24 BAB II KAJIAN PUSTAKA KEHADIRAN ANAK DALAM SEBUAH

Download kehadiran anak dalam suatu keluarga, orang tua akan merasa senang karena sudah ada yang akan .... Jika ternyata...

2 downloads 142 Views 251KB Size
BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kehadiran anak dalam sebuah perkawinan merupakan dambaan bagi suamiistri, karena anak mempunyai nilai tersendiri bagi keluarga. Adanya anak dalam suatu keluarga sudah merupakan salah satu kebutuhan bagi orang tua, baik sebagai kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologi. Konsep nilai anak yang dimiliki oleh setiap keluarga umumnya telah mendasar dan menjadi bagian dari hidup mereka. Menurut Hoffman (1973:26) bahwa nilai anak berkaitan dengan fungsi anak terhadap orang tua atau kebutuhan orang tua yang akan di penuhinya. Keberadaan anak dalam suatu keluarga berfungsi sebagai penyambung garis keturunan, penerus tradisi keluarga, curahan kasih sayang, hiburan dan jaminan hari tua. Anak sebagai penyambung garis keturunan, kehadiran anak dalam suatu keluarga sangat di dambakan, anak di harapkan dapat meneruskan keturunan keluarga sehingga garis keturunan keluarga tersebut tidak terputus. Anak sebagai penerus tradisi keluarga, anak tidak hanya mewarisi harta peninggalan orang tua (yang bersifat material), akan tetapi juga mewarisi kewajiban adat yang sudah di percayai oleh orang tua yang sudah diatur dalam adat yang ada, dan anak dapat menjadi penerus kewajiban orang tua di lingkungan kerabat dan masyarakat. Dengan kehadiran anak dalam suatu keluarga, orang tua akan merasa senang karena sudah ada yang akan meneruskan apa yang menjadi cita-cita dan harapan mereka.

24 Universitas Sumatera Utara

Curahan kasih sayang, orang tua akan merasa bahagia ketika sudah berada dekat dengan anaknya, orang tua akan merasa senang dan rasa letih dan capek tidak akan terasa lagi ketika sudah berada dan bercanda bersama anak-anaknya. Anak akan membuat hubungan antara suami istri akan terjalin erat, memperoleh rasa cinta dan juga mengurangi ketegangan, kelelahan setelah seharian bekerja di ladang serta mengusir rasa sepi di rumah, karena dengan hadirnya anak-anak di rumah, perasaan gembira dan bahagia melihat segala tingkah laku, gaya bicara dan pembawaaan mereka yang kadang-kadang lucu dan menggelitik hati. Perasaan terhibur di rumah karena di rumah selalu ramai dan suasana rumah akan semakin semarak dengan suara anak-anak. Adanya perasaan memiliki, perasaan mempunyai teman, senang melihat pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Membuat orang tua tersenyum dan tertawa dengan melihat segala tingkah laku dan gaya mereka yang lucu-lucu, sehingga dapat melupakan untuk sementara kesusahan hidup mereka. Hidup akan terasa berarti, keluarga menjadi lengkap dan tugas suami istri telah terpenuhi secara psikologis. Anak sebagai jaminan hari tua, keberadaan anak menimbulkan rasa tentram di hari tua, karena anak merupakan jaminan bagi orang tua pada saat orang tua tidak dapat bekerja lagi. Anak dapat memberikan suatu ketentraman bagi orang tua kelak ketika anak tersebut telah bekerja. Anak harus membalas budi kebaikan orang tua dalam hal ini adalah bahwa setiap anak harus mau memberikan bantuan ekonomi, merawat dan membantu pekerjaan orang tua baik itu semasih orang tuanya masih mampu bekerja maupun tidak sanggup lagi untuk bekerja mencari nafkahnya

25 Universitas Sumatera Utara

sendiri. Orang tua akan mendapat atau memperoleh bantuan ekonomi maupun bantuan hanya merawat setelah usianya telah uzur. Nilai-nilai tertentu yang dimiliki oleh suatu masyarakat akan tercermin dalam berbagai kebutuhan hidup. Biasanya nilai-nilai tersebut pertama sekali akan di peroleh melalui keluarga dan akan berkembang lagi. Nilai ini juga bisa menjadi faktor pendorong bagi setiap keluarga untuk memperoleh anak yang tentunya sesuai dengan konsep budayanya sendiri. Misalnya pada masyarakat Batak Toba biasanya nilai anak itu tinggi, sehingga mereka cenderung untuk memiliki anak dalam jumlah yang besar. Kenyataan ini biasanya dilandasi oleh adanya nilai-nilai yang akan di peroleh dari setiap anak, baik itu pada masa awal lahir hingga masa selanjutnya sehingga, mereka cenderung untuk memandang anak sebagai sumber rezeki. Keberadaan anak dalam keluarga dapat membantu melakukan kegiatan rumah tangga yang dapat menambah penghasilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Arnold (1979) bahwa orang tua di desa lebih menitik beratkan manfaat ekonomi dan kegunaan praktis (termasuk tunjangan hari tua ) dari anak tersebut. Dimana orang tua di desa telah membiasakan anak untuk ikut serta membantu orang tua untuk bekerja di sawah sendiri atau bekerja untuk membantu keuangan keluarga maupun bekerja dengan mendapatkan upah dari orang lain. Dengan adanya anak dalam suatu keluarga secara otomatis orang tua memiliki tenaga tambahan dari anak. Bagi masyarakat pedesaan, peranan anak dalam perekonomian rumah tangga sangat penting. Bantuan anak berupa tenaga kerja yang dicurahkan pada pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan utama orang tuannya dalam usaha mendapatkan penghasilan, menjadikan anak sebagai salah satu faktor produksi yang penting. Ikut sertanya anak 26 Universitas Sumatera Utara

dalam proses produksi pada industri rumah tangga, tentu saja akan memberikan keuntungan bagi kehidupan keluarga. Di daerah pedesaan Jawa, anak sudah dapat membantu orang tua pada usia yang sangat mudah, mulai dari pekerjaan ringan sampai dengan pekerjaan yang berat. Sumbangan anak berupa tenaga kerja di harapkan akan berpengaruh terhadap besar kecilnya produktivitas rumah tangga. Dengan demikian pendapatan keluarga akan meningkat sebagai akibat dari bantuan tenaga kerja yang diberikan anak. Dengan adanya partisipasi anak lambat laun ekonomi keluarga akan semakin baik. Menurut Arnold dan Fawcett (1990), dengan memiliki anak, orang tua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau hal-hal yang merugikan. Nilai anak yang menguntungkan (manfaat) yaitu, Manfaat Emosional di mana anak membawa kegembiraan dan kebahagiaan ke dalam hidup orang tuanya. Anak adalah sasaran cinta kasih, dan sahabat bagi orang tuanya, artinya dengan anak orang tua kan merasakan kebahagiaan bagi orang tua. Dengan kehadiran anak orang tua mampu mengubah sikap keras hati menjadi lemah lembut. Manfaat Ekonomi dan Ketenangan dimana anak dapat membantu ekonomi orang tuanya dengan bekerja di sawah atau di perusahaan keluarga lainnya, atau dengan menyumbangkan upah yang mereka dapat di tempat lain. Mereka dapat megerjakan banyak tugas di rumah (sehingga ibu mereka dapat melakukan pekerjaan yang menghasilkan uang). Manfaat pengembangan diri dimana memelihara anak adalah suatu pengalaman belajar bagi orang tua. Anak membuat orang tuanya lebih matang, lebih bertanggung jawab. Tanpa anak, orang yang telah menikah tidak selalu dapat diterima sebagai orang dewasa dan anggota masyarakat sepenuhnya. Mengenali Anak dimana Orang 27 Universitas Sumatera Utara

tua memperoleh kebanggaan dan kegembiraan dari mengawasi anak-anak mereka tumbuh dan mengajari mereka halhal baru. Mereka bangga kalau bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Kerukunan dan Penerus Keluarga dimana anak membantu memperkuat ikatan perkawinan antara suami istri dan mengisi kebutuhan suatu perkawinan. Mereka meneruskan garis keluarga, nama keluarga, dan tradisi keluarga. Hal-hal yang merugikan dengan memiliki anak (nilai negatif umum) yaitu, Biaya Emosional dimana orang tua sangat mengkhawatirkan anak-anaknya, terutama tentang perilaku anak-anaknya, keamanan dan kesehatan mereka. Dengan adanya anak-anak, rumah akan ramai dan kurang rapi. Kadang-kadang anak-anak itu menjengkelkan. Biaya Ekonomi dimana ongkos yang harus dikeluarkan untuk memberi makan dan pakaian anak- anak dapat besar. Keterbatasan dan Biaya Alternatif dimana setelah mempunyai anak, kebebasan orang tua berkurang, hal ini di sebabkan karena ornag tua sudah memiliki tanggungjawab kepada anak. .Kebutuhan Fisik dimana begitu banyak pekerjaan rumah tambahan yang diperlukan untuk mengasuh anak. Orang tua mungkin lebih lelah. Pengorbanan Kehidupan Pribadi Suami Istri dimana waktu untuk dinikmati oleh orang tua sendiri berkurang dan orang tua berdebat tentang pengasuhan anak. Secara umum kehadiran anak dalam keluarga dapat dilihat sebagai faktor yang menguntungkan orang tua dari segi psikologis, ekonomis dan sosial (Horowirz, 1985; Suparlan, 1989; Zinn dan Eitzen, 1990). Nilai anak dari segi psikologis yaitu anak dapat lebih mengikat tali perkawinan. Pasangan suami istri merasa lebih puas dalam perkawinan dengan 28 Universitas Sumatera Utara

melihat perkembangan emosi dan fisik anak. Kehadiran anak juga telah mendorong komunikasi antara suami istri karena mereka merasakan pengalaman bersama anak mereka. Kehadiran anak akan menghangatkan suasana sepi di rumah serta akan mengurangi ketegangan dan kelelahan setelah seharian bekerja (anak sebagai sumber kasih sayang). Anak dapat menimbulkan rasa aman dan hal ini biasanya dialami oleh orang tua yang memiliki anak laki-laki karena mereka merasa bahwa mereka sudah memiliki anak laki-laki yang nantinya akan menggantikannya kelak dalam melaksanakan kewajiban adat, di lingkungan kerabat maupun masyarakat. Selain itu anak juga dirasakan dapat menghibur orang tuanya memberikan dorongna untuk lebih semangat lagi bekerja karena sudah memiliki tanggungan. Nilai anak dari segi ekonomis yaitu anak di anggap sebagai benda investasi, sumber tenaga kerja dan sebagai sumber penghasilan rumah tangga. Nilai investasi yang di maksud di sini adalah bagaimana seorang anak dapat membahagiakan orang tua kelak apabila mereka sudah tua. Bantuan tenaga kerja anak mempunyai arti penting dalam hal anak sebagai tenaga kerja keluarga dalam usahatani keluarga. Hal ini kita temukan dalam masayrakat yang bermata pencaharian bertani. Bantuan ekonomi anak dalam bentuk materi, oleh para orang tua diakui sangat penting artinya dalam meringankan beban ekonomi rumah tangga. Nilai anak dari segi sosial yaitu anak merupakan anak dapat meningkatkan status seseorang. Pada beberapa masyarakat, individu baru mempunyai hak suara setelah ia memiliki anak. Anak merupakan penerus keturunan. Untuk mereka yang menganut sistem patrilineal, seperti Cina, Korea, Taiwan, dan Suku Batak, adanya anak laki-laki sangat diharapkan karena anak laki-laki akan meneruskan garis 29 Universitas Sumatera Utara

keturunan yang diwarisi lewat nama keluarga. Keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki dianggap tidak memiliki garis keturunan, dan keluarga itu dianggap akan punah. Anak merupakan pewaris harta pusaka. Bagi masyarakat yang menganut sistem matrilineal, anak perempuan selain sebagai penerus keturunan, juga bertindak sebagai pewaris dan penjaga harta pusaka yang diwarisinya. Sedangkan anak lakilaki hanya mempunyai hak guna atau hak pakai. Sebaliknya, pada masyarakat yang menganut sistem patrilineal, anak laki-lakilah yang mewariskan harta pusaka. Menurut Bellante dan Jackson (1990) anak-anak memberikan keuntungan dan jasa pelayanan yang produktif bagi orang tua mereka. Dalam masyarakat yang berpenghasilan rendah (terutama pada daerah pertanian dan pesisir), anak-anak dianggap sebagai sumber tenaga kerja dan sumber pendapatan yang penting bagi keluarga. Anak mampu memberikan penghasilan tambahan bagi keuangan rumah tangga, dengan anak bekerja sebagi buruh tani atau buruh upahan sehingga anak mampu memberikan penghasilan tambahan bagi keuangan rumah tangga. Anak dianggap memiliki aset ekonomi potensial yang dapat di manfaatkan sebagai penopang kehidupan keluarga. Keterlibatan anak dalam sektor industri rumah tangga merupakan wujud partisipasi anak berupa tenaga kerja untuk membantu orang tua guna memperoleh hasil yang lebih banyak. Keikutsertaan anak dalam sektor industri rumah tangga secara langsung atau tidak langsung telah member kontribusi terhadap peningkatan penghasilan kelaurga. Selain itu, anak dinilai sebagai investasi hari tua atau sebagai komoditas ekonomi yang dapat disimpan di kemudian hari, setelah anak bekerja. Anak akan memberikan suatu kebahagiaan kepada orang tua setelah orang

30 Universitas Sumatera Utara

tua tidak dapat bekerja lagi atau anak akan senantiasa mengurus segala kebutuhan orang tua. Menurut White (1982) bahwa nilai anak itu dapat dilihat dalam tiga hal yaitu; Nilai anak sebagai penerus keturunan keluarga bahwa anak dikatakan sebagai generasi penerus cikal bakal keluarga apabila orang tua sudah meninggal. Anak diharapkan dalam suatu keluarga kelak dengan kehadiran anak maka keturunan berkembang sehingga perwujudan keluarga terus ada yang dilanjutkan oleh anak. Nilai anak sebagai jaminan sosial atau sumber keselamatan orang tua dimana seorang anak berkewajiban dan bertangungjawab untuk memperhatikan, mengurus dan merawat orang tuannya, apabila orang tuanya sudah tua dan sakit-sakitan serta tidak mampu lagi untuk mengurus dirinya sendiri. Seorang anak akan melindungi orang tuanya ketika sudah berusia lanjut. Jika ternyata ada anak yang durhaka kepada orang tuanya maka dia akan mendapatkan resiko. Oleh karena itu seornag anak akan selalu bersikap sopan santun, lemah lembut dan ramah terhadap orang tuanya. Dalam hal berbicara dengan orang tua misalnya, anak akan selalu menggunakan bahasa yang sopan. Nilai anak sebagai salah satu sumber tenaga kerja yang produktif dalam ekonomi keluarga. Nilai ini dapat kita lihat dalam kegiatan-kegiatan mengambil air, menjaga dan member makan ternak, mengolah sawah dan lading, memasak, menjaga adik dan pekerjaan yang lainnya. Ketiga pendapat ini di kemukakan oleh White melalui hasil penelitiannya pada masyarakat Jawa, adanya suatu kepercayaan bahwa anak merupakan salah satu sumber rezeki dan keberuntungan bagi tiap-tiap keluarga. White menemukan bahwa 31 Universitas Sumatera Utara

umumnya anak mulai teratur membantu orang tua pada usia 7-9 tahun, tetapi juga di temukan beberapa kasus anak yang membantu sejak mereka berumur 5-6 tahun. Anak laki-laki biasanya mengumpulkan rumput, memelihara ternak, mengolah sawah atau pekarangan, menjaga adik dan mengambil air. Semakin besar usia mereka, semakin berat pekerjaan yang harus mereka lakukan. Penelitian Sugito (1976) di sebuah desa di Banyumas, tahun 1976 membuktikan bahwa 50,86 % keluarga lebih mengutamakan anak laki-laki daripada anak perempuan karena anak laki-laki dapat membantu urusan penambahan ekonomi keluarga dan perempuan hanya bekerja di rumah (15,89 %) dan supaya lebih memperkuat ikatan suami isteri (11,17 %). Penelitian Sugito di sebuah desa di Banyumas tahun 1976 juga menunjukan bahwa semakin tua umur isteri, lebih mengutamakan ingin mempunyai anak sebagai penerus keturunan dari pada alasan yang lainnya. Hull (1982) biasanya dalam setiap masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, nilai ekonomis anak akan berkurang karena mereka akan menginginkan keluarga kecil. Sebaliknya keluarga yang berstatus ekonomi rendah, nilai ekonomis anak akan tinggi karena anak dianggap sebagai sumber tenaga kerja dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasanuddin (1982) melihat dari segi psikologis dan sosial rupa-rupanya anak juga mempunyai nilai tersendiri dari pandangan orang tua, bahwa salah satu keuntungan mempunyai anak ialah terhindar dari rasa kesepian atau untuk melanjutkan keturunan serta mendapat kebahagiaan.

32 Universitas Sumatera Utara

Menurut Robinson (1983) ada tiga macam tipe kegunaan anak yakni; . Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu barang konsumsi, misalnya sebagai sumber hiburan. Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni dalam beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu yang menambah pendapatan keluarga. Kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya. Menurut pendekatan lain yang lebih sesuai dengan keadaan di negara berkembang, anak dianggap sebagai barang investasi atau aktiva ekonomi. Orang tua berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari anak. Manfaat ini akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha milik keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua ataupun membantu keuangan orang tua (Lucas dkk,1990). Di beberapa negara, termasuk Indonesia, umumnya anak laki-laki mempunyai arti khusus sehingga anak lelaki paling banyak dipilih. Orang tua dari golongan menengah lebih memilih anak perempuan yang dapat menjadi kawan bagi ibu. Perbedaan tanggapan yang relatif kecil antara suami dan istri ada hubungannya dengan peranan mereka dan pembagian tugas dalam keluarga. Misalnya, wanita yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengasuh anak, mempunyai lingkungan kehidupan sosial yang lebih sempit, menitikberatkan anak sebagai teman dan kebutuhan emosional serta fisik dari pengasuhan anak. Di lain pihak, agaknya para suami lebih mementingkan kebutuhan akan keturunan untuk melanjutkan garis keluarga dan lebih prihatin terhadap biaya anak (Oppong, 1983).

33 Universitas Sumatera Utara

Fenomena yang terjadi, kebanyakan orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang sukses dalam pendidikan maupun karirnya, sehingga di masa yang akan datang mereka dapat memperbaiki kualitas hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya (Sumardi, 1982). Konsep mengenai pendidikan lebih cenderung melihat pendidikan sebagai kegiatan kehidupan dalam masyarakat untuk mencapai perwujudan manusia secara penuh yang berjalan secara terus-menerus seolah-olah tidak ada batasnya. Pendidikan adalah untuk kehidupan, dan kehidupan itu sendiri merupakan sumber pendidikan. Hanya dengan pendidikan masyarakat, manusia dapat mempertahankan kehidupan dan perkembangan yang telah dicapai. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat, pendidikan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena itu pendidikan bersifat fungsional dalam sistem hidup dan kehidupan manusia (Muhyi Batubara, 2004: 34). Pendidikan berfungsi

mempersiapkan

anggota

masyarakat

untuk

mencari

nafkah,

mengembangkan bakat perorangan demi kepuasan pribadi maupun bagi kepentingan masyarakat, melestarikan kebudayaan dan sebagainya ( Horton dan Hunt). Pendidikan itu berpengaruh besar untuk perkembangan ekonomi sebab dari pendidikan yang tinggi tercipta suatu teknik baru yang menciptakan tenaga kerja yang memiliki keterampilan tinggi. Untuk itu yang dilakukan untuk menciptakan tenaga kerja yang memiliki keterampilan baik adalah dengan cara proses pendidikan yang baik (Jhon Vaize;1974). Pendidikan formal atau lebih dikenal dengan pendidikan sekolah memiliki fungsi, jenjang dan tujuan yang diharapkan mampu mengoptimalkan semua potensi 34 Universitas Sumatera Utara

dalam diri seseorang. Semakin tinggi jenjang atau tingkat pendidikan yang dilalui individu akan membawa pengaruh besar terhadap pola pikir dan perilaku. Bila keseluruhan dari fungsi dan tujuan pendidikan tercapai, dapat mendorong individu untuk lebih selektif, inovatif dan kreatif terhadap pengaruh dari luar sehingga potensi dalam dirinya dapat berkembang lebih maksimal. Walaupun masa sekolah bukan satu-satunya masa untuk belajar, namun kita menyadari bahwa sekolah adalah tempat dan saat yang sangat strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina seseorang dalam menghadapi masa depannya (Umar Tirtahardja,1994) Ari. H Gunawan (2000) orang tua mengirim anak ke pendidikan formal karena orang tua memiliki harapan bahwa suatu saat nanti setelah anaknya tamat dari suatu jenjang pendidikan maka ornag tua berharap anaknya mampu melakukan pekerjaan sebagai mata pencaharian memperoleh nafkah. Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin besar harapannya memperoleh pekerjaan serta jabatan yang lebih baik. Misalnya seseorang yang memiliki ijazah perguruan tinggi, ini membuktikan kesanggupan intelektualnya yang lebih tinggi daripada yang tidak lulus perguruan tinggi. Dengan demikian nasib kehidupannya akan menanjak pula. Melalui pendidikan, seseorang yang berasal dari strata sosial yang rendah dapat meningkat ke strata sosial yang lebih tinggi. Menyekolahkan anak-anak sampai ke jenjang pendidikan yang setinggi-tingginya, merupakan dambaan setiap orang tua agar kelak mereka dapat memperoleh nasib yang lebih baik, meski dengan berbagai pengorbanan. Orang tua banyak yang berpendirian, lebih baik memberikan bekal pengetahuan/pendidikan yang tidak ada habisnya, daripada memberikan bekal uang yang mudah dan cepat habis. Juga mudah dipahami bahwa membawa bekal 35 Universitas Sumatera Utara

pengetahuan tidak terasa beratnya, tetapi membawa bekal harta benda lebih banyak resikonya. Menyandang gelar akademis akan lebih bergengsi dan memberi peluang yang lebih besar untuk menduduki jabatan dalam masyarakat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Suarman dkk (1996) di desa Dompak kepulauan Riau yang berprofesi sebagai nelayan bahwa orang tua di desa tersebut rela berkorban bekerja keras, orang tua rela mengeluarkan biaya besar untuk kepentingan sekolah anak dengan harapan anak-anaknya akan menjadi anak yang sukses dan berguna bagi agama, nusa dan bangsa dan mereka beranggapan bahwa dengan pendidikan maka anak-anak mereka yang memperoleh pendidikan mampu mengubah status sosial kehidupan. Motivasi orang tua menyekolahkan anak juga terlihat dari faktor kehadiran pendatang di desa tersebut. Umumnya pendatang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, Karyawan dan pekerjaan lain yang di pandang bergengsi oleh masyarakat. Status ini tentu saja mereka peroleh karena di dukung oleh latar belakang pendidikan yang cukup baik. Kedudukan para pendatang atau kedudukan orang yang memiliki pekerjaan tinggi di desa tersebut, turut mempengaruhi pikiran orang tua di desa tersebut, sehingga timbul motivasi dalam diri mereka untuk mendorong anak-anaknya sekolah, dengan mencontohkan kepada anak orang-orang yang terlebih dahulu berhasil. Mereka menjadikan orang yang berhasil terlebih dahulu menjadi panutan. Bagi mereka kemiskinan bukannya harus di hadapi dengan sikap apatis dan menerima apa saja yang di berikan oleh lingkungan. Perobahan hidup akan di dapati jika pandai memerangi kemiskinan dengan jalan berusaha tanpa putus asa untuk mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhannya. Salah satu usaha kearah itu 36 Universitas Sumatera Utara

adalah dengan memajukan pendidikan, tidak adanya biaya bukan alasan yang tepat lagi. Justru apabila pola pikir masyarakat yang sudah berorientasi kemasa depan yang lebih baik, apapun yang di lakukan akan di lakukan demi tercapai pendidikan yang lebih tinggi bagi generasi penerusnya yang dalam hal ini adalah anak mereka. Dengan keterbukaan masyarakat ada kecenderungan bahwa pendidikan bagi mereka merupakan faktor penting untuk memperbaiki kesulitan hidup dan menurut mereka pendidikan itu sudah merupakan kebutuhan dalam keluarga. Leksono (2000) menyatakan bahwa, orang tua mempunyai harapan bahwa anak-anaknya minimal mempunyai pengetahuan dan sedikit ketrampilan yang akan berguna untuk mengatasi persoalan kehidupannya sehari-hari. Dimulai dengan pengetahuan kognitif yang paling dasar yaitu membaca dan menulis, seorang anak kemudian diharapkan mempunyai sedikit pengetahuan eksistensial pragmatis, yaitu yang berguna untuk menjalani kehidupannya; untuk survive. Pada tingkat berikutnya, syukur-syukur kalau si anak kemudian dapat memperoleh pengetahan yang selanjutnya akan memungkinkan ia mengembangkan bakat dan minatnya. Hubungan orangtua dan anak yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian yang disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman-hukuman, dengan tujuan memajukan belajar anak. Begitu juga sikap yang baik sangat mempengaruhi belajar anak. Status sosial ekonomi tidaklah dikatakan sebagai faktor mutlak dalam perkembangan anak, hal ini tergantung pula dengan sikap orangtua dan corak interaksi dalam keluarga (Ahmadi, 1997). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Supri Madauna dkk (1994) di Sulawesi yang bekerja sebagai petani menyimpulkan bahwa manfaat atau fungsi dari 37 Universitas Sumatera Utara

sekolah itu adalah sekolah menghasilkan tenaga kerja yang akan bekerja di kantorkantor maupun pegawai pemerintahan, sekolah semata-mata tempat mencari ilmu sehingga orang yang tamat dari sekolah tertentu di anggap orang yang berilmu dan menjadi tempat bertanya dan sekolah merupakan wadah untuk mendapatkan ilmu dan agama. Di desa ini petani tidak ada yang beranggapan bahwa sekolah itu merupakan penghambat ataupun mengancam kepercayaan yang di anutnya. Purnawati (2005) dalam penelitiannya pada pedagang kakilima di Kecamatan Wonopringgo sebagian besar pedagang kakilima di Kecamatan Wonopringgo mempunyai latar belakang pendidikan formal yang rendah, mereka tidak mengenyam pendidikan tinggi dan mendapat penghasilan yang pas-pasan tetapi mereka merasa cukup, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan biaya pendidikan anak walaupun mereka hanya sebagai pedagang kakilima tetapi orang tua melakukan berbagai upaya untuk kemajuan dan keberhasilan anak dalam pendidikan dan tidak segan-segan menjual kekayaan atau usahanya menjadi pedagang kakilima karena mereka mempunyai aspirasi yang cukup tinggi terhadap pendidikan anaknya yaitu mempunyai cita-cita dan harapan yang besar, karena tidak semua orangtua mengharapkan anak ikut menjadi pedagang seperti orangtuanya. Walaupun sebagian besar pedagang kaki lima di Kecamatan Wonopringgo rata-rata berpendidikan rendah namun mereka memiliki kesadaran dan motivasi yang cukup besar untuk dapat menyekolahkan anak setinggi-tingginya. Dengan menyekolahkan anak, maka orangtua mempunyai harapan setelah anak lulus dari sekolah mendapat pekerjaan yang layak, dan melanjutkan sekolah yang lebih tinggi dari pada

38 Universitas Sumatera Utara

orangtuanya, menjadi pegawai negeri atau swasta dan mendapat kehidupan yang lebih baik.

39 Universitas Sumatera Utara