terdiri dari dua jenis, yaitu dana bagi hasil dan dana transfer. Dana bagi hasil terdiri dari bagi hasil penerimaan pajak (tax sharing) dan bagi hasil penerimaan Sumber Daya Alam

(SDA). Adapun yang termasuk dalam pembagian hasil perpajakan adalah Pajak Penghasilan (PPh) perorangan, PBB, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sedangkan pembagian hasil penerimaan dari SDA berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Dana transfer sebagai komponen dana perimbangan lainnya, terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sedangkan sumber penerimaan daerah yang lainnya, yaitu pembiayaan bersumber dari: 1. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah; 2. Penerimaan pinjaman daerah; 3. Dana cadangan daerah; dan 4. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

2.4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukur bagi kinerja perekonomian suatu daerah.

Berdasarkan

Undang-Undang

Nomor

32

Tahun

2004

tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan, meliputi:

1. Pajak daerah; 2. Retribusi daerah; 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; 4. Lain-lain PAD yang sah. Khusus pajak dan retribusi daerah, dasar hukum pemungutannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sedangkan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tentang Retribusi Daerah. Adapun yang dimaksud dengan bagian laba dari BUMD terdiri dari: 1. Bank pembangunan Daerah (BPD) 2. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) 3. Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sedangkan yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan PAD yang sah terdiri dari: 1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; 2. Jasa giro; 3. Pendapatan bunga; 4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan 5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

2.5. Pajak Daerah Secara umum, pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan (Rahdina, 2008). Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Pungutan dari masyarakat oleh negara; 2. Berdasarkan undang-undang ; 3. Tanpa kontra prestasi/balas jasa dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk; dan 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Selain unsur-unsur pajak, dari definisi di atas terlihat adanya dua fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter), yakni sebagai alat atau sumber untuk memasukan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara (pengeluaran rutin dan pembangunan). 2. Fungsi Mengatur (Reguler), yakni sebagai alat untuk mengatur guna tercapainya tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah. Pajak, seperti custom duties/tariff (bea masuk), digunakan untuk mendorong atau melindungi

(memproteksi) produksi dalam negeri, khususnya untuk melindungi infant industry dan atau industri-industri yang dinilai strategis oleh pemerintah. Selain itu, pajak juga dapat digunakan justru untuk menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan perdagangan. Misalnya di saat terjadi kelangkaan minyak goreng, pemerintah mengenakan pajak ekspor yang tinggi guna membatasi atau mengurangi ekspor kelapa sawit. Pemerintah juga mengenakan excise (cukai) terhadap barang dan atau jasa tertentu yang mempunyai eksternalitas negatif dengan tujuan mengurangi atau membatasi produksi dan konsumsi barang dan atau jasa tersebut. Dalam memungut suatu pajak, terdapat asas-asas atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan. Menurut Rosdiana dan Tarigan (2005), banyak pendapat ahli yang mengemukakan tentang asas-asas perpajakan yang harus ditegakkan dalam membangun suatu sistem perpajakan. Di antara pendapat para ahli tersebut, yang paling terkenal adalah four maxims dari Adam Smith yang mengemukakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu: 1. Prinsip kesamaan/keadilan (equity). Artinya bahwa beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. 2. Prinsip kepastian (certainly). Pajak hendaknya tegas, jelas, dan pasti bagi setiap wajib pajak sehingga mudah dimengerti oleh mereka dan juga akan memudahkan administrasi pemerintah sendiri. 3. Prinsip kecocokan/kelayakan (convenience). Pajak jangan terlalu menekan seorang wajib pajak, sehingga wajib pajak dengan suka dan senang hati melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.

4. Prinsip ekonomi (economy). Pajak hendaknya menimbulkan kerugian yang minimal, dalam artian bahwa jangan sampai biaya pemungutannya lebih besar dari pada jumlah penerimaan pajaknya. Menurut Mardiasmo (2002), di samping penggunaan prinsip di atas, terdapat dua pendekatan yang lebih mudah dilaksanakan yaitu benefit approach dan ability to pay approach. 1. Benefit approach, dengan kata lain adalah prinsip pengenaan pajak berdasarkan atas manfaat yang diterima oleh seorang wajib pajak dari pembayaran pajak itu kepada pemerintah. 2. Ability to pay approach, disebut pula dengan prinsip kemampuan untuk membayar atau berdasarkan daya pikul seorang wajib pajak. Dengan kata lain ialah bahwa seorang wajib pajak akan dikenai beban pajak sesuai dengan kemampuannya untuk membayar pajak. Kedua pendekatan di atas adalah berdasarkan atas prinsip kesamaan (equity), dimana prinsip kemanfaatan (benefit principle) berdasarkan atas kesamaan manfaat yang diterima oleh wajib pajak sesuai dengan pajak yang dibayarnya, sedangkan prinsip kemampuan membayar (ability to pay principle) berdasarkan atas kesamaan pengorbanan yang sesuai dengan kemampuan seorang wajib pajak untuk membayar pajak. Untuk mengukur kemampuan membayar pajak dapat dilihat dari tingkat pendapatan seorang wajib pajak. Menurut

Rosdiana

dan

Tarigan

(2005),

pemungutannya, pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

berdasarkan

lembaga

1. Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Pajak pusat terdiri dari: a. Pajak Penghasilan (PPh); b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM); c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); dan d. Bea Materai. 2. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Berdasarkan UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi propinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak propinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten/kota. Pajak propinsi terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; dan d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Pajak kabupaten/kota terdiri dari: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; dan g. Pajak Parkir. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Dari definisi tersebut jelas bahwa pajak daerah merupakan iuran wajib yang dapat dipaksakan kepada setiap orang (wajib pajak) tanpa kecuali. Ditegaskan pula bahwa hasil dari pajak daerah ini diperuntukkan bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan landasan hukum bagi pemerintah daerah dalam mengeluarkan peraturan daerah (perda) untuk memungut pajak dan retribusi di daerahnya masing-masing. Akan tetapi, perda-perda yang akan dikeluarkan oleh pemda tentu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, termasuk terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 yang telah diamandemen melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Menurut Saragih (2003), di samping jenis atau objek pajak daerah seperti yang telah disebutkan sebelumnya, daerah juga diberi keleluasaan atau peluang untuk menciptakan pajak daerah lainnya asal sesuai dengan ketentuan undangundang yang berlaku. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menciptakan pajak baru adalah sebagai berikut: 1. Bersifat sebagai pajak dan bukan retribusi; 2. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum; 3. Potensinya memadai; 4. Tidak berdampak negatif terhadap perekonomian; 5. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; 6. Menjaga kelestarian lingkungan hidup.

2.6. Penelitian Terdahulu Hakki (2008) meneliti penerimaan pajak dan retribusi daerah sebelum dan pada masa otonomi daerah di Kota Bogor. Ia menggunakan metode analisis komponen utama (Principal Component Analysis/PCA) dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerimaan pajak daerah di Kota Bogor sangat dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi. Sedangkan penerimaan retribusi daerah di kota Bogor dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi, uji kendaraan bermotor, dan jumlah pengunjung obyek wisata. Adapun penulis melakukan penelitian mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Bogor dengan pertimbangan bahwa perbedaan wilayah penelitian akan memberikan hasil yang berbeda. Pada penelitian ini, penulis lebih mengkhususkan pada era otonomi daerah, yaitu selama periode tahun 2005 hingga tahun 2007 dengan menggunakan data bulanan. Penelitian Rahdina (2008) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Depok pada era otonomi daerah, menunjukkan bahwa dalam periode anggaran 2002 hingga 2007, struktur penerimaan APBD di Kota Depok terus mengalami peningkatan dan didominasi oleh dana perimbangan. Sedangkan PAD yang merefleksikan kinerja pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial bagi proses pembangunan di Kota Depok, kontribusinya cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Pajak dan retribusi daerah merupakan komponen PAD yang memberikan kontribusi terbesar di Kota Depok. Adapun penerimaan pajak daerah di Kota Bogor dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi, jumlah rumah tangga serta jumlah pemasangan reklame. Sementara itu, penerimaan retribusi daerah di Kota Depok dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi, jumlah izin trayek, serta jumlah rumah tangga.

2.7. Kerangka Pemikiran Pemberlakuan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, termasuk pemberian kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan daerahnya sendiri. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah dalam rangka membiayai jalannya roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan di daerahnya. Salah satu sumber penerimaan daerah yang merefleksikan kualitas ekonomi daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber PAD sendiri berasal dari berbagai komponen seperti pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain PAD yang sah. Berdasarkan permasalahan yang ada, salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memiliki peranan yang relatif penting dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah adalah pajak daerah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan menganalisis seberapa besar potensi pajak daerah di Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2006 dan pengaruh penerimaan pajak daerah terhadap PAD di Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2008 serta mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Sumedang dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah dengan menggunakan metode analisis deskriptif dan metode regresi komponen utama. Adapun skema kerangka pemikiran penulis ini dijelaskan pada Gambar 2.1 dibawah ini.

Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal

UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004

Pemerintah Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Keuntungan Perusahaan Daerah

Deskriptif

Lain-lain PAD yang sah

Regresi Komponen Utama

Mengidentifikasi potensi penerimaan pajak daerah Kabupaten Sumedang tahun 1994-2006

Mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Sumedang dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah

Menganalisis pengaruh penerimaan pajak daerah terhadap total penerimaan PAD Kabupaten Sumedang tahun 1994-2008

Hasil Analisis Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang

Keterangan: = Alur Penelitian = Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sumedang dengan pertimbangan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2008 secara umum terus mengalami peningkatan, dan pajak daerah sebagai salah satu komponen PAD juga memiliki peran yang relatif penting terhadap keberlangsungan pemerintahan dan pembangunan daerah. Adapun waktu penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2009, yang meliputi kegiatan pengumpulan data dan literatur, pengolahan data, analisis data, hingga penulisan laporan dalam bentuk skripsi.

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data time series yang diambil dari periode tahun 1994 hingga tahun 2006 untuk data nilai potensi pajak daerah yang terdapat di Kabupaten Sumedang dan periode tahun 1994 hingga tahun 2008 untuk data nilai realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah, dan lain-lain PAD yang sah yang terdapat di Kabupaten Sumedang. Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Sumedang, dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan metode regresi komponen utama (Principal Component Regression). Adapun proses pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excell dan Minitab.

3.3.1. Analisis Deskriptif Proses deskripsi data pada dasarnya meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan hasilnya disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi seberapa besar potensi pajak daerah yang terdapat di Kabupaten Sumedang dari waktu ke waktu dalam suatu series data selama periode tahun 1994 hingga tahun 2006. Selain itu, metode ini juga digunakan untuk mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Sumedang dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah.

3.3.2. Metode Regresi Komponen Utama Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari satu peubah yang disebut peubah tidak bebas, pada satu atau lebih peubah bebas yaitu peubah yang menerangkan, dengan tujuan untuk memperkirakan dan atau meramalkan nilai rata-rata dari peubah tidak bebas apabila nilai peubah bebas sudah diketahui (Gujarati, 1999). Hubungan di antara peubah ini dapat dimodelkan dalam suatu

persamaan matematik yang disebut persamaan regresi. Apabila dalam persamaan regresi terdapat lebih dari dua peubah dalam hubungan yang berbentuk linier maka disebut regresi linier berganda (multiple linear regression) yang dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: y = β0 + β1x1 + β2x2 + … + βpxp + εi

(1)

dimana y merupakan peubah tidak bebas, x adalah peubah bebas, β merupakan parameter, sedangkan ε adalah sisaan. Sebelum menggunakan analisis regresi perlu diselidiki apakah asumsi yang telah ditetapkan sudah terpenuhi atau belum, karena suatu penelitian yang didalamnya memuat pengujian secara statistik, pengujiannya tidak akan valid apabila salah satu dari asumsi tidak terpenuhi (Hajarisman, dkk, 2004 dalam Ulpah, 2006). Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi agar menghasilkan penduga tak bias yang diperoleh dengan Metode Kuadrat Terkecil (MKT). Asumsi-asumsi tersebut di antaranya adalah (Koutsoyianis, 1977 dalam Ulpah, 2006): 1. εi menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal dengan nilai tengah sama dengan nol dan ragam б2 atau εi ~ N(0,б2). 2. Tidak terdapat multikolinearitas di antara peubah bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi diantara peubah bebasnya. Multikolinearitas menyebabkan koefisien-koefisien regresi dugaan memiliki ragam yang sangat besar, implikasinya statistik t yang didefinisikan sebagai rasio antara koefisien regresi dan simpangan bakunya menjadi lebih kecil yang berakibat pada pengujian koefisien akan cenderung untuk menerima H0

sehingga koefisien-koefisien regresi tidak nyata, yang pada akhirnya seringkali persamaan regresi yang dihasilkan menjadi misleading (Wetherill, 1986). Salah satu cara mendeteksi multikolinearitas adalah dengan menggunakan matriks korelasi untuk melihat korelasi diantara peubah bebas. Apabila nilai antar variabel bebasnya lebih besar dari |0,8| maka model tersebut mengalami masalah multikolinearitas. Koefisien korelasi antara x1 dan x2 dirumuskan sebagai berikut:

rx1x2

Cov( x1 x 2 ) [Var ( x1 )Var ( x 2 )]1 / 2

(2)

Cara lain yang biasa digunakan adalah dengan faktor inflasi ragam (Variance Inflation Factor) atau VIF, yaitu pengukuran multikolinearitas untuk peubah bebas ke-i. VIF adalah suatu faktor yang mengukur seberapa besar kenaikan ragam dari koefisien penduga regresi dibandingkan terhadap peubah bebas yang orthogonal jika dihubungkan secara linear (Kleinbaum, 1988 dalam Ulpah, 2006). Nilai VIF akan semakin besar jika terdapat korelasi yang semakin besar diantara peubah-peubah bebas. VIF yang lebih besar dari 10 bisa digunakan sebagai petunjuk adanya kolinearitas (Neter et al, 1990). Ada banyak cara dan pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas, diantaranya: a. Menghilangkan peubah bebas yang mempunyai multikolinearitas tinggi terhadap peubah bebas lainnya, b. Menambah data pengamatan atau contoh, c. Melakukan transformasi terhadap peubah-peubah bebas yang mempunyai kolinearitas atau menggabungkan menjadi peubah-peubah bebas baru yang mempunyai arti. Selain cara-cara tersebut, terdapat beberapa metode yang dapat diterapkan, seperti penggunaan regresi gulud (ridge regression), regresi kuadrat terkecil parsial (partial least square), dan regresi

komponen utama (principal component regression). Regresi Komponen Utama (RKU) merupakan salah satu metode yang dikenal baik dan sering digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas (Jolliffe, 1986). Pendugaan dengan regresi komponen utama akan menghasilkan nilai dugaan yang memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi dengan jumlah kuadrat sisaan yang lebih kecil dibandingkan dengan pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil (Gasperz, 1992). Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan metode regresi komponen utama (principal component regression) sebagai salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas. Regresi komponen utama pada dasarnya adalah mentransformasikan peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi di antara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi (Gasperz, 1995 dalam Ulpah, 2006). Peubah bebas pada regresi komponen utama merupakan kombinasi linier dari peubah asal Z (Z adalah hasil pembakuan dari peubah X), yang disebut sebagai komponen utama. Komponen utama ke-j dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut : Wj = v1jZ1 + v2jZ2 + … + vpjZp

(3)

dimana Wj saling orthogonal sesamanya. Komponen ini menjelaskan bagian terbesar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data yang telah dibakukan.

Komponen-komponen W yang lain menjelaskan proporsi keragaman yang semakin lama semakin kecil sampai semua keragaman datanya terjelaskan. Dalam pemilihan jumlah komponen tersebut, belum ada aturan tertentu yang disepakati oleh semua ahli statistik. Sebagian ahli Psikologi mengambil akar ciri yang lebih besar dari 1, karena jika akar cirinya lebih kecil dari satu maka keragaman data yang dapat diterangkan oleh komponen utama tersebut kecil sekali. Morrison (1967) menyarankan untuk mengambil komponen-komponen utama sampai jumlah proporsi keragaman data yang terjelaskan cukup besar (mungkin 75% atau lebih). Sebagian ahli mengambil sampai komponen utama tertentu, dimana proporsi keragaman data yang dapat diterangkan oleh komponen tersebut dianggap cukup berarti. Adapun pembakuan yang dimaksud adalah dengan mengurangkan setiap peubah bebas asal Xj dengan rata-rata dan dibagi simpangan baku, dinotasikan : Z=

(X j

X) s

(4)

Penduga koefisien regresi pada model regresi yang diperoleh dengan menggunakan regresi komponen utama sering berbias, padahal sifat penduga yang baik adalah tak bias dengan ragam penduga minimum. Namun, bersamaan dengan itu telah terjadi reduksi besar-besaran pada ragam penduga koefisien regresi yang besar karena multikolinearitas. Bias bukanlah hal yang dihindari, penduga dengan ragam penduga yang minimum sekalipun berbias biasanya lebih disukai (Jolliffe, 1986). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis regresi komponen utama adalah :

a) Membakukan peubah bebas asal, yaitu X menjadi Z b) Mencari akar ciri dan vektor ciri dari matriks R c) Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri d) Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W e) Transformasi balik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Seiring dengan diterapkannya otonomi daerah, setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengelola pajak daerahnya masing-masing sebagai salah satu komponen PAD yang berfungsi untuk membiayai rumah tangga daerah yang bersangkutan. Setiap daerah memiliki potensi pajaknya masing-masing, begitupun dengan Kabupaten Sumedang. Adapun potensi pajak daerah yang dimiliki oleh Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Lampiran 4-7. Berdasarkan data pada Lampiran 4, dapat dilihat potensi pajak daerah Kabupaten Sumedang yang terus mengalami peningkatan yaitu Rp. 705.313.000 pada tahun 1994, Rp. 1.112.857.000 pada tahun 1995, Rp. 1.154.148.000 pada tahun 1996, dan menjadi Rp. 1.196.112.650 pada tahun 1997. Jenis-jenis pajak yang diberlakukan pada selang waktu tersebut adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak potong hewan, pajak pembangunan I, pajak radio, pajak bangsa asing, pajak atas ijin menangkap ikan di perairan teritorial, pajak atas pertunjukan dan keramaian umum, pajak reklame, pajak anjing, pajak pembikinan/penjualan petasan, pajak penjualan minuman yang mengandung alkohol, pajak kendaraan tidak bermotor, pajak penerangan jalan, dan pajak rumah bola. Lampiran 5 menampilkan data potensi pajak daerah Kabupaten Sumedang pada tahun 1998 sebesar Rp. 3.816.751.000 yang mengalami peningkatan dari

tahun 1997, yaitu sebesar 219,10 persen. Peningkatan yang sangat besar ini disebabkan oleh bertambahnya objek pajak yang diberlakukan pada tahun tersebut, seperti pajak hotel dan restoran (berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 3 Tahun 1998), pajak hiburan (berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 7 Tahun 1998), pajak pengambilan bahan galian C (berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 2 Tahun 1998), dan pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. Keempat pajak ini mempunyai potensi yang cukup besar sehingga perlu adanya pengendalian dalam bentuk pengawasan dan pembinaan secara baik oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang. Dalam rangka pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan tersebut maka perlu dikenakan pajak daerah yang pengaturannya dituangkan dalam Peraturan Daerah. Kabupaten Sumedang memiliki banyak potensi lahan pertambangan bahan galian golongan C, diantaranya Kecamatan Cimalaka dan Kecamatan Conggeang yang merupakan lahan pertambangan pasir dan Kecamatan Sumedang Selatan, tepatnya di Desa Pasanggrahan yang merupakan lahan pertambangan batu. Dengan adanya potensi lahan pertambangan yang cukup besar tersebut, tentunya memberi dampak yang cukup besar pula terhadap peningkatan potensi pajak daerah Kabupaten Sumedang. Begitupun dengan pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, pada tahun 1998 mulai diberlakukan karena berkembangnya perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan air bawah tanah sebagai sumber air untuk memproduksi produknya, seperti PT Kahatex, perusahaan yang bergerak di bidang tekstil yang terletak di daerah industri

Rancaekek. Selain itu, pajak hotel dan restoran serta pajak hiburan juga memberi pengaruh terhadap meningkatnya potensi pajak daerah pada tahun 1998 karena pada tahun-tahun sebelumnya pajak tersebut tidak diberlakukan. Berdasarkan Lampiran 6, ditampilkan data potensi pajak dari tahun 1999 hingga tahun 2002. Pada tahun 1999, potensi pajak daerah Kabupaten Sumedang sebesar Rp. 6.088.684.150, jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 59,52 persen. Walaupun jenis pajak yang diberlakukan pada tahun ini lebih sedikit dari tahun sebelumnya, tetapi terjadi peningkatan potensi dari objek-objek pajak itu sendiri sehingga mengakibatkan peningkatan potensi pajak daerah di Kabupaten Sumedang pada tahun 1999 ini. Adapun jenisjenis pajak yang diberlakukan pada tahun ini adalah pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C, pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, serta pajak rumah sewaan. Pada tahun 2000, terjadi penurunan potensi pajak daerah sebesar 12,45 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 5.330.633.000. Penurunan ini terjadi diantaranya disebabkan oleh adanya perubahan proses perhitungan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang dilakukan oleh PLN, dimana pada tahun-tahun sebelumnya proses perhitungan PPJ ini dilakukan dari bulan pertama (Januari) hingga bulan terakhir (Desember) namun sejak tahun 2000 proses perhitungan PPJ hanya dilakukan pada bulan pertama (Januari) hingga bulan kesebelas (November) saja. Sedangkan untuk bulan Desember, proses perhitungan PPJ ini dimasukkan ke periode tahun berikutnya, yakni tahun 2001. Pada tahun 2000 ini

juga terjadi kekeringan sehingga menyebabkan potensi pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan mengalami penurunan. Selain itu, potensi pajak hiburan dan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C juga mengalami penurunan. Tahun 2001, potensi pajak daerah di Kabupaten Sumedang kembali mengalami peningkatan sebesar 107,85 persen. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perkembangan kegiatan perekonomian daerah serta pemanfaatan potensi pajak daerah yang semakin meningkat sebagai konsekuensi penerapan otonomi daerah yang memang mulai diberlakukan pada tahun tersebut sehingga daerah dituntut untuk mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Pada tahun 2002, terjadi peningkatan potensi pajak daerah Kabupaten Sumedang sebesar 9,49 persen dari tahun sebelumnya, yakni dari Rp. 11.080.000.000 menjadi Rp. 12.131.000.000. Walaupun mulai tahun tersebut pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan sudah tidak dipungut lagi karena menjadi bagian pajak provinsi namun pada tahun ini pajak rumah sewaan mulai dipungut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 52 Tahun 2001 sehingga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap peningkatan potensi pajak daerah. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Sumedang memiliki potensi objek pajak rumah sewaan, misalnya di Kecamatan Jatinangor yang merupakan kawasan pendidikan dimana terdapat empat perguruan tinggi yaitu Unpad, Ikopin, Unwim, dan IPDN sehingga di daerah tersebut banyak terdapat rumah sewaan yang dihuni oleh mahasiswa dan di

Kecamatan Cimanggung yang lokasinya berdekatan dengan daerah industri Rancaekek menyebabkan banyak buruh pabrik yang menyewa rumah untuk tempat tinggalnya. Lampiran 7 memberikan gambaran data potensi pajak daerah Kabupaten Sumedang dari tahun 2003 hingga tahun 2006. Pada tahun 2003, pajak hotel dan restoran dipisahkan pemungutannya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 25 Tahun 2003 untuk Pajak Hotel dan Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2003 untuk Pajak Restoran. Total potensi pajak daerah Kabupaten Sumedang pada tahun tersebut adalah sebesar Rp. 14.677.000.000 atau meningkat sebesar 20,99 persen dari tahun sebelumnya. Begitupun untuk tahuntahun berikutnya, yakni tahun 2004, 2005, dan 2006 mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 4,68 persen, 11,55 persen, dan 10,40 persen. Adapun pajak daerah yang diberlakukan pada periode tahun 2003 hingga 2006, yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak rumah sewaan. Untuk lebih jelasnya, kenaikan potensi pajak daerah Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga 2006 dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Sumber: Dispenda Kabupaten Sumedang Gambar 4.1. Potensi Pajak daerah Kabupaten Sumedang Tahun 1994-2006

4.2. Pengaruh Pajak Daerah Terhadap PAD di Kabupaten Sumedang 4.2.1. Estimasi Persamaan Model Dalam menganalisis pengaruh pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang, hasil estimasi koefisien-koefisien variabel persamaan regresi akan dilakukan dengan program Excel dan Minitab, sedangkan plot data yang digunakan merupakan jenis data time series. Model persamaan yang digunakan untuk menganalisis pengaruh pajak daerah terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah) di Kabupaten Sumedang merupakan model yang terbaik setelah dilakukan beberapa uji model yang lain. Berdasarkan hasil estimasi, maka dapat disusun persamaan regresi komponen utama pajak daerah terhadap PAD di Kabupaten Sumedang sebagai berikut:

LnY = -40,3891 + 0,193LnX1 + 0,324LnX2 + 0,223LnX3 + 0,149LnX4 Keterangan : Y = PAD (Pendapatan Asli Daerah) X1 = Pajak Daerah X2 = Retribusi Daerah X3 = Bagian Laba Usaha Daerah X4 = Penerimaan PAD Lainnya. Langkah selanjutnya setelah mendapatkan parameter-parameter estimasi adalah melakukan berbagai pengujian terhadap parameter estimasi tersebut.

4.2.1.1. Uji F Pada persamaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) memiliki nilai probabilitas (P-value) sebesar 0,000 yang signifikan pada taraf nyata 5 persen (α = 5%). Hal ini (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa variabel bebas dalam model secara bersamasama memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat.

Tabel 4.1. Nilai Probabilitas Hasil Analisis Regresi Komponen Utama Model Pendapatan Asli Daerah (PAD) Analysis of Variance Source DF SS MS F P 1 11,190 11,190 1969,64 0,000 Regression Residual 13 0,074 0,006 Error 14 11,263 Total

Pendugaan parameter regresi dengan menggunakan teknik regresi komponen utama memerlukan pengujian untuk melihat apakah terdapat masalah

autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas yang terdapat dalam model.

4.2.1.2. Uji Autokorelasi Model persamaan yang digunakan dalam menganalisis pengaruh pajak daerah terhadap PAD di Kabupaten Sumedang ini memiliki nilai Durbin-Watson statistic sebesar 2,01532 (Lampiran 8), hal ini menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap autokorelasi karena nilainya mendekati 2 sehingga model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi.

4.2.1.3. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas dilakukan dengan meregresikan |ut| dengan seluruh variabel yang terdapat dalam model. Berdasarkan hasil pendugaan variabel dapat diketahui bahwa pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah, dan penerimaan PAD lainnya tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5 persen (α = 5%) terhadap |ut|. Hal ini (Tabel 4.2) dapat dilihat dari masing-masing variabel memiliki nilai P-value yang lebih besar dari 5 persen (α = 5%). Sehingga hasil

regresi

menunjukkan

bahwa

tidak

terjadi

pelanggaran

asumsi

heteroskedastisitas dalam model Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tabel 4.2. Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas Model PAD Predictor Coef SE Coef T P Constant 0,0308 0,1943 0,16 0,877 lnX1 0,0021 0,0080 0,26 0,797 lnX2 -0,0153 0,0279 -0,55 0,595 lnX3 0,0190 0,0118 1,61 0,138 lnX4 -0,0034 0,0045 -0,74 0,475

VIF 12,3 58,9 20,1 6,7

4.2.1.4. Uji Multikolinearitas Gejala multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel bebasnya. Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan melihat nilai koefisien korelasi antar variabel eksogen pada correlations matrix (Tabel 4.3). Jika nilai antar variabel bebasnya lebih besar dari |0,8| maka model yang dianalisis mengalami masalah multikolinearitas. Pada persamaan model PAD, semua variabel mempunyai nilai lebih besar dari |0,8| sehingga terdapat multikolinearitas pada model PAD ini. Tabel 4.3. Correlations Matrix lnX1 lnX1 1,000 lnX2 0,930 lnX3 0,816 lnX4 0,878

lnX2 0,930 1,000 0,953 0,911

lnX3 0,816 0,953 1,000 0,825

lnX4 0,878 0,911 0,825 1,000

4.2.2. Estimasi Model Hasil analisis regresi komponen utama dalam persamaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) memiliki nilai koefisien determinasi (R-squared) sebesar 0,993 artinya persamaan Pendapatan Asli Daerah dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat di dalam model tersebut sebesar 99,3 persen, sisanya sebesar 0,7 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model tersebut. Pengujian tingkat signifikansi hubungan tiap variabel eksogen dengan variabel endogen dapat dilakukan dengan uji t-statistik. Hasil analisis regresi persamaan PAD dapat ditunjukkan melalui Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil Analisis Regresi Komponen Utama PAD (Pendapatan Asli Daerah) Standar Peubah Koefisien Z t-Hitung Keterangan Deviasi Z1 0,23166 3,56793E-05 6492,84 Signifikan Z2 0,24289 3,9223E-05 6192,593 Signifikan Z3 0,22979 3,5105E-05 6545,734 Signifikan Z4 0,23119 3,55353E-05 6505,983 Signifikan Keterangan : Z1 = Pajak Daerah Z2 = Retribusi Daerah Z3 = Bagian Laba Usaha Daerah Z4 = Penerimaan PAD Lainnya R-squared 0,993 t-Tabel pada taraf nyata 5% Durbin-Watson statistic 2,01532 Prob (F-statistic)

1,96 0,000

Hasil pendugaan parameter PAD (Pendapatan Asli Daerah) menunjukkan bahwa pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah, dan penerimaan PAD lainnya berpengaruh secara nyata terhadap PAD. Hal ini ditunjukkan dengan nilai |t-hitung| masing-masing variabel tersebut yang lebih besar dari t-tabel pada taraf nyata 5 persen (α = 5%).

4.2.3. Estimasi Koefisien Hasil analisis regresi komponen utama untuk model persamaan PAD menunjukkan bahwa retribusi daerah memiliki pengaruh terbesar terhadap nilai total PAD di Kabupaten Sumedang bila dibandingkan dengan komponenkomponen yang mempengaruhi PAD lainnya. Urutan kedua yang memiliki pengaruh terbesar terhadap nilai total PAD di Kabupaten Sumedang adalah bagian laba usaha daerah dan komponen PAD yang memiliki pengaruh paling kecil di Kabupaten Sumedang adalah komponen penerimaan PAD lainnya. Sementara itu,

pajak daerah menempati urutan ketiga sebagai komponen PAD yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap total nilai PAD di Kabupaten Sumedang. Hasil analisis regresi komponen utama menunjukkan bahwa pajak daerah berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD (Pendapatan Asli Daerah), dengan elastisitas sebesar 0,193. Artinya, jika pajak daerah meningkat sebesar satu persen, maka nilai total penerimaan PAD akan meningkat sebesar 0,193 persen (cateris paribus). Retribusi daerah berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD dengan elastisitas sebesar 0,324. Artinya, jika retribusi daerah meningkat sebesar satu persen, maka nilai total penerimaan PAD akan meningkat sebesar 0,324 persen (cateris paribus). Bagian laba usaha daerah berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD dengan elastisitas sebesar 0,223. Artinya, jika bagian laba usaha daerah meningkat sebesar satu persen, maka nilai total penerimaan PAD akan meningkat sebesar 0,223 persen (cateris paribus). Penerimaan PAD lainnya berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD dengan elastisitas sebesar 0,149. Artinya, jika penerimaan PAD lainnya meningkat sebesar satu persen, maka nilai total penerimaan PAD akan meningkat sebesar 0,149 persen (cateris paribus).

4.3. Hambatan dalam Pemungutan Pajak Daerah Pajak daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) perlu terus ditingkatkan agar pengeluaran untuk penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan kegiatan pembangunan yang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, dapat terpenuhi sehingga kemandirian otonomi daerah

yang luas, nyata, dan bertanggungjawab dapat dilaksanakan. Akan tetapi saat ini masih banyak masalah yang dihadapi pemerintah daerah termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, dalam hal ini Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) terkait dengan upaya pencapaian realisasi pajak daerah. Kecilnya pengaruh pajak daerah terhadap nilai total penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang antara lain disebabkan oleh: 1. Pelayanan yang kurang memadai terhadap wajib pajak. 2. Sering tidak ada koordinasi antara petugas pajak penegak hukum dalam rangka penertiban subjek pajak dan wajib pajak serta instansi yang mengambil kebijakan berkaitan dengan pajak tidak selalu aktif berkoordinasi dengan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). 3. Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) petugas Dispenda baik secara kuantitas maupun kualitasnya dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah sehingga menyebabkan informasi dan komunikasi tentang perpajakan sering terhambat. Hal ini mengakibatkan wajib pajak umumnya kurang mengetahui secara pasti kewajiban perpajakannya sehingga sangat berpengaruh terhadap besarnya penerimaan pajak daerah itu sendiri. 4. Masih banyak masyarakat yang tidak taat membayar pajak namun tidak ada tindakan sanksi yang tegas dan rumusan hukum yang ada sulit dilaksanakan untuk menindak kejahatan perpajakan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan hasil pembahasan pada bab sebelumnya mengenai potensi pajak daerah Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2006 dan analisis pengaruh pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sumedang selama periode tahun 1994 hingga tahun 2008, serta hambatan dalam pemungutan pajak daerah, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Selama periode tahun 1994 hingga tahun 1999, potensi pajak daerah di Kabupaten Sumedang terus mengalami peningkatan. Sementara itu, pada tahun 2000 terjadi penurunan dan terjadi peningkatan kembali pada periode tahun 2001 hingga tahun 2006. 2. Pajak daerah berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD (Pendapatan Asli Daerah) di Kabupaten Sumedang dengan elastisitas sebesar 0,193, yang berarti bahwa jika pajak daerah meningkat sebesar satu persen, maka nilai total penerimaan PAD akan meningkat sebesar 0,193 persen (cateris paribus). 3. Masih banyak masalah yang dihadapi pemerintah daerah termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, dalam hal ini Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) terkait dengan upaya pencapaian realisasi pajak daerah sehingga pengaruh pajak daerah terhadap PAD Kabupaten Sumedang masih relatif kecil bila dibandingkan dengan komponen lainnya yang berpengaruh terhadap PAD.

5.2. Saran 1. Meningkatkan kualitas dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Dispenda Kabupaten Sumedang di bidang pelayanan terhadap wajib pajak. 2. Peningkatan koordinasi, baik secara internal di lingkungan unit kerja Dispenda Kabupaten Sumedang maupun secara eksternal dengan SKPD lainnya yang berhubungan dengan dispenda. 3. Meningkatkan kualitas SDM Dispenda Kabupaten Sumedang. 4. Melaksanakan supremasi hukum perpajakan yang berfungsi preventif dan revesif. 5. Diharapkan pada penelitian selanjutnya lebih mengembangkan ruang lingkup penelitian agar pengetahuan mengenai pajak daerah di Kabupaten Sumedang meningkat. 6. Minimnya data pada instansi yang terkait, misalnya Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) diharapkan dapat menjadi masukan untuk dapat mengelola dan mendokumentasikan data dengan lebih baik dan lengkap, karena mengingat pentingnya peran data bagi suatu penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Gasperz, V. 1992. Teknik Ekonometrika Terapan. Tarsito, Bandung. Gujarati, D. N. 1999. Essentials of Econometrics. 2nd edition. McGraw-Hill, New York. Hakki, D. 2008. Analisis Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah Sebelum Dan Pada Masa Otonomi Daerah di Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jolliffe, I. T. 1986. Principal Component Analysis. Springer-Verlag, New York. Mardiasmo. 2002. Perpajakan Edisi Revisi 2002. Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Masitoh, I. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi di Indonesia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Morrison, D. F. 1967. Multivariate Statistical Methods. McGraw-Hill, New York. Neter, J., W. Wasseman, and M. H. Kutner. 1990. Applied Linear Statistical Models. 3rd ed. Tokyo: Richard D. Irwin, Inc., Homewood. Illinois. Rahdina, D. P. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Depok Pada Era Otonomi Daerah [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Pasaribu, S. H., D. Hartono, dan T. Irawan. 2005 Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ratwono, A. B. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Retribusi Daerah di Provinsi DKI Jakarta [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. ________________. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

________________. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Rosdiana, H., dan R. Tarigan. 2005. Perpajakan: Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Saragih, J. P. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Ghalia Indonesia, Jakarta. Siahaan, M. P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sinaga, B. M. dan H. Siregar. 2005. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah di Indonesia. Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ulpah, M. 2006. Regresi Komponen Utama [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wetherill, G. B. 1986. Regression Analysis with Application. Chapman and Hall. Yustishia, W. 2007. Analisis Dampak Kenaikan Tarif Cukai Tembakau terhadap Permintaan Rokok Kretek, Keuntungan Usaha dan Kesempatan Kerja Industri Rokok Skala Kecil Tanpa Cukai [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sumedang Beserta Komponennya Tahun Anggaran 1994-2008 (Dalam Ribu Rupiah) NO.

1. 2.

3.

4.

URAIAN Pendapatan Asli Daerah/Local Gov. Original Receipt Pajak Daerah/Local Taxes Receipt Retribusi Daerah/Retributions Receipt Bagian Laba Usaha Daerah/Local Gov. Corporate Profit Penerimaan PAD Lainnya/Other Local Gov. Orig. Receipt

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

5910951

6973539

8627849

11134445

15126384

16787530

17836583

28241122

30645188

40006614

50093459

58699240

72298330

74038757

88256489

946188

1217060

976882

1439718

4163616

6251413

6921912

11129372

11087500

14097000

16492765

18183246

18197017

21394095

25313123

4632474

5420250

6969077

8582090

8073419

9245765

10230830

14316319

16173522

21797568

25424024

35200335

36493118

39639076

43048176

171960

149884

417424

357344

188804

266875

365234

520367

501749

552380

1835321

2362172

2547298

2386933

2792970

160329

186345

264466

755293

2700545

1023477

318607

2275064

2882417

3559666

6341349

2953487

15060897

10618653

17102220

Sumber: Dispenda Kabupaten Sumedang

Lampiran 2. Kontribusi Komponen PAD terhadap PAD Kabupaten Sumedang Tahun Anggaran 1994-2008 (Dalam Persen) NO.

URAIAN

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Pajak Daerah/Local Taxes Receipt

16,01

17,45

11,32

12,93

27,52

37,24

38,81

39,41

36,18

35,24

32,92

30,98

Retribusi Daerah/Retributions Receipt

78,37

77,73

80,77

77,08

53,37

55,07

57,36

50,69

52,78

54,48

50,75

59,97

25,17

28,9

28,68

50,48

53,54

48,78

Bagian Laba Usaha Daerah/Local Gov. Corporate Profit

2,91

2,15

4,84

3,21

1,25

1,59

2,05

1,84

1,64

1,38

3,66

4,02

3,52

3,22

3,16

Penerimaan PAD Lainnya/Other Local Gov. Orig. Receipt

2,71

2,67

3,06

6,78

17,85

6,1

1,79

8,06

9,41

8,9

12,66

5,03

20,83

14,34

19,38

Pendapatan Asli Daerah/Local Gov. Original Receipt 1. 2. 3. 4.

Sumber: Dispenda Kabupaten Sumedang, diolah

Lampiran 3. Rincian Penerimaan Komponen Pendapatan Asli Daerah No. 1.

Kelompok Penerimaan Pajak Daerah

Rincian Penerimaan 1. Pajak Daerah Provinsi: a. Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air (5%) b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air (10%) c. Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (5%) d. Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (20%) 2. Pajak Daerah Kabupaten/Kota: a. Hotel (10%) b. Restoran (10%) c. Hiburan (35%) d. Reklame (25%) e. Penerangan Jalan (10%) f. Pengambilan Bahan Galian Golongan C (20%) g. Parkir (20%)

2.

Retribusi Daerah

1. Jasa Umum a. Pelayanan Kesehatan b. Pelayanan Persampahan c. Pelayanan KTP 2. Jasa Usaha a. Penyewaan Aset Daerah b. Penyediaan Tempat Penginapan c. Usaha Bengkel Kendaraan d. Tempat Pencucian Mobil e. Penjualan Bibit 3. Perizinan Tertentu a. Izin Mendirikan Bangunan b. Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah

3.

Hasil Pengelolaan

Penerimaan dari BUMD:

Kekayaan Daerah

a. Perolehan Laba Usaha

yang Dipisahkan

b. Penjualan Aset BUMD c. Deviden d. Penjualan Saham

4.

Lain-lain PAD yang Sah

1. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Tidak Dipisahkan 2. Jasa Giro 3. Pendapatan Bunga 4. Keuntungan Selisih Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Asing 5. Komisi, Potongan, ataupun Bentuk Lain sebagai Akibat dari Penjualan dan/atau Pengadaan Barang dan/atau Jasa oleh Daerah

Sumber: UU No. 34 Tahun 2000 dan UU No. 33 Tahun 2004

Lampiran 4. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 1994-1997 NO. URAIAN TAHUN 1994 1995 1996 1. Pajak Kendaraan Bermotor 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3. Pajak Potong Hewan 19000000 21000000 22000000 4. Pajak Pembangunan I 84000000 117092000 140000000 5. Pajak Radio 9750000 10500000 11025000 6. Pajak Bangsa Asing 4280000 4280000 2575000 7. Pajak atas Ijin Menangkap Ikan di Perairan Teritorial 8. Pajak atas Pertunjukan&Keramaian Umum 43110000 40910000 33751000 9. Pajak Reklame 34000000 35000000 35000000 10. Pajak Anjing 1405000 1405000 1405000 11. Pajak Pembikinan/Penjualan Petasan 12. Pajak Penjualan Minuman yang Mengandung Alkohol 213000 90000 12000 13. Pajak Kendaraan Tidak Bermotor 2495000 2800000 3000000 14. Pajak Penerangan Jalan 504000000 876000000 901600000 15. Pajak Rumah Bola 3060000 3780000 3780000 JUMLAH 705313000 1112857000 1154148000 Sumber: Dispenda Kabupaten Sumedang

1997 26271600 163000000 11000000 2615000 33751000 38250000 1515050 3250000 913400000 3060000 1196112650

Lampiran 5. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 1998 NO. URAIAN TAHUN 1998 1. Pajak Kendaraan Bermotor 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3. Pajak Potong Hewan 4. Pajak Hotel Dan Restoran 133000000 5. Pajak Radio 6. Pajak Hiburan 30451000 7. Pajak Bangsa Asing 8. Pajak Reklame 45000000 9. Pajak atas Ijin Menangkap Ikan di Perairan Teritorial 11. Pajak Penerangan Jalan 2250000000 12. Pajak Pengambilan Bahan Galian C 58300000 13. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 1300000000 14. Pajak Anjing 15. Pajak Pembikinan/Penjualan Petasan 16. Pajak Penjualan Minuman yang Mengandung Alkohol 17. Pajak Kendaraan Tidak Bermotor 18. Pajak Rumah Bola JUMLAH 3816751000 Sumber: Dispenda Kabupaten Sumedang

Lampiran 6. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 1999-2002 NO. URAIAN 1999 1. Pajak Hotel dan Restoran 155000000 2. Pajak Hiburan 22884150 3. Pajak Reklame 47500000 4. Pajak Penerangan Jalan 4200000000 5. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 58300000 6. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 1605000000 7. Pajak Rumah Sewaan JUMLAH 6088684150

TAHUN 2000 2001 435000000 640000000 20000000 25000000 55000000 80000000 3400000000 8295000000 47000000 90000000 1373633000 1950000000 -

-

5330633000

11080000000

2002 775000000 25000000 100000000 10876000000 255000000 -

100000000 12131000000

Sumber: Dispenda Kabupaten Sumedang

Lampiran 7. Potensi Pajak Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 2003-2006 NO. URAIAN TAHUN 2003 2004 2005 2006 1. Pajak Hotel 326558400 375000000 435400000 465000000 2. Pajak Restoran 683441600 700000000 657500000 700000000 3. Pajak Hiburan 30000000 12000000 17550000 20370475 4. Pajak Reklame 200000000 241800000 306422000 415543500 5. Pajak Penerangan Jalan 12912000000 13484600000 15096200000 16704406281 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 350000000 375000000 475000000 465307000 7. Pajak Rumah Sewaan 175000000 175000000 150000000 150000000 JUMLAH 14677000000 15363400000 17138072000 18920627256 Sumber: Dispenda Kabupaten Sumedang 53

54

Lampiran 8. Persamaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Hasil Matriks Korelasi Variabel Independen pada Persamaan PAD Correlations: lnY; lnX1; lnX2; lnX3; lnX4 lnY 0,967 0,000

lnX1

lnX2

0,990 0,000

0,930 0,000

lnX3

0,921 0,000

0,816 0,000

0,953 0,000

lnX4

0,933 0,000

0,878 0,000

0,911 0,000

lnX1

lnX2

lnX3

0,825 0,000

Cell Contents: Pearson correlation P-Value

Hasil Regresi Awal pada Persamaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Regression Analysis: lnY versus lnX1; lnX2; lnX3; lnX4 The regression equation is lnY = 1,82 + 0,265 lnX1 + 0,537 lnX2 + 0,0783 lnX3 + 0,0798 lnX4 Predictor Constant lnX1 lnX2 lnX3 lnX4

Coef 1,8150 0,26544 0,53672 0,07826 0,07981

S = 0,0244184

SE Coef 0,4656 0,01909 0,06691 0,02833 0,01088

R-Sq = 99,9%

T 3,90 13,91 8,02 2,76 7,33

P 0,003 0,000 0,000 0,020 0,000

VIF 12,3 58,9 20,1 6,7

R-Sq(adj) = 99,9%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source lnX1 lnX2 lnX3 lnX4

DF 1 1 1 1

DF 4 10 14

SS 11,2574 0,0060 11,2634

MS 2,8144 0,0006

Seq SS 10,5316 0,6935 0,0002 0,0321

Durbin-Watson statistic = 2,39851

F 4720,02

P 0,000

Data Standarisasi Variabel Independen Z1 -1,57951 -1,36996 -1,55295 -1,23001 -0,34595 -0,34686 0,07723 0,47259 0,46943 0,6694 0,80003 0,88128 0,88195 1,01665 1,15668

Z2 -1,5852 -1,37532 -1,03959 -0,76144 -0,84307 -0,02144 -0,52671 -0,07782 0,08517 0,48383 0,68944 1,12417 1,17226 1,28275 1,39296

Z3 -1,29466 -1,42782 -0,43517 -0,58576 -1,20405 -0,06904 -0,56464 -0,22158 -0,25685 -0,16372 0,99988 1,24448 1,31755 1,25456 1,40681

Z4 -1,58432 -1,48767 -1,26269 -0,58834 0,2304 0,10702 -1,14304 0,1202 0,27224 0,40789 0,77893 0,28792 1,33479 1,1102 1,41647

Hasil Analisis Komponen Utama Principal Component Analysis: Z1; Z2; Z3; Z4 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative Variable Z1 Z2 Z3 Z4

3,6585 0,915 0,915

PC1 -0,495 -0,519 -0,491 -0,494

0,2066 0,052 0,966 PC2 -0,479 0,167 0,744 -0,435

0,1232 0,031 0,997 PC3 -0,660 -0,110 0,035 0,742

0,0118 0,003 1,000 PC4 0,300 -0,831 0,452 0,123

Hasil Regresi lnY dengan W1 Regression Analysis: lnY versus W1 The regression equation is lnY = 17,0 - 0,468 w1 Predictor Constant w1

Coef 17,0471 -0,46752

SE Coef 0,0195 0,01053

T 875,96 -44,38

P 0,000 0,000

S = 0,0753726

R-Sq = 99,3%

R-Sq(adj) = 99,3%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total

DF 1 13 14

SS 11,190 0,074 11,263

MS 11,190 0,006

F 1969,64

P 0,000

Unusual Observations Obs 7

w1 1,08

lnY 16,6968

Fit 16,5436

SE Fit 0,0225

Residual 0,1532

St Resid 2,13R

Durbin-Watson statistic = 2,01532

Transformasi ke Z lnY = 17,0 - 0,468 w1 lnY = 17,0 - 0,468(-0,495 Z1 -0,519 Z2 -0,491 Z3 -0,494 Z4) lnY = 17,0 + 0,23166 Z1 + 0,242892 Z2 + 0,229788 Z3 + 0,231192 Z4

Transformasi Z menjadi X

lnY

=

17

+

X3

0,23166

X3 S3

X1 X1 S1

– 0,231192

Descriptive Statistics Rata-rata 15,65744 lnX1 16,53515 lnX2 13,39094 lnX3 14,45045 lnX4



X4

0,242892

X2

X2 S2

+

X4 S4

Stdev 1,20116 0,748514 1,031882 1,55616

Model Regresi LnY = -40,3891 + 0,193LnX1 + 0,324LnX2 + 0,223LnX3 + 0,149LnX4

0,229788